"hoammmhhp...."
Suara gadis menguap diatas ranjangnya, menggeliat sambil memeluk bonekanya manja. Gadis itu masih enggan untuk turun dari ranjang meski matahari sudah mulai meninggi, bahkan cahayanya pun masuk melalui jendela dikamarnya yang bernuansa pink itu.
"Velyn....!!! BANGUN NAK.. KULIAH SAYANG..."
Suara itu membuat Velyn akhirnya mau tak mau bangkit dari tempatnya berhibernasi semalaman. Gadis itu menggeliat sambil meregangkan otot-ototnya yang baru saja kembali dari kesadaran yang abadi.
"IYA BUN...."
Balasnya dengan teriakan yang tak kalah keras dari sang bunda.
.
.
.
Arvelyna Putri Candra, gadis berusia 20 tahun, berperawakan tinggi dengan kulit putih serta mata yang lebar, dan hidung bangirnya.
Tak ayal banyak sekali pria yang mengagumi sosoknya yang cantik bagai dewi mitologi. Tak hanya cantik, Velyn juga terlahir dari keluarga yang sangat disegani karena kekayaannya yang melimpah ruah. Hidupnya sempurna tanpa beban sedikitpun, ditambah dirinya termasuk mahasiswi yang berprestasi ditempatnya kuliah.
Velyn tengah bersiap memakai bando pita dan juga pakaiannya yang semakin menambah manis dirinya. Rambutnya yang panjang sepunggung ia ikat sedemikian rupa hingga membuat dirinya tampak lebih anggun.
Velyn keluar dari kamarnya dan turun menuju ruang makan, dengan segera menyambar roti selai kacang kesukaannya.
tak...
"ah... bunda... apaan sih"
Ucapnya sewot ketika Malia menepuk punggung tangannya yang kini berhasil menangkap roti isi tersebut. Rasanya ia ingin sekali marah pada ibunya itu, namun dirinya termasuk anak yang penurut meski kadang banyak bertingkah.
"kamu ini ya jadi anak gadis jangan sembrono, makan yang bagus, jangan main ambil terus makan sambil berdiri.. itu nggak baik Velyn"
"iya bunda"
Ujarnya sambil memutar bola matanya malas dan duduk disamping Malia untuk segera melahap roti tersebut.
kringg.... kring....
Bunyi telepon rumah menggema membuat ibu dan anak itu tersentak. Velyn mencoba untuk bangkit, namun langkahnya terhenti kala sang ayah yang baru saja datang dari kamar mandi mengangkat panggilan itu dengan cepat.
"hallo...."
Velyn mengedikkan bahu seolah tak peduli, dirinya kembali menyantap roti itu dan kembali duduk ditempat semula merasakan hangat dan nikmat disetiap gigitan roti selai kacang yang tiap hari ia nikmati.
"APAAAAA.....!!!!!!????"
Suara lantang itu menggema, tanpa jeda maupun lanjutan kalimat berikutnya, hanya disusul mata Rahardian yang membelalak dengan tatapan tajamnya.
Rahardian terjatuh dan pingsan seketika tatkala mendapat panggilan asing, membuat Malia dan Velyn tersentak dan berlari menuju Rahardian yang kini terbaring diatas lantai.
"AYAHHHH!!!!!"
Teriak mereka bersamaan sambil menghampiri Rahardian yang kali ini sudah tak sadarkan diri. Entah mengapa, sepagi ini sudah ada sesuatu yang membuat keluarga itu kacau seketika.
.
.
.
.
...
.
.
"ayah... hiks..."
Suara tangisan Velyn membuat sang bunda mengusap puncak kepala sang putri dan memeluk erat gadis itu, memberikan sebuah ketenangan dan ketabahan untuk tetap kuat meski sang ayah harus masuk keruang ICU.
tak tak tak...
Suara langkah kasar membuat kedua ibu dan anak itu menoleh, menatap seorang lelaki paruh baya sahabat dari Rahardian yang kini menatap cemas ruangan dihadapannya.
"Lia... bagaimana keadaan Rahardian???"
