Siang itu di sebuah tempat pemakaman umum sedang dipadati para pelayat yang turut mengiringi jenazah sang Ibu dari Lisa maheswari,
gadis belia berusia 19 tahun yang baru saja lulus dari bangku SMA ini mau tidak mau ia terpaksa harus menelan kenyataan pahit kehilangan Ibunda tercinta untuk selamanya.
Tak henti-hentinya Lisa terisak memeluk sebuah nisan milik Ibunya. air mata yang tak henti-hentinya mengalir membuat matanya sebab dan wajah yang pucat pasi, tak ada lagi terlihat senyum manisnya yang mampu membuat orang lain tersenyum dengan kecantikan wajah dan keanggunanya. Lisa sebenarnya orang yang sangat periang, ia senang menghibur dan menolong teman-temannya yang sedang dalam kesusahan. ia pun di kenal banyak orang lantaran kebaikanya itu.
namun sekarang di saat ia dalam kesedihan, tak ada seorang pun yang mampu menghibur hatinya.
"kami semua turut berduka cita ya nak Lisa."
"kamu yang sabar ya nak."
"kuatkan hatimu nak, agar Ibumu tenang di alam sana."
"yang sabar ya Lisa."
"kak Lisa yang sabar ya."
bergantian para pelayat berpesan menenangkan hati Lisa dan kemudia mereka berpamitan untuk meninggalkan pemakaman.
kini hanya tinggal Lisa seorang diri dan tetap pada posisinya memeluk batu nisan sang Ibu. ia tidak mempunyai sanak saudara di desa tempat tinggalnya, meskipun semua warga desa menganggapnya saudara. tetapi tidak ada tempat untuk ia mengadu, menumpahkan seluruh isi hati dan kesedihanya.
Ia teringat akan pesan Ibunya di saat detik-detik terahir. Ibu nya menyodorkan selembar kertas putih yang terlihat sudah lecek dan kusam, tulisanya pun hampir tidak terbaca, seprtinya selembaran kertas itu sudah lama usianya hingga tulisanya pudar termakan waktu.
"nak jika nanti Ibu telah tiada, pergilah temui Ayahmu." ucap Bu Yuni dengan suara yang terputus-putus.
"Ibu jangan berkata seperti itu Bu. Ibu akan sehat lagi sepertu sedia kala." jawab Lisa menguatkan Ibunya.
"tidak nak, rasanya Ibu sudah tidak kuat lagi, ambil ini nak, ini adalah alamat Ayahmu."ucap Bu Yuni menyodorkan ssecarik kertas bertuliskan alamat.
"untuk apa Bu, Ayah sudah meninggalkan Ibu, dia sudah tidak menganggap kita lagi Bu. bahkan hingga usiaku 19 tahun aku tidak tahu dan tidak pernah tahu wajah Ayahku seperti apa. apa lagi tempat tinggalnya Bu. jawab Lisa yang kini mulai menitikan air matanya.
"kamu jangan berkata seperti itu nak, walau bagaimanapun juga, dia tetap lah Ayahmu, darah dagingmu ini sebagian milik Ayahmu. kamu tidak boleh durhaka padanya." ucapnya lagi dengan nafas yang semakin berat.
"tapi bagaimana jika nanti Ayah tak mengenaliku dan tidak menerimaku disana Bu." jawab lisa.
"ketahui lah nak, Ayahmu itu sebenarnya orang baik, beliau pasti dengan senang hati menerimamu, bawalah ini nak sebagai bukti bahwa kau adalah putrinya." Bu Yuni kemudian menyodorkan sebuah kalung emas berisikan liontin kunci kepada Lisa.
"Lisa ayo kita pulang." ajak seorang pemuda berkulit putih dengan tato di sebagian tubuhnya berdiri di belakang Lisa memanggil namanya yang seketika tersadar dari lamunanya. dia adalah Danu Subroto, putra dari pemilik perkebunan teh tempat dimana Ibunya bekerja selama puluhan tahun. yang sudah sejak lama menginginkan Lisa menjadi kekasihnya, namun Lisa terus saja menolak karna Lisa sama sekali tidak memiliki perasaan cinta padanya.
