Assalaamu 'alaikum Kanca
Selamat Membaca
Semoga Suka
💙💙💙
Liburan kenaikan kelas telah usai, siswa-siswi yang sedang menikmati masa liburannya kini harus kembali pada rutinitas semula, yaitu masuk ke sekolah seperti biasanya, sama seperti seorang gadis muslimah yang pagi-pagi sekali sudah rapi dengan seragam abu-abunya, dialah Zaina Tanisha. Usai merapikan khimar yang menutupi kepala sampai di bawah dadanya, Zaina beranjak mengambil tas selempangnya lalu ia keluar dari kamarnya, tak lupa ia berucap bismillah untuk memulai lembaran barunya sebagai siswi kelas XI SMA di salah satu sekolah yang ada di Ibukota Jakarta ini.
Zaina menghentikan langkahnya di ruang makan, aroma masakan sudah tercium semerbak di indera penciumannya, ia pun mengedarkan pandangannya ke meja makan yang sudah tersaji nasi goreng plus telur ceplok.
"Selamat pagi Putri Ayah," sapa seorang laki-laki paruh baya yang baru saja selesai menyajikan masakan buatannya.
Zaina tersenyum ke arah sang Ayah yang bernama Lutfan, kemudian ia membalas ucapan selamat paginya.
"Selamat pagi juga Ayah, wah ini Ayah yang masak?"
Lutfan mengangguk seraya mengajak sang putri untuk duduk di kursi yang kosong, "Iya ini Ayah yang masak, spesial untuk Putri Ayah yang akan berangkat sekolah, ayo kita makan."
Zaina mengangguk cepat, ia sudah tidak sabar ingin mencicipi nasi goreng buatan sang Ayah yang dibuat spesial untuknya, tak lupa Zaina berdoa dulu sebelum makan. Dan wajah Zaina langsung berubah setelah selesai memasukkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya.
"Maa syaa Allah ini enak banget Ayah, Ayah memang hebat, meskipun Ayah seorang dosen tapi Ayah juga jago masak, Zaina sayang Ayah," ucap Zaina sembari menghampiri Lutfan dan memberikannya pelukan sayang.
"Ayah juga sayang Zaina, meskipun Zaina tidak tinggal bersama Ibu tapi Ayah akan berusaha untuk menjadi Ayah dan Ibu untuk Zaina."
"Terima kasih Ayah."
"Sama-sama Nak."
Zaina memang tinggal hanya bersama sang Ayah, karena kedua orang tuanya sudah berpisah, tepatnya tujuh tahun yang lalu. Ibunya yang bernama Unaisha tinggal bersama adiknya yang kini berumur 9 tahun, Lais namanya. Meskipun kedua orang tuanya telah berpisah namun Zaina dan Lais tetap mendapatkan kasih sayang dari keduanya, Lutfan dan Unaisha tetap menjaga hubungan yang baik demi kebahagiaan anak-anak mereka, mereka memang sudah bukan suami istri lagi tapi bagi anak-anak mereka, mereka tetap Ayah dan Ibunya.
Zaina melirik jam tangan berwarna pink yang melingkar indah di pergelangan tangannya, jam menunjukkan pukul 06.25 pagi, Zaina sudah harus berangkat sekolah agar ia tidak terlambat, dan sarapannya juga telah selesai.
"Ayah, Zaina berangkat sekolah dulu ya, assalaamu 'alaikum.''
"Iya hati-hati ya bawa motornya, jangan ngebut, wa 'alaikumus salaam.''
Usai berpamitan dan mencium tangan sang Ayah, Zaina melangkah keluar dari rumahnya, ia pun menaiki motor matic berwarna pink kombinasi putih yang terparkir di garasi rumahnya yang nampak standart, tidak besar juga tidak kecil. Usai memakai helm cantik yang berwarna pink, Zaina pun menyalakan mesin sekaligus melajukan motornya dengan kecepatan yang sedang, sesuai nasihat sang Ayah untuk berhati-hati dan tidak mengebut tentunya demi keselamatannya.
*****
Zaina sudah sampai di sekolahnya, ia memarkirkan motornya dengan rapi, setelah itu ia membuka helmnya dan turun dari motornya. Zaina melangkah menuju kelasnya namun saat kedua kakinya menampaki lantai koridor tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya, Zaina pun menoleh ke arah sumber suara itu.
"Zeya?," panggil lirih Zaina dengan tatapan mata yang bertanya-tanya saat melihat seorang gadis yang seumuran dengannya itu berjalan cepat menghampirinya.
Zaina menatap gadis berhijab di hadapannnya dengan rasa tidak percaya, ia merasa aneh dengan sahabat karibnya ini yang sudah setahun menjalin hubungan persahabatan dengannya.
"Zeya ini kamu?, ini sungguhan kamu?," tanya Zaina tak percaya.
Zeya menganggukkan kepala seraya mengembangkan senyuman termanisnya, ia juga sempat memperbaiki khimarnya yang kurang rapi, maklum ini pertama kalinya ia menggunakan khimar yang menutupi kepalanya.
"Iya ini aku, masa kamu sudah lupa sama aku gara-gara liburan kemarin?," Zeya sempat kesal karena sahabatnya sendiri sudah melupakannya.
Zaina menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia bukan lupa dengan Zeya tetapi ia merasa ada yang berbeda dari sahabatnya ini.
"Bukan Zeya, aku bukan lupa sama kamu, cuma, maa syaa Allah kamu cantik sekali hari ini, kamu cantik lho pakai khimar, aku sampai pangling melihatnya."
