"Rania kakak mohon untuk terakhir kalinya, biarlah kali ini kamu menolong kakak. Kamu tidak mau berterima kasih kepada keluarga kakak karena telah mengurus kamu sejak kecil" Salsa yang biasa memperlakukan buruk kepada Rania kini bersimpuh dihadapannya.
Rania yang sering dianggap seorang ‘pembantu’ di keluarga Salsa kini diperlakukan layaknya ‘ratu’ karena permintaan tidak masuk akal Salsa.
Rania menangis mendengar omongan kakak nya, Apa kali ini ia harus mementingkan kebahagiaan kakak nya lagi?
Bahkan ia tidak meminta keluarga tersebut untuk mengambilnya di panti asuhan saat kecil. Bukan ia tidak tahu terima kasih, tetapi untuk apa Rnia diasuh jika hanya diperlukan untuk membersihkan seisi rumah. Ia hanya diperlukan dan dianggap keluarga tersebut hanya untuk menutupi segala kesalahan yang Salsa perbuat, kecuali ayahnya yang selalu sayang kepada dirinya.
Tetapi untuk menikah dengan suami kakak nya hanya untuk menghasilkan seorang keturunan dan setelah itu ia akan diceraikan ia benar- benar tidak bisa. Menurut Rania pernikahan sangat lah sakral, satu kali seumur hidup.
Gila!
"mamah mohon nak, kamu tidak kasian sama kakak kamu" kali ini mamah Salsa memohon, seorang ibu yang selalu memperlakukan buruk pada anaknya
'Mamah hanya mementingkan kebahagiaan kakak saja. Lagipula mamah hanya menganggap aku anak saat seperti ini, disaat aku susah mamah tidak pernah sekalipun menoleh kepadaku!' bisakah Rania berteriak seperti itu, tetapi berkata seperti itu hanya semakin bikin runyam keadaan.
Rania menoleh kepada Dimas suami dari kakaknya tersebut. Laki-laki tersebut hanya memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, seperti tatapan yang meremehkan dirinya.
"aku gak bisa" ucap Rania pelan
"Benar-benar anak yang tidak tahu diuntung! sudah berapa biaya yang saya keluarkan hanya untuk menghidupi kamu, ini balasannya! jika kamu tidak mau, maka bayar saya 500 juta untuk membayar semua keuangan yang telah saya keluarkan untuk kamu"
Rania terisak, disaat seperti ini ia sangat merindukan ayahnya. Keinginan ayahnya lah untuk mengadopsi dirinya. Mamah dan kakaknya akan berbuat baik hanya didepan ayahnya, tetapi dibelakang ayahnya ia diperlakukan layaknya seorang pembantu.
Tetapi semenjak ayahnya meninggal dua tahun yang lalu, semua berubah. Tidak hanya disiksa secara fisik ia juga semakin disiksa secara batin. Semuanya semakin terkoyak. Seakan awan kelabu selalu menghantui hidup tiap detiknya.
"bagaimana bisa 500 juta ada ditangan saya malam ini juga?"
Kenyataan semakin menyudutkan Rania. Seakan- akan ia dihadapkan oleh kematian didepan mata, tetapi Rania tidak bisa apa-apa. Ia hanyalah anak angkat yang harus selalu tahu akan kedudukannya.
"baik aku mau" final Rania
"baguslah jadi anak angkat tuh seharusnya tahu diri. Oh iya selama lu nikah sama Dimas, lu hanya diperbolehkan untuk menghasilkan seorang anak, setelah itu lu silahkan pergi dari kehidupan kami" ingat Salsa
Sebelum beranjak pergi Salsa membalikkan badannya dan menatap tajam Rania, "dan satu lagi lu gak boleh jatuh cinta sama suami gue. Ingat itu! dan persiapkan diri lu besok"
"Hah besok ka?" Rania sangat terkejut, apa secepat ini takdir mempermainkannya? apa keinginan ia untuk menikahi laki-laki yang mencintai dirinya akan pupus begitu saja?
