NovelToon NovelToon

Perjalanan Waktu Putri Mahkota

Berpindah Dimensi

Xian Lui Mei, seorang putri mahkota kerajaan Xian di zaman kuno. Liu Mei bukan seperti putri mahkota kerajaan lain di dunia bawah, yang selalu merawat kecantikan dan belajar berbudi pekerti, melakukan jamuan minum teh dan lainnya.

Namun, dia seorang putri mahkota dengan sikap yang dingin dan tegas. Selalu mengikuti perang yang terjadi diperbatasan wilayah kerajaan Xian, kekejamannya dalam berperang membuat siapa saja takut akan kharisma yang dia punya.

Orang-orang selalu menyebutnya dengan Dewi Perang, parasnya yang cantik namun mematikan sangat cocok dengan julukan itu.

................

Sore ini setelah semua urusan Peperangan selesai, Lui Mei kembali ke istana atas perintah ayahnya, yang menginginkan dia untuk hadir dalam sebuah rapat penting.

Dengan beberapa pengawal dia kembali ke istana, dia juga sudah merindukan kakaknya, Xian Lio Guan. Sang putra mahkota yang selalu bersikap lembut namun tegas.

Kaisar sendiri tak mempunyai seorang selir pun, dia sangat mencintai istrinya. Menurutnya, mempunyai selir akan sangat merepotkan dan akan selalu terjadi keributan di dalam haremnya.

Permaisuri Xi Lian sendiri sudah lama meninggal, setelah melahirkan Liu Mei. Permaisuri mengalami pendarahan, membuat nyawanya tak tertolong.

Wajah Liu Mei sangat mirip dengan sang ibu, Permaisuri. Kaisar ingin mengambil ibu sambung untuk anak-anaknya, namun tak diijinkan oleh nenek mereka, ibu Suri.

Ibu suri sendiri yang merawat Lui Mei sejak saat itu, karena hati kaisar Xian sedang bersedih. Namun tak berselang lama keceriaan kembali didalam istana setelah beberapa bulan, Lio Guan dan adiknya yang membawa kebahagiaan didalam istana, dengan sikap ceria mereka berdua.

Hingga saat Lui Mei berusia 10 Tahun, ibu suri meninggal akibat diracuni salah satu Pelayan yang bekerja sebagai mata-mata dari pihak musuh.

Dari sana lah Lui Mei menjadi orang yang sangat dingin, siapapun tak akan tahan dengan sikap dinginnya. Hanya Ayah dan kakaknya juga.

.................

Lui Mei tiba di istana setelah hari menjelang sore, dia dan beberapa pengawal langsung menghadap Kaisar.

Liu Mei menangkup kedua tangannya memberi hormat, "Hormat pada Ayah Kaisar."

Kaisar Xian tersenyum lembut pada putrinya, "Salam Mu, ku terima. Bangunlah Putriku. Dan selama atas kemenanganmu dan pasukanmu dimedan perang." ucap Kaisar.

Lui Mei tak memperhatikan tamu yang sedang berada didalam sana, dia hanya mematuhi apa yang dikatakan oleh ayahnya.

Setelah Lui Mei duduk ditempatnya, berada disamping putra mahkota Lio Guan. Lui Mei baru menyadari ada orang lain didalam sana, ia menundukkan kepalanya sebentar lalu kembali mengangkatnya, hanya sebagai formalitas saja.

"Siapa dia ayah?" tanya Lui Mei pada Kaisar Xian.

"Putriku, Liu Mei. Dia adalah utusan Kaisar Li Ning, dari kerajaan Li di Benua Timur." balas Kaisar Xian.

Liu Mei mengangguk kepalanya paham, "Salam Tuan. Maafkan saya karena tak mengenali Anda barusan."

"Tenang saja Putri Mahkota Mei, saya tak apa. Itu bukan masalah besar." balas Pria itu.

"Lalu hal penting apa yang ingin Ayah bicarakan denganku sampai menyuruhku untuk kembali ke Istana?" tanya Liu Mei pada Kaisar Xian.

"Ayah ingin kamu melakukan perjalanan bisnis ke Benua Timur, tempat Kaisar Li berada. Ayah yakin kamu pasti mengerti maksud ayah, Mei'er."

"Bisnis apa yang ayah jalin dengan kaisar Li, sampai aku harus pergi ke benua timur?" balas Liu Mei, dia akan pergi jika Kaisar mempunyai alasan tersendiri.

"Kami baru saja melakukan kontrak bisnis Batu bara dan Berlian, Mei'er. Ayah ingin kamu pergi dan mengambilnya disana."