Malia hanya menggeleng sambil terus memeluk putrinya yang kini menangis sesenggukan dalam dekapannya.
"San, dokter belum juga keluar dari ruangan... kita tunggu saja hasilnya nanti.."
Pria itu bernama Isan, sahabat dari Rahardian. Tampak semburat khawatir diwajahnya yang mulai renta termakan usia. Pria itu mendengus sambil mengacak rambutnya, merasakan kegelisahan yang sama-sama dirasakan oleh dua orang ibu dan anak itu.
"sebenarnya apa yang terjadi lia???!!! kenapa bisa sampai seperti ini???"
Pertanyaan itu membuat Malia meneteskan air matanya, dirinya sendiripun tak tau dengan apa yang terjadi.
"aku tak tau San, hiks... pihak bank menyita perusahaan kami karena salah satu investor meminjam uang dalam jumlah besar... itu membuat beberapa pemegang saham akhirnya menyerah dan hiks...."
Suara itu membuat Isan tak tega, dirinya tampak ikut berkaca-kaca kala mengingat usaha dari sang sahabat yang hampir gulung tikar.
"Lia... tenanglah, kita tunggu sampai Dian sadar oke??? dia pasti akan baik-baik saja... aku yakin"
Tak lama kemudian seorang berjas putih keluar dari ruangan tersebut, membuat Velyn dan sang ibunda bangkit dari tempatnya duduk.
"dokter... dokter, bagaimana keadaan Rahardian dok???"
Ucap Isan yang kini disusul Velyn dan Malia mendekati pria berkacamata itu.
"tampaknya pasien terkena serangan jantung, untung saja kalian tepat pada waktunya membawa pasien kemari, kalau tidak akan berakibat fatal"
Ujarnya membuat Velyn tak bisa menahan tangisannya yang kini pecah.
"saya ingin menemui ayah saya dok"
"tentu, silahkan... tapi jangan membuat beliau mendengar sesuatu yang mengejutkan, itu bisa menyebabkan pasien kambuh"
Tanpa fikir panjang Velyn memasuki ruangan tersebut, tak dihiraukannya Isan dan Malia yang kini mencoba memanggilnya berulang kali.
.
.
.
ceklek....
"ayah..."
Ucap gadis itu dan segera berlari kearah Rahardian yang kini tersenyum, meski keadaannya sangat lemah diatas bangsal.
"Velyn...."
Velyn memeluk tubuh ayahnya, dirinya menyembunyikan air mata yang ia tahan sedari tadi dalam dekapannya pada Rahardian yang kini mengelus punggung putrinya.
Tak terasa air mata menetes begitu saja, tanpa sadar dirinya merasakan kesedihan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Kehidupan yang sempurna dengan kedua orang tuanya, harta yang mereka miliki dan juga tanpa beban sedikitpun kini berbanding 180° dari kehidupannya dulu.
"hiks...."
Suara tangisan membuat sang ayah mengelus puncak kepala Velyn dengan lembut.
"jangan menangis... sudah takdir keluarga kita berakhir seperti ini.. ayah sudah memperjuangkan yang terbaik, tapi kita semua harus menerima kenyataan Lyn"
Ucap sang ayah membuat gadis itu yang masih tak menyangka dengan apa yang terjadi.
"Rahardian... bagaimana keadaan mu saat ini"
Ujar Isan yang tiba-tiba datang bersama Malia tepat dibelakangnya.
Velyn menghapus air matanya dengan segara, dirinya bangkit dan menatap sang ayah yang masih terlihat pucat dan lemah.
"aku tidak apa-apa San, aku hanya sedikit...."
"sudah jangan dibahas lagi, yang penting ayah baik-baik saja..."
Ucap Malia menimpali dengan suara lembutnya dan dibalas anggukan oleh Isan yang kali ini menatapnya dengan sendu.
"Dian, aku pasti akan membantumu.. kau tenanglah, tidak perlu banyak berfikir"
"San... sahabatku..."
