Beberapa orang berpendapat jika pertemuan pertama kepada seseorang yang berkesan merupakan cinta pertama.
Opini ini lama-lama menjadi sebuah teori, yang menyatakan jika kemampuan manusia pada pertemuan pertama. Kemudian menimbulkan sensasi seperti sesuatu yang sulit di jelaskan, sulit dihindari, dan sulit di pahami adalah adaptasi seseorang dalam menimang ketertarikan.
Seseorang yang baru pertama kalinya menghakimi rasa kertarikan itulah yang di sebut dengan cinta pertama. Percaya atau tidak, tanpa di sadar, kita adalah mahluk hidup yang di ciptakan sebagai dasar permulaan dunia.
"Persetan!"
Shuutt...
Tanpa peduli, aku langsung membuang koran harian yang ku pungut di halte bus yang di tinggalkan oleh pemiliknya 2 menit yang lalu.
"Memangnya tidak ada artikel lain yang di muat di halaman depan selain tentang percintaan!!"
Tiada alasan khusus kenapa aku meruntuk surat kabar yang di terbitkan suka-suka oleh pembuat koran.
Lagi pula satu-satunya alasanku tak menerima artikel itu di terbitkan di halaman depan karena aku buta pemahaman. Masalah percintaan bukanlah masalahku.
Seperti biasa, keseharianku hari ini adalah menunggu bus di halte pemberhentian. Namun entah mengapa perasaanku hari ini begitu tak nyaman bahkan sampai pada tingkat anxiety ( perasaan yang tidak nyaman saat mengalami ketegangan sehingga mengakibatkan mual-mual), mungkin karena lembab atau hal lainnya.
Ckiittt...
Bus pun berhenti, aku bergegas naik dan langsung mencari tempat duduk.
Namun saat itu kondisi bus dalam keadaan penuh, hanya tersisa satu tempat duduk di kursi berjejer paling belakang yang memuat sekitar 6 orang.
Seperti yang ku harapkan suasana di pagi hari selalu senyap, hal ini berbanding terbalik dengan suasana sibuk pada jam pulang.
Aku berjalan berlahan dan memegang tertatih untuk menjaga keseimbangan agar tak jatuh karena bus nya sudah mulai melaju. Kursi kosong tersebut berada disebelah wanita tua cuek yang memegang tas gandeng dengan erat seperti mawas diri jika semua orang ingin mencuri tas miliknya lantaran dia wanita tua renta.
Lalu di sebelah kanan nya terdapat seorang lelaki muda berpakaian serba hitam, dia menutup seluruh kepalanya dengan hoodie sambil membaca buku hitam yang terlihat usang dan tua, mirip kitab lama yang sudah beberapa kali mengalami perpindahan jaman. Lalu samar-samar tubuhnya berbau seperti daun kering yang entah mengapa langsung mengingatkanku kepada bau hutan yang gelap dan lembab.
Tempat duduk kosong itu berada di antara mereka. Dan sepertinya, alasan mereka sengaja membuat ruang di tengah-tengah situ untuk membelah rasa canggung.
Aku mengambil kursi kosong itu dan duduk di sana.
Laki-laki ini mempunyai tinggi badan yang melampau rata-rata tinggi badan lelaki di negara ini, di tambah lagi penampilannya yang serba hitam membuatnya semangkin mencurigakan.
Karena canggung, aku malah duduk mendesak ke arah nenek tua tadi.
Tapi lama kelamaan karena terdesak oleh ku, nenek itu merasa kalau aku mengganggunya dan sesekali sengaja mendorongku ke arah lelaki tersebut.
"Nak, bisakah kau bergeser sedikit, bukannya kursi mu masih luas!" Nenek itu angkat bicara dengan pandangan risih sambil membetulkan posisi duduknya.
"Maaf nyonya!" Jawabku dan terpaksa mengeser tempat dudukku.
Saat lenganku dan laki-laki tadi bersentuhan untuk pertama kalinya. Lagi-lagi aku merasakan perasaan yang tak nyaman.
