Hallo, perkenalkan saya Audrey, saya seorang anak dari pasangan Andi Julian dan istrinya yang bernama Hana Tajima, ibu adalah wanita asli Jepang, dan darah Jepang begitu kental di kehidupan kami, mulai dari kedisiplinan, kerapihan, kerja keras bahkan kami tidur dalam sehari hanya 4 jam, dan itu sama seperti kebiasaan orang Jepang.
Usia saya sekarang 23 tahun, saya baru saja memulai jenjang karier saya di sebuah perusahan konstruksi sebagai seorang arsitek.
Tiga tahun menjalani S1 di Tokyo university, membuat saya memiliki banyak koneksi termasuk saat ini, saya bisa bergabung di sini karena kebaikan teman saya yang bernama Haru, Haru adalah anak dari pemilik perusahaan ini, dia sahabat saya selama berada di Jepang, dan ibu sangat menyukainya.
Sebenarnya saya adalah seorang yang ramah, namun terkadang keramahan saya sering di salah artikan di perusahaan ini, seperti rekan kerja saya yang mulai tertarik dengan saya bahkan sampai ada yang selalu mengirimi saya bunga dan coklat, padahal saya tidak pernah meminta atau menerimanya, semua bunga dan coklat itu saya kembalikan dengan sikap yang sopan.
"Bagaimana pekerjaan mu hari ini Drey?" itu ibu , dia baru saja selesai dari kegiatan memasaknya di dapur, dia segera menghampiri saya dan bertanya tentang pekerjaan, padahal saya tau, dia hanya ingin tau bagaimana kabar Haru.
"Pekerjaan ku? semua baik, begitu juga dengan Haru, ibu pasti ingin menanyakan itu kan?" sanggah ku.
"Ah... kau ini, begitu mengerti apa yang ada di dalam pikiran ibu." jawab ibu dengan senyuman khasnya.
"Aku anak mu Bu, dan aku hafal selama satu tahun ini kau selalu bertanya tentang Haruka setiap harinya." Saya segera pergi dari ruang makan dan menuju kamar saya di lantai dua.
Sedikit melepaskan penat di malam ini aku menghubungi Dio Martin dia adalah teman ku di kantor.
"Dio, bisakah kita keluar sekarang?" tanya saya, dan saya meminta waktu padanya sedari tadi siang, ada yang ingin saya sampaikan kepadanya.
"Baiklah, kirimkan saja alamat cafenya nanti aku akan datang." jawab Dio dari seberang sana.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, aku mengunakan celana jeans dan kemeja lengan pendek berwarna abu, tidak lupa sepatu favorit milik saya.
Saya mengambil kunci mobil dan berpamitan pada kedua orang tua saya.
Sesampainya di cafe, saya tidak bisa segera berbicara pada Dio, saya harus menunggunya terlebih dahulu.
Dio datang dengan t-shirt berwarna hitam dan celana pendek, sangat casual memang, tapi dia terlihat tampan saat itu.
Aku menjabat tangannya, dan sedikit memeluknya.
"Gimana gimana?" tanya Dio pada saya, sambil duduk kami saling berbincang.
"Yasudah, kalau Lo emang gak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, silahkan tinggalkan IBM, ambil beasiswa Lo dan jalanin hidup Lo dengan cita cita Lo." jawab Dio dengan santai.
"Tapi Lo harus bantu gue Di, gue gak mungkin keluar dan mengabaikan kontrak, kontrak kerja gue masih dua tahun lagi Di."
"Kontrak lo masih 2 tahun lagi?" tanya Dio dengan ekspresif.
"iya, kontrak gue dua tahun lagi, denda yang IBM libatkan dalam kontrak ini lebih besar dari yang gue terima selama bekerja di IBM." jelas saya.
"Tenang, masalah itu gue bisa bantu, Terus gimana sama Haruka, dia udah nembak Lo kan kemarin?" tanya Dio lagi.
"Haruka? gue gak bisa lebih dari sekedar teman dengan Haruka, itu juga sebagai alasan terbesar gue mengajukan beasiswa itu." ucap saya dengan seksama pada Dio.