"mas Danu pulang saja duluan, saya masih ingin disini bersama Ibu saya." tegas lisa.
"sudah lah Lisa, Ibu mu itu kan sudah mati, tidak mungkin bisa bangun lagi, ayo lah kita pulang." ajak Danu memaksa.
Lisa yang mendengar ucapan Danu itu sama sekali tidak memperdulikanya. ia masih berada pada posisis awal.
Danu menghela nafas panjang kemudian berjalan meninggalkan Lisa.
setelah Danu pergi hingga tidak terlihat oleh pandangan matanya kemudian Lisa berdiri perlahan,
"Bu Lisa pulang ya. besok lisa kembali lagi.semoga Ibu tenang disana." ucap Lisa dengan suara parau sambil menyeka air matanya yang terus saja mengalir tanpa henti, kemudian ia berpaling meninggalkan pemakaman.
jarak pemakaman dari rumah Lisa tidak lah jauh, hanya dengan berjalan kaki saja bisa segera sampai di rumahnya.
Lisa membuka pintu rumahnya, di pandanginya sudut sudut sekeliling ruangan, nampak bayangan seperti Ibunya tengah menyapu, memasak, menyiapkan mkanan, bercanda bersamanya dan juga kadang memarahinya. ingatanya masih sangat kuat dengan Ibunya, wajar saja karna baru tiga hari yang lalu mereka bercanda tawa bersama tiba tiba Ibunya mendadak pingsan, dan setelah diperiksa ternyata Ibunya mengalami kangker hati. betapa terkejutnya ia saat itu, apa lagi setelah mendengar Ibunya yang sengaja menyembunyikan penyakitnya selama ini, karna sang Ibu tidak ingin membebani putrinya, sang Ibu hanya ingin putrinya fokus bersekolah supaya nanti mampu bersaing dengan saudara saudaranya yang tinggal di kota Jakarta.
Tiga hari kemudian pagi-pagi sekali Lisa bergegas menuju Rumah milik Pak Yadi Subroto pemilik perkebunan teh terbesar di Desa nya. Lisa kemudian segera menemui Pak Yadi di Ruangan nya.
"selamat pagi Pak, maaf pagi pagi saya sudah mengganggu." ucap Lisa dengan hati hati.
"oh tidak masalah nak Lisa, silahkan duduk dulu." Lisa kemudian duduk tepat di depan meja Pak Yadi.
"begini Pak, maksud kedatangan saya kesini, saya ingin mengambil sisa gaji Ibu saya yang masih tersisa Pak." ucap Lisa
"oh sebentar ya Bapak cek dulu." jawab pak Yadi ramah seraya membuka buku catatanya. sekitar 1 jam Lisa menunggu akhirnya Pak Yadi selesai mengecek data gaji sang Ibu.
"ini nak." ucap Pak Yadi seraya menyodorkan amplop berwarna putih berisikan total gaji.
"terimakasih Pak."ucap Lisa tersenyum.
sebelum Lisa hendak beranjak meninggalkan Ruangan, Pak Yadi lebih dulu mencegah nya.
"tunggu nak Lisa, ada yang mau saya bicarakan padamu."ucap pak Yadi
"masalah apa ya Pak?"tanya Lisa penasaran.
"nak Lisa kan sekarang sendirian, pekerjaan juga belum punya. bagaimana jika nak Lisa saya jadikan sebagai menantu saya, karna sepertinya anak saya Danu sangat menyukai nak Lisa, dia pasti akan sangat senang apabila saya menikahkan kalian. dan kamu Lisa, tidak perlu susah susah lagi mencari pekerjaan karna bersama anak saya semua kebutuhan kamu akan terpenuhi." jelas Pak Yadi.
Lisa tersenyum mendengar penuturan Pak Yadi tentang jaminan untuk hidup mewah bersama anaknya, namun apabila tidak adanya rasa cinta di hati Lisa apakah akan mampu membentuk keluarga yang harmonis? apalah gunanya hidup bergelimang harta namun hati tersiksa dengan penuh paksaan. apa lagi Lisa tahu bahwa Danu suka mabuk mabukan di jalan dan main perempuan, itu sama sekali bukan Type Lisa.