"Baiklah, aku akan pergi." balas Liu Mei setelah berfikir sebentar.

Dia langsung pamit kembali ke kediaman nya untuk beristirahat, karena baru saja melakukan perjalanan pulang dari perbatasan barat kerajaan Xian.

Dibelakangnya ada putra mahkota Lio Guan. "Apa apa, Meimei? kenapa wajahmu seperti itu?"

"Tidak ada apa-apa, Gege. Aku hanya merasa kelelahan saja."

"Jika begitu, serahkan Medan perang pada Jendral Gong, saja. Dia pasti bisa mengatasinya, dan kau tidak perlu lagi Bermandi darah disana." balas putra mahkota.

"Tidak Gege, aku tidak percaya pada siapapun. Aku akan selalu berada disana, menebas para musuh yang ingin mendekati kerajanku."

"Terserah padamu, Mei'er. Gege hanya tidak ingin melihatmu seperti ini terus. Lagi pula, kau sudah mengenal Jendral Gong sejak lama, bahkan dia adalah ayah dari sahabatmu," ucap putra mahkota.

Namun Liu Mei tak ingin mendengarkan ucapan kakaknya, ia segera mempercepat langkahnya kembali ke kediaman nya.

Setelah itu mereka berpisah, Putri Mahkota Liu Mei masuk kedalam kediamannya, dan Putra Mahkota kembali ke kediamannya setelah menghantar adiknya kembali.

...............

Tiga hari telah berlalu, selama itu pula Lui Mei merasakan perasaan yang aneh dalam hatinya, sangat gelisah.

Entah apa yang akan terjadi, tapi dia merasa seperti akan pergi dengan sangat jauh, dan tak kembali lagi. Selama itu pula Lui Mei selalu mengenakan kalung yang diberikan oleh neneknya, Ibu Suri.

Ibu suri mengatakan jika itu adalah kalung yang bisa menyimpan apapun yang Liu Mei inginkan, bahkan dia mengatakan bisa menyimpan satu kediaman ataupun paviliun. Liu Mei selalu menyimpan barang bawaannya entah itu makanan, uang, perhiasan, ataupun senjata didalam sana.

Mereka sudah sampai di dermaga, disana ada kapal yang sangat besar. Mengangkut banyak muatan besar, sedangkan yang lainnya disimpan didalam ruang penyimpanan para utusan kerajaan, yaitu cincin ruang.

Di dunia bawah tidak mengherankan ada banyak hal aneh, seperti kemampuan yang tertanam dalam diri orang itu sejak lahir, dan kemampuan yang dimiliki oleh Lui Mei adalah membaca pikiran dan juga perebut. Maksud dari perebut adalah, dia bisa mengambil kemampuan orang lain. Lui Mei juga memahami apa yang dikatakan oleh para hewan, sehingga dia dijuluki Jenius Kekaisaran Xian.

"Ayah, aku ragu dengan cuaca hari ini." ujar Liu Mei pada Kaisar.

"Memangnya ada apa, Mei'er? cuaca hari ini sangat bagus." balas Putra mahkota yang berada disamping Kaisar.

Mereka menghantar utusan Kaisar Li dan Liu Mei ke dermaga lalu melihat kepergian mereka.

"Aku juga tak tahu, Gege. Tapi aku merasa akan terjadi sesuatu." balas Liu Mei.

"Tenanglah Mei'er. Tidak akan terjadi apapun padamu, cuaca hari ini sangat bagus." balas Kaisar dengan lembut.

"Yang Mulia, kapal telah siap." ujar sang kapten.

"Baiklah, kami akan naik." balas Utusan Kaisar Li dengan sopan. Dia memang dikenal sebagai pria yang hangat.

"Putri Mahkota, Mei." panggil kaisar Li.

"Silahkan Tuan naik terlebih dahulu, saya masih akan berpamitan pada ayah dan kakak saya." balas Liu Mei sopan.

"Baiklah, jika itu yang Putri Mahkota Mei inginkan." ujar Kaisar Li lalu menaiki kapal.

Liu Mei menatap kedua pria dihadapannya, "Ayah, Gege. Aku pergi dulu, jaga kesehatan kalian." Ucap Liu Mei lalu memeluk kedua pria itu.

"Hati-hati, Mei'er. kami akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu dan keselamatan mu." balas Putra mahkota.

Liu Mei melepas pelukannya, dia tersenyum dan mengecup pipi kedua pria dihadapannya. Entahlah, dia hanya ingin melakukannya.