"Drey... Drey... menghindar ceritanya? masalah denda Lo bisa pakai uang tabungan gue buat beli rumah, gue juga belum terlalu butuh itu, Lo bisa pakai dulu."
"Serius?"
Dio hanya mengangguk, dan saya memeluknya dengan bahagia.
"Gue janji setelah S2 gue selesai, gue bakal kerja keras buat beliin lu rumah baru." janji saya pada Dio.
"Gue pegang janji Lo dan selesaikan pendidikan lo, segera balik ke Indonesia dan buat gue sebagai sahabat Lo bangga." Kami saling menebar senyum dan saya segera pulang, menyiapkan dokumen yang akan saya ajukan besok.
Saya akan mengejar cita cita bahkan jika itu akan mengorbankan diri saya sendiri.
Pagi ini saya menghadap kepada direktur utama IBM, yaitu ayah dari Haruka, tuan Ben.
"Selamat pagi tuan, kedatangan saya..." kata sambutan saya segera di putus oleh tuan Ben.
"Saya sudah tau Audrey, anda ingin mengajukan surat pengunduran diri bukan? dan anda tentu tau konsekuensi dari tindakan anda bukan?" ucapnya.
"Saya sudah menyiapkan denda yang anda minta tuan, hari ini juga saya memutuskan untuk keluar dari perusahaan ini, dan saya harap ini tidak menjadikan tuan membenci saya." ucap saya dengan memandang lugas tuan Ben.
"saya tidak akan membenci Anda tuan Audrey asalkan tinggalkan putri ku secepatnya." titahnya.
Saya segera pergi dari hadapannya, Haruka lagi kan yang dia bahas, padahal saya tidak memiliki perasaan apapun pada Haruka, saya hanya bertindak layaknya teman untuk dirinya tidak lebih dari itu.
Haruka menghubungi ponsel saya dia berkata ingin bertemu di taman belakang gedung, dan saya menurutinya, saya fikir ini adalah pertemuan terakhir saya sebelum kepergian saya ke Amerika.
"Audrey..." dia berlari dan memeluk saya, dia menangis.
"Haru, jangan seperti ini, orang orang akan salah paham nanti." ujar ku melepas pelukannya.
"Audrey, kau akan meninggalkan IBM, meninggalkan aku?" tanyanya dengan nada sendu.
"Aku memiliki satu tujuan dalam hidup ku, aku ingin melanjutkan pendidikan S2 ku, dan ini kesempatannya, Haru, tentang perasaan mu..."ucap ku menggantung.
"Audrey, kau tidak bisa membalasnya bukan?" Haruka menunduk, dia enggan menatap mata ku, mau bagaimana lagi? aku tidak bisa menganggapnya lebih dari seorang teman.
"Maaf, Haru... Kau adalah sahabat terbaik ku, kau adalah teman di perjalan ku, semua yang bertemu pasti akan berpisah, begitu pula kita, tapi kita masih bisa bertemu, setelah aku selesai dengan pendidikan ku, aku pasti akan segera menemui mu." ujar ku sambil tersenyum menatapnya.
"Audrey, setelah itu semua kau akan kehilangan ku selamanya, ayah akan menikahkan ku dengan Gibran, dan Gibran akan membawa ku pergi jauh dari sini." ujarnya dengan mata yang sudah basah.
"Gibran mencintai mu, dan tetaplah bersama Gibran, dia akan berjuang membuat mu bahagia, berbeda jika kau bersama ku, kau akan lelah mengubah rasa yang tidak akan kunjung hadir di dalam hati ku." ucap ku memandang Haruka dengan teduh.
"Selamat tinggal Haru, IBM dan dirimu sangat berarti untuk jenjang karier ku, jaga dirimu baik-baik, aku pergi." ucap ku dengan langkah kaki yang semakin jauh dari hadapan Haruka.
Setelah membereskan semua peralatan kerja, saya membawa semua tumpukan kardus kedalam mobil, saya kembali pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah ibu menyapa saya dengan sejuta senyumnya.
"Kau keluar dari IBM? kau mau melanjutkan pendidikan mu ke Amerika?" tanya ibu.