Isan mendekatkan tubuhnya pada Rahardian yang kali ini memeluknya. Saat ini ketenangan dalam diri Rahardian oleh kehadiran Isan sangat ia butuhkan, bahkan sahabatnya itu rela membantunya sampai detik ini.
..
.
.
.
tak tak tak tak...
Suara langkah kaki keluar dari ruangan ICU menggema. Isan kini tengah berjalan menjauh dari ruangan tersebut karena hari semakin siang sedang pekerjaan tengah menunggunya di kantor tempatnya menjadi seorang CEO.
Tak lama kemudian langkahnya berhenti kala suara yang tak asing memanggilnya dari tempatnya berdiri.
"om Isan...."
Pria paruh baya itu membalikkan tubuhnya, menatap gadis cantik berambut panjang itu. Gadis itu dengan cepat mendekati tubuh Isan dengan senyuman manisnya.
"ada apa Velyn???"
"om, Velyn bener-bener mau ngucapin makasih sama om"
"untuk apa???"
Pertanyaan itu membuat Velyn masih bertahan dengan senyuman khasnya yang tulus itu.
"makasih karena om udah nenangin ayah..."
"hahaha... nak, perlu kamu ketahui, om bukan hanya memenangkan ayahmu, tapi om bersungguh-sungguh ingin membantu kalian"
Velyn membelalakkan matanya tak percaya, dia seperti canggung dengan sahabat baik dari ayahnya ini, meskipun dimasa lalu keluarganya pernah memiliki masalah dengan Isan, tapi mungkin ini hanya untuk permintaan maaf darinya untuk keluarga kecil Velyn.
"o.. om.. terimakasih..."
Ucapnya sambil menitikkan air matanya yang sempat ia tumpahkan oleh tangis haru darinya.
"Paaa...."
Suara itu menggema, membuat Isan kini membalikkan tubuhnya, menghadap sang putra yang telah berdiri jauh dari tempatnya berdiri untuk menunggunya.
Velyn tersentak, dirinya merasa gugup hanya dengan melihatnya sekilas, gadis itu buru-buru menghapus jejak air matanya, dan mengalihkan pandangannya.
"om, kalau begitu saya permisi dulu... sekali lagi saya sangat berterimakasih"
Buru-buru gadis itu pergi, masuk kedalam ruangan yang baru saja dirinya keluar dari sana. Perasaan itu teralihkan begitu saja, oleh nafas lega yang ia atur sedemikian rupa.
Terlihat sang bunda yang tertidur sambil menggenggam tangan Rahardian, begitupun Rahardian yang kini tertidur pulas meski wajahnya sedikit pucat.
Velyn tersenyum hangat melihat pemandangan didepannya, dirinya ingin sekali mempunyai keluarga harmonis seperti ayah dan ibunya. Kehidupan yang sempurna, dan cinta diantara dua insan yang saling menyayangi. Itulah mimpi terbesar dari Arvelyna Putri Chandra.
'aku hanya ingin bersama dengan jodoh ku suatu hari nanti, melewati suka dan lara, badai dan angin topan yang bergemuruh bersama... tiada yang lebih indah dari itu, aku yakin aku bisa seperti bunda dan ayah... untuk siapapun dia, pasti kami akan selalu mencintai walau dengan keadaan tersulit'
Mata gadis itu berkaca-kaca, dirinya seolah ingin menangis, namun gadis itu masih enggan untuk mengeluarkan air matanya yang tengah bersiap untuk jatuh.
.
.
.
.
"pa... lama banget sih, aku menunggu papa dari tadi tau..."
Ucap Valdo kesal pada ayahnya yang kali ini terkekeh melihat tingkah putranya yang kesal.
"oke oke, maaf deh... kamu juga nggak mau masuk aja tadi, salah sendiri..."
Valdo terdiam, dirinya masih mengingat mata gadis itu. Pandangan yang mengarah padanya seolah ingin menghindar dari tatapannya. Gadis yang pernah ia cintai, namun ia sia-siakan karena rupanya yang tak secantik dulu, dan kini dirinya mulai memikirkan dia lagi dengan segenap perasaan yang tertinggal dalam hatinya yang paling dalam.