Kaisar Xian dan Putra Mahkota juga membalas kecupan Liu Mei secara bergantian di keningnya.

Lalu Liu Mei mulai melangkah menjauh dari tempat mereka berdiri, saat akan menaiki kapal. Liu Mei kembali membalikan badannya dan menghadap kedua pria itu, sambil tersenyum dan melambaikan tangannya.

Kaki Liu Mei baru saja menginjak papan yang menjadi penghubung antara dermaga dengan kapal, namun tiba-tiba angin kencang menerpa tubuhnya dengan sangat keras. Membuat pakaian Liu Mei ikut berterbangan.

Cuaca yang tadinya cerah tiba-tiba mendung, angin bertiup dari arah yang berlawanan, membuat kapal juga ikut bergoyang akibat ombak yang besar menghantam kapal.

Kaki Liu Mei tak bisa digerakkan, dia ingin memundurkan langkahnya tapi tak bisa. Angin itu kembali menerpa tubuh Liu Mei sampai oleng dan terjatuh kedalam laut.

"Mei'er..!!"

"Meimei..!!"

"Putri Mahkota..!"

Teriak orang-orang dengan histeris, ada mereka ingin melangkah tapi dipukul mundur oleh angin yang kencang.

Sedangkan Liu Mei di berusaha untuk berenang keatas setelah jatuh kedalam laut, namun usaha yang ia lakukan sia-sia saja seolah-olah kakinya tak bisa digerakkan dan mati rasa.

Dia terus berusaha untuk naik, tapi malah semakin turun. Udara disekitarnya juga tak ada, dia tak mempunyai kemampuan bernafas dalam air.

Tubuh Liu Mei menjadi lemas akibat terus bergerak, dia memukul kakinya agar bisa bergerak. Namun dia seperti ditarik kedasar laut disekitar dermaga.

'Apa ini menjadi akir dari kehidupanku? Ayah, Gege. Aku menyayangi kalian. Pasukan Ku, aku bangga pada kalian semua.' batin Liu Mei sambil tersenyum dan menutup matanya.

Lio Guan yang melihat adiknya jatuh langsung berlari mendekat setelah angin tadi berhenti berhembus dengan kencang.

Dia berenang ketempat Lui Mei jatuh tadi, sampai akhirnya dia melihat adiknya yang sudah berada didasar, lalu dengan kemampuan airnya dia menarik Liu Mei mendekat dan membawa adiknya keluar dari dalam sana.

Lio Guan kembali muncul dipermukaan air setelah beberapa menit, pakaian basah kuyup sama seperti Lui Mei yang berada dalam dekapannya.

Semua orang sudah menunggu dengan tak tenang, beberapa prajurit juga ikut masuk kedalam air untuk membantu Putra Mahkota mereka.

Kaisar Xian langsung mendekat setelah dia melihat kedua anaknya muncul kepermukaan. Dia langsung menyentuh tangan kanan Liu Mei dan memeriksa denyut nadi dari putri tunggalnya dengan sedikit Qi yang disalurkan pada tangannya.

Air mata kaisar Xian langsung tumpah, dia berteriak histeris. "Mei'er bangun....Mei'er bangun..jangan tinggalkan ayah,

Mei'er.."

"Apa maksud ayah?!" tanya Lio Guan cepat.

"Cepat, bawa dia ke istana dan selamatkan putriku!!"

.................

Sedangkan ditempat yang berbeda, di dunia modern.

Seorang gadis sedang menjerit kesakitan. Didepannya terdapat seorang pria yang sedang tertawa dengan sangat menyeramkan.

"Dasar gadis bodoh, mau saja ditipu!" ujarnya dengan kasar.

Plakkk...

Bruggg...

Bruggg...

Tamparan dan pukulan terus dia terima, air matanya sudah bercampur menjadi darah.

"Sudah sayang.. biarkan dia pergi, aku sudah bosan melihatnya disini." ujar seorang wanita yang datang dan bermanja-manja didepan pria itu, dengan menempelkan badannya pada pria itu.

"Sayang.. kau sangat cantik dan seksi, tak seperti si buruk rupa itu." tunjuknya pada gadis yang tengah terpojok didalam ruangan itu.

"Alex, biarkan dia pergi sayang. Aku sudah tak tahan lagi ingin bermain denganmu,,,, Ayoo.." godanya sambil menatap sinis pada gadis ya g terpojok itu.

