NovelToon NovelToon

Psychopath Obsession

Psychopath Obsession - 01

"Baby, let me be your man

So I can love you

And if you let me be your man

Then I'll take care of you, you"

Place : New York, US

***

Allferd Xander Maverick, seorang pemimpin perusahaan Ilmu Teknologi memiliki fisik mendekati kata sempurna. Jenius dan tampan adalah pesonanya.

Saat umurnya menginjak 22, ia sudah bekerja keras membangun perusahaan teknologi di bantu oleh Edgar yang usianya di atas 3 tahun darinya. 7 tahun Allferd dan Edgar bekerja gila tanpa batas telah berhasil membuat perusahaannya menjadi salah satu aset yang berpengaruh untuk negara karena kecanggihan teknologinya dan menjadi salah satu perusahaan yang paling di minati oleh para lulusan mahasiswa yang sedang melamar pekerjaan.

Tidak hanya menjadi seorang Direktur, Allferd juga merupakan seorang chef bahkan mempunyai siaran acara memasaknya sendiri yang tayang pada setiap akhir pekan. Wajahnya bak dewa Yunani membuatnya sering kali di tawari pekerjaan sebagai model, tak tanggung-tanggung Allferd langsung menolak tawaran itu secara terang-terangan tak peduli jika bayaran yang di tawarkan harganya mencapai selangit. Allferd tidak akan pernah sudi  menjual tubuhnya.

Di balik reputasinya sebagai Direktur sekaligus chef ternama, siapa yang tahu jika sebenarnya Allferd adalah sosok yang berbahaya. Allferd adalah seorang psikopat.

Ini semua berawal sejak 8 tahun lalu saat usianya masih menginjak 21 tahun. Keluarganya di bantai, kedua orang tua, kekasih, kakak tertua serta pamannya di bunuh dengan cara yang paling sadis di depan mata kepalanya sendiri.

Allferd telah bersumpah, siapapun orang yang berkaitan dengan pembantaian orang-orang tercintanya maka Allferd akan memastikan kematian mereka berada di tangannya.

Allferd akan menghabisi setiap keturunan dan tidak akan menyisakannya seorangpun, tak peduli jika bayi dan wanita harus di bunuhnya. Allferd tidak pernah dan tidak akan pandang bulu untuk membunuh.

DOR!

Allferd meniup pistolnya setelah berhasil menembak salah satu orang yang telah mengkhianati dirinya. Pria paruh baya yang baru saja Allferd bunuh telah lancang membocorkan rahasia perusahaan kepada pemilik perusahaan yang bersaing dengan Allferd.

Tidak peduli jika pria paruh baya itu telah mati sehingga tidak bisa membiayai hidup istri serta anaknya. Bagi Allferd sekali penyusup adalah penyusup dan sekali berkhianat telah berkhianat.

Tentu saja Allferd tidak akan membunuh selembut itu. Sebelum menembak kepala sebagai acara penutup, pisau tajamnya telah mengerjakan tugas sebelum pistol yang bertugas. Pisau tajam milik Allferd sudah menari-nari di tubuh pria paruh baya itu seakan Allferd sedang memotong steak saat makan di sebuah restaurant.

Bau anyir memenuhi indra penciumannya, namun Alferd tidak masalah dengan bau itu. Setelah pria paruh baya itu benar-benar sudah kehilangan nyawanya, orang-orang Allferd membereskan jasad itu.

Tidak banyak yang mengetahui Allferd adalah seorang psikopat, bahkan Edgar orang terdekatnyapun tidak mengetahui hal itu. Orang-orang yang bekerja secara pribadi kepada Allferdpun telah memberikan jaminan nyawanya dalam menjaga rahasia seorang Allferd.

Ponsel Allferd bergetar memberithu jika ada panggilan masuk, ia sedikit mendengus saat membaca nama Edgar di layar ponselnya.

"Ada apa?"

"Kau kemana? Cepat kemari, kebocoran informasi yang di sebabkan si ******** itu ternyata cukup mengejutkan,"

"Tidak perlu, semuanya sudah aku selesaikan."

"Maksdumu?"

"Maksudku, kau hanya perlu memeriksa semua karyawan perusahaan termasuk secara pribadi. Aku tidak ingin hal ini terulang kembali. Tidak usah pikirkan ******** itu, aku baru saja menerima kabar jika ******** itu telah mati."

"Benarkah? Apa kau sudah memastikannya?"