"oh iya... mana Nino...???"
Pertanyaan dari Isan membuat Valdo tersentak dan membuyarkan lamunannya seketika.
"Nino dimobil sama bibik"
"oh ya... kamu mau menjenguk om Dian tidak???"
Pertanyaan itu membuat Valdo menggeleng dengan cepat, dirinya merasa tak ingin membuat masalah lagi dengan keluarga bahagia itu. Kini mungkin hidup mereka harusnya seperti ini, berjalan sendiri meski tiada sekat diantara mereka.
Rivaldo Ghaisan, putra tunggal Tirta Ghaisan. Wajahnya tampan, dengan kulit putih, hidungnya yang bangir, serta bibir tipis dan juga alis tebal melengkapi ciptaan Tuhan yang sangat indah selain Alam semesta dan seluruh isinya. Pria berperawakan Sunda - Eropa itu membuat siapa saja pasti terpikat oleh kharismanya yang menawan.
Pria itu mempunyai seorang bayi yang tampan mirip sepertinya, sebut saja dia Nino Ghaisan.
Flashback on....
Kehidupan Valdo berawal dari masa lalunya bersama Velyn. Mereka berdua dijodohkan satu sama lain oleh orang tua mereka yang notabennya adalah sahabat bahkan bisa dibilang melebihi hubungan darah.
Berawal dari alasan itulah mengapa kedua keluarga Velyn dan Valdo akhirnya menjodohkan mereka berdua.
Saat ini umur gadis kecil itu masih belia, tepatnya menginjak taman kanak-kanak. Namun kecantikannya mampu membuat siapa saja terpikat oleh gadis lugu itu, gadis manis berpipi chubby, serta poni ditengah membuat siapa saja gemas terhadapnya. Termasuk Valdo yang selalu bermain dengannya.
Valdo bagi Velyn adalah kakak yang baik menurutnya, selain kakak kandungnya Rendra. Meski jarak usia mereka cukup jauh, namun kehadiran Velyn mampu membuat hari-hari Valdo berwarna.
Kala itu dirinya tengah masuk sekolah SMP, namun sifatnya yang ingin melindungi Velyn begitu besar.
"kakak Paldo... Pelyn mau coklat"
Ucapnya manja dan merengek pada pria yang kini hampir menginjak masa pubertas itu. Valdo hanya tersenyum, dirinya sangat menyayangi Velyn seperti adiknya sendiri.
"boleh... tapi jangan banyak-banyak ya"
"kenapa kak??"
Tanya Velyn dengan tatapan matanya yang sendu serta guratan sedih dipipi mulusnya.
"nanti Velyn giginya ompong kalau makan coklat banyak-banyak"
"begitu ya kak???"
Tanyanya lagi dan dibalas anggukan oleh Valdo yang kali ini memberikannya coklat kesukaan Velyn. Tak lama kemudian senyuman itu tergurat indah dipipi cantik gadis kecil itu, menunjukkan giginya yang putih dan rapi membuat siapa saja pasti gemas dengan tingkah anak itu.
"terimakasih kakak Valdo"
"sama-sama Velyn..."
Suatu hari, Ghaisan memberitahu pada Valdo tentang pertunangannya bersama Velyn. Alih-alih menolak, dirinya malah bersemangat dan menyetujui perkataan sang ayah padanya.
"Valdo.. sini nak"
Suara itu membuat Valdo yang tengah bermain game tersentak dan menoleh pada sang ayah yang kini menatapnya serius.
"ada apa pa???"
Tanya Valdo yang tak kalah serius.
"begini... papa dan om Rahardian berencana ingin menjodohkan kalian berdua"
"maksud papa, aku dan Velyn??"
Pertanyaan itu dibalas anggukan oleh sang ayah. Seketika wajahnya semakin bersemangat dan senyum merah merona diwajah Valdo merekah bagai buah tomat yang siap untuk dipanen dari pohonnya.
"serius pa???"
Ghaisan mengangguk, membuat pria itu tersenyum dan memeluk sang ayah.
