Pernikahan mewah seorang Daffa Berlian Wijaya pemimpin salah satu perusahaan ternama digelar disalah satu hotel bintang lima dengan dekorasi yang sangat mewah dan elegant. Para tamu yang berdatangan menatap kagum dekorasi dan juga pengantin yang nampak serasi di kursi pelaminan, mereka yang hadir pun rata-rata berasal dari kalangan para pekerja kantoran juga rekan kerja Daffa lalu di tambah beberapa teman dekat sang wanita semasa kuliah.
Umur Daffa dan Fahisa memiliki perbedaan usia yang terpaut hingga 9 tahun lamanya, tapi mereka berdua tampak begitu serasi ketika duduk berdampingan. Banyak para tamu yang memuji paras kedua mempelai yang begitu mempesona dapat di pastikan jika kelak mereka diberikan anak pastilah akan sangat menggemaskan.
Fahisa memiliki badan yang mungil tingginya hanya sekitar 160 cm sedangkan sang suami Daffa memiliki tinggi 175 cm sehingga melihat keduanya berdiri bersebelahan sangat terlihat menggemaskan. Mengenakan gaun putih mewah dan elegant Fahisa semakin terlihat cantik dengan senyum manis dan lesung pipit di pipi kanannya wajahnya sangat polos dan lugu, benar-benar membuat para tamu berdecak kagum apalagi wanita itu masih terlihat cantik meskipun wajahnya hanya di poles oleh make up tipis sesuai permintaannya.
"Apa kamu lelah?" Tanya Daffa ketika mereka akhirnya kembali duduk setelah menyalami tamu yang tiada hentinya berdatangan
Fahisa tersenyum lalu menggelengkan kepalanya pelan, "Hanya sedikit pegal, tapi tidak masalah"
Sedikit tersentak Fahisa menatap Daffa dengan mata melebar ketika pria itu menggenggam tangannya dan mengelus tangan kiri Fahisa dengan ibu jarinya.
"Setelah ini kamu bisa beristirahat aku janji tidak akan mengganggu." Kata Daffa dengan senyuman manisnya
"Aku baik-baik saja hanya perlu duduk sebentar dan pegalnya pasti akan hilang." Kata Fahisa lembut
Daffa tidak tau apa alasannya, tapi setiap kali mendengar suara lembut Fahisa hatinya menghangat dan setiap kali memandang wajah gadis itu Daffa selalu tenang.
"Kamu bahagia Fahisa?" Tanya Daffa masih sambil menggenggam tangan istrinya
Daffa tidak perduli dan dia juga tidak sadar jika beberapa tamu sedang menatapnya dengan penuh kekaguman. Wajah tampan Daffa yang menatap Fahisa dengan lembut membuat para tamu terpana apalagi teman-teman Fahisa yang memang masih sangat muda.
Tidak ada suara yang keluar, tapi Fahisa hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum, benar-benar cantik.
"Dimana Sahara?" Tanya Fahisa menanyakan keberadaan putri cantik Daffa
"Dia sedang berkeliling mencicipi makanan di setiap sudut." Canda Daffa membuat Fahisa tertawa kecil
Lagi, Daffa tidak mengerti kenapa dia selalu terpana ketika melihat Fahisa yang sedang tertawa?
Melepas genggaman tangannya mereka segera berdiri ketika dua orang yang seumuran dengan Daffa menaiki panggung dan berseru heboh membuat sang pengantin pria mendengus kesal. Mereka menyalami Daffa dan memeluk singkat pria itu lalu sedikit mengobrol dengan kedua mempelai.
"Akhirnya temen gue gak jadi duda lagi." Ledek pria yang Fahisa ketahui bernama Wira, mereka pernah bertemu di kantor Daffa
"Wihh langgeng ya mas bro itu istrinya jangan di sia-siaiin cantik gitu banyak yang mau." Kata Fahendra membuat Daffa menatapnya dengan malas
"Fahisa kan? Selamat ya kalau Daffa macam-macam lo tinggalin aja dia biar ngeduda lagi." Kata Fahendra membuat Fahisa tertawa kecil dan Daffa mendengus kesal
Jika ini bukan pesta pernikahannya sudah dapat di pastikan jika Fahendra akan berakhir dengan jatuh dari atas panggung ini.
"Iya, terima kasih nasihatnya." Kata Fahisa sambil tersenyum geli
"Gila Daf lo bisaan dapet cewek cantik masih muda kayak gini, gue juga mau." Decak Wira kagum
"Gak usah macem-macem Wira!" Tegas Daffa sambil menatap tajam sahabat baiknya itu
Wira terkekeh pelan, "Becanda elah Daf, udah lah Ndra kita turun aja"
Daffa mendengus melihat tingkah keduanya, tapi Fahendra justru tersenyum penuh arti tanpa mengalihkan pandangannya dari Fahisa.