Allferd tersenyum miring, "Aku tidak mungkin membohongimu. Sudahlah, aku sibuk, sedang ada urusan. Besok aku baru pergi ke kantor."

Tanpa menunggu jawaban Edgar, Allferd telah mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Allferd melepaskan sarung tangan hitamnya kemudian keluar dari tempat persembunyian. Di tengah malam, toko-toko yang berjajar sudah pada tutup terkecuali restaurant 24 jam, karena sekarang waktu sudah menunjukan pukul 12 malam lebih.

Allferd berjalan menyusuri trotoar dengan tenang, kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku jaket, tidak membiarkan tangannya beku karena dingin suhu udara kota New York pada malam hari. Sudut matanya menangkap di sebrang jalan masih di trotoar, terlihat segerumbul orang rupanya orang-orang itu sedang mengerumuni seseorang yang berusaha menghindar dari kerumunan itu.

Kaki Allferd berhenti melangkah, ia hanya diam sambil memperhatikan kerumunan itu, ia sedikit penasaran dengan subjek yang menjadi pusat perhatian pada tengah malam seperti ini.

Salah satu orang Allferd anak buah yang paling setia dengannya, Damien ikut memperhatikan kerumunan itu di sebelah Allferd.

"Stella Daddario, seorang aktris dan model." ucap Damien tiba-tiba tanpa Allferd tanya, seakan pria itu dengan mudahnya membaca pikiran seorang Allferd.

"Aku tidak peduli," satu kalimat dengan nada dingin menjadi tanggapan Allferd, setelah itu Allferd kembali melanjuti langkahnya menyusuri trotoar di ikuti juga dengan Damien.

***

Allferd sibuk mengganti chanel televisi, mencari acara yang layak untuk ia tonton. Jempolnyan berhenti bergerak di salah satu channel yang sedang menyiarkan sebuah serial yang sedang booming akhir-akhir ini. Bukan karena sebuah cerita dari serial itu yang telah berhasil menarik perhatian Allferd, tapi adalah pemainnya, aktris cantik itu si pemeran utama yang membuat Allferd terpaku. Wajah aktris cantik itu mirip dengan mendiang kekasihnya. Wajahnya yang mirip di tambah dengan warna rambut pirang dirty blonde membuat semakin mirip dengan mendiang kekasih Allferd.

Ketika hendak beradegan ciuman dengan lawan mainnya, Allferd menjadi resah sendiri, seakan yang sekarangnaya di lihat adalah 'kekasihnya sedang berciuman dengan pria lain di hadapannya saat ini.' Tanpa membuang waktu lagi, Allferd mengambil MacBook dan segera mencari tahu siapa perempuan ini. Dengan cepat, Allferd membaca kalimat demi kalimat artikel seorang aktris itu.

Stella Daddario, seorang aktris dan seorang model kelahiran Dallas. Lahir pada 24 tahun silam, dan memulai karir saat menginjak usianya 17 tahun. 8 tahun berkarir di dunia entartaiment yang telah mengembangkan namanya. Selama ini tidak pernah terdengar dirinya berkencan dengan seorag pria. Serial yang sedang di bintanginya saat ini berjudul 'heart attack'.

Allferd tersenyum miring, kemudian jari-jarinya kembari menari-nari di atas papan keyboard melacak lokasi posisi Stella sekarang. tak sampai 5 menit, senyuman Allferd semakin mengembang setelah berhasil menemukannya. Lalu Allferd meraih kunci mobil, dan segera pergi ke luar mansionnya walaupun sekarang waktu menuju dini hari.

***

Stella menghela napasnya, syuting hari ini benar-benar membuatnya lelah. Ia berjalan seorang diri menyusuri trotoar, suasana yang sepi membuat Stella menjadi leluasa karena tidak ada seorangpun yang bisa mengganggu ketenangannya. Ia butuh istirahat, belum lagi besok pagi ia harus melakukan pemotretan untuk majalah terbaru bulan ini sebelum syuting untuk adegannya.

Karena keadaan sepi, Stella berjalan sambil menundukkan kepalanya dan kedua tangannya ia liat di depan dadanya. Kemudian kepala Stella menabrak dada bidang milik seorang pria membuat Stella hampir terjatuh terjungkal ke belakang jika saja tangan pria itu tidak menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.