" em saya merasa terhormat sekali atas tawaran Pak Yadi tersebut, tapi maaf sebelumnya Pak. saya tidak bisa menerimanya, karna saya harus berangkat ke jakarta besok untuk menemui ayah saya. tapi saya sangat sangat berterima kasih atas tawaran Bapak." jelas Lisa.
"Ayah kamu? jadi kamu masih memiliki Ayah?"tanya Pak Yadi
"Benar Pak. beliau sekarang berada di kota Jakarta."tutur Lisa.
"Baik lah nak Lisa, saya tidak akan memaksakanmu jika kamu tidak setuju, pergilah dan temui Ayah kamu, tpi jika kamu sudah sampai dan menemui Ayah mu lalu berubah pikiran, kamu masih bisa kembali ke Desa ini untuk memenuhi tawaran saya." ucap Pak Yadi dengan sangat ramah.
"terimakasih banyak Pak, kalau begitu saya mohon diri untuk meninggalkan tempat Bapak." ucap Lisa dengan penuh kesopanan.
"silahkan nak. berhati hatilah dan jaga dirimu baik baik." pesan Pak Yadi kepada Lisa dengan penuh rasa iba.
Lisa membalas ucapan Pak Yadi dengan anggukan dan senyum manisnya kemudian berlalu dan menghilang di balik pintu.
malam itu Lisa sedang membereskan pakaian dan barang barang lain nya untuk keberangkatan nya besok pagi. tidak lupa ia memasuka foto Ibunda tercintanya, sebelum foto itu dimasukan kedalam koper miliknya, di pandanginya sejenak foto itu lalu di peluk dengan sejuta kerinduan, tak terasa butiran bening mengalir lagi dari matanya yang bulat dan hitam itu.
Lisa tak ingin berlarut larut lagi dengan kesedihanya. ia harus kuat menjalani hidupnya kedepan. saat ia hendak memasukan foto di dalam koper, tiba tiba foto itu terjatuh dan terlepas dari bingkai nya. terlihat di balik foto Ibunya ada sebuah kertas foto lain yang menempel.
Lisa kemudian membuka lembaran foto itu dan ternyata adalah gambar seorang laki laki setengah badan yang gagah dan agak mirip denganya.
apakah ini ayah ku? wajahnya sangat gagah, dan hidung mancung nya sangat mirip dengan ku. ucap Lisa dalam hati.
ia kemudian merapikan kembali foto itu dan memasukanya kedalam koper dengan sangat hati hati. setelah ia mencium foto itu tentunya. Lisa kemudian naik ke atas ranjangnya. membaringkan tubuhnya yang terasa sangat lelah, kemudian perlahan ia memejamkan matanya dan terlelap bersama gelapnya malam.
Jam sudah menunjukan 05.00, Lisa terbangun seketika dari tidurnya lantaran mendengar jam beker nya yang berbunyi sangat keras, ia belum terbiasa dengan alaram jam bekerbnya, biasanya setiap pagi Ibu nya lah yang selalu one time membangunkan nya dengan sentuhan lembut penuh kasih sayang.
"oh Ibu kau segalanya. tanpamu aku seperti mati Bu, kenapa tidak aku saja yang mati lebih dulu." desis Lisa pelan seraya menyeka air matanya yang tak mampu di bendung lagi.
Lisa kemudian melangkah ke kamar mandi yang berada di bagian belakang rumahnya.
sehabis mandi Lisa lalu berdandan rapi, menyisir rambutnya yang hitam panjang kemudian di jalin menjadi 2 seperti anak anak perempuan Desa sebayanya.
setelah itu kemudian ia keluar rumah, menyusuri jalan setapak kecil dan berbatu untuk membeli sarapan dan bekal makanan untuk di jalan nanti.
"nak Lisa tumben pagi pagi sudah rapi begini mau kemana." tanya seorang dagang pemilik warung tersebut yang bernama mbok Jum
"saya mau ke Jakarta Mbok, saya pesan nasi nya 3 bungkus ya." jawab Lisa.
"untuk apa kamu ke Jakarta nak?" tanya Mbok Jum pemilik warung itu.
"mencari Ayah saya Mbok." jawab Lisa lesu.