"Baiklah, tunggu sebentar." ujarnya sambil mengeluarkan kartu kreditnya dari dalam dompet, lalu melemparkannya pada gadis dihadapannya.

"Itu, didalam sana ada 4 miliar. Pergi dari sini dan jangan kembali lagi, pertunangan kita putus! Uang itu adalah kompensasi untuk beberapa tahun belakangan ini karena kau sudah memperhatikanku dengan baik." ujarnya kemudian menarik gadis yang berpakaian seksi itu kedalam kamarnya

Pintu dibiarkan terbuka begitu saja dengan tujuan agar gadis malang itu melihat aksi liar mereka diatas ranjang. Suara erangan kenikmatan terdengar dari dalam sana. Bahkan wanita itu sampai menatap sinis pada pintu dengan senyum penuh kemenangan.

Dia tahu, jika gadis yang baru saja dicampakkan oleh kekasihnya ini sedang berdiri disana.

Dengan hati yang remuk, gadis itu berjalan dengan gontai diruang tamu. Mengambil tas kecil miliknya, dan memasukan kartu kredit itu kedalam sana. Lalu melangkah keluar dari apertemen milik tunangannya.

Ralat!... mantan tunangan.

Hari ini adalah hari ulang tahun tunangannya, dia bermaksud untuk memberikan kue yang sudah dibuat olehnya dengan susah payah. Namun diluar dugaan, ternyata pria itu sedang bercumbu dengan sahabatnya sendiri.

Axila Lian Remanov, itulah namanya. Seorang gadis cantik dan jenius yang dituangkan dengan seorang pengusaha muda cukup sukses, pewaris salah satu perusahaan properti di Indonesia. Pria itu Bernama Alex Ferdian.

Dengan langkah gontai, Axila berhenti di jembatan. Entah sudah berapa lama dia berjalan, tapi waktu sudah menunjukkan larut malam. Kakinya sudah lelah berjalan, sudah tak memiliki tenaga untuk terus melangkah. Matanya memerah dan bengkak, tentulah hatinya juga hancur.

Tatapannya kosong, dia benar-benar putus asa. Entahlah apa yang berada didalam pikirannya, Axila langsung menjatuhkan tubuhnya ke jembatan yang entah kemana arahnya itu.

Setelah menyentuh air, barulah dia sadar. Ingin berenang keatas, namun tak bisa. Saat itu juga sedang hujan lebat baru saja reda, arus sungai masih sangat keras.

Bayangan penghianatan berputar di kepalanya, lalu ia juga mendengar suara anak kecil yang dengan setia akan menunggu kedatangannya untuk menjemput anak itu pulang.

'aku belum mau mati, aku masih harus membalaskan dendam ku pada mereka yang telah menyakitiku.

Aku belum menyelamatkan adikku dari wanita jahat itu! Aku harus membawa adikku pulang dengan selamat!

Siapapun, tolong aku!!.' Batinnya.

Perlahan kesadarannya menghilang, tak kuat dengan arus sungai yang mempermainkan nya seperti bola, namun baru beberapa detik ada cahaya yang menyelimuti tubuhnya.

Saat itu juga, mata Axila kembali terbuka, lalu berusaha untuk naik kepermukaan.

Dia berpegang pada batu besar yang menjadi penghalang arus sungai.

"Sial..." ujarnya. Namun perlahan kesadarannya juga ikut kehilangan, Dia pingsan disana.

NOTE...

Hai para raiders, ini novel Time Travel pertama author, maaf kalau ada kesalahan dalam penulisan kalimat disini. Tapi bukan Novel pertama tapi kedua Dimana setelah Novel sebelumnya udah dipindahkan ke platform sebelah.

Salam hangat.

Ikan Bakar

Yang tadinya malam, sekarang sudah berganti menjadi siang, mungkin sekitar pukul 9 pagi. Aliran sungai juga tak deras lagi, dan berjalan normal.

Disalah satu batu yang ukurannya cukup besar, terdapat seorang gadis yang masih belum membuka matanya sejak semalam.

Yah, dia adalah Axila.

Matahari yang bersinar terang membuat hawa di bumi menjadi panas, apa lagi akibat globalisasi.

Perlahan mata gadis itu terbuka, matanya langsung disesuaikan dengan cahaya yang ada disekitarnya.

'Uhh... badanku rasanya sakit semua, hanya tenggelam didalam laut saja seperti aku dibawa oleh aliran arus sungai yang sangat deras.' batinnya.

"Dimana Gege dan Ayah, apa mereka membiarkan ku berada ditengah terik matahari?" gumamnya sambil berusaha untuk bangkit dari tidurnya.

