NovelToon NovelToon

Villain

Dream

“Doorr”

Itu adalah suara peluru kesekian yang terdengar malam ini dimana semua terasa sangat mencekam. Suara berisik yang berada di bawah bukannya membuat ramai dan tenang tetapi malah terkesan sangat menakutkan. Itulah yang di rasakan Laura, gadis kecil berusia 5 tahun itu kini berada di gendongan ibunya. Mereka berlari dari lantai satu ke lantai 3 tempat dimana kamar tamu berada.

Rumah yang luas itu diharapkan mampu untuk menyembunyikan keduanya yang tersisa karena selain mereka berdua sudah tidak ada lagi. Bahkan pembantu telah meninggal dunia beberapa menit yang lalu, termasuk pemilik sekaligus kepala keluarga ini, ayah Laura sendiri.

“Mama kita mau kemana ?.” Gadis kecil yang tak lain adalah Laura menangis sesenggukan, suaranya hampir tak terdengar dan lelehan air matanya kian deras, ia melihat sendiri tadi ayahnya mati di depan matanya saat ia tengah bersembunyi dengan sang ibu.

“Laura sayang, putri mama yang cantik sekarang kau bersembunyi disini, jangan bergerak dan jangan bersuara. Kalau mama bilang keluar nanti Laura keluar tapi kalau mama tidak mengatakan apapun tandanya Laura jangan keluar dulu, faham ?.”

Gadis kecil itu mengangguk dan masuk ke bawah tempat tidur, ia gemetar dan menuruti apa kata mamanya. Tiba-tiba terdengar suara dan Langkah kaki mendekat, Laura ketakutan setengah mati begitu juga mamanya yang tak bisa ikut bersembunyi karena bawah Kasur terlalu sempit, hanya muat untuk Laura saja.

“Pergi kalian dari rumahku atau_.”

“Doorr.” Suara tembakan itu mengakhiri kata yang tak mampu diselesaikan oleh mama, pupil mata Laura bergetar hebat saat bertatapan dengan mama yang tumbang dan berceceran darah.

“Mamaaaaaa.”

Laura beranjak dari tempat tidur, peluh membasahi kening dan suara teriakan membangunkan yang lain. Ia di salahkan karena teriak tengah malam dan di saat itu ia menyadari bahwa tadi itu hanya mimpi yang ia alami untuk kesekian kalinya.

“Laura kau mimpi itu lagi ?.” Cassie beranjak dan melangkah ke tempat tidur Laura, selama tinggal di anti asuhan mereka sahabat dekat dan sudah menganggap seperti saudara sendiri meskipun Cassie lebih muda beberapa tahun tapi dia adalah teman yang bisa diajak bicara dengan baik.

“iya dan aku sudah muak dengan mimpi itu, aku bahkan tidak ingat wajah mama dan papa lagi dan aku bahkan sudah lupa bagaimana kasih sayang mereka, tapi mimpi itu tidak membiarkanku hidup tenang barang sehari saja, aku benar-benar sudah lelah Cassie.”

“Tenanglah ini Singapura dan rumah lamamu Indonesia sangatlah jauh, lupakan masa lalu, mimpi hanya bunga tidur.”

“Tapia pa yang ku alami terasa sangat nyata, tapi wajah-wajah itu yang entah mengapa tidak bisa kuingat. Aku ingin melupakan tapi setiap kali tidur mimpi buruk itu selalu datang, maafkan aku “

“Sudah ayo tidur Kembali, berdoalah dulu sebelum tidur.”

Laura terlalu sulit untuk Kembali tidur, ia menatap keatas sambil membayangkan bagaimana wajah kedua orangtuanya, ia rindu sekali bahkan terkadang saat melihat anak lain yang bermain dengan orangtuanya membuat iri.

Mau dikata apa, seburuk apapun kehidupan ia tidak bisa membencinya meskipun ingin. Lama-lama Laura Kembali terlelap dalam tidurnya dan tidak memimpikan hal yang sama.

Hari selasa adalah hari yang kuang menyenangkan untuk Laura, pasalnya ini jadwal untuk berbelanja bahan makanan . Ia senang jika ke pasar tapi yang membuatnya keberatan adalah banyaknya bahan yang harus ia beli untuk seluruh anak panti asuhan.