Mungkin aku mabuk perjalanan, tapi mustahil, bukannya setiap hari aku menaiki bus. Atau mungkin ada yang salah dengan sarapan yang aku makan.
Saat pikiran ku terus berkecamuk memikirkan kondisi tubuhku. Tiba-tiba bus berhenti secara mendadak dalam kecepatan tinggi, sehingga semua orang yang ada di dalam tersentak ke depan dalam durasi kejutan yang singkat.
Ternyata seseorang menyebrang dengan sembarangan, sehingga pengemudi bus berhenti secara mendadak dan membuat para penumpangnya dalam bahaya.
"Maaf semuanya, apa kalian baik-baik saja!?" Pengemudi bus memastikan keadaan penumpangnya.
Semua orang di dalam bus riuh rendah mengonfirmasi keadaan mereka.
Namun tanpa sadar, aku malah memegangi lengan lelaki yang ada di sampingku dan anehnya dia seperti mengetahui hal ini akan terjadi.
Kini dia sudah dulu menyodorkan lengannya didepanku sesaat sebelum kejadian itu berlangsung.
"Te-terima kasih!" Ucap ku dengan canggung melepaskan peganganku dari lengannya.
Dia tak membalas perkataanku, dan terang-terangan mengacuhkan ku sambil menyibak buku usangnya.
Benar-benar misterius. Sifat mengacuhkan orang lain secara terang-terangan merupakan sebuah daya tarik yang tak bisa terbantahkan, pesona seperti itu pasti membuat siapa saja merasa tertantang untuk mengetahui selak-beluk yang ada di baliknya.
Perlahan-lahan aku memberanikan diri melirik ke arah nya dan tetap mempertahankan maner ku sebagai seorang siswi menengah pertama.
Di balik hoodie itu, bagaimana rupanya, aku sama sekali tak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Di tambah buku tua yang menghalangi pandanganku, hal itu semakin membuatku penasaran dan tergerak untuk mengambil sudut yang pas untuk melihat wajahnya.
Tiba-tiba saja aku merasakan kalau anxiety ku menjadi-jadi dan mengaduk-ngaduk seisi perutku, yang bisa membuatku seperti ini adalah perasaan tegang dan terdesak yang sangat kuat. Sebelumnya aku belum pernah mengalami hal seperti ini.
"Uggghh, aku kenapa sih!" Keluh ku sambil memegangi perutku yang seperti di kocok.
Di tengah kondisi ku yang kurang kondusif, tiba-tiba lelaki itu sontak menghentikan aktifitas membacanya. Dia merubah posisi tubuhnya menghadap ke arahku, mendekap buku usang itu di dadanya lalu membuka hoodie yang menyerubungi kepalanya. Tanpa di duga dia membalas tatapanku yang susah payah aku sembunyikan agar tak ketahuan.
Lalu kemudian.
DEG..
Pandangan kami beradu.
Syuuuuhhh....
Angin dari luar berhembus menerpa wajah kami berdua seperti berada di tengah-tengah lautan. Dalam waktu beberapa detik dalam pandangan pertama itu, aku langsung terhipnotis oleh visual nya.
Aku tak pernah melihat sesuatu yang lebih indah dari hamparan bintang-bintang yang memenuhi langit malam di musim panas.
Aku juga tidak pernah melihat sesuatu yang lebih indah dari suasana padang sabana yang menguning.
Aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih bersinar di bandingkan pantulan sinar matahari di atas permukaan laut.
Keindahan dunia ini adalah refleksi mata yang hanya bisa kita bayangkan berdasarkan pengalaman menakjubkan lainnya. Tapi untuk kali ini saja, aku tak setuju dengan pendapat itu, aku tak pernah membayangkan kalau keindahan menakjubkan bisa ter-refleksi pada satu visual manusia.
Lelaki yang di hadapan ku seolah menyalahi hukum alam. Seolah pergerakan dunia akan berhenti saat menatapnya.
Visualnya tak bisa melukiskan keindahan yang sebanding dengan pamandangan indah di seluruh jagat raya. Seolah dia adalah karakter Fantasi yang keluar dari buku cerita sebagai sesosok pria paling tampan di alam semesta, cermin ajaib pun akan mengatakan berkali-kali nama lelaki ini jika di tanyai terus menerus, Siapa pemuda paling tampan di muka bumi ini?