"Ya, lusa aku akan berangkat, ibu tidak perlu khawatir dengan kebutuhan ku selama di sana, tabungan ku sudah cukup untuk melanjutkan hidup di sana." ibu memeluk saya dengan uraian air mata, saat di Jepang dulu, ibu tidak seperti ini karena nenek masih bisa menampung dan mengawasi saya, sementara Amerika negara bebas dengan budaya yang kalian tau sendirilah.
"Jaga dirimu baik-baik Audrey, jangan berbuat hal yang akan membuat keluarga kita malu di sana." wejangan dari ibu memang selalu seperti itu, nama keluarga akan selalu di bawa.
"ibu, aku tidak akan berani macam macam, karena aku memiliki ibu seperti mu." ujar saya menggoda ibu, ibu kembali memeluk saya.
Malam itu saya membereskan baju yang akan saya bawa pergi, saya juga mempersiapkan segala hal untuk keberangkatan saya lusa.
Keesokan harinya, saya harus datang ke bank untuk mencairkan deposito yang tepat sekali di tahun ini keluar, kebiasaan menabung sejak SMA membuat saya memiliki banyak saldo dan akhirnya ketika kuliah di Jepang uang bulanan yang dikirim ayah selalu ku tabungkan dan ku buat deposito untuk tiga tahun ke depan.
Setelah semua urusan tiket, paspor dan asrama yang akan ku tempati di Amerika nanti, aku kembali beristirahat untuk perjalanan besok.
IBM... selamat tinggal.
Sesampainya dari perjalanan panjang saya segera mengistirahatkan diri di ruangan 5x7 meter ini, besok saya akan memulai kelas pertama saya.
Jam weker saya sudah berbunyi itu artinya saya harus segera mandi dan bergegas, tidak melupakan sarapan saya mengambil air mineral di lobby asrama dengan sebuah pancake yang akan menemani saya menjalani hari.
Kelas pertama di mulai, dosen yang mengajar hari ini adalah Mr Edward, dia dosen yang cukup muda dan tampan, tapi kenapa saya selalu suka melihat pria dengan mata tajam seperti itu? tenanglah saya masih menyukai wanita, mungkin karena mata saya tidak setajam pria itu.
Perjalanan kembali di mulai saat salah satu teman yang baru saja saya kenal mengajak saya untuk datang ke salah satu party di apartemen teman lainnya, berusaha menghormati ajakannya saya datang ke pesta itu.
Saat baru membuka pintu apartemen Joe, Joe adalah teman yang mengadakan pesta, saya terkejut, bagaimana tidak? Banyak sekali wanita yang memakai baju minim di sini, saya masuk dan duduk di sudut sofa dengan bentuk leter L itu.
Menatap ke arah depan tepat di mana seorang perempuan imut berdiri dengan sempoyongan, dia berbeda dari yang lain, baju yang ia kenakan bukanlah baju terbuka, dia mengenakan gaun selutut, dengan tangan panjang, dia terlihat polos dan lugu.
"Audrey... jangan menatapi Blevin seperti itu, dia akan menusuk mata mu jika kau ketauan menatapinya." ujar Joe yang mengulurkan minuman kepada saya.
Apa kata Joe tadi? dia akan menusuk mata ku, jika dia tau aku sedang menatapnya? lihatlah siapa pria yang tidak akan tergoda pada perempuan yang tengah malam keluar rumah dengan mabuk seperti itu?
Setelah pesta selesai, saya hendak pergi dari apartemen milik Joe, tapi pergerakan saya terhenti saat melihat perempuan tadi hampir saja di cumbu oleh seorang pria, perempuan itu berteriak dan memukul dengan sebisanya.
"Hentikan!!!" teriak saya, saya segera memukul pria tadi dan membawa perempuan itu pergi.
Joe dan Sam datang menolong saya membawa perempuan itu kembali ke rumahnya, di rumah perempuan itu kami di sambut hangat bahkan para penjaga di rumah besar seperti istana itu, memperlakukan kami sama seperti majikannya.
Dan turunlah sang tuan rumah, pria tua yang saya kira diawal adalah ayahnya, namun saya salah.