"owalah jadi kamu masih punya Ayah toh nak, kamu harus hati hati kalau mau kesana. kata orang disana tempatnya para penjahat dan kejahatan terjadi setiap harinya." tutur mbok Jum.
"benar Mbok saya tahu itu." ucap Lisa datar.
"kamu harus hati hati ya nak Lisa. dan semoga Tuhan selalu melindungi nak Lisa." ucp Mbok Jun seraya menyodorkan 3 bungkus nasi kepada Lisa.
"terimakasih ya Mbok." seraya menyodorkan sejumblah uang untuk membayar nasi itu. kemudian ia berbalik menuju pintu keluar warung tersebut.
"jangan lupa untuk kembali ke Desa ini lagi ya nak Lisa, kami semua pasti akan merindukanmu." teriak Mbok Jum. Lisa membalikan badan nya, mengangguk dan memberikan senyum manisnya, kemudian melanjutkan langkahnya.
setelah semua persiapan telah lengkap dan perutnya sudah terisi, Lisa kemudian bergegas menuju pos tukang ojek yang berada tak jauh dari rumahnya. ia berjalan sambil menyeret tas kopernya yang berat penuh berisi.
"mang tolong antarkan saya menuju setasiun kereta api ya." ucap Lisa kepada salah seorang tukang ojek tersebut
"baik neng ayo naik." ajk si tukang ojek tersebut lalu Lisa naik di belakangnya dan barang-barangnya berada di depan.
Lisa kini sudah berada di dalam kereta, guncangan demi guncangan dan suara kereta membuatnya mengantuk dan tertidur di dalam kereta.
sampai ada seseorang yang mendorong bahunya dengan keras yang membuat Lisa kemudian terbangun dari tidurnya.
"sudah sampai mbak." ucap seorang pemuda yang sangat tampan di belakang dirinya. Lisa tertegun melihatnya. karna baru kali ini ia melihat laki laki yang sangat tampan, tubuhnya yang kekar dan tinggi, berkulit putih dan bersih, dengan rambut yang tertata rapi.
lama ia memandangi pemuda itu, kemudian tersadar dengan sendirinya, setelah itu lalu ia turun dari kereta dan menuju terminal bus.
Lisa melanjutkan perjalananya lagi menggunakan bus antar kota. ia masih terbayang dengan sosok pria tampan yang ia temui saat di dalam kereta tadi.
"tampan sekali orang itu, kira kira seberapa cantik pendampingnya ya?" gumannya dalam hati.
Jam menunjukan pukul 04.00 sore.
ketika sebuah bus antar kota memasuki terminal. begitu bus berhenti di areal pemberhentian . dari dalam bis itu keluar para penumpang termasuk Lisa.
begitu menjejakan kedua kakinya di tanah, Lisa menengadahkan wajahnya memandang ke langit.
"inikah Jakarta? uhh panas sekali." keluh gadis desa itu dalam hati, sembari menyeka keringat di pelipisnya.
baru sekali ini Lisa menginjakan kakinya di kota Metropolitan Jakarta. sehingga diapun tak tahu sebelumnya kalau Jakarta panas, kalau Jakarta kota macet dan sebrawut. yang Lisa dengar dari beberapa orang tetangganya yang sering ke Jakarta, kalau kota Metropolitan ramai, banyak gedung-gedung tinggi pencakar langit, segala macam hiburan dan kesenangan ada.
kini Lisa sudah berada di Jakarta, namun ia tak tahu kemana harus melangkah untuk bisa menemukan tempat tinggal Ayahnya. ia belum pernah sekalipun ke Jakarta sebelumnya, jadi ia benar-benar bingung harus bagaimana. memang ia mengantongi alamat keluarga pak Hadi Ayahnya, namun ia tak tahu di wilayah mana alamat itu berada dan harus naik apa agar sampai di alamat tersebut.
setelah sesaat terdiam, Lisa kemudian memutuskan untuk mencoba bertanya pada salah seorang yang ada di terminal.
"permisi Bu." ucap Lisa begitu mendapatkan seseorang yang di harapkan bisa menilongnya.
"ya ada apa?" jawab seorang ibu paruh baya tersebut.