Namun, tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit. Benar-benar menyakitkan, seperti di tusuk dengan ribuan jarum membuat kesadarannya hampir saja melayang, untung saja dia sudah terlatih jadi bisa menahan sakit ini namun tubuhnya terasa sangat lemah dan tak bertenaga untuk menahan semua rasa sakit ini.

Perlahan, banyak kejadian yang terputar dikepalanya. Seperti kaset yang diputar ulang dan ditonton olehnya.

"Noona janji... Noona akan pergi ke Seoul untuk menjemput Azka pulang."

"Mama, mana sarapanku."

"Ayo Papa... lebih tinggi lagi... Ambil bajak jambu untukku.. hore..."

"Ini adalah pria yang akan menjadi suamimu di masa depan."

"Tentu saja, kita kan sahabat."

"Kau sungguh gadis yang menjengkelkan!"

"Pergi kau!"

Banyak kejadian-kejadian yang terus bermunculan di kepalanya, hingga ingatan dimana ia dicampakkan oleh tunangan dan di khianati oleh sahabat nya, semua muncul seperti gelembung-gelembung yang sangat banyak dengan dipenuhi oleh ingatan yang bukan miliknya!

Liu Mei, itulah jiwa yang sedang menempati tubuh Axila saat ini.

"Jadi, aku sudah mati dan jiwaku berpindah datang ke dunia ini?" ucap Liu Mei miris.

"Kasihan sekali pemilik tubuh ini, dia benar-benar mempunyai hati yang bersih, namun di khianati oleh dua orang bodoh itu." ujar Liu Mei.

"Tak apa, keinginan terakhirmu adalah membalas dendam, bukan?

Itu hal yang mudah untukku. Lalu adikmu, akan aku coba untuk mencari di tempat yang bernama Seoul itu.

Semoga kau tenang setelah kedua keinginan mu tercapai." Tambah Liu Mei.

"Mulai sekarang, aku adalah Axila Lian Remanov. Aku akan menggantikan mu untuk memberikan mereka pelajaran, bahkan 1000 kali lipat dari apa yang kau rasakan!"

(panggilan Liu Mei diganti jadi Axila)

Axila mulai turun dari batu itu, melangkah kakinya dengan pelan, karena badannya terasa sangat sakit dan tak bertenaga.

"Andai kalung penyimpanan ku ada, aku tinggal meminum pil untuk menyembuhkan lebam tubuh lemah ini." gumam Axila sambil meraba lehernya.

Tapi tangannya menggenggam sesuatu, seperti kalung. Axila menarik kalung liontin kalung yang melingkari lehernya, senyumnya mengembang setelah melihat ternya itu adalah kalung dari neneknya yang terbawa oleh jiwanya.

"Apa kalung ini sama seperti punyaku yang dulu, lebih baik aku memeriksanya." ucapnya.

Axila mencoba untuk membayangkan pil penyembuh yang dia inginkan, dan muncullah ditangan kanannya.

Senyum mengembang diwajahnya, "Ternyata ini memang terbawa kesini. Terima kasih Tuhan, aku sempat khawatir tadi."

Axila langsung menelan pil penyembuh tingkat tinggi yang ukurannya sebesar kelereng. Manfaatnya langsung terasa, lebam ditubuhnya langsung saja menghilang, pegal-pegal dan rasa sakit akibat dipukuli dan terbawa arus sungai juga menghilang.

Axila merasakan aliran Qi yang berada disekitarnya, "cukup banyak juga, namun tak sepadat di duniaku yang dulu." gumam Axila.

Perutnya terasa lapar, cacing-cacing didalam sana sudah berdemo minta diisi. Mata Axila menangkap pergerakan beberapa ekor ikan yang berenang didalam sungai, dia mencari cara untuk menangkap ikan-ikan itu, padahal bisa saja dia mengambil makanan didalam ruangan penyimpanan miliknya, tapi dia ingin merasakan daging ikan segar. Sudah lama dia tak merasakannya, sejak dia dan Lio Guan menginjak usia remaja.

Axila mengambil beberapa ranting pohon yang ada, lalu meruncingnya dengan belati yang ada ditangannya, baru saja dia mengambilnya dari dalam ruang penyimpanan.

Axila mulai melompat dari batu yang satu ke batu yang lain. Dengan teliti, dia mulai melempar ranting-ranting itu kedalam sungai yang terdapat ikan.

Air sungai bercampur dengan darah ikan, yang berarti dia berhasil mendapatkan beberapa ekor ikan.