"Terimakasih sudah mengantar cucu ku kembali di rumah, sedari tadi para pengawal mencarinya dan tidak menemukan dirinya, izinkan saya memperkenalkan diri, Saya adalah Ferdinand Clark, kalian dapat memanggil saya dengan sebutan kakek." ujar pria tadi.
"Perkenalkan nama saya Joe, kakak tingkat Blevin, ini teman saya Sam dan Audrey."
"Senang bertemu dengan kalian, dan sebagai ucapan terimakasih saya menawarkan hadiah untuk kalian, kalian mau apa untuk hadiahnya?" tawar sang kakek.
"Tidak tuan, kita adalah sesama manusia sudah menjadi kewajiban untuk saling menolong, jadi saya pikir..." belum sempat bicara banyak, ucapan ku terputus oleh tuan Ferdinand.
"Tidak anak muda, saya akan memberikan hadiah untuk mu, Joe dan Sam teman mu menolak, jadi apakah kalian mau menerima sesuatu dari ku?" tawarnya lagi pada Sam dan Joe.
"Bagaimana jika sebuah Ferrari dengan desain terbaru, kek sepertinya hebat." ucap Joe yang memang mata duitan.
"Baiklah, dua buah mobil Ferarri terbaru akan terparkir di depan rumah mu segera." ujarnya tidak main-main, saya jadi tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.
"Lalu bagaimana dengan anda Audrey?" tawarnya lagi.
"Baiklah kek, bisakah anda mempekerjakan saya saja? saya membutuhkan pekerjaan saat ini." ucap ku, dari pada meminta sesuatu yang tidak akan berkepanjangan mending minta pekerjaan kan?
"Kau mau bekerja sebagai apa?" tawarnya.
"Apa saja, yang jelas semua di lakukan secara halal dan tidak menggangu aktifitas kuliah saya saat ini." jawab ku.
"Baiklah, bagaiman jika menjadi supir pribadi Blevin, kau hanya mengantar dirinya ke kampus dan mengantar dirinya kembali ke rumah dengan selamat." ucapnya.
"Baiklah tuan besok saya akan mulai menjemput nona, jika boleh saya tau apakah saya di izinkan untuk libur?" tawar ku lagi.
"Libur? tentu kau mendapatkan libur, saat Blevin tidak membutuhkan mu maka itu adalah jam libur mu, Audrey saya percayakan Blevin pada mu." ujarnya, bagaimana bisa dia begitu percaya pada ku, sementara kita baru saja bertemu.
"Kau pasti bertanya mengapa saya begitu mempercayai mu, benar begitu?"
"I...iya tuan."
"Itu karena kesan pertama mu adalah berusaha bukan meminta, jarang sekali ada anak seperti mu di jaman seperti ini, saya harap kamu bisa bekerja sama dengan baik, melaporkan seluruh kegiatan Blevin pada saya." ucapnya menyebutkan tugas yang harus saya emban.
"Jadi selain menjadi supir saya juga harus memantau kegiatan nona tuan?" jelas ku.
"Tentu, Blevin adalah cucu perempuan ku yang paling ku sayang, aku tidak mau dirinya menyesal suatu hari nanti."
"Baiklah tuan saya menerima tawaran anda." Ucap ku matang.
"Kita belum membicarakan tentang payment?" ujar tuan Ferdinand.
"Saya percaya pada tuan, tuan akan memberikan yang terbaik untuk setiap keputusan bukan?" dengan yakin saya berujar.
"Kau akan di gaji sebesar satu mobil yang dimiliki oleh Sam dan Joe dalam setiap dua bulan." ujarnya.
Ide bisnis ku mulai muncul untuk apa menolak, maka aku berjanji untuk menjadi informan yang bertanggung jawab dan Jujur.
"Saya setuju tuan, dan mulai besok saya akan memulainya."
"Baiklah sekarang sudah terlalu larut, kembalilah ke asrama mu dan bersiap untuk besok."
Saya pergi dari rumah mirip istana itu, sesampainya di asrama saya memilih untuk membersihkan diri dan istirahat.
Hari pertama saya di Amerika menjadi pelajaran teraneh dalam hidup saya, bagaimana tidak baru saja memulai, saya sudah mendapatkan hal tidak terduga seperti saat ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!