Dulu pekerjaan ini di lakukan oleh pembantu yang dipekerjakan tapi setelah panti tidak mempunyai pendonor dana maka semua tugas dilimpahkan ke anak panti dari mulai belanja hingga masak secara bergantian.

“Kalau aku tidak harus melakukan ini pasti hariku akan sangat baik.” Ia bergumam dalam hati dan tersenyum miris, soalnya ia tau sendiri bahwa itu tidak akan mungkin terjadi.

“Ah ssstttt.”

Laura menghentikan Langkah kakinya, ia mendengar suara seseorang yang berdesis seperti sedang kesakitan, suara itu ia coba dengar baik-baik dan ikuti kemana arahnya.

“Aku sepertinya mendengar disekitar sini.” Laura terus berjalan mendekat, rasa penasaran dan juga takut menjadi satu, tapi rasa penasarannya lebih kuat, mendorong ia untuk segera ingin tau apa yang tadi didengarnya.

“Kau..tolong aku.”

“Ya ampun.” Seorang lelaki paruh baya yang sedang duduk dengan posisi bersandar pada tembok, tubuhnya penuh dengan bekas lupa dan jangan lupakan bajunya yang penuh darah.

“Tuan kau terluka sangat parah, bagaimana cara aku membawamu ke rumah sakit?.”

Lama tak menjawab lelaki itu mencoba untuk tetap terjaga meski sulit membuka mulutnya. “Bawa aku pergi, a-ada orang yang mengejar ku sekarang.”

Laura sama sekali tak mengerti maksud lelaki paruh baya tersebut, tapi melihat kondisinya tentu tidak mungkin lelaki itu mencederai tubuhnya sendiri. Laura Kembali mendengar suara, tapi kali ini tak hanya dari satu orang, terdengar Langkah kakinya sepertinya berjumlah 3 atau lebih. Mungkin mereka adalah orang yang mencari lelaki tua didepannya.

Ada sebuah terpal yang sudah di buang dan segera ia menutupi tubuh lelaki tua itu dengan terpal yang beberapa sisinya berlubang tapi masih bisa di gunakan di situasi darurat seperti ini.

“Hai nona apa kau melihat seorang lelaki yang lewat sini, dia berdarah dan terluka kami ingin mengantarnya ke rumah sakit.”

Laura berfikir keras, jika memang lelaki tua yang berbicara dengannya tadi ingin diantar ke rumah sakit, lalu mengapa lelaki itu kabur dan mengapa mereka Laura merasa ragu. Manakah yang harus ia percayai ? apakah benar orang dengan setelan jas hitam atau lelaki tua dengan darah yang membalut lukanya.

“Aku-aku tidak tau mungkin yang kalian cari tidak lewat sini.” Laura berbohong, ia lebih memilih untuk mempercayai lelaki tua tersebut, entah mengapa Laura merasa yakin bahwa lelaki tua yang tidak jelas asal usul dan Namanya tersebut lebih bisa dipercaya.

“Baiklah kalau begitu.”

Mereka pergi, Laura menghembuskan nafas lega karena ia merasa seperti main kejar-kejaran dengan penjahat seperti yang ada di tv. Lelaki tua itu ia lupa bahwa masih tertutup terpal dan saat dibuka sudah memejamkan mata, Laura takut jika orang itu meninggal.

“Hei tuan sadarlah mereka sudah pergi, tuan ? gawat apa dia sudah meninggal ? bagaimana kalau orang-orang mengira aku membunuhnya ?.”

First Meet

"Sekarang bagaimana apa sebaiknya aku membawanya ke panti asuhan saja karena kalau melihat situasi saat ini pasti tuan ini masih dikejar-kejar oleh orang tadi, pasti mereka juga terpikir untuk berjaga di rumah sakit agar tuan ini tidak bisa berobat."

Laura menuju ke arah jalan raya untuk meminta bantuan orang yang ada di sekitar karena jika ia yang membawanya sendiri tidak akan mungkin mengingat badannya yang kecil sementara tuan ini memiliki postur badan yang tinggi besar, tentu ia akan tumbang hanya dengan 1 langkah saja. Setelah dengan kewalahan ia membawa tuan ini dengan bantuan seseorang akhirnya mereka sampai di panti asuhan.