Zeya pun tersenyum usai mengetahui alasan Zaina hampir tidak mengenalinya, yaitu karena kain polos berwarna putih yang menutupi kepalanya sampai hampir menutupi dadanya juga.
"Iya Zaina alhamdulillah aku sudah memantapkan hati aku untuk menutup aurat, aku mendapatkan hidayah dari kamu, ketaatan kamu sama Allah membuat aku sadar dan mata hatiku terbuka lebar. Selama satu tahun kita bersahabat, aku mendapatkan banyak sekali ilmu agama dari kamu, salah satunya tentang menutup aurat, doakan aku ya semoga aku istiqomah."
Zaina langsung berhambur memeluk Zeya dengan rasa haru yang tak tertahankan. Ia senang sekali karena kini sahabat satu-satunya sudah mau menutup auratnya sama seperti dirinya, tiada kebahagiaan yang paling indah kecuali melihat sahabat sendiri mulai taat kepada perintah Allah, itulah yang Zaina rasakan saat ini.
"Aamiin, aku akan selalu doakan kamu agar istiqomah, kita saling mengingatkan ya, saling mengingatkan dalam hal kebaikan."
Zeya mengangguk, ia sempat mengusap air matanya yang terjatuh lirih, "Zaina terima kasih ya, terima kasih sudah mau menjadi sahabat aku, aku bersyukur bisa bersahabat sama kamu, kamu membawa hal positif dalam hidup aku, aku juga mendapatkan hidayah dari kamu, dari kamu yang selama ini tidak pernah lelah untuk mengingatkan aku kepada Allah."
Kini giliran Zeya yang berhambur memeluk Zaina dengan rasa haru yang luar biasa. Ia bersyukur karena memiliki teman dekat yang sholihah seperti Zaina, bahkan tanpa disangka telah membawa hidayah dari Allah untuknya.
"Sama-sama Zeya, ini semua karena Allah, Allah yang memberikan hidayah sama kamu, aku hanya perantaranya saja."
Usai berpelukan hangat dengan cucuran air mata haru, akhirnya sepasang sahabat ini melangkah bersama menuju kelas baru mereka setelah mereka dinyatakan naik ke kelas XI SMA. Dulu saat kelas X SMA mereka satu kelas dan sekarang mereka satu kelas lagi, Zaina dan Zeya sama-sama bersyukur karena Allah masih mengizinkan mereka untuk tetap satu kelas.
Kini Zaina dan Zeya sudah masuk ke kelas baru mereka, teman-teman yang lainnya juga sudah mulai berdatangan, Zaina memilih duduk di bangku tengah nomor dua sementara Zeya duduk di bangku bagian kanan tepat sebelah bangku Zaina.
Sementara di luar kelas ada dua orang siswa laki-laki yang sedang berjalan menuju kelas yang dimasuki oleh Zaina dan Zeya, mereka adalah sepasang teman dekat namun penampilannya berbeda jauh, yang satu penampilannya sangat keren ditambah paras wajahnya yang rupawan sehingga para siswi yang menatapnya tak bisa berpaling akan pesonanya, dialah Muhammad Xakiel Rafisky. Sementara siswa laki-laki yang satunya yang bernama Wafi Wahidan berpenampilan cukup keren, paras wajahnya juga cukup mendukung namun tak bisa menandingi ketampanan dan kekerenan sosok seorang Xakiel yang wajahnya seperti arti namanya yaitu tampan.
Setelah sampai di depan kelas mereka tidak lantas segera masuk, melainkan berdiri di samping ambang pintu sembari memandangi satu persatu siswi-siswi yang masuk ke kelasnya.
"Lo ngapain sih Kiel masih tebar pesona ke cewek-cewek lain?, lo kan sudah punya pacar," oceh Wafi yang tidak habis pikir dengan kelakuan Xakiel yang suka tebar pesona, untung tampan kalau tidak mungkin Wafi akan berpura-pura tidak mengenalinya.
"Gue sudah putus sama Maya," jawab Xakiel dengan santai.
Wafi yang mendengarnya malah terkejut sampai kedua matanya terbelalak tak percaya, "Lo seriusan sudah putus sama Maya?, kenapa putus?, Maya itu cewek tercantik di sekolah ini lho Kiel, banyak yang tergila-gila sama Maya, termasuk gue juga."
Xakiel terkekeh melihat ekspresi Wafi yang sepertinya tidak menyangka bahwa ia akan putus dengan Maya, siswi tercantik di sekolah mereka.
"Gue pengen putus saja, gue sudah bosan sama dia, lagi pula kita sudah nggak sekelas lagi, jadi gue mau cari yang baru di kelas ini, istilahnya, kelas baru pacar baru."
Wafi hanya bisa geleng-geleng kepala, orang tampan memang bebas melakukan apa saja, apalah dirinya yang hanya memiliki wajah biasa-biasa saja, jangankan cewek cantik akan tertarik padanya, semut yang berjalan di tembok saja ogah menoleh ke arahnya.
Kring.....
Suara bel masuk telah berbunyi, Xakiel dan Wafi pun masuk ke dalam kelas bersamaan dengan teman-teman sekelasnya. Xakiel memilih tempat duduk barisan pertama di bagian sisi kiri sementara Wafi duduk di belakangannya. Tak lama kemudian seorang guru perempuan dengan seragamnya yang rapi dan hijabnya yang indah masuk ke dalam kelas.