"yaps besok, lebih cepat lebih baik. Gak usah pakai drama nangis segala, awas lu kalau besok gue liat kantong mata lu hitam" ancam Salsa
"iya ka. Apa ada yang perlu aku siapkan?" tanya Rania tidak bisa membela diri lagi, kali ini ia membiarkan tubuhnya terlempar kearah jurang yang dipenuhi racun berbisa
Untuk keluar? Maka Rania harus menghadapi ratusan ular tersebut. Dalam artian memang sangat sulit untuk mencari celah keluar. Kecuali jika Tuhan masih sayang pada-nya.
Ya Allah, terima kasih atas cobaan yang engkau berikan. Karena cobaan inilah yang membuat aku semakin kuat.
"orang miskin kaya lu bisa siapin apa sih. Udah lu mah siapin diri aja, besok pagi nanti gue jemput. Jangan sampai besok ada drama kesiangan!" ucap Salsa menyadakan dirinya
"oh iya ka, apa aku boleh bicara berdua dengan suami kakak?"
Salsa menoleh kepada suaminya meminta persetujuan. Mendapat persetujuan dari Dimas membuat Salsa menatap sinis Rania, "gak usah bilang macem-macem sama suami gue"
Rania mengangguk patuh,
Dimas mengikuti Rania yang berjalan kehalaman depan kontrakan tempat ia tinggal beberapa tahun belakangan ini. Rania menatap punggung Dimas yang begitu tegap, sampai-sampai ia tidak sadar Dimas sudah menatapnya sejak tadi.
"Apa yang kamu ingin bicarakan dengan saya?" suara berat Dimas mengejutkan Rania
Tatapan tajam Dimas membuat Rania sedikit menciut. Meski sering mendapat tatapan seperti itu dari orang-orang, tetapi entah tatapan Dimas berbeda. Tatapan yang sangat mengancam.
"Kamu setuju dengan rencana kakak aku? Apa kamu tidak keberatan? Aku gak mau kalau kamu nikahin aku secara terpaksa"
Dimas mendengus, "Mana mungkin saya mau nikah dengan perempuan seperti kamu, kalau bukan karena kakak kamu saya juga tidak mau menikah dengan kamu. Saya menikahi kamu hanya untuk menghasilkan seorang anak, setelah itu saya akan menceraikan kamu"
Seperti ada yang menusuk hati Rania. Sakit, sakit sekali. Apa begitu mudah Dimas berkata seperti itu? apa sama sekali tidak ada rasa kasihan terhadap dirinya?
"Apa aku tetap diperbolehkan untuk kerja selama menikah dengan kamu?" Rania hanya bisa berharap untuk terakhir kalinya
"tidak masalah, lagipula itu bukan urusan saya. Silahkan kamu melakukan apapun hal yang mau kamu lakukan, asalkan tidak merepotkan saya. Dan jangan mengganggu saya sedikit pun"
"baik ka Dimas, terima kasih"
"hmm"
Dimas masuk kedalam kontrakan tempat Rania tinggal selama ini, meninggalkan Rania yang termenung menahan tangisannya.
Memang semenjak satu tahun yang lalu Rania memutuskan untuk tidak tinggal bersama dengan keluarganya yang mengasuhnya. Tetapi tetap saja Rania harus memberi uang kepada mamahnya setiap bulan. Tetapi Rania tidak mempermasalahkan itu semua, ia hanya menganggap sebagai bakti seorang anak kepada orangtua.
Salsa, Dimas dan mamahnya pergi meninggalkan Rania yang sedang menahan tangisan sejak tadi. Nasib baik tidak pernah menghampiri Rania. Sejak kecil hanya ada tangisan, kekerasan, pembullyan yang hinggap dikehidupan Rania.
Pikiran untuk pergi keluar kota malam ini juga meninggalkan keluarganya sempat terlintas dipikiran Rania. Tetapi mengingat kebaikan mendiang ayahnya menghentikan niat buruk Rania tersebut.