" Terima kasih ya Tuhan atas bantuannya jika tidak ada anda maka saya akan kesulitan membawa bapak ini. "

"Tidak masalah nona tapi alangkah baiknya jika kau membawa ayahmu ke rumah sakit saja, melihat darah yang berada di tubuh ayahmu sepertinya lukanya cukup serius. "

Laura tersenyum miris karena ia sendiri bahkan tidak tahu siapa ayahnya dan tidak tahu siapa orang tua kandungnya tetapi bukan itu yang harus ia permasalahkan saat ini. Karena keselamatan lelaki yang lebih utama maka dari itu akan bersikap bahwa ia adalah anak dari laki-laki yang ia temui ini.

"Aku juga ingat ayahku tapi aku belum ada uang tuan, tidak apa cukup nanti aku saja yang mengobatinya dan jika sudah ada uang aku akan membawa ayahku ke rumah sakit."

"Baiklah aku pamit dulu."

Cassie begitu terkejut saat melihat bahwa di kamarnya terdapat banyak orang yang merupakan penghuni panti asuhan, mereka sedang melihat seorang lelaki paruh baya yang Laura bahwa kemari dalam keadaan penuh dengan darah. Tak jauh berbeda dengan Cassie yang juga ikut terkejut melihat banyaknya darah berceceran dan berbaring di atas ranjang milik Laura.

"Laura ada apa ini dan dia siapa ?."

"Dia lelaki tua yang kutemui dalam keadaan terluka parah, aku membawanya kesini agar dia bisa di periksa soalnya tadi ada yang mengejar lelaki ini tapi kau tenang aku sudah meminta izin ibu Elijah."

Satu persatu yang berada di kamar itu pergi, Cassie menuntut jawaban lebih. Ia tak ingin mendengar setengah-setengah. Hingga Laura menceritakan bagaimana ia tadi bertemu sampai detil hingga akhirnya dimarahi karena tak jadi belanja hingga membuat jam makan menjadi mundur.

"Kau yakin dia bukan orang jahat ?."

"Aku yakin dia bukan orang jahat.....sepertinya."

Laura sendiri ragu dan bimbang apakah orang yang ia tolong adalah orang baik atau justru sebaliknya. Tapi niatannya baik jadi semoga hasilnya juga baik. Waktu berjalan sudah 3 hari lamanya lelaki itu menginap di panti asuhan di ruang khusus karena tidak mungkin berada di kasur Laura terus.

Laura mengunjungi lelaki itu di ruangan, tak lupa ia mengetuk pintu tapi mendapati sedang berdiri membelakanginya dan melihat kearah jendela kamar. Laura yang membawa nampan berisi makanan terkejut akan hal itu.

"Tuan kau sudah sehat ? Jika belum benar-benar sehat jangan bangun dulu."

"Tidak, aku sudah sehat dan sudah bisa beraktivitas, aku tidak sering mengucapkan terimakasih tapi jika bukan tanpamu aku mungkin sudah tidak selamat. Jadi terimakasih atas pertolonganmu."

"Tuan jangan berlebihan aku hanya melakukan itu atas dasar sesama manusia, tolong-menolong bukankah suatu kewajiban bagi seluruh makhluk hidup ?."

"Mungkin kau benar, tapi aku bukan orang yang sudah hutang budi jadi katakan kepadaku jika kau butuh sesuatu apapun itu, katakanlah kau ingin apa ?."

Laura ragu, ia berulangkali membuka dan menutup mulutnya ingin berkata apa yang ia inginkan selama ini. Tapi mengharapkan dan juga mengatakan keinginan sama saja ia menolong dengan pamrih.

"Tidak ada yang kuinginkan." Ujarnya dengan raut wajah sedih.

"Kata-kata dan wajahmu sangat tidak kompak, lain kali kau harus pintar berekspresi, katakanlah kau ingin apa dan aku sekejap akan memberikannya."

"Jika-jika tuan tidak keberatan aku ingin sebuah pekerjaan karena aku ingin punya uang sendiri, apa saja pekerjaannya akan kulakukan dengan baik, mau pelayan atau apapun asal aku tak harus menjual diriku."

Laura menunduk, ia malu karena menolong dan kini tergiur akan tawaran yang di berikan. Sama artinya ia menolong dengan mengharapkan pamrih. Mau apa dikata ia sudah terlanjur bilang dan saat menunggu keputusan lelaki paruh baya yang berada di depannya, ia masih menunduk.