"iya pa... Valdo mau.. Valdo janji bakal jagain Velyn selamanya, Valdo akan lindungi Velyn, dan menyayangi dia"
Mereka berdua memiliki masa kecil yang indah dan ceria. Namun keceriaan itu tak berlangsung lama.
7 tahun kemudian....
Gadis berpipi chubby, dengan kacamata bulat memenuhi kedua matanya, dan jerawat dimana-mana. Gadis itu memang putih dan tinggi, namun karena gemuk, dirinya sering ditertawakan oleh teman-temannya juga mendapat perilaku bullying disekolah.
Siapa sangka, gadis manis dan kecil yang dikenal karena keimutannya kini menjadi gadis dengan tampang buruk rupa dan badan kerbau seperti yang dikatakan oleh teman sebayanya.
Arvelyna Putri Chandra, gadis itu tumbuh berbeda dengan perkiraan orang-orang padanya. Semua berawal dari dirinya yang sering mengemil pada malam hari, dan kesukaannya memakan makanan cepat saji.
"hey gendut!!! udah bau, gendut, kacamatanya gede lagi"
Ujar teman laki-laki gadis yang kini memakai seragam putih biru itu. Tanpa memperdulikannya Velyn berjalan santai sambil tetap mengulum permen lollipop dimulutnya.
.
Bahkan saat Velyn dan Valdo bertemu pada malam pertemuan keluarga, Valdo seperti tak mengenal gadis itu. Pandangannya mengalih keseluru penjuru kecuali dirinya.
"aku sudah kenyang pa..."
Ujarnya membuat orang tua tunggal itu terhenyak dan menatap putranya yang kali ini pergi begitu saja. Valdo adalah anak yang ditinggal oleh ibunya sejak ia lahir, namun karena dirinya adalah anak tunggal, Ghaisan selalu memanjakan putranya.
Meskipun demikian, ia tak ingin Valdo terjerumus dan mendidiknya sebagai seorang lelaki yang santun dan berbudi luhur pada setiap orang.
"kamu mau kemana Valdo... acara makan malam baru saja dimulai dan..."
"sudah kubilang aku kenyang... selera makan ku sudah hilang sejak tadi"
Ujarnya dengan suara keras dan menatap tajam Velyn yang kali ini hanya terdiam sambil memandangi Valdo tak mengerti.
"sudah San, biarkan saja... mungkin dia sedang tidak mood"
Ucap Malia sambil menatap prihatin pada kedua ayah dan anak ini. Valdo tak menggubris orang-orang disekitarnya, dia memilih untuk pergi dari sana daripada menatap wajah buruk gadis yang dulunya pernah ia sayangi itu.
.
.
.
Tahun berlalu, begitupun musim yang silih berganti datang dan pergi. Kini Velyn tengah menginjak usia remaja yang sesungguhnya, ia sudah berumur 18 tahun. Dirinya sekolah disalah satu sekolah terbaik diibukota.
Sedang Valdo kini menjalankan bisnis ayahnya. Dirinya telah lulus kuliah tahun lalu, dengan keterampilan dan juga bakat yang ia punya, serta jurusan yang ia ambil dalam universitas kini ia mampu memegang saham perusahaan sendiri dalam tempo kurang dari satu tahun.
.
Valdo kini tengah asik menatap layar monitor didepannya, tiba-tiba saja suara dering ponsel membuat pria itu mengangkat asal panggilan disebrang sana.
"hallo..."
"makan malam lagi pa???? malam ini kan malam minggu... aku mau keluar"
Ujarnya dengan menghentikan jemarinya untuk mengetik keyboard didepannya. Pria itu mendengus kesal pada Ghaisan yang kali ini mengajaknya makan malam bersama dengan keluarga Chandra malam ini.
"pa... aku sibuk... maaf, jika papa ingin makan malam bersama mereka, maaf.. aku sudah tidak bisa"
Ujarnya sambil menutup telfon dan beralih menatap malas pada layar komputer dihadapannya. Pria itu menatap ponselnya lagi, mengetik beberapa pesan singkat untuk kekasih hatinya.
