Dengan tatapan kosong. Sarah hanya terdiam memandangi foto kebersamaannya dengan Raka. Impian dan harapan Sarah benar-benar Raka hancurkan.
Sarah menangis, ia melempar foto berbingkai ditangannya kearah tembok. "Apa kamu tau? kamu sudah membuat aku menderita sekarang!" Tangisan Sarah pecah, ia menginjak pecahan kaca dari bingkai yang pecah tersebut dengan sengaja. "Pembohong, kamu bilang sama aku kalo kamu gak akan pernah meninggalin aku, sekarang apa? kamu jahat, Raka. aku benci kamu!"
Kedua orang tua Sarah sampai dibuat kewalahan. Bawasannya Sarah sudah seperti gadis yang terkena depresi setelah kepergian Raka. Sarah tidak ingin makan, ia bahkan tidak pernah keluar kamar setelah peristiwa naas itu terjadi. kehilangan sesosok orang yang dicintai memanglah sangat menyakitkan. ia merasa dirinya sudah setengah gila akibat Raka yang menyisakan begitu banyak kenangan.
Sarah yang awalnya adalah gadis cantik yang ceria, selalu di selimuti oleh kebahagiaan itupun terlihat sangat berbeda.
"Sarah tenangin diri kamu," Revan meraih tangan gadis tersebut. Mencoba menenangkannya. "Apa kamu bodoh? Kenapa kamu nyakitin diri kamu sendiri?"
Sarah terdiam, ia hanya terus terisak meluapkan kesedihannya atas kepergian Raka.
"Biarkan Raka tenang, relakan kepergiannya." Ucap Revan memandang sarah lekat.
Deon salah satu teman dekat Raka pun ikut merasakan bagaimana tersiksanya menjadi Sarah. Padahal Deon sediri bukanlah tergolong pria yang cengeng, melihat keterpurukan Sarah setelah ditinggalkan oleh teman baiknya tersebut cukup membuatnya merasa iba. Deon berpikir, kenapa semua ini harus terjadi pada Raka. Semua orang sangat menantikan keberhasilan atas hubungannya dengan Sarah. Tetapi tuhan malah mengambilnya secara tiba-tiba.
Raka, Deon, dan Revan memang sudah bersama dari semenjak ketiganya menduduki sekolah menengah atas. Mereka selalu terlihat kompak, dari sisi Raka sendiri dia adalah pria yang humoris. Peduli akan Revan dan Deon. Bahkan sekalipun Raka sedang bersama Sarah, mereka selalu menghabiskan waktu bersama dengan membawa pasangan masing-masing.
Dokter menyuntikan obat penenang kepada Sarah. Gadis cantik itu kini sudah terlelap di atas tempat tidurnya. Terpaksa tindakan itu Dokter lakukan sebab Sarah sendiri terus menyakiti dirinya dan tidak bisa menghentikan tangisannya.
Revan menghela nafasnya, ia mengerjap kemudian menyandarkan kepal disebuah tembok kamar. mata indah Revan memandang langit-langit ruangan, lalu kemudian ia berkata. "Kenapa harus gue?" Tanyanya pada Deon.
"Karena Raka percaya kalo lo gak akan pernah nyakitin Sarah," Sahut Deon spontan.
Raka berdecak kesal, "Gimana kalo lo berada di posisi gue? Apa yang akan lo lakuin?"
"Mungkin itu berat," Deon menepuk bahu Revan. "Coba ajah, lo pasti bisa. Ini semua demi Raka."
"Enggk, gue gak mungkin ngelakuin itu,"
"Kenyataanya, Raka sendiri yang meminta hal itu dari lo!"
Revan memijat pelipisnya, ia terlihat sedikit merasa kesulitan untuk mengabulkan permintaan terakhir dari Raka. Mungkin jika Deon belum memiliki kekasih hal itu akan berlaku juga untuk Deon. Menjaga dan membuat Sarah jatuh cinta pada salah satu dari mereka. Demi mewujudkan keinginan Sarah yang belum sempat Raka kabulkan.
"Tolong jangan bahas ini sama Sarah sekarang. Suasana hatinya sedang buruk, gue takut dia salah paham." tegas Revan pada Deon.
"Segeralah katakan hal ini padanya, lo juga harus membantu Sarah. Sembuhkan lukanya, gue tau dia pasti sangat terpukul atas kepergian, Raka." Deon pun pergi begitu saja meninggalkan Revan setelah mengatakan hal tersebut.
Entah langkah apa yang harus Revan mulai untuk saat ini. tentu untuk sebagian orang akan terasa sulit untuk membuka hati pada seseorang yang sebelumnya pernah menjalin hubungan dengan teman sendiri.