Saat diambil, ternyata ada lima ekor yang ukurannya lumayan besar. "Kurasa, ini cukup." gumamnya.

Axila berjalan ketepi, tangannya masih menggenggam ranting yang terdapat ikan, lalu mulai memanggangnya dengan api. Axila tak perlu lagi repot-repot untuk membuat api, dia hanya mengambil beberapa ranting pohon ya g kering, lalu membakarnya dengan api suci yang keluar dari tangannya.

"Jika seperti ini, kan sangat mudah." gumam Axila. Axila mulai memanggang ikan-ikan hasil tangkapannya, beberapa menit telah matang, lalu dia mulai menyantapnya dengan sangat nikmat.

Alasan mengapa dia bisa berpindah dan menempati tubuh ini belum diketahui, namun samar-samar ingatannya menunjukkan sesuatu.

"Jadi, Ibu adalah keturunan Kaisar Qin?"

"Yah, dan kau pun juga sama, meskipun begitu sudah tak ada gunanya lagi ...Banyak orang dengan keturunan dari bangsawan kuno yang kini telah memudar. Kau bisa mengetahui siapa saja keturunan murni dari para Bangsawan China jika mencarinya di Internet." jelas Seorang wanita yang memiliki wajah cantik.

"Lalu, bagaimana dengan kita?" tanya Axila yang memasuki usia remaja.

"Bukankah sudah ibu bilang, kakek buyut mu lah Kaisar Qin. Saat aku masih kecil, aku pernah sekali mengikuti kakekmu pergi ke makam leluhur di Beijing. Disana kami dijelaskan tentang ketuhanan dari sang Kaisar dan bangsawan lainnya...." sang ibu terus menjelaskan bagaimana keturunan langsung dari Kaisar Qin berkembang di China. Keturunan para bangsawan Kuno di Zaman Modern seperti pasir, sangat banyak.

Bahkan, separuhnya tak mengetahui jika mereka merupakan keturunan para bangsawan China kuno, orang tua tak menceritakan tentang leluhur mereka adalah alasan yang tepat.

Karena Ibunya Hanya salah satu keturunan kecil yang tak murni, mereka tak pernah masuk ke jajaran sosial para bangsawan. Sebaliknya, kehidupan mereka sederhana.

Sebelum akhirnya ibunya mendapatkan persetujuan untuk pertukaran pelajar Indonesia-China yang akhirnya bertemu dengan ayahnya, saling jatuh cinta dan menikah diusia muda.

..........

Bayangan samar tentang alasan dia menempati tubuh ini sudah membuatnya cukup puas. "Keturunan Kaisar Qin? .. Lumayan," gumam Axila.

Setelah puas makan ikan bakar, dia berjalan kearah sungai dan meminum air yang ada disana.

"Kurasa, harus memperkuat fisik lemah ini dulu. Sangat merepotkan jika aku terlalu lemah, mau dikata apa. Seorang gadis yang dijuluki 'Dewi Perang' menjadi sampah? tidak akan pernah terjadi." ujarnya.

Axila mulai memasuki kawasan hutan yang tak terlalu jauh dari sungai, setelah berjalan 2 kilo meter, dia rasa sudah cukup. Dia menemukan air terjun yang sangat indah, airnya mengalir dengan deras. Kicauan burung disekitar juga terdengar sangat indah.

"Aku tahu kalian bisa mendengar ku, aku hanya meminta kalian untuk mengawasi ku saat sedang berkultivasi. Jangan ada yang menggangguku, wahai penghuni rimba."

Beberapa kicauan burung terdengar, ada juga Lolong serigala.

Mereka seperti mengatakan jika mereka mengerti.

Axila mulai menduduki batu yang berada didekat air terjun, batu yang berada tepat disamping air itu.

Mata Axila mulai menutup, kedua kakinya dilipat seperti sedang melakukan yoga.

...........

Sedangkan di kekaisaran Xian.

Kaisar, putra mahkota, prajurit dan semua orang yang bertempat tinggal di kekaisaran Xian sedang berduka.

Saat mereka membawa tubuh Liu Mei kembali ke istana, dia sudah tak lagi bernyawa. Membuat kaisar dan Putra Mahkota frustasi.

Kaisar menyalahkan dirinya karena meminta putri semata wayangnya untuk pergi ke benua Timur. Jika dia tak meminta hal itu pada Liu Mei, mungkin saja Putri Mahkota masih berada bersama mereka saat ini.