"Kita turun deh Wir gak baik untuk gue berdiri deket bidadari gini." Celetuk Fahendra membuat Daffa semakin menajamkan tatapannya dan Fahisa yang hanya tersenyum canggung
"Balik dah balik ngeri mau ngamuk dia bentar lagi." Kata Fahendra
Dia dan Wira menyalami Daffa dengan cepat dan beralih kepada Fahisa yang masih tersenyum manis.
Kedua sahabat baiknya bersalaman dengan Fahisa, tapi hanya salaman singkat karena Daffa dengan segera memisahkan tangan keduanya dari tangan istri cantiknya. Sebelum turun keduanya berbisik pelan, tapi masih bisa didengar oleh Fahisa dan Daffa.
"Posesif cihh"
¤¤¤¤
Pesta berlangsung hanya sampai sore hari dan sekarang Fahisa juga Daffa sudah berada di rumah keluarga Wijaya, rumah milik orang tua Daffa. Saat ini suaminya sedang mandi, sedangkan Fahisa sedang menghapus make up yang di kenakannya rasanya ia masih tidak menyangka jika di usianya yang masih muda ini ia sudah menikah.
"Mommyyy"
Fahisa menoleh ketika seorang anak berusia lima tahun membuka pintu dan berlari ke arahnya, dia Sahara anak perempuan Daffa. Pertemuannya dengan Sahara yang membuat Fahisa berakhir seperti sekarang.
Sebelumnya Fahisa hanya guru di Taman Kanak-Kanak tempat Sahara sekolah dan dia sering kali menunggu Sahara sampai jemputannya datang terkadang mereka bermain atau mengobrol tentang banyak hal. Mereka sangat dekat bahkan Sahara memanggilnya mommy awalnya dia menolak, tapi melihat mata penuh permintaan itu dia jadi tidak tega.
Ya, terlalu banyak untuk di ceritakan intinya karena Sahara dia bisa menjadi istri seorang Daffa.
"Kenapa belum tidur hmm? Memang Ara tidak lelah?" Tanya Fahisa sambil membawa Sahara ke pangkuannya
Sahara menggeleng dengan cepat, "Ara belum ngantuk dan Ara maunya tidur sama mommy"
"Ara kamu sama siapa kesini?" Tanya Daffa yang baru saja keluar dari kamar mandi
Fahisa menoleh dan dia hampir berteriak ketika melihat suaminya itu keluar hanya dengan handuk, tapi untung dia bisa menahannya dengan mengalihkan pandangan kepada Sahara di pangkuannya.
"Sendirian kan Ara sama Oma terus kamar Oma ada di samping sini." Jelas Sahara dengan senyuman manisnya
"Ara tidurnya sama Oma aja ya? Mommy harus istirahat." Kata Daffa membuat putrinya itu memberengut sebal
"Mau sama mommy!" Rengeknya sambil memeluk Fahisa erat
Daffa berjalan mendekat dan hal itu sukses membuat Fahisa menahan nafasnya ketika Daffa yang hanya mengenakan handuk menampilkan perut kotak-kotaknya berjalan ke arahnya. Saat jarak keduanya sudah sangat dekat Fahisa dapat mencium wangi sabun dan sebisa mungkin gadis itu mengalihkan pandangannya dia menunduk sambil mengusap rambut Sahara lembut.
"Besok Ara boleh tidur sama mommy, tapi hari ini tidur sama Oma dulu ya?" Kata Daffa
Ketika akan mengambil Sahara tanpa sengaja tangan Daffa yang masih sedikit menyenggol tangannya membuat Fahisa tersentak dan langsung melepaskan pelukannya.
"Mau sama mommy!" Rengeknya lagi
Sahara berusaha turun dari gendongan Daffa, tapi pria itu menahannya dia tahu istrinya itu sangat lelah sekarang dan dia juga tahu jika Fahisa tidak akan menolak permintaan Sahara meskipun dia sangat lelah sekarang.
"Ara sayang mommy gak?" Tanya Daffa yang di jawab dengan anggukan oleh putrinya
"Kalau Ara sayang sama mommy malam ini Ara harus tidur sama Oma, coba lihat sekarang aja mommy belum mandi,"
Sahara menoleh dan baru menyadari jika Fahisa masih sibuk menghapus riasannya dan masih mengenakan gaun yang sejak tadi digunakannya.
"Mommy harus istirahat sayang, Ara mau kan tidur sama Oma? Besok Ara bisa tidur sama mommy." Kata Daffa yang langsung di angguki oleh Sahara
Bersamaan dengan itu suara ketukan di pintu terdengar dan tak lama seorang wanita paruh baya masuk, dia Tania ibu dari Daffa nampak sekali jika wanita itu mencari Sahara karena ketika melihat gadis kecil itu di gendongan Daffa dia menghela nafasnya lega.