Sontak Stella langsung mendongkakkan kepalanya, karena sekarang sedang tidak memakai sepatu hak membuat Stella harus mendongkakkan kepalanya untuk melihat wajah pria di hadapannya ini. Pria itu memakai jaket hitam serta tudungnya, karena Stella melihatnya dari posisi bawah membuatnya tak sulit untuk melihat wajah orang yang telah di tabraknya ini.

"Maaf," ucap Stella cepat kemudian memundurkan langkah kakinya untuk menjauh dari Allferd, pria yang di tabraknya barusan. Bukannya membiarkan Stella untuk menjaga jarak darinya, Allferd malah semakin menarik tubuh Stella ke dalam pelukannya.

"Tolong lepaskan," pinta Stella masih menggunakan tutur kata yang sopan, tapi seakan telinga Allferd tuli, pria itu semakin mengeratkan pelukannya kepada Stella yang sedang berusaha untuk memberontak. Allferd menempelkan hidungnya di lekuk leher jenjang Stella dan menghirup aroma tubuh gadis itu dalam-dalam. Meskipun aromanya berbeda dengan mendiang kekasihnya dulu, namun aroma tubuh Stella juga memabukkan untuk Allferd.

"Aku merindukanmu," gumam Allferd dengan mata terpejam, bahkan Allferd semakin mengeratkan tubuhnya.

"Siapa yang kau maksud? Tolong lepaskan aku!" berontak Stella.

Allferd menjauhkan hidungnya dari leher Stella lalu menatap manik mata berwarna biru terang itu. Stella sendiri juga tanpa sadar terhanyut ketika menatap manik mata milik Allferd. Sambil terdiam, otak Stella berpikir siapa sosok di hadapannya ini sekarang karena sudah nampak tak asing lagi. Diammnya Stella adalah berpikir.

Kelakukan Allferd semakin menjadi-jadi, bibir Allferd dengan lancang tanpa permisi mencium bibir rona merah milik Stella yang tampak menggoda. Tak sampai 5 detik Stella terkejut dengan tindakan Allferd, Stella berusaha keras mendorong dada bidang Allferd berusaha melepaskan pangutan mereka. Allferd ******* bibir Stella tanpa ampun.

Allferd baru melepaskan pangutan mereka ketika merasakan kekurangan oksigen, sedangkan Stella sudah kekurangan oksigen sejak tadi sehinga terlalu lemas untuk melawan Allferd saat ini. Bagaimana ia tidak lemas jika Allferd menciumnya dengan durasi lebih dari 1 menit.

Tangan lentik Stella tanpa sadar telah menyentuh dada bidang milik Allferd sejak tadi sedangkan napasnya ternengah-engah berusaha menetralkan napasnya dan detak jantungnya yang terus berdebar. Tangan Allferdpun merengkuh pinggang Stella dengan posesif, menandai tanda kepemilikan.

"Kau seperti nikotin, kau candukku, kau milikku. Katakan siapa pria yang telah menciummu? Kau tidak boleh di sentuh oleh pria manapu terkecuali aku," bisik Allferd membuat Stella langsung tertarik kembali pada kenyataan. Stella menjauhkan dirinya satu langkah dari Allferd, spontan tangan lentik milik Stella terangkat lalu menampar pipi kanan Allferd dengan sangat kencang.

PLAK!

"********, brengsek, kurang ajar!" terlihat dari mata Stella yang berapi-api, Stella sudah berada di puncak kemarahannya. Bagaimana ia tidak marah, jika seorang pria yang tak di kenalinya dengan lancang telah mencium bibirnya tanpa izin kemudian mengatakan jika Stella adalah miliknya.

Jari telunjuk Stella terangkat menunjuk sosok di hadapannya ini, di tatapnya Allferd dengan tatapan membunuh.

"Aku membencimu ********," maki Stella kemudian langsung berlari sejauh mungkin meninggalkan Allferd, sedangkan pria itu tersenyum miring melihat Stella yang berlari ketakutan.

"Pergilah sejauh mungkin sweetie, karena sejauh manapun kau pergi kau pasti akan kembali kepadaku."

Psychopath Obsession - 02

BRAK!

Terdengar bunyi gebrakan meja dari sisi ruangan pemotretan. Stella yang menimbulkan suara itu memiringkan kepalanya memperlihatkan jika ia sedang berpikir keras. Rasanya tak habis pikir jika ia terus memikirkan sosok Allferd.

Sejak dini hari semenjak pertemuannya dengan Allferd, pikirannya hanya tertuju kepada Allferd. Sulit sekali rasanya menemukan jawaban dari pertanyaan di benaknya, 'apa alasannya Allferd seperti itu? Dan siapa sosok sebenarnya yang Allferd maksud?'