Sedangkan Putra Mahkota Xian Lio Guan, dia terus mengurung diri didalam kamar Liu Mei. Dia menganggap dirinya tak becus sebagai seorang kakak.

Harusnya dia bisa menyelamatkan nyawa adiknya.

Para jendral dan prajurit perang juga ikut bersedih, mereka yang selalu berjuang hidup dan mati bersama Liu Mei, sang Dewi perang.

Namun sekarang, Dewi mereka telah pergi. Mereka seakan kehilangan arah.

Yang mereka ingat hanya satu hal, pertahankan kedamaian dalam tempat kelahiran mereka, tempat mereka tumbuh menjadi orang-orang yang berguna bagi kekaisaran ini.

Kekaisaran tetangga juga ikut bersedih, Meskipun Liu Mei orang nya sangat dingin dan kejam. Dia masih mempunyai hati yang lembut, terutama pada rakyat miskin dipinggiran kota kekaisaran.

Kremasi jenazah Liu Mei berjalan dengan lancar, meski yang dilihat adalah tatapan kosong dari mata Kaisar dan Putra Mahkota.

"Meimei, Gege selalu menyayangi mu. Apa kau sudah bertemu dengan ibunda, Meimei?

jika sudah, tolong sampaikan salam Gege pada Ibunda. Gege menyayangi mu." gumam Lio Guan.

Harta Karun

Suara percikan air yang sangat deras terdengar dari satu kilo meter, jika di dekati. Maka akan terlihat air terjun yang sangat indah, mempunyai tiga tingkat dan airnya mengalir dengan deras.

Terlihat seorang gadis cantik yang tengah duduk dipinggir air terjun, matanya terus menutup sejak berhari-hari.

Hingga tiba-tiba matanya yang terus terpejam mulai terbuka, mata coklat dicampur hitam, khas milik orang berdarah Asia tenggara.

Senyum mengembang di bibirnya, dia telah berhasil berkultivasi dan menyerap Qi disekitarnya. Bahkan, wajahnya yang dulu berjerawat dan kusam sudah putih mulus. Kulitnya cerah, putih mulus. Matanya benar-benar sangat lentik dan cantik, siapapun akan jatuh hati saat menatap mata jernih miliknya.

'Krukk..krukk...'

Perutnya berbunyi, mungkin karena sudah lama berada disana, energinya juga sedikit dikuras untuk berkultivasi.

Axila langsung saja mengambil beberapa makanan didalam ruang penyimpanan miliknya, lalu melahapnya dengan cepat.

Air yang diminum nya berasal dari air terjun yang berada dihadapannya. Benar-benar terasa sangat segar, Axila juga sekaligus merendam tubuhnya didalam sana. Membersihkan tubuhnya yang sudah tiga minggu itu terasa lengket dan berkeringat akibat tak mandi.

"Ahhh... segarnya..." ujar Axila sambil bersenandung beberapa kali, berenang gaya bebas didalam air. Axila memutuskan untuk mencoba beberapa gaya renang yang berasal dari ingatan pemilik tubuh yang lama.

"Kurasa, harus keluar dari hutan ini. Aki harus mulai bergerak menyusun rencana pembalasan dendam pada dua kecoak itu." gumam Axila, dia menjadi jijik saat mengingat dua seloji itu bersetubuh didepan matanya.

Axila memutuskan untuk keluar dari air terjun yang nyaman. Namun batu yang licin membuatnya terpeleset, namun matanya menangkap lingkaran hitam dibelakang air terjun.

"Apa itu?" kakinya perlahan mulai menolak air, membuat dirinya ikut terdorong kedepan.

Semakin dekat, bayangan hitam itu semakin jelas. "Gua?"

Axila mencoba untuk memasukkan tangannya pada mulut gua, ternyata benar, disana ada udara dingin yang menerpa tangannya yang mulus dan lentik. Axila memutuskan untuk masuk kedalam sana.

kakinya yang jenjang menyentuh bebatuan disekat mulut gua, tubuhnya yang basah segera dia keringkan dengan hangatnya api suci.

cahaya didalam sana sangat minim, apa lagi semakin berjalan kedalam sana. Axila menggunakan api suci ditangannya dan menjadikan sebagai penerangan didalam gua itu.

"Aku merasakan aliran Qi yang sangat kental dari salah satu benda didalam sana, tapi apa itu?" gumam Axila.

Semakin berjalan masuk kedalam sana, semakin pula cahaya yang tak terdapat. Kira-kira 150 meter jauhnya, sampai akhirnya dia berhenti tepat didinding pembatas gua, yang berada tepat didepannya.