"Ara ayo udah malam tidur sama Oma." Kata Tania
Daffa menurunkan Sahara dari gendongannya lalu dia memeluk Fahisa dan mencium pipinya.
"Selamat malam mommy." Kata Sahara
"Selamat malam juga Ara kesayangannya mommy." Kata Fahisa sambil menicum pipi gembul Sahara
Sahara segera berlari ka arah Tania dan wanita paruh baya itu langsung membawa Sahara kembali ke kamarnya. Sebelum menutup pintu Tania mengatakan hal yang membuat pipi Fahisa merona dan Daffa salah tingkah.
"Istirahat saja untuk malam ini kalian bisa melakukan itu nanti ketika bulan madu"
Dan Daffa baru ingat jika dia hanya menggunakan handuk ketika Maminya memasuki kamar. Sial malu sekali!
Bersamaan dengan tertutupnya pintu itu Daffa mencari baju yang akan di kenakannya sedangkan Fahisa ia beranjak dari tempat duduknya menuju kamar mandi, tapi dia baru ingat jika gaunnya sulit untuk di lepaskan.
"Bisa bantu aku melepaskan kancing dan resleting gaun ini?" Tanya Fahisa ragu dia bahkan tidak berani menoleh karena tau jika Daffa sedang mengganti pakaiannya
"Tentu"
Fahisa benar-benar menahan nafasnya ketika Daffa berjalan mendekat lalu membuka satu persatu kancing di gaunnya juga menurunkan resleting yang membuat punggung mulusnya terlihat.
"Terima kasih." Kata Fahisa gugup
Dengan segera Fahisa ingin pergi ke kamar mandi, tapi jantungnya seakan mau copot ketika Daffa memeluknya dari belakang dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Fahisa.
Sumpah rasanya Fahisa ingin mati dia kesulitan bernafas apalagi ketika Daffa berbisik pelan di telinganya lalu mengecup singkat leher jenjangnya.
"Mandi dan istirahatlah kamu pasti lelah"
Sekalipun tidak pernah terbayang di benak Fahisa ketika di usianya yang masih dua puluh tahun ia sudah menjadi milik orang lain dan akan bangun dengan melihat wajah suaminya di pagi hari yang cerah. Ada sedikit rasa aneh bercampur geli ketika lengan kokoh itu memeluknya dan Fahisa sedikit tersenyum ketika melihat wajah suaminya yang nampak begitu nyenyak dalam tidurnya.
Dalam diam Fahisa memperhatikan wajah suaminya dengan lekat, wajahnya tampak begitu sempurna benar-benar ciptaan Tuhan yang sangat mengagumkan. Senyum Fahisa terbit, dalam hati dia berharap jika keputusannya untuk menikahi pria yang sudah beranak satu ini adalah benar dan tepat.
Perlahan Fahisa mencoba melepas lilitan tangan yang berada di pinggangnya dan berniat untuk membuat sarapan, tapi belum sempat ia melakukannya tubuhnya malah semakin mendekat dengan Daffa ketika suaminya itu mengeratkan pelukannya di pinggang Fahisa. Tubuh mereka menempel wajah Fahisa bersandar pada dada bidang Daffa dan saat ini dia benar-benar menahan nafasnya merasa terkejut juga gugup.
"Mau kemana hmm?" Bisikan Daffa ditelinganya membuat Fahisa merinding apalagi dapat dia rasakan hembusan nafas Daffa di lehernya
"Aku mau menyiapkan sarapan." Kata Fahisa pelan
Daffa semakin mengeratkan pelukannya lalu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Fahisa dan menciumnya berkali-kali.
"Nanti saja Fahisa tetap disini." Kata Daffa
"Kalau begitu aku mau mandi dulu." Kata Fahisa berusaha mencari alasan untuk pergi dari dekapan Daffa yang membuatnya kesulitan bernafas
"Nanti Fahisa aku masih ingin tidur sambil memeluk kamu." Aku Daffa yang semakin membuat detak jantung Fahisa tidak terkontrol
Akhirnya Fahisa hanya diam dan membiarkan Daffa yang sedang memeluknya sesekali pria itu mengecup lehernya membuat Fahisa menahan nafasnya. Sumpah Fahisa ingin pergi dia mati rasa berada di dekat Daffa apalagi merasakan setiap perlakuan yang suaminya itu berikan rasanya Fahisa tidak sanggup.
"Fahisa, terima kasih banyak." Gumam Daffa
"Terima kasih untuk apa?" Tanya Fahisa bingung
Daffa mengendurkan pelukannya lalu menarik dagu Fahisa pelan membuat gadis itu mendongak dan bertatapan dengan sang suami yang juga tengah menatapnya dengan dalam. Tidak tau bagaimana awalnya, tapi tiba-tiba Fahisa dapat merasakan sesuatu yang kenyal menyentuh bibirnya.