"Selamat pagi," sapanya dengan ramah.
"Pagi Bu," balas semua siswa dan siswi serentak.
"Saya ucapkan selamat datang di kelas XI B, dan perkenalkan nama saya Ibu Alma, saya adalah wali kelas kalian di sini, kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk bicarakan kepada saya ya, karena istilahnya saya adalah pengganti orang tua kalian di kelas ini, apa bisa dimengerti?"
"Mengerti Bu."
Alma tersenyum simpul, ia cukup lega karena anak-anak didiknya nurut dan patuh kepadanya. Semoga saja ini bukan karena hari pertama mereka bisa nurut dan patuh kepadanya, semoga seterusnya juga begitu.
"Oh iya kita harus membuat struktur kelas dulu ya, sebelum saya tunjuk apakah ada yang bersedia menjadi ketua kelas di sini?"
Siswa-siswi dengan kompaknya saling bertukar pandangan, kira-kira siapa diantara mereka yang bersedia untuk menjadi ketua kelas tanpa ditunjuk dan dipilih?
"Saya Bu."
Semua tatapan langsung tertuju ke arah seorang siswa laki-laki yang sedang mengacungkan tangan dan otomatis bersedia untuk menjadi ketua kelas.
"Iya, siapa namanya?," tanya Alma kepadanya.
"Nama saya Muhammad Xakiel Rafisky, panggilannya Xakiel Bu," ucap Xakiel dengan suara lantang.
Alma memberikan senyuman kepada Xakiel, tentunya senyuman salut karena keberanian Xakiel yang bersedia menjadi ketua kelas tanpa disuruh dan ditunjuk.
"Oke ketua kelas sudah ada, sekarang wakil kelas, ada yang bersedia?"
Suasana kembali hening, siswa-siswi hanya bisa menukar pandangannya masing-masing, belum ada yang mengacungkan tangan untuk menjadi wakil kelas.
"Saya Bu."
Suara itu bersumber dari bangku belakang, semua siswa-siswi kembali menoleh ke arah pemilik suara itu. Dia adalah siswa laki-laki yang paras wajahnya cukup rupawan dan penampilannya rapi dan bersih, ia dapat dikategorikan sebagai siswa teladan.
"Iya, namanya siapa?," tanya Alma lagi.
"Nama saya Rifad Yusman Bu, panggilannya Rifad," ucapnya sopan.
Mendengar nama itu terlontarkan tiba-tiba saja Zaina terdiam, dan detik berikutnya ia langsung menoleh ke arah siswa laki-laki yang baru saja memperkenalkan namanya.
"Rifad," ucap Zaina dalam hati.
Tanpa sengaja Rifad pun ikut menoleh ke arah Zaina, lalu tanpa berpikir panjang Rifad langsung menyapa Zaina dengan melemparkan senyuman tulusnya pada Zaina. Lantas Zaina ikut tersenyum namun hanya sekilas dan kembali menatap ke arah Alma yang sedang berdiri di depan kelas.
"Zaina, Rifad sekelas sama kita?" ucap lirih Zeya pada Zaina dengan tak menyangka.
Zaina hanya mengangguk dan kembali fokus menatap ke arah Alma, begitu juga dengan Zeya yang ikut menghargai kehadiran Alma sebagai wali kelasnya.
"Oke kelas kita sudah ada ketua dan wakilnya, sekarang tinggal sekretarisnya, saya mau sekretarisnya cewek ya, jadi untuk siswi-siswi yang berminat menjadi sekretaris silakan angkat tangan," ucap Alma sembari menatap satu persatu wajah para anak didiknya yang perempuan.
Cukup lama tidak ada suara dan acungan tangan dari haum hawa, Alma pun hendak bersuara kembali tetapi tiba-tiba ada suara yang lebih dulu mendahuluinya.
"Zaina Bu," celetuk Zeya dengan lantang.
Mendengar namanya disebut bahkan oleh sahabatnya sendiri, Zaina langsung menoleh ke arahnya, ia terbelalak karena Zeya menyebutkan namanya untuk menjadi sekretaris kelas.
"Mana yang namanya Zaina?" tanya Alma kepada para siswi.
Dengan ragu-ragu Zaina mengangkat tangannya sembari tersenyum canggung. Alma justru membalasnya dengan senyuman yang lebar.
Semua mata pun tertuju ke arah Zaina, termasuk Xakiel tapi hanya sekilas karena menurut Xakiel wajah perempuan yang bernama Zaina itu biasa saja, dan tidak masuk kriterianya terlebih Zaina memakai hijab, tidak menarik baginya bahkan ia merasa seperti sedang melihat karung beras di kelas.
"Zaina, apakah kamu bersedia menjadi sekretaris kelas?," tanya Alma kepada Zaina.
Zaina belum menjawabnya, ia merasa kurang bisa menjadi sekretaris kelas ini, dipikirannya pasti ada yang lebih bisa darinya.
"Zaina pasti mau Bu, soalnya dia kemarin di kelas X juga jadi sekertaris, jadi sudah berpengalaman Bu," sahut Zeya memberikan informasi kepada Alma tentang Zaina.
"Iya Bu, Zaina memang pernah menjadi sekretaris kelas, kebetulan saya juga sekelas sama Zaina," ucap Rifad ikut menimpali ucapan Zeya.
Zaina terdiam sejenak, ia menoleh sekilas ke arah Rifad, lalu ia kembali menatap ke arah Alma yang sudah menunggu jawaban darinya.
"Iya Bu, saya mau," ucap Zaina perlahan.