Biarlah untuk kali ini, Rania mengalah lagi.
Daripada terus menangisi nasibnya yang tak kunjung bahagia, Rania memilih untuk memberi pesan kepada atasannya untuk meminta cuti untuk tiga hari kedepan.
Dengan lulusan SMA, Rania patut membanggakan diri saat diterima kerja menjadi seorang sekretaris. Bukan perusahaan kecil tetapi langsung perusahaan besar yang terkenal diseluruh Indonesia yang menerima dirinya.
Rania hanya menganggap diterimanya Rania di perusahaan tersebut sebagai hasil doanya selama ini.
Handphone berdering menandakan balasan dari atasannya.
"yesss bolehh" Rania girang mengingat sangat susah untuk meminta cuti kepada atasannya kecuali jika sedang sakit, mau tidak mau atasannya akan mengizinkan.
Tetapi senyum diwaja Rania menghilang ketika mengingat jika ia cuti untuk menikah dengan suami dari kakaknya.
Rasanya Rania ingin mempersalahkan nasibnya yang begitu buruk, tetapi mempersalahkan nasib sama saja Rania menyalahkan Tuhannya. Lagipula sama saja Rania tidak bersyukur.
Bukankah apa yang terjadi saat ini sudah kehendak dari Tuhan.
Biarlah untuk saat ini Rania akan mengikuti alur yang akan membawanya. Bukankah setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Rania hanya akan menunggu pelangi yang menyambutnya setelah badai yang begitu panjang.
Rania hanya bisa berharap
Tidak terasa kini Rania telah menjadi seorang istri sejak satu jam yang lalu. Dihadiri kedua orang tua dari Dimas, Salsa, dan mamah kini Rania telah sah menjadi istri Dimas. Walapun hanya sah dimata agama tidak dimata hukum, yaps Rania dan Dimas hanya menikah siri.
Rania tidak mempermasalahkan itu semua. Yang penting ketika anaknya lahir ia akan langsung diasuh oleh Salsa dan Dimas lalu Rania akan pergi dari kehidupan mereka.
Entah ia akan tega atau tidak.
"kamu dibelakang sana! oh iya kamu baru pertama kali naik mobil ya, jangan sampai muntah dan mengotori mobil Dimas" peringat Salsa
"Biarkan nak Rania bersama saya saja dimobil satu lagi" ucap mamah Dimas membuat Salsa merengut sebal tetapi Dimas langsung menghibur istrinya tersebut
"baik nyonya, Terima kasih" ucap Rania
Rania sedikit bersyukur saat orang tua dari Dimas memperlakukan ia dengan sangat baik. Semalaman Rania tidak bisa tidur memikirkan perlakuan yang akan ia terima dari mertuanya. Hingga kantung mata-nya terlihat dan membuat Rania dimarahi oleh Salsa.
Bukankah di sinetron kebanyakan, banyak cerita tentang mertua yang membenci menantunya dan akan selalu mencari kesalahan akan menantunya, tetapi melihat orang tua dari Dimas membuat Rania menepis semua pikiran buruknya. Sepertinya disini Rania hanya korban sinetron.
Sesampainya di tujuan Rania langsung menoleh sana sini berulang kali. Decakan kagum muncul dari bibir mungil Rania. Tidak pernah ia melihat rumah sebesar ini. Mungkin jika dibandingkan dengan kontrakan tempat ia tinggal hanya sebesar satu ruangan dari rumah ini.
~
"Gak usah norak deh" ucapan Salsa menyadarkan akan posisi Rania dirumah ini
Walaupun Rania seorang istri dari Dimas, tidak akan merubah apapun. Rania akan sadar dengan posisinya. Ia hanyalah penghasil anak dari seorang Dimas.