Iya, Daffa menciumnya hanya ciuman singkat karena setelah beberapa detik pria itu menjauhkan wajahnya dan kembali menatap Fahisa yang kini tengah menatapnya dengan bingung.
"Terima kasih sudah mau menerima saya Fahisa." Kata Daffa tulus
Tersenyum manis Fahisa tidak tau keberanian dari mana karena setelah mendengar perkataan itu tangannya terulur untuk mengusap pipi Daffa dengan lembut hingga membuat pria itu memejamkan matanya. Nyaman, hal itulah yang Daffa rasakan sekarang dia bahagia mendapatkan Fahisa di hidupnya.
"Tidak perlu berterima kasih." Kata Fahisa pelan
Sekali lagi Daffa merasa begitu tenang mendengar suara Fahisa dan perlahan pria itu melepas pelukannya lalu mencium sekilas bibir Fahisa sebelum membiarkan gadis itu membebaskan diri. Dengan jantung yang berdetak semakin tidak karuan Fahisa bergegas turun dari ranjang dan menuju kamar mandi tanpa menyadari jika Daffa sibuk memandanginya hingga ia memasuki kamar mandi.
Memejamkan matanya Daffa menghela nafasnya panjang dia harap semuanya akan baik-baik saja dan dia harap Fahisa akan benar-benar membuatnya melupakan Renata, istri pertamanya yang sudah meninggal. Berada di dekat Fahisa memang menenangkan, tapi kenangan akan Renata begitu sulit untuk di lupakan.
'Maaf Fahisa aku harap aku akan benar-benar melupakan Renata sepenuhnya dan hanya menatap kamu pada akhirnya'
¤¤¤
"Daddyy bukaiin pintunya Ara mau ketemu Mommy!"
Seruan yang diiringi dengan ketukan pintu tak sabaran membuat Daffa menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah laku anak satu-satunya yang memang tidak bisa diam dan manja itu. Ada sedikit rasa haru yang muncul ketika Daffa mengingat bagaimana Sahara begitu dekat dengan Fahisa dan bagaimana Fahisa menyayangi Sahara padahal mereka tidak memiliki hubungan apapun.
Saat membuka pintu Daffa sedikit terdorong ke belakang ketika Sahara dengan penuh semangat memasuki kamarnya. Mata bulat anak itu menjelajahi seisi ruangan mencari keberadaan Fahisa, tapi ketika tidak menemukan sosok yang ia cari Sahara berbalik dan menghampiri Daffa.
"Daddy mana Mommy Ara?" Tanya Sahara setengah merengek
"Lagi mandi sayang, kamu kenapa kesini belum mandi gini hmm?" Tanya Daffa sambil membawa Sahara kedalam gendongannya
Berkali-kali Daffa mencium pipi tembam Sahara membuat anak itu melayangkan protesnya karena Daffa tidak mau berhenti menciumi pipinya. Satu hal yang membuat Daffa sulit terlepas dari bayang-bayang Renata adalah kehadiran Sahara yang memiliki sifat sama persis seperti Renata.
"Daddy udah Ara mau turun." Pinta Sahara
Sahara menangkup kedua pipi Daddynya lalu mencium kening pria itu dan setelahnya Daffa langsung menurunkan Sahara bersamaan dengan dibukanya pintu kamar mandi. Bersorak senang Sahara berseru sambil berlari menghampiri Fahisa yang baru selesai mandi, tenang saja dia sudah berpakaian lengkap.
"Mommy"
Senyum Fahisa mengembang hingga menampakkan lesung pipitnya lalu gadis itu menunduk dan membawa Sahara kedalam gendongannya.
"Pagi Ara kenapa anak mommy belum mandi?" Tanya Fahisa sambil memberengutkan bibirnya untuk menggoda Sahara
"Nanti, Ara mau ketemu mommy dulu mau peluk mau cium." Kata Sahara sambik memeluk leher Fahisa dan mencium pipi Mommynya berkali-kali
Semua itu tidak luput dari pandangan mata Daffa yang tidak bisa menahan senyum bahagianya ketika melihat interaksi dua orang yang sangat penting dihidupnya.
"Ara senang sekali sekarang mommy bakal tinggal sama Ara sama Daddy juga pokoknya Ara senang." Kata Sahara dengan mata yang dipenuhi binar kebahagiaan
Fahisa juga bahagia dia begitu menyayangi Sahara sejak di Taman Kanak-Kanak tempatnya mengajar dulu. Sejak disitu mereka memang dekat bahkan Sahara cenderung menempel kepada Fahisa tidak jarang ketika akan makan gadis kecil itu merengek sambil membawa kotak bekalnya kepada Fahisa dan meminta untuk di suapi.
Sejauh ia mengenal Sahara anak itu adalah anak yang ceria dan Fahisa tidak bisa menampik rasa sayang yang tumbuh di hatinya, dia menyayangi Sahara.