Alma pun tersenyum lega karena Zaina bersedia menjadi sekretaris kelas dan kini tinggal satu jabatan yang masih kosong dan harus segera diisi juga.
"Baik kalau begitu tinggal satu lagi, yaitu bendahara kelas dan biasanya yang pintar mengelola uang itu cewek, jadi untuk yang cewek siapa yang mau jadi bendahara kelas?, atau ada yang mau merekomendasikannya seperti Zaina tadi?"
Diam-diam Zaina menoleh ke arah Zeya, ia tersenyum ke arah sahabatnya yang tidak melihatnya, lalu Zaina kembali menghadap ke depan.
"Zeya bersedia Bu," ucap Zaina dengan lantang dan sukses membuat Zeya terdiam bak patung.
"Yang mana yang namanya Zeya?" tanya Alma sembari mencari wajah pemilik nama Zeya yang direkomendasikan oleh Zaina untuk menjadi bendahara kelas.
"Sa-saya Bu," jawab Zeya terbata-bata.
"Zeya apakah kamu bersedia menjadi bendahara kelas?"
Zeya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sejujurnya ia tidak bersedia menjadi bendahara kelas terlebih ia belum pernah menduduki jabatan itu tetapi mengapa sahabatnya, si Zaina malah menunjuk dirinya untuk menjadi bendahara kelas, yang ada nanti uang kelas itu malah jadi semangkok bakso di kantin.
"Maaf Bu saya bukannya tidak bersedia, tapi sebelumnya saya belum pernah jadi bendahara kelas Bu, jadi saya belum berpengalaman," jawab Zeya yang menolaknya dengan halus.
Alma tersenyum memakluminya, tetapi ia melihat sepertinya Zeya cocok untuk dijadikan bendahara kelas meskipun belum ada pengalaman dalam bidang itu.
"Tapi menurut Ibu kamu cocok kok jadi bendahara kelas, kamu orangnya jujur, tadi saja kamu jujur kan kalau kamu belum pernah jadi bendahara kelas, jadi saya yakin kamu bisa menjadi bendahara kelas yang baik, Ibu mau kamu bersedia menjadi bendahara kelas ya Zeya?!"
Rasanya kepala Zeya benar-benar gatal, sejujurnya ia tidak mau menjadi bendahara kelas, besar tanggung jawabnya, tetapi ia juga tidak mungkin menolak perintah Alma sebagai guru wali kelasnya, ah rasanya Zeya seperti buah simalakama, jadi serba salah.
Akhirnya Zeya memutuskan untuk menganggukkan kepalanya, ia bersedia menjadi bendahara kelas sekaligus ia bersedia memegang tanggung jawab yang besar, pokoknya jika sampai ada uang yang hilang ia akan menyalahkan Zaina karena Zaina yang telah menunjuk dirinya sebagai bendahara kelas, tapi ia akan berusaha untuk menjaga amanah dari Alma untuk menjadi bendahara kelas yang jujur dan amanah.
Akhirnya Alma dapat bernapas dengan lega karena struktur kelas sudah lengkap dan tinggal ditulis sebagus mungkin lalu ditempel di dinding kelas, tapi ada satu lagi yang belum dan ia meminta Zaina untuk membuatkannya.
"Sekarang struktur kelas kita sudah lengkap, tinggal satu lagi yaitu jadwal piket, Zaina Ibu minta tolong untuk dibuatkan jadwal piket kelas ya, nanti Zeya tolong bantu Zaina juga ya," pinta Alma kepada Zaina juga Zeya.
"In syaa Allah Bu," jawab Zaina lirih.
"Siap Bu," jawab Zeya bersemangat.
Sebagai sekretaris kelas memang salah satu tugasnya yaitu membuat jadwal piket kelas dan untungnya Zaina sudah berpengalaman akan hal ini jadi ia sudah mengerti dan tinggal membuat saja.
"Baik kalau begitu sekarang kita bisa mulai pelajarannya, namun sebelum itu saya akan mengabsen kalian dulu, saya ingin tahu nama-nama kalian, saya absen dulu ya."
"Iya Bu." Jawab siswa-siswi secara serentak.
💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙
*Assalaamu 'alaikum Kanca Ukhfira
Selamat datang kembali di cerita Ukhfira
🤗🤗🤗
Alhamdulillah Ukhfira sudah ada cerita baru
Masih anget-anget lagi
Semoga Kanca suka
Dan tentunya semoga dapat menebarkan manfaat
Aamiin Allahumma Aamiin
By the way on the bus way
Bagaimana nih Kanca kesan pertamanya setelah baca Asmara Belia bagian pertama
Penasaran kelanjutannya???
Ditunggu yaaa
Semangatin Ukhfira juga dengan like dan komen Kanca serta votenya jugaaaa
Oh iya satu lagi, Kanca baca nama Xakiel gimana nih pengucapannya???
Sakiel atau Sakil?
Yang bener itu Sakil ya Kancaaa
Tulisannya emang dibikin keren gitu😎, tapi jangan sampai salah baca ya Kanca😂
Noted: Kanca itu artinya teman, dari bahasa Madura, jadi buat yang suka sama karya Ukhfira kalian adalah Kanca Ukhfira alias Teman Ukhfira🤗
Madura, 21-11-2020
13.32 WIB
Ttd
Ukhfira
Wassalaamu 'alaikum Warohmatullah Wabarokaatuh*.
...Assalaamu 'alaikum Kanca...
...Selamat Membaca...