Axila merasa sia-sia saja dia berjalan, kakinya agak sakit akibat digores bebatuan yang tajam.

Axila duduk disalah satu batu yang berada didalam sana, sambil memperhatikan dinding sekitar.

Namun, matanya menangkap sesuatu yang terukir disana.

"Bunga Teratai?" gumam Axila, namun ukiran itu tertutup tanah dan debu. Dengan kekuatan anginnya, dia membersihkan debu-debu, lalu tanah yang menempel.

"Ternyata memang benar dugaan ku, ukiran bunga teratai." gumam Axila.

"Sama seperti liontin milikku, bunga teratai. Tapi, apa yang berada disana? apa ini pintu rahasia?"

Axila membuka kalungnya, didekatkan pada sekitar dengan ukiran teratai itu.

Pas, sangat pas.

Axila memutar kalungnya, dan ukiran itu juga ikut bergerak. Lalu terdengar

'Klekk..'

Seperti pintu yang dibuka kuncinya, lalu tiba-tiba saja sekitar gua berguncang selama beberapa detik, Axila memasang kuda-kuda sbil memperhatikan apa yang akan terjadi lagi.

Dinding itu bergeser, lalu didepan Axila sudah ada suatu ruangan. "Tempat apa ini?"

Angin berhembus dengan sedikit kencang, debu-debu berterbangan keluar dari dalam sana.

"Uhukk..uhukk.."

Kemudian Axila merasa hawa disekitar menjadi dingin, dia mengambil bajunya dari dalam ruang penyimpanan dan mengenakan nya dengan cepat. Axila mengambil kembali kalungnya dari simbol itu, lalu berjalan memasuki tempat itu.

Matanya menangkap sesuatu yang berkilau ketika bertemu dengan cahaya dari api suci milik Axila, Axila berjalan mendekat, kemudian mengambil benda itu.

"Batu kristal?" Axila memutar tubuhnya kebelakang, matanya langsung membulat sempurna. Disana terdapat banyak sekali batu kristal yang menempel di dinding gua.

"Semua kristal ini penuh dengan aliran Qi, pantas saja aku merasa jika didalam sini padat dengan Qi." batin Axila.

"Tapi, siapa penjaga yang menjaga harta Karun ini? apa tak ada penjaganya? apa aku boleh mengambil kristal-kristal ini?" gumam Axila.

Dia mengambil beberapa kristal yang ukurannya sedikit besar, lalu ada beberapa herbal langkah yang juga tumbuh disekitar dinding gua. "Aku tak boleh serakah, aku tahu tempat ini pasti yang melindungi hutan ini agar tetap hidup. Banyak makhluk hidup yang mendapat manfaat dari sini juga." gumam Axila. "Terimakasih telah memberiku beberapa kristal ini, semoga tempat ini tak didatangi orang-orang serakah yang menginginkan semua ini." Ucap Axila dengan sedikit lantang, dia rasa tempat ini seperti mendengar ucapannya.

Matanya menangkap tanaman yang mempunyai warna berbeda, seperti lidah buaya, tapi mempunyai warna merah di sekitarnya.

Axila mendekat, lalu menyentuh lidah buaya itu dengan lembut, tak tahu jika tangannya ikut tergores dan darahnya menetes mengenai lidah buaya itu.

"Hanya luka kecil, tak apa lah." ujar Axila menatap kari telunjuknya yang sedikit mengeluarkan darah. Tiba-tiba lidah buaya itu menghilang, lalu ada cahaya yang datang dari kalungnya.

Bersamaan dengan itu, dinding gua yang tadi terbuka menutup dengan sendirinya, lalu ada lagi yang terbuka didepan Axila.

"Jalan kemana lagi ini? kuharap aku bisa keluar dari tempat ini." gumam Axila, dia mengikuti lorong gua yang sedikit lebih panja g dari pada saat dia masuk.

Dengan bantuan api suci, dia terus melangkah meninggalkan gua yang juga ikut menghilang.

Sekitar 30 menit Axila berjalan tanpa mengeluh, berjalan jauh sudah biasa baginya. Akhirnya, ada cahaya didepan sana, membuat Axila mempercepat langkahnya.

Axila keluar dari beberapa batu yang tersusun dengan acak, kini dia keluar ditempat yang berbeda. Sayup-sayup terdengar suara beberapa orang yang berteriak dengan keras.

"Aku harus bertanya jalan keluar dari hutan ini, mungkin mereka tahu." batinnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!