"Hanya itu saja ? Baiklah kalau begitu kau akan kuberikan pekerjaan sebagai pelayan, kebetulan di rumahku cukup luas untuk menerima karyawan baru."

____________________________________________

Ada satu buah koper yang sudah persiapkan dengan beberapa baju dan juga barang milik Laura didalamnya. Setelah sekian lama akhirnya Laura mendapatkan pekerjaan dengan cara yang tidak disangka. Kemarin seorang laki-laki yang masih muda lengkap dengan setelan jas datang ke panti asuhan setelah tuan yang ia tolong, bernama Fredy itu meminta untuk menelfon orang kepercayaannya.

"Kau yakin akan pergi ?." Cassie bertanya untuk yang kesekian kalinya saat ia tak menyangka sahabat sejak kecil sekaligus orang yang telah ia anggap kaka sendiri akhirnya akan pergi, rasa kehilangan lebih besar dari apa yang ia rasakan selama ini.

"Iya aku yakin, jika aku sudah mendapatkan uang aku akan membawamu bersamaku. Disini kita semua keluarga tapi ini tetap panti asuhan bukan keluarga yang sebenarnya dan semakin kita dewasa semakin kita harus menentukan nasib kita sendiri nantinya."

"Kau sudah bertekad seperti itu tentu aku tidak bisa menghalangi, jagalah dirimu baik-baik Laura."

"Tentu."

Laura pergi dari panti asuhan, ia menengok ke belakang untuk terakhir kali, masih tidak menyangka tempa yang ia jadikan tempat bernaung akhirnya ia tinggalkan. Masuk ke sebuah mobil yang mewah dengan berlandaskan kepercayaan kepada tuan Fredy. Entah mengapa Laura tidak sedikitpun curiga ia akan di bawa kemana.

Bisa saja ini adalah penculikan dan melihat dari segi usia Laura yang masih belia tentu cocok jika di jual kepada perdagangan gelap yang memperjual belikan remaja. Pikiran itu lenyap saat mobil yang sudah melaju 2 lamanya akhirnya masuk ke sebuah pekarangan rumah lantai 3 dengan banyaknya pelayan yang menyambut.

Kekaguman Laura tak berakhir begitu saja, saat ia masuk ke dalam rumah bak istana itu. Laura yang tidak pernah melihat rumah sebesar dan semewah itu tentu terpana. Dari sekian banyaknya pajangan yang berada di dinding hanya ada dua foto, yang satu foto tuan Fredy dan yang satu laki-laki yang lebih muda, entah siapa Laura tidak tau.

"Apakah kau sudah selesai melihat fotoku, kenapa tidak langsung ke tempat tempat tidurku ?."

Laura berbalik, ia mendelik saat melihat orang yang tadi berucap adalah laki-laki yang ia pandangi fotonya. Ternyata lebih tampan tapi katanya barusan langsung ke kamarnya ?.

"Tunggu apa maksudmu tadi ?."

She

Bryan Alexander adalah seorang lelaki yang sudah berkepala tiga dan terlihat sangat dewasa juga tampan dengan bulu tipis di sekitar rahangnya. Ia mendengus kesal saat gadis yang berada di depannya itu pura-pura tidak tau apa yang di perintahkan.

"Jangan ganggu dia Bryan, dialah yang membantu papa selamat dari kematian."

Tuan Freddy menghampiri dan memberikan tatapan tajam kepada putra tunggalnya yang akan mewarisi semua bisnisnya kelak tetapi walaupun Bryan sudah berkepala tiga nyatanya hobi bergonta-ganti wanita membuat tuan Freddy kesal karena Bryan seolah menyepelekan tanggung jawab yang harusnya segera ia emban bukannya malah sibuk bermain dengan wanita.

Bryan kemudian memperhatikan penampilan Laura dari atas sampai bawah, tidak ada yang spesial dari gadis dengan tubuh yang lebih pendek di atas rata-rata gadis seumurannya. Bahkan kata-kata papanya yang mengatakan bahwa Laura telah menyelamatkannya seolah tidak dipercayai oleh Bryan. Tidak mungkin gadis yang begitu muda dan terlihat tidak mempunyai kemampuan itu bisa menyelamatkan papanya yang terkenal hebat.