...Semoga Suka...
...💙💙💙...
Setelah pulang sekolah Zeya mengajak Zaina untuk pergi ke mall, ada yang ingin dia beli dan Zaina harus ikut bersamanya. Kini mereka sudah ada di toko baju muslimah dan Zeya sedang memilih-milih baju yang akan ia beli.
Setelah memantapkan hatinya untuk berhijab Zeya belum memiliki banyak pakaian yang sesuai syariat Islam makanya sekarang ia ingin membelinya, mengganti pakaian jahiliyah dengan pakaian muslimah yang sesuai dengan syari'at agama Islam.
Zeya sedang memilih-milih gamis yang bagus nan indah warnanya, Zaina yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala, dan sepertinya Zeya akan memborong semuanya.
''Aduh Zaina gamisnya bagus-bagus semua aku jadi pusing milihnya, jadi aku beli semua deh, ayo kita ke kasir,'' ajak Zeya yang sudah meraih lengan Zaina, namun Zaina melepasnya dengan lembut.
''Tunggu Zeya,'' ucap Zaina lirih.
''Iya, kenapa Zai?,'' tanya Zeya penasaran.
''Gamis ini mau kamu beli semua?,'' tanya Zaina sembari menunjuk ke arah gamis-gamis yang berada di tangan Zeya.
Zeya mengangguk penuh antuasias, tak sabar rasanya ia ingin memakai semua gamis-gamis cantik yang akan membuatnya semakin cantik meskipun sudah menutup aurat.
Zaina menampilkan senyuman terbaiknya, lalu ia menyentuh punggung tangan Zeya dengan lembut.
''Belinya seperlunya saja ya, nggak usah semuanya.''
Zeya menyerngitkan dahinya, ia tak mengerti akan ucapan Zaina yang memintanya untuk membeli gamis seperlunya saja.
''Lho memangnya kenapa Zai?, kita nggak boleh beli semuanya ya?,'' tanya Zeya mulai kebingungan.
''Bukan nggak boleh, tapi takut nggak kepakai, ujung-ujungnya nanti akan menumpuk di lemari juga, mubadzir jadinya, dan itu juga bisa menjadi ladang dosa buat kita karena kita menumpuk barang yang nggak kepakai.''
Perlahan Zeya mulai mengerti dan apa yang dikatakan sahabat sholihahnya ini benar sekali. Dari pada menumpuk dosa karena menumpuk baju di lemari lebih baik Zeya membeli seperlunya saja, nanti kalau sudah ada yang kekecilan, rusak atau yang lainnya ia akan membelinya yang baru, intinya saat ini ia akan membeli gamis yang akan dipakai sehari-hari saja.
''Iya Zai kamu benar, ya sudah kalau begitu aku beli beberapa saja ya, oh iya tolong bantu pilihkan ya, aku bingung nih pilih yang mana soalnya bagus-bagus dan cantik-cantik semua.''
Zaina kembali mengulas senyumannya, ''Zeya maaf ya sebelumnya, aku hanya ingin mengingatkan saja, pakaian yang kita pakai itu untuk menutup aurat kita bukan untuk mempercantik diri kita, jadi kita pilih yang biasa saja asal menutup aurat dengan benar.''
Seketika Zeya langsung tertegun, kedua matanya juga mulai berkaca-kaca, ia sampai kehabisan kata-kata karena penuturan Zaina yang cukup dalam dan mengena tepat di hatinya.
''Maa syaa Allah Zai kamu benar-benar perempuan yang sholihah, hal sekecil ini saja kamu perhatikan, aku sampai nggak tahu lagi harus ngomong apa untuk mengungkapkan kekagumanku sama kamu, kamu benar-benar sahabat surgaku, aku nggak akan pernah melepaskan kamu Zai, nggak akan pernah.''
Air mata Zeya luruh begitu saja, ia pun memeluk sahabatnya yang amat ia sayangi karena Allah, sahabat yang takkan pernah ia lepaskan selamanya.
''Kamu juga sahabat surgaku Zeya, kita saling mengingatkan dalam hal kebaikan ya, kalau aku salah tolong kamu tegur aku, jangan pernah sungkan untuk menegur aku,'' ucap Zaina yang tidak kalah terharunya karena memiliki sahabat seperti Zeya yang mudah untuk menerima nasihat darinya.
Usai pelukan keduanya berakhir, Zeya menaruh gamis-gamis yang tadi ia pilih ke tempatnya semula. Ia hanya akan membeli gamis yang direkomendasikan oleh Zaina, tentunya yang sesuai dengan syariat agama Islam.
''Sekarang tolong pilihkan aku gamis-gamis yang sesuai dengan syariat Islam ya Zai, soalnya aku nggak tahu seperti apa gamis yang sesuai dengan syariat Islam itu.''
Dengan senang hati Zaina pun memilihkan gamis-gamis yang sesuai dengan syariat Islam, ia mengambil tiga gamis polos berwarna gelap, yaitu hitam, dongker dan coklat tua lalu ia memperlihatkannya kepada Zeya.
''In syaa Allah ini Zey gamis-gamis yang sesuai dengan syariat Islam, polos, gelap dan longgar.''
Tanpa berpikir panjang Zeya langsung mengambil gamis-gamis itu dari tangan Zaina lalu ia kembali menarik tubuh Zaina dan memeluknya dengan erat.
''Maa syaa Allah Zaina terima kasih banyak, jazakillah khoiron,'' ucap Zeya disela-sela isak tangisan lirihnya.