Rambutnya ikal bergelombang dengan potongan sebahu, hitam rambutnya berwarna hitam pekat, saat terkena pantulan cahaya matahari seperti kilauan batu zhamrud yang baru di asah.
Kulitnya putih bersih bersinar seperti telur rebus yang baru di kupas. Alis nya tebal dengan garis hitam yang tegas, Bulu matanya panjang dan lentik, tulang pipinya menonjol membentuk V line, rahangnya kokoh dan tegap, hidungnya mancung, bibirnya berwarna merah muda dengan kumis tipis nakal di sekitarnya.
Dan yang paling menakjubkan adalah mata nya. Saat aku memperhatikan nya dengan seksama, iris matanya mirip pemandangan senja di sore hari yang berwarna jingga terang dengan pola gelombang laut yang memecah di pinggir pantai, dan warna pupilnya istimewa seperti warna batu shapire merah yang menyala-nyala.
Aku tak bisa berkata-kata, seolah semua keindahan di dunia ini adalah dirinya. Seolah dia mengambil wujud keindahan yang tak pernah terbantahkan oleh dunia.
Akan tetapi rasa kekagumanku hanya berlangsung sesaat, sampai aku menyadari kalau dia melihatku dengan pandangan dingin nyaris tak ada ekspresi. Seakan pandangannya membekukan seisi ruangan bus itu.
Warna mata jingganya yang indah seolah mengisyaratkan sesuatu yang begitu dalam, di mana ada rasa sakit, kesengsaraan, dan juga perjalanan panjang penuh derita yang tak kan pernah ku bayangkan.
Zeeeppp....
Aku bingung. Tiba-tiba saja di depan ku sudah melaju bus yang tadi aku tumpangi. Aku merasa tubuhku seperti berpindah sendiri seperti hal nya teleportasi yang sering-sering ku jumpai di film-film aksi masa depan.
Dan saat mata ku menelisik jauh ke depan. ku lihat kepalanya yang masih berbalut hodie masih di sana. Dia masih membaca buku.
Saat bus itu benar-benar pergi meninggalkan ku di halte. Untuk pertama kalinya, aku merasakan sesuatu yang benar-benar aneh.
Seperti keluar dari tempat gelap dan dingin, akan tetapi tempat seperti itu malah membuat perasaanku tenang ketimbang berada di tempat terang dengan penuh kehangatan.
Aku berperang dengan diriku sendiri jika pertemuan yang terjadi barusan adalah khayalan. Karena bagaimanapun menjelaskan dengan akal sehat, jenis manusia seperti dia tak ada di dunia ini.
Di depan gerbang sekolah, aku menghentikan langkahku. Dan menyadari jika ada sesuatu di genggaman tanganku.
Saat ku buka, ternyata itu adalah pasir hitam pekat mirip biji timah namun warnanya lebih pekat lagi.
Berselang tak berapa lama sesuatu terjadi dengan pasir itu, dengan berlahan pasir itu seperti terhisap masuk ke dalam pori-pori kulitku. Tak ada rasa panas, terbakar, perih, atau hal lainnya. Telapak tanganku mengeluarkan asap pekat setelah pasir hitam itu masuk menembus kulitku.
Aku panik dengan mengibas-ngibas tanganku ke segala arah. Aku takut jika tanganku terbakar dan melepuh. Namun yang ku bayangkan tak terjadi. melainkan asap itu langsung lenyap, bahkan tak berbekas.
Tok tok tok...
"Hanah bangun, waktunya sarapan!"
Tapi aku tak menggubris dan menutup mataku dengan lengan.
"Hanah. Nanti kau terlambat!"
"Iya!" Jawabku.
Suaranya hilang, dan langkah kakinya terdengar menjauh dari kamarku.
"Selamat pagi!" Sapaku dengan malas.
"Kau kenapa. Apa tidurmu nyenyak?"
Aku tak menjawab dan melahap roti selai yang dia hidangkan.