"Mommy juga senang bisa ketemu Sahara setiap hari." Kata Fahisa tulus
Tidak ada yang menyadari kapan Daffa bergerak dari tempatnya hingga saat ini pria itu sudah berdiri di samping Fahisa. Menyadari kehadiran Daffa di sampingnya membuat rasa gugup kembali menyerang Fahisa apalagi saat pria itu terus menatap ke arahnya.
"Ayo kita buat sarapan Ara." Ajak Fahisa
"Ara mau mandi dulu." Kata Sahara
Menurunkan Sahara dari gendongannya gadis berusia lima tahun itu langsung berlari kecil keluar kamar dan ketika Fahisa hendak menyusul sebuah tarikan ia rasakan hingga membuatnya berbalik dan menabrak dada bidang Daffa. Sekali lagi Fahisa selalu menahan nafasnya ketika berada dengan jarak sedekat ini jantungnya tidak terkontrol.
"Aku akan mandi." Kata Daffa di telinganya
Fahisa hanya bergumam pelan lalu berusaha melepaskan diri dan beruntungnya suaminya itu langsung melepaskannya. Tanpa mau mendongak Fahisa langsung bergegas keluar kamar meninggalkan Daffa yang sedang tersenyum geli melihat tingkah gugup Fahisa.
"Lucu sekali"
¤¤¤¤
Dengan tergesa-gesa Fahisa menuruni tangga menuju dapur dia gugup sekali rasanya jantungnya mau meledak dia tidak biasa badannya jadi merinding karena perlakuan Daffa tadi. Menghentikan langkahnya sejenak Fahisa menghela nafasnya panjang lalu berjalan menghampiri Tania yang terlihat sedang sibuk di dapur.
"Biar Fahisa bantu Mi." Kata Fahisa membuat Tania menoleh dan tersenyum ketika melihat menantunya
"Sini sayang kita masak untuk sarapan." Kata Tania
Mereka berdua menyiapkan sarapan sambil sesekali berbincang mulai dari Tania yang membahas tentang kehidupan Fahisa dan juga Tania yang membahas tentang kehidupan anak satu-satunya.
"Daffa itu orangnya sulit untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan, sejak kecil dia selalu begitu dia jarang sekali mengatakan apa kemauannya anak itu hanya berharap jika orang-orang disekitarnya peka akan keinginannya." Jelas Tania
Fahisa tersenyum kecil, "Beberapa orang memang seperti itu Mi tidak mudah bagi mereka untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya"
"Kamu tau Fahisa? Waktu itu Mami kaget sekali dan Mami takut disaat yang bersamaan ketika Daffa mengatakan bahwa dia akan menikah lagi,"
Fahisa hanya diam sambil berusaha fokus memotong beberapa sayuran dan mendengarkan apa yang akan di katakan oleh Tania selanjutnya.
"Mami takut kalau Daffa tidak serius dan Mami takut kalau Daffa masih terbayang-bayang oleh Renata, istri pertamanya yang sudah meninggal,"
Kali ini Fahisa tidak bisa untuk tidak menoleh karena Tania menepuk pelan pundaknya dan menatap Fahisa dengan begitu lembut serta senyuman yang begitu tulus.
"Daffa berusaha meyakinkan Mami dan ketika Mami bertemu kamu Mami yakin bahwa keputusan yang Daffa ambil adalah benar dan Mami juga sudah sangat yakin jika Fahisa sudah mengambil kembali hati Daffa dan membuat dia terbebas dari bayang-bayang Renata, terima kasih banyak ya Fahisa." Kata Tania
Fahisa tersenyum manis, "Semua akan terjawab seiring berjalannya waktu Mi yang jelas semua akan indah pada waktunya dan Fahisa bahagia untuk pernikahan ini"
Tania tersenyum haru lalu kembali melanjutkan kegiataannya dalam hati dia membandingkan bagaimana jauhnya perbedaan Renata dan Fahisa. Meskipun Renata memiliki usia yang lebih matang, tapi dia cenderung manja dan keras kepala berbeda sekali dengan Fahisa yang lebih suka mengalah di mata Tania menantunya itu jauh lebih dewasa dia memiliki pola fikir yang luas.
"Mommy kenapa gak nunggu Ara?" Rengek Sahara sambil berjalan menghampiri Fahisa dengan bibir mengerucut
"Sudah selesai mandinya? Wahh anak mommy cantik sekali dan sangat harum." Kata Fahisa sambil menciumi pipi Sahara gemas
"Mommy gak mau nungguin Ara!" Kata Sahara masih dengan bibir mengerucut
"Sudah ada Oma yang bantu mommy jadi sekarang Ara hanya perlu duduk di ruang makan bersama daddy, oke?" Kata Fahisa
Semakin cemberut Sahara tetap menurut dia berbalik dan menuju ruang makan dimana Daffa sudah duduk santai disana. Anak itu berjalan mendekati Daffa lalu meminta untuk di pangku dan tentu saja dengan senang hati Daffa memangku putri kesayangannya itu sesekali dia juga mengusap lembut rambut Sahara.