Zaina pun membalas pelukan Zeya dengan penuh rasa sayang yang tak terhingga, ''Iya Zeya sama-sama, wa jazakillah khoiron,'' balasnya yang ikut terbawa suasana.
...*****...
Sementara Xakiel dan Wafi tidak pulang ke rumah setelah pulang sekolah melainkan masih mampir ke lapangan basket umum dan malah asyik main basket sampai lupa waktu dan hari pun mulai malam.
''Kok berhenti?, ayo main lagi,'' ujar Xakiel yang masih bersemangat padahal keringatnya sudah membanjiri seluruh tubuhnya.
''Lo nggak lihat ya Kiel langit sudah gelap begini, ini sudah mau malam, ayo pulang,'' ajak Wafi sembari menunjuk ke atas langit agar Xakiel melihat sendiri kalau langit sudah mulai menghitam pekat.
''Ya sudah ayo, tapi gue nginap di rumah lo ya.''
''Nggak bisa!, dikira rumah gue tempat penampungan, lagi pula lo kan punya rumah sendiri, gede lagi.''
''Nggak guna rumah gede tapi nggak ada penghuninya,'' ujar Xakiel ketus.
Wafi menyerngitkan dahi, tak mengerti akan maksud dari ucapan Xakiel yang menyebut rumahnya tidak berpenghuni padahal ia tinggal bersama kedua orang tuanya, lalu ke manakah mereka sampai tak dianggap ada di rumah besar bak istana itu oleh Xakiel?
''Nggak berpenghuni bagaimana maksudnya?, kan ada bokap sama nyokap lo, lo masih tinggal sama mereka kan?,'' tanya Wafi mulai terbawa arus kepo.
Xakiel menghela napas kesal, rasanya ia tak ingin menjawab pertanyaan itu karena hanya akan membuat suasana hatinya memburuk, tetapi jika tidak dijawab ia pastikan sendiri Wafi tidak akan mengizinkannya untuk menginap di rumahnya.
''Iya gue masih tinggal sama mereka, tapi sudah satu minggu ini mereka nggak pulang ke rumah, pada sibuk sama urusannya masing-masing, sampai lupa mereka kalau sudah punya anak, sudahlah nggak usah bahas keluarga gue yang nggak penting itu. Jadi sekarang bagaimana, gue diizinkan nginap di rumah lo nggak?!''
Awalnya Wafi merasa iba mendengar cerita tentang kedua orang tua Xakiel, tapi tiba-tiba saja Xakiel menghentikan ceritanya dan tak ingin membahas tentang kedua orang tuanya lebih jauh, alhasil air mata Wafi membatalkan niatnya untuk keluar.
''I-iya iya gue izinkan lo menginap di rumah gue, tapi lo kan nggak bawa baju ganti.''
''Ya gampanglah tinggal beli, punya otak kok hanya jadi pajangan, ya sudah ayo ke mall,'' ajak Xakiel sembari melangkah lebih dulu.
Sementara Wafi masih pada posisinya, ia sedikit kesal akan perkataan Xakiel namun saat mendengar nama mall, jiwa miskinnya langsung berguncang, dan tanpa berlama-lama lagi Wafi langsung berlari menyusul Xakiel.
''Mall I am cominggg,'' teriak Wafi kegirangan.
💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙
...Assalaamu 'alaikum Kanca...
...Alhamdulillah Bagian kedua sudah launching...
...Jangan lupa like, komen dan vote ya...
...Ukhfira tunggu partisipasinya...
...🤗🤗🤗...
...Assalaamu 'alaikum Kanca...
...Selamat Membaca ...
...Semoga Suka...
...💙💙💙...
Kring....
Bel pertanda istirahat telah berbunyi seorang guru laki-laki yang berparas tegas dengan rahang keras mulai keluar dari kelas XI B dengan diikuti oleh Zaina yang membawakan tumpukan buku milik dirinya dan teman-temannya yang baru saja dikumpulkan. Zaina beserta teman-teman sekelasnya baru saja mengerjakan tugas matematika yang membuat otaknya membeku. Setelah gurunya sudah pergi mereka langsung berhamburan keluar menuju kantin untuk mendinginkan otaknya lagi.
Usai menaruh buku-buku itu Zaina langsung keluar dari ruang guru dan ternyata Zeya sudah menunggunya di luar. Lalu dengan langkah bersamaan mereka menuju kantin sekolah namun hanya sebentar karena hari ini mereka ada agenda rapat rohis di musholla sekolah, jadi Zaina dan Zeya hanya membeli minuman untuk mendinginkan kepalanya yang sempat mendidih karena ulah si matematika.
''Assalaamu 'alaikum warohmatullah wabarokaatuh.''
''Wa 'alaikumus salaam warohmatullah wabarokaatuh.''
Rapat Rohis baru dimulai dengan ucapan salam dari seorang siswa laki-laki yang membuat Zaina dan Zeya tertegun serentak. Siswa laki-laki itu tidak asing lagi bagi mereka berdua, terlebih dia adalah teman sekelasnya.
''Zai, itu Rifad ngapain di sini?, sejak kapan dia jadi anak Rohis?,'' tanya Zeya dengan suara lirih kepada Zaina.
Zaina hanya menggelengkan kepalanya, ia juga tidak tahu mengapa Rifad bisa ikut rapat Rohis, padahal ia bukan bagian dari anggota Rohis.