Dia menyerah akan reaksi ku, dan menuangkan susu ke dalam gelas.
Aku hidup bersama pria yang ku sebut sebagai ayah, dia adalah lelaki paruh baya berumur 38 tahun yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengurusi keperluanku, dan berkerja membanting tulang di waktu yang bersamaan.
Kami tak punya hubungan sedarah, dia sengaja mengadopsiku sebagai anaknya pada belasan tahun lalu. Meskipun awalnya pihak dinas sosial terkait mempermasalahkan perannya yang merupakan pria lajang, tapi entah kenapa besoknya mereka langsung setuju dan menyerahkan ku kepada nya.
Ayah bukan pria sehat seperti kebanyakan pria seusianya, dia punya riwayat asma yang menahun, hal itu semangkin terasa menyengsarakan saat di tengah malam dia selalu terbangun karena sesak yang parah. Kadang serangan itu datang saat dia lembur seharian, atau di saat cuaca dingin karena terlalu lembab.
Tapi barang sekalipun aku tak pernah melihatnya mengeluh tentang kondisinya.
Aku tak bisa membayangkan jika tak ada dia di dalam hidupku. Pria lembut yang bahkan tak sanggup membunuh serangga.
"Kau kelihatan kurang sehat?" Dia menyadari gerak-gerikku.
"Aku hanya sedikit tak enak badan!"
"Tak enak badan!" Dia berdecak, "apa karena semalam kau menghabiskan persedian ice cream kita selama 2 minggu sambil menonton pertandingan pacu kuda!"
Sontak aku terkesiap dan menatapnya yang berdelik muram sambil menyilangkan tangan.
"Ah..." aku menggaruk tengkuk.
Karena kejadian itu, aku menjadi seperti bukan diriku dan tak berhenti memikirkan hal itu seperti orang gila. Aku tak bisa beraktifitas dengan normal dan kesusahan melakukan tugas mudah, serta sulit mengingat pelajaran.
Pelampiasanku satu-satunya adalah ice cream dan pertandingan ulang pacu kuda. Dan ayah mengerti jika aku sedang bermasalah.
"Apa terjadi sesuatu?" Tanyanya peka.
Aku berusaha menyembunyikan wajahku dengan tidak menjawab.
"Ahh..." dia mendesis curiga, "sepertinya benar memang terjadi sesuatu rupanya!" Ucapnya sambil menyurup kopi dengan mata menyorot kearah ku.
"Apa yang kau bicarakan. Memangnya aku kenapa!" Aku gugup.
"Hmmmhh..!" Dia menatap sinis sambil mengunyah roti.
"Bagaimana hasil kunjungan ayah ke dokter?" Aku mengalihkan pembicaraan.
Dia tak langsung menjawab tapi meneruskan memakan sarapannya.
"Kau tidak usah khawatirkan keadaanku." Balasnya, "selama kau giat belajar dan menjadi anak baik, ayah akan selalu baik-baik saja!!"
"Bukannya akhir-akhir ini obat yang kau minum lebih banyak dari biasanya!"
Dia tak menjawab.
"Ayah!" Panggilku, "berhentilah melakukan pekerjaan berat. Bukannya kita masih bisa bertahan meskipun kau tidak lembur."
Tak...
Dia meletakkan cangkir di atas meja dan berdiri.
"Sudah ku bilang jangan khawatirkan keadaanku. Ayah tak kan mati meskipun lembur selama 100 tahun!"
Aku mengedutkan dahi. "Mudah saja kau bicara!"
"Sudahlah habiskan saja sarapan mu, sebentar lagi ayah terlambat!" Ucapnya buru-buru memasang jaket lusuh berwarna biru bekas alumni sekolahnya, lalu keluar melewatiku sambil mengusap kepalaku.
"Jangan lupa untuk memakan bekal mu. Ayah sudah menaruh salad dada ayam seperti yang kau bicarakan kemarin!"
Braaakkk..
Dia keluar dari rumah ini dengan menyisakan aroma kamper dari jaketnya.
"Hah.." aku menghela napas, "kadang aku merasa dia bisa membaca pikiranku!"