"Mommy gak mau tungguin Ara daddy dia malah masak sama Oma." Adu Sahara dengan bibir ditekuk
"Hmm daddy yang minta mommy untuk memasak bersama Oma karena daddy sudah sangat lapar." Kata Daffa
Perlahan ekspresi Sahara kembali seperti biasa dia tidak akan marah karena ternyata itu adalah permintaan Daddy yang menyuruh Mommy nya untuk segara memasak makanan makanya Mommy tidak menunggu Sahara yang sedang mandi.
"Daddy apa nanti Mommy masih jadi Ibu guru lagi?" Tanya Sahara
"Tidak sayang Mommy sudah tidak jadi Ibu guru lagi dia sekarang hanya Mommy Sahara bukan Ibu guru Sahara." Kata Daffa membuat Sahara tersenyum lebar lalu memeluk Daffa dengan erat
"Ara bahagia sekali daddy." Kata Sahara
Daffa mengecup puncak kepala putrinya berkali-kali, "Daddy juga bahagia sayang"
Tidak lama setelah percakapan itu Tania serta Fahisa muncul dari arah dapur dan hal itu tidak luput dari pandangan mata Daffa.
Jantung pria itu berdegup kencang ketika melihat keduanya berjalan ke ruang makan, dia teringat akan suatu kenangan.
Dan akhirnya Daffa menggumamkan nama yang seharusnya ia lupakan.
"Renata"
Siang ini kedua pengantin baru itu akan meninggalkan rumah kediaman milik keluarga Wijaya dan akan segera pindah menempati rumah pribadi milik Daffa. Mereka berdua sudah siap dengan barang bawaannya, tapi mereka akan pergi tanpa Sahara karena anak itu akan menemani Tania dan akan di antarkan ketika malam sudah tiba.
Awalnya Sahara menolak anak itu selalu ingin menempel dengan Fahisa, tapi atas bujukan Tania akhirnya ia mau meskipun ketika mengantar orang tuanya kedepan pintu wajahnya cemberut. Tania mengatakan bahwa orang tuanya akan sibuk ketika sampai di rumah nanti mereka harus membereskan rumah dan belanja kebutuhan sehari-hari.
Padahal kenyataannya rumah Daffa sudah sangat rapih dan bersih karena para pekerja disana sudah membersihkannya. Mereka berdua hanya tinggal berbelanja kebutuhan sehari-hari yang akan di butuhkan.
"Kenapa anak mommy cemberut hmm? Nanti malam kan kita ketemu sayang, senyum dulu coba." Kata Fahisa
Dengan sangat terpaksa Sahara tersenyum lalu anak itu memeluk erat Fahisa dan mencium pipinya berkali-kali.
"Kenapa hanya peluk dan cium mommy? Gak mau sama daddy?" Tanya Daffa
Sahara menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Gak mau! Daddy jahat mau rebut mommy nya Ara"
"Sahara gak boleh gitu dong sama daddy." Kata Fahisa mengingatkan
Sahara menghela nafasnya pelan lalu melepaskan pelukan Fahisa dan beralih ke dalam pelukan Daffa.
"Jangan cemberut gitu dong besok kita jalan-jalan ya sama mommy." Bujuk Daffa membuat Sahara langsung mendongak dan menatapnya dengan mata berbinar
"Beneran?" Tanyanya antusias
"Bener dong jadi anak daddy ayo senyum." Kata Daffa
Sahara tersenyun senang lalu memeluk erat pria itu dan mencium pipinya berkali-kali, kebiasaan Sahara sekali. Setelah menurunkan Sahara dari gendongannya Daffa dan Sahara segera memasuki mobil mereka melambaikan tangan kepada Sahara.
¤¤¤
Selama perjalanan Fahisa hanya diam sungguh dia bingung harus bicara apa rasanya aneh sekali ketika berada satu mobil bersama Daffa yang sekarang sudah menjadi suaminya. Perasaan canggung dan gugup itu masih menguasai Fahisa setiap kali berada di dekat Daffa bahkan ketika pria itu memgatakan akan pergi ke rumahnya tanpa Sahara jantung Fahisa kembali berdetak tidak karuan.
Setidaknya jika ada Sahara di sampingnya dia bisa menyibukkan diri dengan mengajak ngobrol anak itu, tapi ketika hanya berdua bersama Daffa untuk bernafas juga rasanya sulit. Mereka berdua baru mengenal selama satu tahun jadi Fahisa benar-benar sangat canggung dia juga takut salah bicara atau salah bersikap karena dia belum terlalu mengenal Daffa.