''Perkenalkan nama saya Rifad Yusman, saya adalah ketua Rohis yang baru, saya harap kita dapat bekerja sama dengan baik untuk mensukseskan organisasi Rohis ini menjadi lebih baik dari sebelumnya,'' tutur Rifad memperkenalkan dirinya kepada seluruh anggota Rohis yang menyempatkan hadir para rapat kali ini.
Zaina terkejut atas penuturan yang baru saja disampaikan oleh Rifad, ia tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa Rifad akan menjadi ketua Rohis, jangankan menjadi ketua Rohis menjadi bagian dari anggota Rohis saja Zaina tidak pernah membayangkan sebelumnya, benar-benar seperti mimpi.
Usai rapat selesai semua anggota Rohis pun meninggalkan mushollah begitu juga dengan Zaina dan Zeya. Zaina masih teringat akan rapat tadi lebih tepatnya ia teringat akan ketua kelas yang baru, Rifad.
''Kok bisa Rifad jadi ketua Rohis ya Zai?, aku heran lho, padahal dulu dia kan-''
''Zaina.''
Suara seseorang yang sedang memanggil Zaina dari belakang berhasil menghentikan ucapan Zeya. Sontak mereka pun menoleh ke arah sumber suara tersebut, dan ternyata yang memanggil Zaina adalah Rifad, laki-laki yang baru saja dibicarakan oleh Zeya.
Kini Rifad sudah berdiri di hadapan mereka, senyumannya merekah tatkala bertatap muka dengan Zaina. Zaina membalasnya namun hanya sekilas.
''I-iya Rifad ada apa?,'' tanya Zaina sedikit terbata-bata.
''Aku mau mengucapkan terima kasih sama kamu,'' ujar Rifad dengan senyumannya tak pudar.
Zaina menyerngitkan dahinya, ia tidak mengerti akan ucapan terima kasih dari Rifad kepadanya, ''Terima kasih,'' tanyanya.
Rifad mengangguk lirih, ''Iya terima kasih, terima kasih karena dulu kamu sudah menolak cintaku dan membuat aku sadar hingga akhirnya aku bisa berubah menjadi lebih baik, seperti sekarang ini.''
''Mungkin kamu heran, karena sekarang aku sudah berubah, aku sudah berubah menjadi lebih baik dari diriku yang kemarin, itu semua berkat kamu Zaina, Allah memberikan aku hidayah lewat kamu, sekali lagi aku ucapkan terima kasih, terima kasih yang sebesar-besarnya.''
Wajah yang tadinya menyimpan rasa kebingungan kini mulai berubah, senyuman manis mulai terpatri di wajahnya, Zaina senang mendengar penuturan dari Rifad, ia tak menyangka begitu mudahnya Allah membolak-balikkan hati manusia, padahal ia masih ingat waktu kelas X SMA kemarin Rifad adalah siswa yang dapat dikategorikan sebagai siswa nakal. Zaina seperti melihat wajah baru pada diri Rifad, dalam hatinya ia ikut senang akan perubahan positif dari Rifad.
''Alhamdulillah aku ikut senang mendengarnya. Kalau begitu kita duluan ya, assalaamu 'alaikum,'' ucap Zaina sembari pamit undur diri bersama Zeya dari hadapan Rifad.
''Wa 'alaikumus salaam,'' jawab salam Rifad dengan tatapan yang masih tertuju kepada Zaina beserta senyumannya yang tambah mengembang.
...*****...
Zaina baru saja keluar dari kamarnya, ia menutup kembali pintunya dengan rapat, lalu ia berlajalan menuju ruang makan karena sang Ayah sudah menunggunya untuk makan malam bersama. Zaina terkejut saat sudah sampai di ruang makan dan melihat meja makan penuh dengan masakan sang Ayah. Banyak sekali Ayahnya masak malam ini padahal yang makan hanya mereka berdua.
''Ayah kok makanannya banyak sekali?, kita kan cuma makan berdua Yah?'' tanya Zaina dengan kebingungan.
''Kata siapa cuma makan berdua.''
Tiba-tiba terdengar suara lain yang menjawab pertanyaan Zaina, suara perempuan. Lantas Zaina pun menoleh ke arah sumber suara itu, dan ia melihat seorang perempuan paruh baya yang anggun dengan pakaian syar'inya beserta seorang anak laki-laki yang umurnya berkisar 9 tahun.
''Ibu.''
Senyuman Zaina langsung merekah setelah melihat perempuan itu yang tidak lain ialah Ibunya, Unaisha yang datang bersama sang adik, Lais. Tanpa berpikir panjang Zaina langsung menghampirinya dan berhambur memeluknya. Rasa rindu seakan tersingkirkan dengan pelukan hangat dari sang Ibu. Sementara Lais juga menghampiri Lutfan dan memeluknya, menumpahkan rasa rindu karena sudah tidak tinggal bersama lagi.
''Ayah,'' panggil Lais lirih.
''Lais jagoan Ayah,'' sapa Lutfan sembari mengelus lembut puncak kepala sang putra bungsu.
''Ibu ayo duduk, kita makan bersama malam ini,'' ajak Zaina usai mengakhiri pelukannya.
Unaisha mengangguk seraya tersenyum, ''Iya ayo,'' ucapnya lembut.
Acara makan malam kali ini begitu hangat dengan kehadiran Unaisha dan Lais, Zaina amat mensyukurinya karena tidak setiap hari mereka bisa makan bersama dalam satu meja yang sama. Senyuman kebahagiaan terpancar di wajahnya, makan malam yang sederhana namun begitu berharga.