"Papa jangan bercanda tidak mungkin dia bisa menyelamatkan papa. "Senyuman remeh Bryan berikan kepada gadis itu dan bahkan seolah-olah mengolok-olok Laura yang penampilannya terlihat lusuh tidak seperti gadis yang biasa bermain dengan dia yang terlihat mempesona dengan balutan gaun seksi juga bibir merah merona, Laura terlihat begitu menyedihkan dengan tubuh kecil.

"Terserah kau mau percaya atau tidak yang pasti itulah nyatanya, kau bisa bermain dengan wanita manapun tapi jangan sentuh dia, pelayan antarkan Laura ke kamarnya. "

Salah seorang pelayan itu mengajak Laura ke sebuah tempat dengan menelusuri beberapa lorong untuk sampai di kamarnya, rumah yang begitu luas membuat Laura bingung di mana letaknya dan harus mengingat-ingat dengan benar siapa tahu ia bisa tersesat dalam rumah yang besar tersebut.

"Namaku Sena kau bisa memanggilku jika ada perlu apapun, tuan Freddy telah memerintahkan kami untuk memperlakukanmu dengan baik. "

Kebingungan Laura semakin menjadi-jadi karena pada mulanya ia hanya ingin bekerja untuk mendapatkan uang dengan menjadi pelayan tuan Freddy tapi sepertinya ia mendapat keistimewaan atau mungkin pelayan yang ada di depannya ini tidak mengetahui bahwa ia juga akan bekerja menjadi pelayan.

"Tolong jangan memperlakukanku seperti tuan putri, aku juga akan bekerja seperti dirimu untuk mendapatkan uang jadi kita bisa lebih akrab kan ?." Laura berharap dengan keistimewaan yang di dapatnya tidak membuat orang lain merasa iri ataupun dengki meski ia tidak minat untuk mendapatkan keistimewaan tersebut.

"Aku tahu tapi asisten tuan Fredy telah memerintahkan untuk berhati-hati terhadapmu jadi kami semua menurutinya, tapi yang kulihat kau sepertinya tidak suka diistimewakan jadi aku akan menganggap teman jika kau tidak keberatan. "

"Iya aku lebih suka seperti itu. "Laura tersenyum, dia mendapatkan teman di hari pertamanya berada di sini dan seterusnya Laura berharap dia akan mendapatkan lebih banyak teman bukannya musuh karena Laura lebih suka kedamaian daripada kebencian yang menyerang dirinya.

Sena meninggalkan dirinya untuk merapikan barang dan memasukkan ke dalam lemari juga Laura akan beristirahat karena ia akan mulai pekerjaannya besok dan Laura senang karena kamar Sena berada di sebelah kamar Laura hanya saja Sena berada satu kamar dengan para pelayan yang lain sedangkan Sena mendapatkan keistimewaan yaitu satu kamar untuk satu orang dan hanya dirinya sendiri yang berada di sana.

Padahal ia sudah terbiasa tinggal beramai- ramai dalam satu kamar bersama beberapa orang, seperti di panti asuhan tapi setelah Laura merasakan tidur sendiri baru kini ia alami bahwa ternyata sangat kesepian tapi mau bagaimana lagi ia harus menikmatinya dan anggap saja ini sebagai suatu hadiah untuknya yang tidak pernah mendapatkan kamar sendiri dan privasi.

Setelah selesai merapikan barangnya yang tidak terlalu banyak Laura merebahkan dirinya di atas kasur empuk dengan lebar yang muat untuk dua orang dan Sena hanya tidur sendiri ditemani lampu yang temaram. Keesokan paginya Laura merasa ada yang mengetuk pintu cukup keras untuk membangunkannya di pagi buta atau bahkan mungkin ini masih fajar karena saat itu masih jam 05.00 pagi.

"Bangun cepat kita harus bersiap. "

Laura membuka matanya dan memeriksa siapa yang telah mengetuk pintu tersebut. Ada seorang wanita paruh baya dengan tubuh gempal dan raut wajah yang kurang bersahabat telah menatapnya dengan tajam.

"Cepat bersiap tuan Freddy dan tuan Bryan tidak akan suka dengan pelayannya yang bangun terlambat, pakai ini dan segeralah membantu di dapur untuk membuat sarapan." Wanita itu pergi dengan dengusan dan juga langkah kaki yang cukup keras ke lantai, Laura bingung kenapa wanita itu nampak tak ramah, mungkin ia telat bangun tapi ini masih jam 05.00 pagi dan harusnya ini masih terlalu pagi untuk kedua tuan besar bangun.