Aku menatap kotak bekal dengan salad dada ayam tanpa tambahan saus salad seperti yang barusan ku pikirkan.
*********
Bus yang ku tunggu akhirnya tiba. Dan seperti yang sudah-sudah semuanya telah terisi penuh dengan penumpang.
Tapi ternyata terdapat satu tempat duduk kosong di baris kedua, tapi entah secara kebetulan atau memang takdir, kursi kosong itu berada di sebelah lelaki kemarin yang duduk di sebelahku.
Ini memang tak masuk akal, kalau bukan, mana mungkin selama 2 hari berturut-turut aku duduk bersebelahan dengannya. Di tambah lagi kenapa tak ada penumpang lain yang ingin duduk di sebelahnya.
Dia terlihat tak tertarik dengan keadaan sekitar dan fokus tertuju pada buku hitam usang miliknya.
Ckkittt..
Tiba-tiba pengemudi menghentikan busnya secara mendadak, sehingga seluruh penumpang bus tersentak kedepan dengan kejutan yang kuat. Lalu terlihat seseorang yang menyebrang jalan sembarangan hampir tertabrak.
"Maaf semuanya, apa kalian baik-baik saja!" Ujar pengemudi bus. Yang kemudian di sambut oleh suara riuh rendah para penumpang yang shock.
Tanpa sadar, lagi-lagi aku kembali memegangi lengan nya, sebelum kejadiannya berlangsung dia sudah dulu menyodorkan lengannya ke arahku. Seakan-akan dia sudah tahu kalau hal ini akan terjadi.
Aku menatapnya dalam diam tanpa mampu mengatakan sepatah katapun. Dan dia hanya membalasku dengan tatapan mata yang tajam, tanpa ekspresi.
Kejadian seperti ini terasa begitu familiar, bukankah hal ini sama persis dengan kejadian kemarin. Tapi mungkin hanya kebetulan, lagi pula memang banyak orang sibuk yang terburu-buru hingga menyebrang dengan sembarangan.
Tak lama berselang, datanglah penumpang lain yang masuk kedalam bus, dan secara tak sengaja dia tersandung terjatuh ke arahku.
"Anda baik-baik saja!" Tanyaku membantu wanita itu untuk menjaga keseimbangannya.
Dia tak menjawab, matanya tertuju pada pria yang ada di sebelahku.
Anehnya wajah wanita ini pucat pasi seperti mayat, tubuhnya dingin sedingin es, matanya keabuan seperti mata bangkai ikan, dan juga bau tubuh wanita ini aneh seperti bau campuran belerang dan juga rambut yng di bakar.
Saat kami berdua bertemu pandang, dengan sigap wanita itu langsung melepaskan tanganku dari tubuhnya dan buru-buru pergi ke arah belakang dengan napas terengah-engah.
"Aneh, dia kenapa?"
Beberapa detik kemudian, tiba-tiba entah kenapa, tubuhku terasa janggal.
Ada hawa dingin yang menusuk masuk dari pangkal kaki hingga ke ubun-ubun. Otakku benar-benar tak bisa di pakai berpikir karena perasaan panik dan gelisah.
Dalam sekejab tubuhku terasa mati rasa sampai tak bisa di gerakkan, membatu seolah membeku, kemudian di iringin oleh warna kulit yang membiru seperti manusia yang mengalami frostbite.
Dengan keadaan panik, aku berusaha meminta pertolongan dengan siapapun yang ada di dalam bus namun anehnya suara ku tak kunjung keluar. Sekuat apapun aku berteriak, tak ada sepatah katapun yang terucap dari mulutku.
"Benar, ini ilusi. Aku hanya sedang terjebak di dalam fantasi ku saja."
Tapi sial nya, hal ini pun terus berlanjut, seakan-akan mulai mengambil kesadaran ku secarah penuh.
Tap...
Sebelum aku berpikir untuk mati, lelaki di sebelahku tiba-tiba mencengkram kedua lenganku dengan erat, menatapku dengan ekspersi marah.
Tatapannya mengerikan, seolah dia sedang mengutukku karena telah melakukan tindakan paling buruk. Sorot mata nya lebih tajam dan dalam ketimbang monster yang berasal dari dunia tergelap sekalipun.