Tersentak Fahisa menahan nafasnya ketika secara tiba-tiba Daffa menggenggam tangannya lalu mengelusnya dengan ibu jari, usapan yang sangat lembut itu dapat Fahisa rasakan.
"Kenapa diam saja?" Tanya Daffa yang hanya di jawab dengan gelengan kepala oleh istri cantiknya
"Santai saja Fahisa jangan merasa canggung kita adalah suami istri sekarang." Kata Daffa yang kembali di jawab dengan anggukan oleh Fahisa
"Kita akan ke supermarket dulu." Kata Daffa sambil melepaskan genggaman tangannya dan kembali fokus ke jalanan
"Iya"
Berkali-kali Fahisa menggerutu karena jalanan yang cukup padat dan membuatnya terjebak di dalam mobil bersama Daffa. Dia ingin cepat sampai rasanya sangat gugup apalagi ketika dia tau bahwa Daffa beberapa kali menatap ke arahnya.
"Aku tidak akan menggigit kamu Fahisa, kenapa kamu terlihat takut seperti itu?" Canda Daffa ketika melihat bagaimana tingkah istrinya itu
"Aku...maaf...aku hanya mmm sedikit canggung." Aku Fahisa sambil menggigit bibir bawahnya
Daffa tertawa kecil, "Aku mengerti pasti cukup sulit untuk beradaptasi, tapi berusahalah untuk bersikap biasa Fahisa"
"Iya akan aku usahakan, maaf kalau membuat kamu tidak nyaman." Kata Fahisa
Saat tiba di lampu merah Daffa menoleh ke arah Fahisa yang sekarang sedang sibuk menatap ke luar kaca. Senyumnya merekah dan tanpa ia bisa cegah Daffa meraih wajah Fahisa membuatnya menoleh dapat Daffa lihat jika wajah istrinya itu sedikit memerah.
Daffa benar-benar tidak bisa mencegah perbuatannya yang secara tiba-tiba mulai mendekatkan wajahnya lalu mencium kening Fahisa lembut dan hal itu benar-benar membuat kaget hingga Fahisa secara refleks memundurkan wajahnya.
"Kamu lucu sekali Fahisa saya jadi gemas." Kata Daffa ketika melihat wajah Fahisa yang semakin memerah karena perbuatannya
Saat lampu merah berubah menjadi hijau Daffa kembali melajukan mobilnya dengan senyuman lebar yang menghiasi bibirnya, dia bahagia sekali sudah lama rasanya dia tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Sesekali Daffa melirik Fahisa yang terlihat benar-benar menggemaskan dengan wajah memerah dan bahasa tubuh yang mengatakan jika dia sangat-sangat gugup dan malu.
"Kamu bisa memasak Fahisa?" Tanya Daffa
"Bisa, aku kan kos waktu kuliah jadi mau tidak mau harus bisa memasak sendiri." Jawab Fahisa yang masih enggan untuk menatap Daffa
Dia sangat malu jantungnya berdetak semakin tidak karuan.
"Idaman sekali." Kata Daffa yang semakin membuat Fahisa merasa tidak karuan dengan wajah yang semakin memerah
Daffa benar-benar tidak bisa menyangkal jika istrinya sangat menggemaskan dengan tingkah malu-malunya itu dan dia juga tidak bisa menahan diri untuk tidak mencubit pipi memerah itu dengan gemas. Fahisa meringis dan berusaha melepaskan tangan Daffa di pipinya, perlakuan itu semakin membuat perasaannya tidak karuan.
"Lepasinn sakitt." Rengek Fahisa
"Maaf kamu lucu sekali sih." Kata Daffa sambil tertawa kecil
Perjalanan yang Daffa tempuh benar-benar menyenangkan bersama dengan Fahisa di sisinya dia bahagia meski terkadang bayang-bayang Renata masih sering kali menghantuinya. Senyum Daffa mengembang dia bahagia menemukan Fahisa yang mau menerimanya dan mau menerima serta menyayangi anaknya.
"Sudah sampai." Kata Daffa yang saat ini sedang melepas sabuk pengamannya
Mereka berdua turun dari mobil dan berjalan beriringan memasuki supermarket tidak lupa Daffa tanpa permisi menggenggam erat tangan istrinya menggandenganya ke dalam supermarket. Sekali lagi Daffa tidak bisa untuk tidak menggoda Fahisa sehingga pria itu mendekatkan wajahnya ketelinga gadis itu dan berbisik.
"Bukankah aku sangat romantis Fahisa?"
¤¤¤¤
Selesai berbelanja mereka memasuki salah satu kawasan perumahan elite dimana rumah Daffa berada, bukan kali pertama Fahisa pergi ke sana karena ketika masih mengajar dulu beberapa kali dia pernah mengantarkan Sahara pulang atas perintah dari pria yang sekarang sudah menjadi suaminya. Sebisa mungkin Fahisa menjaga jarak dari Daffa bahkan ketika turun dari mobil langkah kakinya sedikit tergesa agar ia bisa jalan lebih dulu, tapi sayangnya Daffa yang menyadari hal itu langsung mensejajarkan langkahnya dengan langkah kaki Fahisa.