"Sini nak Rania silahkan masuk. Anggap saja dirumah sendiri, jangan sungkan begitu. Bagaimanapun juga kamu menantu disini. Nanti bi lala akan menunjukkan kamar kamu"
"baik nyonya"
mamah Dimas menepuk pundak Rania, "panggil saya bunda saja"
"baik bunda"
Salsa memandang tidak suka kepada Rania. Ia sangat iri, bahkan sudah lima tahun dirinya menikah dengan Dimas tidak ada tanda-tanda mertuanya respek pada ia. Mertuanya selalu berperilaku tidak baik kepada Salsa. Entah apa yang telah Salsa perbuat hingga orang tua dari Dimas tidak suka kepadanya.
"ckk, dasar cari perhatian mulu" gumam Salsa, "oh iya gue balik dulu. Ingat janji perjanjian, jangan sampai lu jatuh cinta sama suami gue!"
"emang rumah kamu bukan disini?" Rania heran rumah sebesar ini hanya ditinggali oleh orang tua Dimas
"enggak lah, mana mau gue tinggal sama mertua gue. Udahlah gue balik dulu, inget perjanjian!"
"iya Salsa, mamah hati-hati"
Dimas mengantar Salsa keluar, mungkin sekalian mengantarkannya. Rania tidak peduli, ia memilih mengikuti mba lala yang sedang mengajaknya mengelilingi rumah.
"Disini kamar tuan Dimas nyonya menyuruh saya untuk mengantar non Rania kekamar tuan, kalau ada yang diperlukan panggil saya saja"
"panggil aku Rania saja mba" titah Rania
"saya tidak enak, non kan istri dari tuan Dimas. Saya hanya pekerja disini"
"terserah mbak saja"
"saya permisi dulu non"
~
Wangi cool khas pria langsung hinggap di penciuman Rania. Kamar luas membuat Rania sedikit kikuk. Ia tidak tahu harus apa, takut merusak sesuatu yang bukan miliknya.
Rania memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu.
~
Matahari sudah menyelesaikan tugasnya kini berganti dengan bulan yang bersinar terang. Diantara gelapnya langit sinar bulan tampak yang paling indah. Dari rooftop ia melihat semua keindahan pemilik sang pencipta.
Setelah cukup, sekaligus takut masuk angi. Rania kembali memasuki kamar dan sedikit berbenah diri sebelum memberanikan diri untuk keluar kamar. Ia akan memasak mungkin?
Rania memasuki dapur, tampak para pelayan sedang sibuk memasak.
"saya bantu ya" ucap Rania mengagetkan para pelayan. Tidak pernah ada yang memasuki wilayah dapur selain para pelayan.
"tidak usah non, biar kami saja yang masak"
Rania merengut, ia paling tidak bisa diam saja. Tangannya gatal ingin melakukan sesuatu. Tanpa memperdulikan yang lain, Rania memulai mengolah lauk pauk yang tersedia.
"non jangan gini nanti saya dimarahi oleh nyonya" ucap salah satu pelayan
Rania menggeleng lalu tersenyum, "inikan saya yang mau. Tidak apa-apa nanti biar saya yang jelaskan kepada bunda"
"makanan malam ini terlihat lezat sekali" ucap Dini -bunda Dimas- yang kini sudah siap dimeja makan
Adam -ayah Dimas- mengangguk setuju menyetujui omongan istrinya, "siapa yang masak untuk makan malam ini?" tanya Adam
"non Rania, nyonya" ucap mba lala
Dini berdecak kagum, kali ini ia sangat suka dengan menantunya, "enak bangettt" puji Dini membuat Rania tersenyum malu
"makasih bunda, silahkan makan bunda, ayah. Semoga suka masakan Rania"
"iya silahkan makan juga kamu" ucap Adam
Selesai makan Rania membantu para pelayan untuk membersihkan piring kotor. Rania sudah dilarang oleh Dini dan Adam. Berdalih tidak biasa, akhirnya Rania diperbolehkan untuk membersihkan rumah.