Stella baru teringat jika sosok Allferd adalah seorang chef ternama yang acara masaknya selau Stella tonton setiap akhir pekan bila sedang tidak ada pekerjaan. Astaga, baru sekarang ia menyesal pernah mengidolakan sosok Allferd yang ternyata hanyalah seorang pria tampan gila berjiwa obsesi.

Suara helaan napas frustasi terdengar jelas berasal dari Stella. Rasanya Stella ingin menjambak dan membunuh Allferd menggunakan tangannya sendiri. Argh, Alferd benar-benar menjengkelkan! Sumpah serapah dari Stella untuk Allferd akan terus mengalir seperti air sungai.

"My Stel, c'mon!" panggil Jade, manager pribadi Stella.

Jade Spilberg sudah bekerja kepada Stella sejak Stella terjun di dunia entairtaiment. Wanita itu berusia 2 tahun lebih tua dari pada Stella. Hamper setiap hari mereka bertemu selama 8 tahun membuat Jade mengenal sosok Stella melebihi siapapun termasuk melebihi Stella mengenali sosok dirinya sendiri.

Stella menyibak rambut panjang pirang yang tak lain adalah mahkota berharganya kemudian bergaya elegant di depan kamera sambil mengenakan pakaian branded yang akan ia pamerkan untuk majalah edisi bulan ini. Tak hanya pakaian, tas mewah dan parfume terbaikpun akan Stella pamerkan.

Berjam-jam sudah Stella habiskan hanya untuk bergaya di hadapan kamera, tidak hanya sampai di situ pekerjaan Stella har ini, setelah pemotretan Stella masih ada syuting untuk episode terakhir dalam serialnya yang bergenre laga dan percintaan. Mungkin syuting hari terakhir ini akan menghabiskan waktu hingga pagi menyapa kembali.

"Aku bersumpah akan membunuh ******** itu menggunakan caraku sendiri," desis Stella sambil memandang jalanan yang di lalui dari kaca jendela mobil. Tatapan Stella seakan ingin memakan siapapun mangsa yang lewat di hadapannya saat ini juga.

Supir pribadi Stella dan Jade meneguk salivanya dalam mendengar desisan Stella yang begitu menyeramkan bagi mereka mengingat Stella adalah tipikal orang yang tidak suka mengumpat. Jika sudah seperti ini, sudah di pastikan jika suasana hati sang majikan sangatlah tidak baik.

"Siapa yang kau maksud Stel?" tanya Jade berusaha agar Stella mau berbagi kekesalan dengannya.

Stella mengangkat tangan kirinya member peringatan, "tidak, jangan membuatku harus menceritakan ******** itu. Aku sangat membencinya,"

Jade tersenyum maklum. "Baiklah, aku mengerti. Mungkin kau membutuhkan segelas cokelat dingin sebelum syuting," lalu Jade menyuruh sang supir untuk mampir terlebih dahulu di sebuah toko minuman yang menjadi langganan mereka.

***

Akhirnya sekarang adalah waktu yang sangat Stella nanti-nantikan. Yaitu adegan terakhir untuk serialnya, di mana Stella bersama Andrew Davidson berciuman di pinggir laut sebelum si tokoh antagonis tiba-tiba menembak Andrew membuat serial itu akan berlanjut di season 2.

Siapa yang tak kenal dengan sosok Andrew? Andrew Davidson nama lengkapnya, adalah seorang aktor ternama papan atas yang sudah terjun di dunia perfilman selama lebih dari 15 tahun. Aktor tampan multi talenta membuat Stella merasa tersanjung karena bisa bekerja sama dengannya.

"Cue, Action!" setelah mendengar salah satu crew berteriak menandakan proses syuting sudah di mulai, baik Stella maupun Andrew mulai beradu akting sebaik mungkin.

Stella tersenyum sambil menintikkan air mata, menatap si lawan main dengan tatapan sendu sedangkan Andrew sudah di buat tampak lusuh karena telah berjuang mati-matian untuk tetap bertahan hidup, Andrew menghapus air mata Stella dengan penuh kasih sayang.

"Aku senang kau kembali," isak Stella.

Telapak tangan kiri Andrew memegang pipi Stella, "aku senang kau baik-baik saja."