Ucapan Raka terus terngiang-ngiang di kepalanya, Revan meraih segelas air dan meneguknya singkat. "gue harus memulainya sekarang," gumam Revan meyakinkan dirinya.
Pelaku penabrakan mobil Raka sudah diamankan kepolisian. Sopir tersebut mengaku jika dirinya telah lalay saat berkendara hingga menyebabkan Raka kehilangan nyawanya. Karena hal itu polisi pun menjatuhkan hukuman selama beberapa tahun penjara padanya.
Namun semua itu tidak berlaku untuk Sarah. tetap saja meskipun si penabrak telah mendapat hukuman, tapi sang kekasih tidak akan pernah bisa kembali padanya. Semua tampak gelap, Sarah mengklaim dirinya tidak bisa hidup normal setelah Raka tiada. Semua terasa kosong dan hampa, bayang-bayang Raka sungguh sangat sulit untuk ia lupakan. itu hanya terus membuat dirinya semakin terluka.
Revan mencoba mendekati Sarah. atas dorongan dan dukungan yang Deon berikan, akhirnya pria jangkung itu memberanikan diri untuk mendekati Sarah.
Revan mendudukkan bokongnya dibibir ranjang dengan posisi Sarah yang terbaring memunggungi tubuhnya. Entah mengapa saat ini dirinya benar-benar merasa gugup, padahal sebelumnya Revan dan Sarah sudah saling mengenal.
"Pergi, Revan." Titah Sarah dingin.
Revan mengerjap memalingkan wajahnya menatap Sarah. "gue juga gak mau ada disini, jika bukan karena Raka."
Sarah menajamkan tatapannya pada Revan heran, "Apa maksud kamu?"
"Raka udah minta Revan buat jagain lo, menggantikan posisi Raka supaya lo jatuh pada orang yang tepat." Ucap Deon yang tiba-tiba saja datang menjelaskan. Deon tahu jika Revan tidak akan berani mengatakan hal ini pada Sarah. Itu sebabnya ia sendirilah yang turun tangan karena temannya tersebut terus saja membuang-buang waktu.
"Omong kosong," Sarah mengeratkan giginya merasa kesal atas tindakan dua teman Raka tersebut.
"gue bakalan pergi sekarang!" Merasa ucapan Deon hanya diartikan sebagai lelucon oleh Sarah. Revan pun memutuskan keluar dari kamar tersebut dengan perasaan yang tida nyaman.
"Cukup, Revan!" Deon menatap tajam kearah Sarah, karena sudah muak melihat keterpurukan gadis tersebut. "Mungkin menurut lo ini semua hanyalah omong kosong, tapi itulah kenyataanya. Raka mengatakan hal itu pada Revan, dan gue saksinya."
"Tidak, kalian pasti berbohong." Sarah tak kuasa membendung air matanya, bagaimana mungkin ia bisa menjalin hubungan dengan orang lain? Sedangkan ia sangatlah mencintai Raka.
"Pikirkan baik-baik hal ini, gue dan Deon hanya mencoba untuk mengabulkan keinginan terakhir Raka. Yaitu ngebahagiain lo!"
Sarah menjerit histeris, ia benar-benar kembali diingatkan dengan kenangan masa lalunya bersama Raka. Sulit bagi Sarah untuk mengiklas-kan kepergian kekasihnya tersebut karena memang waktu yang mereka habiskan tidaklah sebentar.
"Sadarlah, Sarah. Hal yang lo lakuin sekarang hanya akan membuat Raka bersedih. Hentikan semua ini dan mulailah hidup baru lo, seseorang yang sudah pergi tidak mungkin bisa kembali." Pekik Deon kesal.
Revan mencoba menghentikan Deon karena tak tega melihat Sarah yang semakin tersiksa mendengar ucapan tajam dari temannya tersebut.
"Lepasin gue Revan! Dia harus menyadarinya, jika hal yang ia lakukan hanya akan membuat Raka tidak tenang!" Deon menepis tangan Raka yang mencoba menariknya keluar ruangan.
"Jangan memaksanya, gue mohon." Revan menajamkan tatapannya pada Deon, yang seolah terus menyudutkan Sarah.
"Tidak! keinginan terakhir Raka adalah melihat Sarah bahagia, sampai kapanpun lo gak akan bisa memenuhi keinginan Raka jika, Sarah terus menyiksa dirinya."