"mau tanya Bu." ucap Lisa merogoh salah satu kantong depan jaket nya, mengeluarkan secarik kertas bertuliskan alamat rumah Ayahnya.
"kalau mau ke alamat ini, dari sini naik apa ya Bu?" tanya Lisa sembari menyodorkan kertas bertuliskan alamat rumah Ayahnya pada perempuan paruh baya itu, yang segera menerima dan membaca tulisan pada secarik kertas itu.
"ini kan rumah keluarga pak Hadi Hermawan." tukas perempuan paruh baya tersebut yang sedang memegangi kertas alamt itu.
"iya benar sekali Bu, jadi ibu kenal dengan Pak Hadi." tanya Lisa dengan mata berbinar dan senyumnya.
"memangnya siapa yang tidak mengenal Pak Hadi, pengusaha kaya raya yang terkenal itu. saya sangat dekat dengan rumahnya, kalau adik mau, ayo ikut saya." jelas perempuan paruh baya tersebut.
"wah kebetulan sekli Bu dan saya mau sekali ikut dengan Ibu."
mereka kemudian naik di dalam angkutan umum bersama.
"memangnya Adik ini dari mana dan perlu apa mencari pak Hadi? oh ya panggil saja saya buk Ida."
"saya Lisa Bu, saya dari Desa Kemuning ,Karanganyar, dan saya adalah anak Pak Hadi dari istri pertamanya." tutur Lisa
"jadi Bu Dewi itu istri kedua nyak Pak Hadi?" tanya Bu Ida.
"benar Bu, beliau sudah lama berpisah sejak saya belum lahir." jawab Lisa.
setelah lama berbincang mobil angkutan umum telah sampai di tujuan mereka, penumpang pun turun, begitu juga dengan Lisa dan Bu Ida.
"nah kita sudah sampai nak Lisa, mari saya antar sampai kedepan rumah Pak Hadi." ucap Bu Ida, Lisa kemudian mengekor di belakangnya.
"inilah rumah beliau nak." ucap Bu Ida seraya menunjuk ke arah rumah yang berada di depan mereka,
rumah yang sangat besar, mewah dan megah bagai istana di negeri dongeng, dengan halaman nya yang luas dan tertata rapi penuh bunga- bunga indah bermekaran. tampak beberapa mobil yang sedang parkir di garasi bagian samping rumah tersebut. Lisa sangat terkesima melihat pemandangan itu. karena di Desa nya belum pernah ia melihat rumah se megah itu.
***
sore itu Pak Hadi bersama keluarga tampak duduk-duduk di ruang keluarga menyaksikan acara televisi sambil ngobrol bersama. hal ini sangat jarang terjadi,karna kebetulan ini adalah hari minggu, biasanya Pak Hadi yang selalu sibuk di kantornya beserta anak-anaknya yang aktif menuntut ilmu dan Bu Dewi yang sibuk mengurusi butik nya. maka dari itu, selain hari minggu rumah akan nampak sangat sepi, hanya ada 2 orang pembantu, dan seorang lagi tukang kebun rumah mereka.
"pa liburan akhir semester nanti kita pergi ke puncak yuk pa." ajak Radit Hermawan ia adalah putra bungsu dari 2 bersaudara, ia berusia sekitar 17 tahun dan kini masih duduk di bangku SMA.
"masih jauh dek, ini kan baru aja lewat tengah smester." sela kakaknya sintya Hermawan yang adalah putri pertamanya, ia seumuran dengan Lisa, hanya berbeda beberapa bulan saja, kini ia sudah kuliah di salah satu universitas ternama di kota tersebut.
"biarin aja, yang penting aku sudah minta dari awal sebelum kakak yang minta liuburan ke luar negri terus." ucap Radit membela diri. karna selama ini setiap liburan kakaknya selalu meminta untuk pergi keluar negri bersama.
"sudah- sudah, papa pasti akan mengajak kalian berlibur, tetapi papa gak janji itu kapan, karena masih banyak tugas yang perlu papa kerjakan, dan sangat sulit mencari waktu luang." tegas sang Ayah.
"yahh papa." ucap Radit lesu
"ah sudah ku duga." tambah Sintya.