'sayang... keluar yuk malam ini???"
Tak berselang lama, balasan dari Lisa masuk dan membuatnya tersenyum.
'iya sayang... boleh...'
Senyum merekah dan guratan bahagia terlukis indah diwajah tampan pria itu. Baginya lebih baik dirinya keluar bersama Lisa daripada harus memandang gadis jelek yang menjadi mimpi buruk baginya.
.
.
.
.
Malam yang indah ditemani bintang bertaburan di atas sana. Valdo kini telah mempersiapkan makan malam romantis dengan Lisa kekasihnya.
"bagiamana???"
Sebuah makan malam yang menampilkan indahnya pemandangan ibukota pada malam yang gelap gulita. Lisa tersenyum kearah pria yang kali ini menatapnya, pria itu mengeluarkan sebuah kalung berlian untuk gadis yang sangat ia cintai itu.
"wow... indah sekali Valdo... kamu ya yang siapain ini semua?"
Valdo mengangguk bangga.
"sendiri?"
Valdo menarik tangan Lisa dan mengecupnya, kini tiada lagi kebahagiaan kecuali gadis dihadapannya. Rasa yang begitu tenang dan nyaman ia rasakan meski orang tua mereka tak saling merestui.
"will you marry me Alysha Kiandra??"
Mata Lisa berkaca-kaca dengan guratan senyum dipipi cantiknya. Gadis itu mengangguk dengan air mata yang menetes dipipinya.
Tak butuh waktu lama, pria itu memakaikan kalung berlian indah dileher Lisa.
.
.
.
Plakkkk.....
Satu tamparan keras dipipi Valdo dari sang ayah yang kini menatapnya penuh amarah. Kini wajah Isan memerah dengan rahangnya yang mengeras.
"ANAK NGGAK TAU MALU...!!!!"
"pa, aku sayang sama Lisa... aku cuma mau nikah sama dia pa..."
Ucap Valdo dengan wajahnya yang memelas membuat Isan kini semakin naik pitam dibuatnya.
"LANCANG!!!! kamu kira papa akan setuju dengan keputusan mu haaa??!!! nggak akan kira Valdo..."
.
"non, maaf ya bibi mau kebelakang dulu... tuan Isan lagi ada di ruang TV kayanya"
Velyn hanya mengangguk patuh, dirinya melangkah mendekat ketika suara samar-samar yang terdengar berteriak membuatnya semakin penasaran.
Usai pembantu itu pergi, gadis itu dengan langkah cepat mendekati ruangan itu.
"PA....!!! sampe kapanpun juga, aku nggak mau dijodohin sama dia pa...!!! aku nggak mau nikah sama cewek gendut dan jelek kaya dia"
Plakkkkk....
"TUTUP MULUTMU VALDO!!!! apa kau tau siapa yang membantu papa hingga keluarga kita bisa sesukses ini haaa??? jika bukan karena om Rahardian dan keluarga Velyn, kita pasti akan menjadi gelandangan"
"kalau begitu kenapa bukan papa aja yang nikah sama dia?? kenapa aku yang harus jadi tumbal??? papa egois, demi kepentingan papa sendiri, papa mau mengorbankan anak semata wayangnya..."
Plakkkkk
"SEKALI LAGI KAMU BICARA SEPERTI ITU TENTANG VELYN.... MAKA PAPA NGGAK AKAN SEGAN-SEGAN"
krakkk...
Velyn menutup mulutnya dan tak sengaja menjatuhkan bingkisan yang ia bawa. Terlihat matanya memerah dengan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya.
Ayah dan anak itu bergantian menatap Velyn. Dengan langkahnya yang cepat gadis itu berlari sekuat tenaga. Dirinya merasakan sakit yang tiada kira kala Valdo benar-benar membenci dirinya.
"VELYN....!!!!"
Teriakan Isan seperti tak didengar olehnya, pria paruh baya itu berlari mengikuti langkah Velyn yang semakin cepat keluar dari kediamannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!