"Fahisa kenapa terburu-buru sekali? Kita masih punya banyak waktu luang." Kata Daffa sambil meraih tangan Fahisa untuk digenggamnya
Belanjaan mereka Daffa biarkan untuk di ambil oleh salah satu pekerja. Di rumah ini tidak terlalu banyak pekerja hanya ada dua orang, satu yang bertugas untuk memasak dan membereskan rumah lalu satu lagi sebagai supir yang sering mengantar Sahara ketika dia bekerja.
"Hmm tidak papa." Gumam Fahisa pelan
Terkekeh pelan Daffa memindahkan tangannya ke pinggang ramping Fahisa membuat gadis itu kembali tersentak dibuatnya, tapi Fahisa berusaha bersikap biasa.
"Kamu harus terbiasa dengan sikap saya Fahisa dan kamu harus tau kalau saya ini manja sama seperti Sahara." Kata Daffa yang hanya di tanggapi dengan gumaman oleh Fahisa
Keduanya memasuki area kamar yang akan mereka tempati dan ketika melangkahkan kakinya ke dalam kamar jantung Fahisa kembali berdetak tidak karuan, dia gugup.
"Kamu mau istirahat atau mau menata pakaian terlebih dahulu?" Tanya Daffa
"Menata pakaian dulu." Jawab Fahisa
Koper milik Fahisa sudah sampai terlebih dahulu dan ketika akan menata pakaiannya ia mengernyitkan dahinya bingung saat melihat ada dua lemari pakaian disana. Seolah mengerti dengan raut wajah bingung istrinya Daffa mencoba menjelaskan.
"Kamu bisa letakkan pakaian di lemari itu Fahisa, maaf lemari yang ini sudah cukup penuh ada beberapa berkas penting yang aku taruh disana nanti akan aku pindahkan dulu semua berkas-berkasnya" Jelas Daffa dengan hati-hati
Fahisa terdiam sejenak sambil menatap suaminya dengan tatapan yang begitu polos membuat Daffa merasa sangat gugup karenya, tapi saat melihat Fahisa yang tersenyum dia merasa lega.
"Gak masalah aku bisa letakkan pakaian aku dimana saja." Kata Fahisa
Di dalam lemari yang akan Fahisa gunakan ada beberapa pakaian Daffa di sana dan ya pria itu benar jika lemari itu sudah cukup penuh bahkan suaminya harus menggunakan lemari lain. Selama Fahisa menata pakaiannya di lemari Daffa sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sang istri ada rasa bersalah yang hinggap di hatinya.
Daffa sadar jika bayang-bayang Renata masih menghantuinya, tapi Daffa merasa sangat nyaman berada di dekat Fahisa selain itu dia juga merasa bahagia, sangat.
"Mau makan? Aku akan masak kalau kamu sudah lapar." Tawar Fahisa ketika sudah selesai menata semua pakaiannya
Daffa menggeleng pelan lalu menepuk sisi ranjang di sebelahnya menyuruh istrinya itu untuk berbaring di sebelahnya.
"Nanti saja aku masih mau istirahat." Kata Daffa
Fahisa mengangguk mengerti lalu dengan penuh kegugupan dia bergabung bersama Daffa berbaring di atas ranjang. Daffa tersenyum ketika melihat wajah malu-malu Fahisa, istrinya itu terlihat sangat menggemaskan.
Sedikit tersentak Fahisa mencoba bersikap biasa ketika lagi-lagi Daffa membawanya kepelukan pria itu tanpa permisi. Senyum Daffa mengembang semakin lebar ketika Fahisa membalas pelukannya dan dengan penuh kebahagiaan Daffa menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Fahisa.
Dia seakan candu akan wangi tubuh Fahisa hingga berkali-kali Daffa menciumi leher jenjang istrinya itu membuat Fahisa menegang ketika merasakan sensasi aneh yang menguasai tubuhnya.
"Rileks Fahisa aku tidak akan berbuat jauh hari ini." Bisik Daffa
Menarik dagu Fahisa ia dapat melihat wajah memerah milik istrinya dan tatapan polos yang dia berikan membuat Daffa benar-benar gemas melihatnya. Daffa tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekatkan wajahnya apalagi ketika melihat Fahisa yang memejamkan matanya ketika hidung mereka bersentuhan.
Ikut memejamkan matanya Daffa mulai mencium Fahisa dengan lembut kali ini bukan hanya sekedar menempel, tapi pria itu juga mulai menggerakkan bibirnya disana memberikan suatu hal yang baru Fahisa rasakan.
Ciuman lembut Daffa begitu menghanyutkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!