''Zaina ambilkan nasinya ya Bu.''
Unaisha mengangguk lirih sembari terus memperhatikan sang putri sulung yang begitu perhatian kepadanya. Begitu juga dengan Lais yang tidak mau kalah dari sang Kakak, ia mengambilkan makanan untuk sang Ayah. Unaisha dan Lutfan sama-sama bersyukur karena anak-anak mereka begitu perhatian kepada mereka.
''Jagoan Ayah ayo pimpin doa,'' titah Luftan kepada Lais.
Lais pun menurutinya, kemudian menengadahkan kedua tangannya dan melafalkan bait-bait doa sebelum makan. Zaina, Unaisha dan Lutfan ikut menengadahkan kedua tangannya dengan khusyu'.
''Sekarang kita makan,'' ujar Lais bersemangat.
Hal ini menghadirkan gelak tawa dari semuanya, kemudian ikut mencicipi makannya dan tidak mau kalah semangat dari anak kecil yang mulai menyantap makanannya dengan lahap.
''Ibu bagaimana masakan Ayah, enak kan?!, nggak kalah sama masakan restoran kan?!,'' tanya Luftan kepada Unaisha disela-sela acara makan malam mereka.
Unaisha terkekeh, kemudian ia tidak segan untuk mengacungkan kedua jempolnya, menandakan bahwa masakan sang mantan suami benar-benar memanjakan lidahnya.
''Maa syaa Allah enak banget ini lho Ayah, wah sekarang Ayah sudah jago masak ya, sepertinya Ibu kalah nih,'' canda Unaisha sembari terus mengunyah.
''Tidak dong Ibu, masakan Ibu tetap yang paling enak, benar kan anak-anak?,'' ujar Lutfan meminta persetujuan dari putri dan putranya.
Zaina mengangguk seraya mengacungkan kedua jempolnya kepada sang Ibu, ''Iya Ibu, Ayah benar, masakan Ibu tetap yang juara, Zaina jadi ingin makan masakan Ibu deh.''
''Kalau begitu gantian, besok malam kita makan di rumah Ibu, bagaimana, apakah Ibu bersedia?,'' ucap Lutfan seraya bertanya kepada Unaisha.
Unaisha menampilkan wajah berpikir, hal ini membuat Zaina cemberut dibuatnya.
''Ibu kok masih mikir-mikir sih?, masa Ibu keberatan kalau Zaina sama Ayah makan di rumah Ibu?,'' tanya Zaina dengan bibir manyun.
Unaisha langsung tertawa, ia tidak tahan melihat wajah sang putri yang lucu sekali ketika sedang cemberut seperti ini.
''Iya Zaina, Ibu nggak keberatan kok kalau Zaina sama Ayah makan di rumah Ibu, justru Ibu senang apalagi Lais pasti senang, iya kan Lais?''
Lais pun menganggukkan kepalanya dengan cepat, kemudian ia melanjutkan melahap makanannya. Lutfan yang melihatnya langsung mengelus kepalanya, mengekspresikan rasa sayangnya kepada Lais.
''Alhamdulillah, Ayah, Ibu terima kasih ya kalian sudah menjadi kedua orang tua yang hebat untuk Zaina dan Lais, meskipun Ayah dan Ibu sudah tidak bersama lagi tapi Ayah dan Ibu mau berkumpul bersama kami menjadi keluarga yang lengkap.''
Ucapan tulus dari mulut Zaina cukup menyentuh hati Lutfan dan Unaisha. Mereka saling memandang satu sama lain lalu saling beralih memandang Zaina juga Lais. Unaisha mencoba kuat dengan senyumannya meskipun air mata mulai menampakkan dirinnya. Begitu juga dengan Lutfan, ia mencoba tersenyum lebar untuk menyingkirkan rasa bersalahnya yang selama ini ia pendam.
''Zaina sampai kapanpun kita akan tetap menjadi satu keluarga, keluarga yang bahagia,'' ucap Unaisha sembari membawa Zaina ke dalam pelukannya dan mencium puncak kepalanya.
''Iya Zaina, apa yang dikatakan Ibu benar, meskipun Ayah dan Ibu sudah berpisah tapi in syaa Allah selamanya kita akan tetap bersama, tetap menjadi satu keluarga,'' timpal Lutfan ikut meyakinkan sang putri bahwa mereka akan tetap bersama, tetap menjadi sebuah keluarga yang bahagia apapun keadaannya.
Zaina menganggukkan kepalanya, ia percaya akan ucapan Ayah dan Ibunya yang berasal dari lubuk hati mereka yang terdalam. Meskipun kenyataannya kedua orang tuanya tidak bisa bersatu seperti dulu, tetapi ia akan tetap mensyukurinya, setidaknya keluarga mereka tetap bersatu dan saling menyayangi layaknya keluarga pada umumnya.
''Ya Allah semoga kami selalu bersama dan bahagia seperti sekarang ini meskipun kami tidak bisa tinggal bersama lagi. Aku tetap bersyukur ya Allah karena kedua orang tuaku masih tetap berhubungan baik dan tetap kompak menjadi Ayah dan Ibu untuk aku dan Lais,'' ucap Zaina dari dalam lubuk hatinya yang terdalam.
💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙
...Assalaamu 'alaikum Kanca...
...Alhamdulillah Bagian ketiga sudah launching...
...Jangan lupa like, komen dan vote ya...
...Ukhfira tunggu partisipasinya...
...Mator Sakalangkong...
...🤗🤗🤗...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!