"kamu langsung istirahat dikamar Dimas saja ya, mungkin saat ini Dimas sedang dirumah Salsa. Kamu gak usah sedih ya atas sikap Dimas"
"iya bun aku gak papa kok"
Rania mulai membereskan barang miliknya dikamar Dimas. Tiba-tiba Dimas memasuki kamar, membuat Rania tersentak. Ia melihat wajah lelah dari Dimas.
"kamu dari mana saja?" tanya Rania berusaha menyingkirkan rasa canggung
"bukan urusan kamu! saya mau istirahat jangan ganggu saya" jawab Dimas dengan nada ketus seraya membaringkan tubuh dikasur setelah membersihkan diri dikamar mandi
Rania sedikit maklum dengan sikap Dimas. Sepertinya Dimas sedang banyak fikiran. Rania memilih membuatkan Dimas teh hangat agar dapat meringankan sedikit beban fikiran nya.
"mas diminum dulu tehnya"
Tanpa membantah Dimas bangkit dan langsung meminumnya, "Terima kasih"
"iya mas sama-sama"
Sudah menjadi tugas seorang istri untuk memuliakan suaminya. Walaupun perilaku buruk yang akan Rania terima, ia tidak apa-apa. Rania hanya akan menjalankan sunah rasul.
Sebenarnya sejak tadi Rania sedikit takut. Apa malam ini ia akan menyerahkan Kehormatannya yang selama ini ia jaga kepada Dimas. Tetapi melihat Dimas yang sedang memijit kepalanya sepertinya kegiatan tersebut akan ditunda.
Rania menghampiri Dimas lalu duduk dikasur, "mas saya ijin untuk memijat kepalanya" tanpa menunggu jawaban Dimas, Rania langsung memijatnya perlahan.
Dimas memejamkan matanya merasa rileks. Pijatan Rania membuat tubuhnya mengantuk tiba-tiba. Merasa lebih enak Dimas menatap Rania yang sedang menatapnya balik.
Tahu Rania yang sedang gugup, "kegiatan itu kita tunda dulu ya nia, saya sedang tidak enak badan. Terima kasih atas pijatan nya"
Ucapan Dimas membuat Rania sedikit lega. setidaknya ia masih bisa untuk mempersiapkan diri. "iya sama-sama mas"
Melihat Rania yang beranjak dari kasurnya sembari membawa bantal membuat Dimas heran. Apa segitu tidak maunya Rania tidur dengannya?
"kamu mau kemana?"
"aku mau tidur di sofa mas" Sofa dikamar Dimas lumayan besar, cukup untuk menampung tubuh mungil Rania. Walaupun mungkin besok badan Rania akan remuk.
"kamu tidur disini dengan saya!" perintah Dimas
Dengan gugup Rania menghampiri Dimas dan menidurkan diri disamping Dimas. Dengan badan yang saling bertolak belakang, Dimas dan Rania mulai tertidur lelap
Suasana pantai yang memancarkan keindahan membuat Rania sangat bahagia. Ia sampai melupakan niat ia dan Dimas pergi ke Bali.
Bulan madu!
Berlarian kesana-sini tidak membuat Rania lelah. Entah kenapa pantai sangat sepi hanya ada dirinya dengan Dimas yang sedang sibuk berkutat dengan HP miliknya, mungkin sedang memberi kabar Salsa. Rania tidak memperdulikan nya.
Toh Rania sadar akan keberadaan - nya. Tetap diam walau dihina, diinjak bahkan diremehkan asal tidak merugikan orang disekitar.
Ternyata tingkah Rania tidak luput dari tatapan tajam seorang Dimas. Diam-diam Dimas tersenyum, tidak pernah ia melihat tingkah perempuan seperti itu. Setiap perempuan yang sedang bersama dirinya akan selalu menjaga sikap. Tidak seperti Rania yang bahkan sepertinya lupa akan kehadiran Dimas.
Bahkan Salsa sekalipun. Dimas menggeleng cepat, tidak baik membandingkan kedua wanita yang kini sudah sah jadi istrinya. Lagi pula Salsa jauh diatas dibanding Rania.