Sesuatu yang berasal dari dalam diriku seketika tunduk dan merasa kecil di hadapannya. Sesuatu yang tak bisa ku jelaskan telah mengakui kengerian ini.
Sesaat kemudian, cengkramannya kini berubah menjadi semangkin kuat, dan sesuatu yang di luar nalar kembali menghampiriku.
Dunia berhenti berputar, pergerakan orang-orang di sekitarku terhenti.
Dalam tarikan napasku yang terakhir, aku melihat segaris api jingga menari-nari pelan di pelupuk mataku.
Indah.
Sangat indah, bahkan sukar di lukiskan dengan kata-kata.
Surai-surai yang mengikuti bentuk apinya berwarna jingga lembut seperti lukisan dalam kanvas, dalam setiap tarian syahdunya memberikan ketenangan.
Hangat.
Aku merasakan sesuatu yang hangat berasal dari dalam dadaku, perasaan yang benar-benar pertama kali ku rasakan seumur hidupku.
Sraakkk...
Tiba-tiba dunia kembali normal dalam hitungan detik. Dan kini tubuhku terpulihkan sepenuhnya.
Tak ada lagi rasa sakit seperti sebelumnya, dan warna tubuhku juga kembali seperti semula.
Berlahan dia melonggarkan cengkeramannya pada lenganku, tatapannya yang semula penuh dengan amarah kini berubah menjadi tatapan tanpa ekspresi.
Aku sadar sepenuhnya jika dia telah menyelamatkan nyawaku.
Tapi setelah melihat ekspresi kosong tanpa emosi itu, aku memutuskan untuk mengurungkan niatku untuk mengetahui nya lebih lanjut.
Saat aku berpikir kalau kegilaan ini sudah berakhir. Pandanganku teralihkan kepada setumpuk pakaian lusuh yang terbakar.
Sampai akhirnya aku sadar. Jika, telah terjadi sesuatu kepada wanita yang tadi menghampiriku.
Dia lenyap dengan tubuh terbakar yang kemudian hanya menyisakan abu dan pakaiannya. Dan anehnya tak ada yang menyadari akan hal itu
Sesuatu terjadi padanya.
"Hanah!"
"Sial, kau mengagetkanku!" Runtukku.
"Astaga. Kau ini kenapa, padahal dari tadi aku memanggilmu!"
"Kau memanggilku?" Tanyaku.
Dia mengangguk.
"Maaf, aku tidak dengar!"
"Kau sedang memikirkan apa?" Tanyanya.
Aku mengacuhkannya.
"Dasar buper?" Gumamnya.
"Hah. Apa katamu?"
"Memangnya aku bilang apa?" Dia berdalih.
Dia menatapku dengan maksud jahil.
"Siapa laki-laki beruntung yang sedang kau pikirkan?" Dia tambah menjadi.
"Apa sih!"
"Hei, kau meragukan kemampuan ku dalam menganalisa perasaan seseorang!" Dia bawel sekali. "Cepat katakan padaku. Siapa dia!"
"Rasanya lebih rumit dari yang kau pikirkan!" Jawabku.
"Nah, benar. Benarkan!" Ucapnya setengah memekik dan membuat seisi kelas memperhatikannya. "Apa ku bilang. Aku memang lihai menebak isi hati orang!"
Sial. Dia benar-benar tidak waras.
"Jangan meremehkan perasaanmu sendiri Hanah!" Ujarnya, "kau tidak tahu betapa hebatnya perasaan kasmaran itu!"
"Heh, Anak SMP bicara kasmaran!"
"Mengaku saja, sikapmu itu terlalu kentara sampai tak bisa di tutupi!" Dia bersikeras.
"Hei, apa aku benar-benar terlihat seperti orang kasmaran!" Ucapku sambil menunjukan urat-urat mataku yang memerah karena frustasi.
"Kau terlihat berbunga-bunga!" Jawabnya.
Ternyata wanita ini lebih sinting dari yang ku duga.