Kemudian Andrew mendekatkan wajahnya hendak menempelkan bibirnya dengan bibir Stella, sebelum bibir mereka menempel tiba-tiba Andrew langsung ambruk terjatuh ke dalam dekapan Stella, untung saja dengan sigap Stella langsung menahan tubuh Andrew agar tidak terjatuh ke tanah.

"Tunggu dulu, bukankah seharusnya Andrew terjatuh setelah menciumku?" teriak Stella, kemudian ia berusaha membangunkan Andrew. Ini semua di luar rencana syuting dan Andrew tidak sadarkan diri sekarang.

"Andrew, bangun! Kau baik-baik saja? Aku mohon, bangunlah!" pinta Stella dengan panik. Suasana di lokasi syutung berubah menjadi ricuh, sekarang sutradara yang berteriak.

"Nick, bukankah kau seharusnya menembak Andrew setelah ciuman?!"

Nicole yang menjadi tokoh antagonis mengangkat kedua tangannya dan menggelengkan kepala. "Aku belum menarik pelatuk pistol. Lagi pua pistol ini tidak ada pelurunya bukan?"

Keadaan semakin tegang saat menyadari Andrew benar-benar tak sadarkan diri dan denyut nadinya tak terasa lagi. Stella yang masih memeluk Andrew meraba punggung pria itu serta lehernya, di temukan dua buah jarum yang mancap. Lalu sudut mata Stella menangkap sosok pria bertudung hitam yang mulai menjauh dari lokasi syuting, Stella tentu saja tahu siapa dalang di balik kejadian ini semua.

Siapa lagi jika bukan sosok Allferd Xander Maverick. Apakah ini maksud pria itu saat dini hari menanyakannya siapa pria yang berani menyentuhnya? Ini benar-benar gila.

Stella sendiripun menjadi bingung hendak berbuat apa sekarang, jika ia meninggalkan lokasi syuting sekarang juga hanya untuk mengejar pria gila seperti Allferd maka akan menimbulkan pertanyaan besar untuknya. Mau tak mau, Stella harus menunggu semua urusannya selesai di lokasi syuting.

Beberapa jam setelah insiden tadi, mau tak mau Stella harus syuting ulang untuk adegan terakhir bersama pemain pengganti. Semuanya benar-benar kacau, aktor multi talenta itu telah di tetapkan meninggal dunia dan pihak keluargapun tak ingin melakukan autopsi kepada jasad Andrew.

Semuanya kacau, season 2 untuk serial ini juga tidak jadi untuk di produksi karena Andrew adalah hal terpenting untuk sequel serial drama tersebut lagipula tokoh yang di perankan Andrew terlalu kuat sehingga tidak ada yang bisa memerankannya selain Andrew.

Kemudian saat Stella hendak mengambil ponselnya yang berada di tangan Jade, seseorang langsung membekap mulut Stella dari belakang dan menyeret perempuan itu untuk masuk ke dalam mobil. Stella mengatur napasnya ketika sudah duduk manis di kursi penumpang sebelah kursi pengemudi, terdengar bunyi suara pintu di tutup dengan sangat kencang dari samping, Stela berdecih sinis ternyata sosok Allferdlah yang menculiknya.

"Brengsek, tidak salah lagi kau yang membunuh Andrew." sinis Stella.

Allferd tersenyum puas kemudian mulai melajukan mobil sport hitamnya.

"Kau tidak takut aku laporkan?" lanjut Stella karena Allferd belum mengeluarkan suaranya. Di negara ini banyak orang berbahaya, tapi ini adalah pertama kalinya Stella menemukan orang berbahaya yang gila seperti Allferd.

"Silahkan saja, tapi jangan salahkan aku jika korban di sekelilingmu bertambah." jawab Allferd santai.

"Kenapa kau membunuh dia? Karena kau, pekerjaanku berantakan. Yang terpenting, aku kehilangan pekerjaan dan kehilangan uangku."

"Karena dia sudah lancang menyentuh dan menciummu. Tidak usah khawatirkan tentang uang, kekasihmu ini tidak miskin."

Terbuktikan apa yang baru saja Stella pikirkan jika Allferd adalah sosok berbahaya yang gila. Bagaimana tidak gila, jika Allferd membunuh seseorang hanya karena menyentuh dan menciumnya? Padahal ini hanyalah tuntutan pekerjaan! Sebaiknya, Allferd memang harus di bawa ke psikolog atau perlu bawa Allferd ke rumah sakit jiwa.