Mungkin Rania hanya se-potong kuku milik Salsa. Se-jauh itu perbandingan Salsa dan Rania. Ah, Dimas mengendikkan bahu kemudian melihat kembali Rania.
Dimas yang melihat Rania mulai kelelahan memutuskan untuk membeli es kelapa.
"minum dulu" titah Dimas dengan muka datar, ia tidak mau memperlakukan Rania dengan baik. Ada alasan Dimas melakukan buruk Rania, ia tidak ingin membuat Rania jatuh cinta pada dirinya.
Jika Rania jatuh cinta pada dirinya akan membuat Rania susah pergi saat nanti anaknya lahir. Tidak bisa dipungkiri Rania sangat cantik. Pertama kali melihat saja membuat Dimas langsung berdebar. Tetapi ia harus membuat Rania benci pada dirinya agar semuanya lebih mudah.
Rania menarik es kelapanya dan langsung diminumnya sampai habis, "seger nyaaa" pekik Rania bahagia
"seneng deh setelah sekian lama mau jalan-jalan ke Bali akhirnya tercapai juga" gumam Rania seakan lupa akan kehadiran Dimas yang mendengar gumaman nya, "walaupun aku ke Bali bukan untuk senang-senang tetapi untuk honeymoon. Ya ini baru awal permulaan bagiku" lanjut Rania dengan sedih
"tapi tidak apa-apa. Mungkin ini udah takdir seorang Rania" serunya lalu tersenyum bahagia
Hatinya sudah terlalu beku dan terlalu capek untuk menangis kembali.
Dimas menatap Rania dengan sedih, gara-gara perilaku ia dan Salsa membuat Rania yang tidak tahu apa-apa menjadi terlibat dari permasalahannya.
Awalnya Dimas juga tidak mau akan rencana istrinya, Salsa. Dimas lebih memilih mengambil anak di panti asuhan daripada harus melibatkan perempuan lain didalamnya.
Tapi apa daya, Salsa menolak tegas-tegas usalannya. Karena ia tidak bisa menolak permintaan dari perempuan yang ia cintai. Maka dari itu, ia menerima begita saja saran yang diberikan Salsa. Katakan ia sesosok suami takut sama istri, memang kenyataannya seperti itu.
"maafin saya ya, gara-gara permasalahan saya dan Salsa kamu jadi terlibat"
Ucapan Dimas membuat Rania terkejut. Ia sama sekali tidak sadar jika Dimas berada dibelakangnya, "eh tidak apa-apa, ini juga kemauan saya kok"
~
Rania memandang takjub matahari tenggelam. Suasana begitu romantis. Sepertinya Rania akan sangat bahagia jika datang kesini bersama orang yang dicintainya.
Tapi apa bisa? Mungkin satu atau dua tahun lagi aku sudah menjadi seorang janda. Apakah masih ada yang mau sama aku dan menerima perempuan seperti aku?
"mau ke villa apa langsung makan?" ajak Dimas tiba-tiba menghalau lamunan Rania
"aku mau bersih-bersih dulu mas, badan udah lengket banget sekalian mau rapihin koper. Baru habis itu makan"
Dimas mengangguk, "mau makan di villa atau keluar?"
Seketika Rania tersenyum bahagia, " mau makan diluar mau kulineran" riang Rania. Ia pecinta kuliner, ketika ada acara dikantor yang mengharuskan keluar kota ia akan menyempatkan waktu untuk mencicipi makanan khas daerah mereka.
Oh my good, ditawari seperti ini tentu saja membuat Rania akan kalap. Untung saja ia membawa sisa tabungan, jaga-jaga jika ada sesuatu hal terjadi.
"baik, sekarang kamu bersih-bersih dulu saja. Jangan lupa siapkan baju untuk saya"
"iya mas"
~
Semakin malam, semakin ramai juga pengunjung yang datang dan berlalu lalang. Rania sangat riang melihat berbagai macam stan makanan berjejer.