"Aku menjumpai seseorang selama 2 hari berturut-turut di dalam bus!"
"Benarkah!" Dia antusias. "Bagaimana rupanya, apakah tampan. Dia berasal dari sekolah mana?"
"Dia, orang dewasa!" Jawabku sedikit tercekat.
"Hanah!" Dia menutup mulutnya sendiri seolah tak percaya. "Tidak ku sangka ternyata diam-diam kau menyukai pria dewasa ketimbang lelaki seumuran!"
"Diam!"
Buru-buru aku menjegal mulutnya karena di perhatikan seisi kelas. "Dasar mesum!"
"Hei, cinta itu tak mengenal batas usia, ada yang menikah walau usia mereka terpaut 50 tahun!" Dia pandai berdalih.
"Kau gila ya!"
"Bahkan ada pemuda yang menikahi wanita yang berusia di atas 70 tahun!"
"Aku yakin pemuda itu ingin mengincar harta wanita itu!" Aku menarik kesimpulan.
"Bagaimana kalau cinta mereka berdua tulus, kita tak boleh menstigma orang sembarangan!"
Astaga, aku kehilangan kata-kata.
"Oh hei. Apa ini?" Ucapnya tiba-tiba memasang wajah penasaran.
"Kenapa?" Tanyaku.
Dia tak langsung menjawab, namun memperhatikan sekitarku seolah sedang tertarik pada sesuatu.
"Apakah kau terlibat sesuatu akhir-akhir ini?" Bicaranya langsung berubah serius.
"Terlibat, maksudmu?"
"Entahlah, tapi.." dia menjulurkan tangannya di dekat kepalaku, namun di tengah-tengah tangannya terhenti seperti sedang meraih sesuatu. "Di tubuhmu, ada sisa energi dari mahluk terkutuk!"
"Cassandra!" Panggilku panik.
Tapi dia tak menggubris dan tertuju pada sesuatu yang tak tampak.
"Aku sama sekali tak mengerti apa yang sedang kau bicarakan?"
"Jangan bergerak.." potongnya.
Bel tiba-tiba berbunyi.
Dia tersentak sambil menatap bingung ke arahku. Tanpa menjelaskannya terlebih dahulu, dia terpaksa beranjak dari hadapanku dan kembali ke kelasnya. Terlihat jelas jika tatapannya pada saat itu terlihat gelisah dan khawatir. Mungkin memang terjadi sesuatu, karena gadis itu adalah orang yang berbeda dari kebanyakan orang.
Cassandra Loren. dia di cap sebagai orang aneh. Karena aneh, maka tak ada orang yang ingin berteman dengannya selain aku.
Keluarganya terkenal akan teknik pengusiran hantu yang paling berpengaruh, dan keahlian keluarganya itu di turunkan dari generasi ke generasi. Itulah alasan orang-orang menjadi enggan mendekatinya, Dia bisa melihat keberadaan mahluk halus bahkan mampu berkomunikasi langsung dengan mereka.
Ada satu kejadian yang membuatnya amat di kenal di sekolah ini, yaitu keberaniannya yang menangani kasus poltergeist (fenomena suatu benda yang bisa bergerak dan melayang di udara), yang menghebohkan sekolah sampai membuat media meliput situasi itu.
Dia mahir mengusir roh jahat dan mendapatkan pengakuan dari semua orang terutama di kalangan paranormal.
Namun bagiku, Cassandra hanyalah gadis biasa. Meskipun aneh, dia tak pernah meremehkan pertemanan, sekalipun orang-orang berpikiran buruk tentangnya.
************
"Sial. Aku terlambat!"
Aku mengejar bus yang sudah meninggalkanku hingga jauh. Namun beruntungnya, pengemudi bus menyadari hal itu dan langsung berhenti.
"Terimakasih pak!" Ucapku sambil membungkuk.
Aku berhenti di tengah jalan saat lagi-lagi mendapati pemandangan yang sama. Seluruh bangku telah terisi penuh kecuali tempat kosong yang berada di sebelah lelaki yang aku temui kemarin.