Stella mengacak-acakkan rambut pirangnya dengan kesal. "Kau membunuh pria tak bersalah hanya karena menyentuh dan menciumku? Ayolah, ini hanya sebuah pekerjaan! Dan kau bukanlah kekasihku, jika kau menyalahkan dia karena telah lancang, maka kau salah! Karena kau yang telah lancang bahkan aku tidak pernah mengenalmu!" bentak Stella.

"Maka tolaklah tawaran pekerjaan itu jika kau harus beradegan mesra bersama pria lain. Aku tidak lancang karena kau hanya milikku."

Stella tak habis-habisnya menggerutu di dalam hati, sunguuh dongkol perasaannya saat ini. Mungkin Allferd dengan mudahnya berbicara seperti ini karena pria itu adalah seorang miliarder, orang yang kaya yang memiliki harta bemiliar-miliar atau bahkan triliun, entahlah Stella tidak yakin mengenai hal itu.

Stella memijiit pangkal hidungnya bagaimana bisa ia memilah tawaran pekerjaan jika ibunya tiada henti membelanjakan uang hasil kerja kerasnya dengan sangat boros. Jika di bandingkan dengan keperluan sehari-hari Stella, biayanya tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan keperluan ibunya.

"Bisakah kau mengantarkanku pulang ke rumah? Aku lelah," pinta Stella dengan suara rendah. Allferd melirik Stella sekilas yang tampak kurang baik karena Stella tidak melanjutkan pertengkaran ini.

Tanpa menjawab permohonan Stella, Allferd semakin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju apartement Stella yang baru karena sejak awal bulan ini Stella pindah apartement. Allferd menghentikan mobilnya di depan gedung apartement, di liriknya Stella yang sudah tertidur pulas di sampinngnya. Allferd menghela napasnya kemudian kembali melajukan mobil sportnya dengan tujuan berbeda yaitu rumah Allferd.

Di letakkan dengan perlahan Stellla di atas kasur milik Allferd yang nyaman. Rumah Allferd yang memiliki halaman luas itu terdapat dua buah mobil sport berwarna hitam dan kuning serta satu buah motor sport hitam. Rumahnya tidak di hiasi dengan pajangan-pajangan mewah bak di mansion, rumah luas ini di penuhi dengan teknologi canggih.

Di usapnya rambut pirang Stella dengan penuh kasih sayang, sungguh Allferd benar-benar merindukan sosok mendiang kekasihnya, di tambah surai milik Stella dan mendiang kekasihnya sama persis yaitu dirty blonde, namun Allferd sedikit tidak yakin jika rambut milik Stella asli berwarna pirang gelap kecokelatan.

Allferd mendekatkan wajahnya kemudian mencium kening Stella.

"Sudah aku katakan sejauh manapun kau pergi, kau pasti akan kembali kepadaku. Aku bersumpah, tidak akan membiarkan siapapun menyentuhmu dan aku akan menjagamu lebih baik dari siapapun."

Psychopath Obsession - 03

Stella langsung terbangun dari tidurnya ketika menyadari jika ia tidur bukan berada di kasurnya. Ia menghela napasnya lega saat mengetahui pakaiannya utuh seperti sebelum ia tidur hanya saja sepatu boatnya sudah di lepas dari kakinya.

Terdengar suara pintu kamar terbuka membuat  Stella menoleh ke arah sumber suara, ternyata Allferdlah yang masuk sambil membawakan makanan di atas nampan.

Perasaan Stella kini setengah senang dan setengah khawatir. Senang karena ia baik-baik saja dan ia akan memakan masakan dari chef idolanya, khawatir karena takut Allferd mencampurkan zat berbahaya di makanannya itu.

Astaga, bagaimana bisa jiwa menyukai idolanya itu muncul di saat-saat seperti ini?!

"Aku kira kau mati. Apa kau sangat lelah hingga tidur sangat lama?" Allferd menyodorkan nampan makanan itu kepada Stella.

Dahi Stella mengerut, "memang sekarang pukul berapa?"

Allferd melirik jam tangan mewahnya. "Pukul 11 malam. Kau tidur selama 10 jam,"

"Astaga, pasti Jade mencariku. Aku baru ingat jika aku tidak membawa ponsel, bisakah kau meminjamkanku ponsel? Aku harus menghubungi manajerku,"

Allferd berdecak namun tak urung juga ia memberikan ponselnya kepada Stella. "Kau sungguh merepotkan,"

"Halo Jade!"