"sudahlah nak, kalian ini kan sudah dewasa, bukan anak TK lagi, seharusnya kalian mengerti dengan apa saja kesibukan papa." ucap sang Ibu menengahi.
"iya mama.." ucap Sintya dan Radit serempak.
tak lama kemudian datang seorang pembantu menghampiri mereka.
"permisi Tuan, di depan ada seorang gadis yang sedang menunggu untuk bertemu dengan tuan."tutur bik Inah pembantu yang sudah sangat lama bekerja di rumah mereka.
"siapa dia bik?"tanya Pak Hadi.
"saya juga tidak tahu Tuan, tapi dari penampilanya sepertinya dia dari Desa." jawab Bik Inah.
mendengar penuturan Bik Inah, mereka semua kemudian keluar berhamburan menuju halaman depan rumah, mereka penasaran akan tamu yang ingin betemu dengan Pak Hadi.
di depan pintu tampak seorang gadis tengah duduk di kursi depan pintu rumah mereka, Lisa membalikan badan nya setelah mendengar suara langkah kaki yang sedang menghampirinya.
"maaf adik ini siapa ya, dan ada perlu apa mencari saya?" tanya Pak Hadi
"saya Lisa Pak, dan saya kesini atas perintah Ibu saya, untuk memberikan ini pada Bapak."jawab Lisa sembari menyodorkan sebuah kalung emas dengan liontin kunci.
Pak Hadi mengambilnya dari tangan Lisa, di perhatikanya kalung itu, lama ia tertegun seperti sedang mengingat sesuatu.
"Radit tolong ambilkan papa kotak musik emas yang berada di kamar papa." perintah Pak Hadi kepada putranya.
Bu Dewi dan Sintya hanya terdiam dan penuh tanya dalam hati mereka sembari terus memandangi gadis itu dari atas kebawah. penampilanya sangatlah terlihat aneh bagi mereka, dengan rambutnya yang terjali menjadi 2, jaketnya yang besar dan roknya yang mencapai mata kaki.
tak lama kemudian datanglah Radit dari kamar papa nya kemudian menyerahkan sebuah kotak musik emas kepada papa nya.
Pak Hadi kemudian mengarahkan kunci itu kepada kotak musik tersebut, kemudian menancapkan kuncinya. dan seketika kotak musik itu bergerak terbuka perlahan dan mulai terdengar alunan musik klasik dengan boneka yang menari berputar putar di bagian tengah yang membuatnya terlihat semakin indah.
tangan pak Hadi gemetar memegangi kotak musik tersebut, pandanganya nanar, di pandanginya lagi gadis yang tengah berada di depanya itu.
"ini benar kamu anak ku, anak dari istriku Yuni? tanya Pak Hadi dengan raut wajah tegang.
"iya benar." jawab Lisa datar
"kemari lah nak aku adalah Ayahmu." Pak Hadi kemudian menghampiri Lisa dan segera memeluknya dengan isak tangis kerinduan. karena sudah sejak lama ia merindukan putri nya. dan kini ia sudah berada di depan putrinya itu. namun membuat istri dan anaknya sangat tercengang melihat pemandangan tersebut.
"apa apaan ini pa?" ucap Bu Dewi dengan nada tinggi.
"ma ini adalah anak ku Lisa anak dari Yuni."terang Pak Hadi.
"ya tuhan akhirnya kalian di pertemukan kembali." jawab Bu Dewi terharu. ia tahu saat ia menikah, suaminya itu telah memiliki istri, namun ia tidak mampu menolak ke inginan orang tua nya untuk di nikahkan dengan seorang pria yang adalah anak sahabatnya itu.
"apa? aku memiliki saudara semacam ini?" cetus Sintya tidak terima.
"benar nak, dia adalah kakak mu, anak kandung papa mu namun terlahir dari rahim yang berbeda." jelas Bu Dewi.
"gak mungkin ma, aku tidak mau memiliki saudara semacam ini, lihat saja penampilanya, aneh, kumuh dan kucel begitu, apa kata teman-teman ku nanti kalau mereka tahu aku punya saudara anak kampung ma? mau di taruh di mana muka ku ini." ucap Sintya ngotot tidak terima.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!