"mau makan yang mana?" Dimas mulai jengah dengan tingkah Rania yang tidak kunjung memesan makanan hanya melihat-lihat sembari tersenyum riang
"sate lilit" Rania mengucapkan makanan khas bali. Berbeda dengan sate pada umumnya. Biasanya potongan dagingnya ditusuk, tapi sate khas Bali ini dibuat dengan cara daging yang sudah dihaluskan, dililitkan pada batang daun serai atau tangkai bambu.
"apa lagi?"
"sama lawar kuwir deh" Rania menatap gambar makanan tersebut yang tampak menggugah selera. Lawar kuwir merupakan perpaduan antara daging cincang dengan aneka sayuran yang dibumbui rempah- rempah pilihan.
Karena tempat yang begitu ramai tidak memungkinkan untuk pelayan mengunjungi satu persatu pembeli. Dimas memutuskan untuk memesannya sendiri.
"biar aku aja mas"
"gak usah, saya saja. Minumnya disamakan saja ya es jeruk"
"iya mas. Terima kasih banyak, maaf merepotkan"
Suasana begitu ramai tetapi tidak untuk meja yang sedang diduduki oleh Rania dan Dimas. Benar-benar canggung. Hanya terdengar alunan musik tanpa ada obrolan sama sekali. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Setelah selesai makan dan membayarnya, mereka berjalan menuju villa tempat mereka menginap.
"mas saya bersih-bersih dulu ya"
"hmm" hanya dehaman yang terdengar. Dimas terlalu malas untuk menjawabnya. Untuk apa hal sekecil itu mesti bilang kepadanya.
Selagi Rania membersihkan diri, Dimas memutuskan untuk menelpon istrinya, Salsa.
"Halo sayang, sedang apa?" tanya Dimas ketika Salsa langsung mengangkatnya
"lagi tiduran aja nih, bosen gak ada kamu. Kamu lagi ngapain?"
"lagi mikirin kamu nih" gombal Dimas. Hanya seorang Salsa yang dapat mengubah sifat Dimas 180 derajat. Dimas yang terkenal dingin akan langsung meleleh saat bersama Salsa.
"apaan sih sayang. Bosen banget ya gak ada kamu gak ada yang diajak ndusel-ndusel. Pokoknya lusa aku mau puas-puasin kangen-kangenan sama kamu. Gak mau tau pokoknya harus!"
Dimas tertawa mendengar celotehan Salsa, "iya sayang sabar ya lusa aku pulang kok"
"jangan lupa oleh-oleh ya sayang"
"iyaa, aku tutup dulu ya. Selamat tidur istriku, semoga mimpi indah"
"iya sayang, kamu juga. Ingat jangan sampai kamu jatuh cinta sama perempuan kampung itu" perintah Salsa
"iya sayang iya, aku tutup dulu ya"
Dimas menutup telepon meninggalkan senyuman dibibir laki-laki tersebut. Dimas sangat mencintai istrinya tersebut. Dimas rasa Salsa sangat sempurna dimatanya, sayang Salsa tidak bisa hamil.
Rania yang melihat Dimas tersenyum bahagia memandang foto Salsa tersenyum pedih. Rasanya Rania juga menginginkan sesosok laki-laki yang mencintai dirinya, tapi ya sudahlah mungkin memang ia ditakdirkan untuk selalu membantu kakaknya.
Dimas menatap Rania yang memakai gaun tipis, "saya boleh meminta hak saya saat ini juga? bukankah lebih cepat lebih baik, agar pernikahan ini tidak terlalu membebankan saya"
Rania tertawa sinis, "iya mas saya bersedia"
Dimas yang mendekati Rania mulai merengkuh nya lalu ******* bibir ranum milik Rania. Biarlah sinar bulan menjadi saksi saat Dimas mengambil kehormatan yang Rania telah jaga selama ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!