"Stel, kau kemana saja? Semua orang hari ini sibuk mencarimu,"

Stella terkekeh ringan, "Tenanglah, aku baik-baik saja. Aku berada di.."

Allferd yang di tatap oleh Stella menaikkan kedua alisnya pertanda ia tidak mengerti apa maksud Stella, tak perlu menunggu lama untuk Allferd berpikir, pria itu mengatakan

"Dimana Stel?" suara Jade di sebrang sana membuat Stella semakin bingung hendak menjawab apa.

"Di rumah kekasihku," jawab Allferd pelan.

"Di rumah kekasih.. Apa?!" Stella hampir berteriak saat menyadari jika ia hendak menirukan jawaban Allferd.

"Kekasihmu? Za-"

"Maksudku di rumah kekasih temanku, ada temanku juga di sini." Jawab Stella cepat sambil sesekali melirik Allferd.

Bisa tamat ia sekarang juga jika Jade menyebutkan nama yang di maksud tadi.

"Apa besok aku memiliki jadwal?"

"Kau masih memiliki adegan terakhir, ingat? Bersama pemain pengganti Andrew dan mungkin scriptnya akan berubah,"

Alis Stella terangkat, "benarkah akan berubah?"

"Mungkin, karena adegannya di ubah menjadi sore hari."

"Baiklah, besok siang datang ke apartementku. Kalau begitu sudah ya, aku tutup. Dah!" Stella menutup panggilan setelah mendengar jawaban Jade lalu mengembalikan ponsel kepada pemiliknya.

"Aku tidak akan mengucapkan terima kasih karena kau menculikku ke sini," ketus Stella.

Allferd mengedikkan bahunya tak acuh, "siapa yang peduli, cepat makan."

Stella menatap Allferd dengan curiga, "kau tidak menaruh sesuatu yang aneh bukan?"

"Misalnya?"

"Mana ku tahu, siapa yang tahu jika ternyata kau memasukkan racun ke dalam makananku."

Allferd berdecih sinis kemudian berdiri kemudian mengatakan sesuatu sebelum keluar kamar, "dari pada menggunakan racun, aku lebih senang menggunakan pisau atau pistol."

Sella menggelengkan kepalanya tak percaya mendengar ucapan Allferd sebelum pria itu keluar. Kini satu pertanyaan terlintas di benaknya, apakah di kehidupan sebelumnya ia telah melakukan dosa besar sehingga di kehidupannya sekarang ia terjebak bersama pria berbahaya yang nyawanya bisa hilang kapanpun pria itu inginkan.

"Dia bukan malaikat penjagaku namun dia malaikat pencabut nyawaku."

***

Stella melirik jam dinding kemudian menghela napasnya, sekarang waktu sudah menunjukan pukul 1 dini hari dan ia tidak bisa kembali tidur. Sudah lama ia tidak tidur selama itu karena sibuk dengan pekerjaannya yang tiada henti.

Rasa penasaran mulai menghantui Stella seputar privasi Allfed. Bagaimana ia tidak penasaran jika Allferd bisa mengetahui segala tentangnya, sedangnya dirinya sendiri tidak mengenal Allferd sedikitpun. Akhirnya karena penasaran, Stella mengelilingi kamar Allferd yang terdapat satu buah kasur berukuran king size, dan satu buah buffet, kamar mandi juga terdapat di dalam kamar Allferd.

Sebenarnya Stella ingin mengelilingi rumah Allferd, namun jujur saja karena sosok Allferd begitu menyeramkan di matanya membuat nyali Stella menciut untuk  keluar dari kamar.

Buffet 3 laci itu mebuat Stella penasaran akan isinya, mungkin mengintip sedikit tidak apa-apa, pikir Stella.

Stella membuka laci pertama, ia membelakakan matanya melihat isi laci itu. Biasanya isi sebuah laci adalah buku-buku atau peralatan yang lazim, tapi isi laci pertama Allferd adalah sarung tangan hitam, pisau lipat kecil dan pisau berukuran biasa serta dua buah pistol.

Stella meneguk salivanya dalam, 'dia memang malaikat pencabut nyawa'. Lagi pula untuk apa seseorang menyimpan benda-benda tajam seperti itu di dalam kamar?

Rasa penasaran Stella tak hanya sampai di situ saja, ia membuka laci kedua dan terdapat sebuah kotak hitam saja. Ketika Stella hendak membukanya dengan hati-hati, pintu kamar di buka dan suara Allferd membuatnya terkejut

"Sedang apa kau?" nada dingin itu seakan siap menusuk Stella.