Setelah bersiap segera Laura ke dapur dan begitu banyak para pelayan yang lain terlihat sibuk juga ada Sena di sana. Dari sekian banyaknya pelayan hanya Sena yang Laura kenal dan ia mendekati untuk bertanya apa yang harus dilakukannya karena baru pertama kali Laura bekerja selain di panti asuhan.

"Sena Apa yang harus kulakukan?. "

"Ini kau potong-potong sayuran dan juga beberapa bumbu, harus yang gesit ya jangan terlalu lambat karena kita semua yang ada di sini bekerja dengan cepat sebelum kedua tuan besar bangun dan mereka tidak akan suka jika sarapannya terlambat atau kita belum siap dan menerima amukan dari kedua tuan besar.

Banyak sekali masakan yang dihidangkan padahal hanya ada dua tuan yang akan memakan makanan tersebut sedangkan para pelayan memakan makanan yang lain yang tentu saja tidak semewah majikannya.

Tuan Freddy nampaknya belum bangun karena hanya ada tuan Bryan dan seorang wanita cantik dengan rambut pirang yang memakai kemeja lengan panjang tanpa bawahan tersebut duduk bersama tuan Bryan.

"Kenapa nasi gorengnya asin sekali dan ini juga dagingnya tidak enak masakan-masakan ini siapa yang membuat ?." Wanita itu memegang garpu yang di atasnya terdapat daging yang baru saja Laura masak tetapi baru pertama kali bekerja ia sudah mendapat keluhan dan pelayan yang lain menyadarkan dirinya untuk mendapatkan amukan yang tentu saja membuat Laura ketakutan.

"Maaf aku tidak tahu selera anda nona aku baru pertama kali bekerja di sini." Laura menundukkan pandangan seperti para pelayan yang lain, mau tidak mau dan suka tidak suka nampaknya ia membuat kesalahan dan harus menerima konsekuensinya.

"Honey kenapa kau mempekerjakan pelayan seperti ini yang tidak profesional."

Wanita itu melihat Laura dengan tajam dan memperhatikan wajah Laura dengan benar tampak Laura terlihat ada sesuatu yang spesial untuk membuatnya merasa tidak aman." Gadis ini lumayan cantik dan aku baru pertama kali melihatnya gawat jika ia bisa membuat Bryan tertarik maka aku akan tergeser padahal aku sudah bertahan mati-matian untuk bisa berada di samping Bryan, tidak mungkin gadis kecil ini akan menggantikan ku dan aku tidak akan membiarkannya. "

"Aku tidak suka dia di sini kenapa kau tidak memecatnya sekarang ?."

"Tidak bisa karena papa sendiri yang memasukkannya kemari, kalau kau tidak suka masakannya mudah saja kau tinggal mengganti makan yang lain."

Wanita itu sebal dan mengeratkan tangan seolah-olah ingin memukul Laura karena tidak sesuai dengan keinginannya. Tapi ia merasa sebal dan ingin mengerjai Laura sebagai pelampiasan atas kekesalannya karena tidak bisa diusir dengan mudah.

"Buatkan aku lemon tea sekarang."

Laura kebingungan tapi beberapa detik kemudian ia langsung gelagapan ke dapur dan membuatkan apa yang diminta lalu membawanya lagi ke ruang makan yang cukup jauh karena rumah yang terlalu besar itu memiliki banyak tempat.

"Kenapa lemon tea ini rasanya asam sekali, buat lagi."

Laura kembali membuatkannya lagi dengan lemon yang lebih sedikit daripada tadi tapi sekarang wanita itu bilang jika terlalu manis dan ingin menggantinya menjadi hot lemon tea.

Sudah berulang kali Laura bolak-balik ke dapur dan ruang makan hingga merasa lelah bahkan ia sudah kelaparan tapi belum bisa sarapan sebelum majikannya selesai makan, ia sangat menderita tetapi bukanlah Laura jika mudah tertindas.

Laura mengantarkan lemon tea itu dan ia membuat rencana untuk pura-pura tersandung dan menumpahkan lemon tea tersebut di atas paha mulus wanita itu yang terekspos.

"Kau yang meminta ini dan kau harus membayarnya, rasakan ini."

"Ah sangat panas, kau sengaja ya akan kepotong tanganmu."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!