Ini bukan lagi sebuah kebetulan melainkan memang ada yang tak beres, tapi tak ada yang bisa ku lakukan selain berpura-pura tak ada yang terjadi.
Aku melihat sekeliling dan memperhatikan dengan seksama penumpang bus ini. Tak ada yang aneh mau pun mencurigakan, semuanya terlihat normal.
Setelah lama mengalami dilema yang berkepanjangan. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk disebelah pria itu meskipun dengan pikiran-pikiran parno yang bergelayutan seperti monyet di kandang binatang. Namun barang sekalipun dia tak menggubris kekalutanku, dan bersikap acuh seolah tak ada yang terjadi.
Bus berhenti, dan naiklah seorang laki-laki paruh baya yang berhenti di sebelahku, dia menatapku dengan sinis. Sesekali memberikan aba-aba seperti menungguku bergeser, tapi tak ku idahkan karena semua bangku telah penuh.
"Hei nak. Kau ada masalah apa, kenapa kursi di dekat jendela kau biarkan kosong!" Ujarnya dengan nada kesal.
Aku balik menatapnya, dan memberikan isyarat jika seluruh bangku telah terisi penuh.
Tapi dia tak terima dan terus mengusikku.
"Tempat ini sangat penuh. Kenapa kau duduk di sini sedangkan kursi didekat jendela itu kosong, apa kau sengaja melakukannya agar tak ada orang yang duduk di sebelahmu." Dia marah.
Aku menatapnya dengan bingung, bagaimana bisa dia tak melihat seorang pria dewasa yang sedang membaca buku di sebelahku.
Orang-orang di sekitar bus mulai berbisik ke sesamanya karena kami membuat keributan.
"Tapi saya sedang bersama seseorang, tidakkah bapak melihatnya?" Jawabku dengan sedikit menaikkan nada.
"Mana?" Tanyanya.
"Disini, bapak tidak melihat ada orang di sini!" Jawabku sambil sesekali menatap pria di sebelahku agar dia tahu kalau aku sedang membelanya.
"Nona. Apa kau sudah gila!"
"Apa!"
"Meskipun kau tak ingin ada orang yang duduk di dekatmu tapi lihatlah kondisi sekarang, memangnya bus ini milikmu. Siapa yang mengajarkanmu bersikap tidak sopan, kau sama sekali tidak bermoral!" Dia memakiku.
Belum sempat aku memberikan pembelaan, pria itu menarik tanganku dan menyuruhku berdiri.
Dia menyerobot masuk ke dalam dan duduk di samping jendela.
Aku terdiam dalam logika yang tak bisa ku bantah. Mereka berdua duduk di satu kursi namun menembus satu sama lain seperti bayangan.
"Apa ini?" Aku gemetar setengah mati, rasanya tubuhku melayang.
"Kau kenapa, sudah tidak mau duduk!" Ujar pria tadi dengan melotot.
"Ahh.. maaf!" Balasku melunak dan duduk di samping mereka berdua.
"Apa yang harus ku lakukan. Kenapa mereka berdua bisa saling menembus satu sama lain!" pikirku tanpa pernah mengalihkan tatapan dari fenomena aneh ini.
Pria tadi menjadi risih, dan balik menatapku.
"Apa kau ingin mengatakan sesuatu lagi?" Tanyanya.
Aku menggeleng.
"Lalu kenapa kau memandangiku begitu?" Dia kesal setengah mati.
"Tidak, tidak apa- apa!" Jawabku.
"Dasar aneh, sangat tidak sopan!" Gerutu nya sambil menatap ke luar jendela.
Ckiiit...
Tiba-tiba bus berhenti secara mendadak, sehingga semua pengunjung ikut tersentak ke depan dengan kejutan yang kuat.
"Maaf semuanya, apa kalian baik-baik saja?" Tanya pengemudi bus menenangkan penumpangnya.
Aku langsung menatap lengan yang menjulur di hadapanku, dan lagi-lagi seperti mengetahui hal ini akan terjadi dia sudah bertindak duluan untuk melindungiku.
Kejadian yang sama terjadi selama 3 hari berturut-turut. Dan hari ini akhirnya aku sadar kalau dia bukan manusia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!