Stella hampir melompat dari tempat saking terkejutnya, ia gelagapan dan tatapan tajam Allferd semakin membuat nyali Stella menciut.

"Aku tidak suka jika ada seseorang yang mengusik privasiku. Keluar!" usir Allferd tak tanggung-tanggung.

Stella menegakkan posisi tubuhnya, bersiap untuk melawan sosok Allferd. "Kau gila? Kau mengusirku pada jam dini hari?!" balas Stella tak kalah kencang.

"GET FUCKING OUT FROM MY ROOM, *****!" bentak Allferd, karena Stela yang tak kunjung bergerak meninggalkan posisinya terpaksa Allferd mencengkram pergelangan tangan Stella dengan kencang dan menyeret wanita itu keluar dari rumahnya. Tidak peduli jika Stella tak memakai mantel dan harus melawan udara dingin kota New York pada dini hari di luar ruangan.

Stella menarik napasnya dalam-dalam, meskipun Stella adalah seorang model seksi  dan aktris yang selalu berciuman dengan lawan mainnya dalam film romansa, tapi seumur hidupnya belum pernah ada yang mengatainya '******' dan hari ini akan menjadi rekor dalam hidupnya.

Pertama kali ia di panggil ****** dan yang kedua ini adalah pertama kali Stella di usir pada dini hari melawan dinginnya kota New York tanpa penghangat sedikitpun. Apakah Allferd tidak berpikir jika Stella bisa saja mati membeku di luar sana?

"AKU BISA MATI MEMBEKU BRENGSEK!" Stella melepaskan cengkraman Allferd dengan sekali sentak.

Bukannya membentak Stella kembali, tanpa Stella duga Allferd mengeluarkan pistol dari saku celananya dan langsung menempelkan moncong pistol ke kepala Stella.

"Berhenti merengek atau pistol ini yang akan berbicara," desis Allferd, sorot matanya yang setajam silet sekan semakin emberitahu Stella jika Allferd sedang serius.

DOR!

Suara letupan pistol yang melengking di telinganya berhasil membuat Stella terkejut setengah mati dan bergetar ketakutan. Untung saja yang di tembak Allferd adalah pagar yang menjulang tinggi nan kokoh di belakang Stella menimbulkan suara bising alarm otomatis menayala. Ternyata pistol itu terdapat pelurunya dan tadi Allferd menembak pagar tepat di sebelah kepalanya.

Telunjuk Allferd mengangkat dagu Stella, menyuruh perempuan itu untuk menatap nya karena sejak tadi Stella menundukan kepalanya karena takut. Ekspresi dingin Allferd yang mematikan seakan sedang berlomba-lomba dinginnya dengan cuaca kota New York saat ini.

"Are you scared, *****?" tanya Allferd penuh penekanan di setiap katanya, ralat Allferd lebih lebih menekankan di akhir kalimatnya.

Stella hanya terdiam, berusaha menetralkan rasa takutnya saat ini juga. Kemudian ia mengadahkan kepalanya, menatap Allferd dengan tatapan menantang.

"Kau mengusirku? Tanpa kau suruhpun aku akan pergi! Aku akan pergi dari hidupmu! Aku harap aku tidak pernah bertemu denganmu lagi," desis Stella kemudian berlari keluar rumah Allferd, meninggalkan Allferd yang tertohok karena ucapan Stella.

Stella berjalan seorang diri melawan dinginnya kota New York pada dini hari, dalam hati ia tak berhenti merutuki rumah Allferd yang berada di daerah sei akan penduduk dan ia juga merutuki pemiliknya. Bahkan Stella tidak tahu dirinya ada di mana sekarang, tidak ada kendaraan yang lewat satupun dan yang terpenting Stella tak tahan dengan udara dingin tanpa penghangat karena tadi Allferd langsung menariknya begitu saja membuat Stella tak sempat untuk menggunakan mantel serta sepatu boatnya terlebih dahulu. Stella merasakan kakinya sudah membeku sekarang.

Tiba-tiba sebuah mobil sport berwarna kuning terhenti membuat langkah kaki Stella juga ikut terhenti. Kemudian pintu mobil mewah itu terbuka otomatis, dan Stella dapat melihat Allferd yang sedang duduk tenang di kursi kemudi.

"Cepat masuk, kau akan mati membeku bodoh! Aku akan mengantarmu pulang,"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!