Sebesar apapun dukungan yang Deon berikan itu semua tak cukup jika Sarah terus saja menenggelamkan dirinya dalam masa lalu. waktu yang Sarah dan Raka habiskan bersama tidaklah sebentar, bagaimana mungkin ia bisa dengan mudah menerima seseorang meskipun itu adalah keinginan dari Raka sendiri.
"Mengertilah, Sarah. jangan terus nyiksa diri lo kaya gini," ucap Deon mendekati gadis tersebut, meraih tangannya.
Dalam keadaan yang serang terisak, Sarah memandang wajah tampan Deon. "Aku sangat mencintai, Raka. itu gak mungkin, aku sama Revan gk mungkin..."
"jangan terus nyiksa diri lo kaya gini, gue yakin Raka disana juga gk suka ngeliat keadaan dan kondisi lo sekarang." Deon menyeka air mata yang membasahi pipi mulus Sarah yang nyaris tanpa cacat, "Cobalah untuk membuka lembaran baru. gue sama Revan ada sama lo."
Sarah langsung memeluk Deon dengan erat, ia kembali meluapkan kesedihannya melalui pelukan pada pemuda tersebut. sungguh dalam hal ini orang tua Sarah pun berpikir jika Deon sangatlah tegas dalam menyadarkan anak gadisnya.
"Tuan Revan, ada seorang wanita mencarimu."
Revan mengerutkan dahinya, pria yang sedang sibuk menyelesaikan pekerjaan di kantor miliknya, ia langsung menyuruh asistennya membawa masuk orang yang sedang mencarinya tersebut.
"Revan..."
Betapa terkejutnya pria berparas tampan itu saat melihat Sarah ada dihadapannya sekarang.
"Apa aku ganggu?" tanya Sarah sambil mendekat.
Revan menelan salivanya gugup, "Ke... kenapa lo disini?"
"Aku mau kita bicara,"
Revan pun mengangguk, ia langsung beranjak mempersilahkan Sarah duduk disebuah sofa yang terdapat dalam ruangan besar itu. sejenak Revan merapikan kertas-kertas pekerjaannya lalu mencoba tenang menghadapi Sarah.
"Maafin aku," Sarah memulai pembicaraanya, meskipun senyumnya tidak terlihat tulus. bagi Revan itu adalah kemajuan untuk Sarah keluar dari keterpurukannya.
"Untuk apa?"
"Mengenai Raka yang meminta kamu..."
Revan berdehem, seolah canggung membahas hal tersebut. "gue ngerti, jangan terlalu dianggap serius."
"Tapi aku rasa itu adalah hal serius,"
Revan hanya terdiam dengan ekspresi datar, ia sendiri kebingungan harus mengatakan apa pada Sarah yang jelas-jelas beberapa waktu Raka memintanya untuk menjalin hubungan dengan gadis tersebut.
"Kasih aku waktu," Sarah meraih tangan Revan untuk memecah rasa canggung keduanya. "Tidak sebentar waktu yang aku habiskan bersama, Raka."
Revan menatap lekat tangan Sarah yang menggenggam tangannya, ia bisa merasakan tangan halus gadis tersebut sedikit gemetar saat Sarah menyentuh Revan.
"Gue gak berani mengatakan apapun, lo bisa tanya sama, Deon untuk lebih detailnya."
Sarah tersenyum kecut, ia melepaskan tangannya perlahan dari Revan kemudian berkata. "Aku tau. mungkin jika Deon tidak memiliki kekasih, Raka bakalan nyuruh aku memilih salah satu diantara kalian."
"Sarah, gue hanya..."
"Cukup," setetes air mata Sarah mengalir, mungkin ia kembali teringat dengan sosok kekasihnya yang kini telah tiada. "Aku bersedia, tolong berikan aku waktu."
Revan hanya mengangguk pasrah. tak ingin menambah luka bagi Sarah yang kini telah ditinggalkan oleh Raka. Revan pun memilih bungkam, menunggu keputusan selanjutnya yang akan Sarah rencanakan tentang hubungan yang sudah diatur oleh Raka sebelum kepergiannya.
Sarah adalah wanita cantik, diusia yang sudah menginjak dewasa gadis tersebut sudah bekerja di perusahaan milik keluarganya. hubungannya dengan Raka terjalin selama beberapa tahun, naas saat keduanya ingin meresmikan hubungan tersebut. Raka telah lebih dulu berpulang pada sang penciptanya.
Wajar jika Sarah meminta waktu, itu semua memanglah tidak mudah. terlebih Sarah sangatlah mencintai Raka, dan sekarang ia didesak untuk membuka hatinya pada Revan yang jelas-jelas Raka dan Revan adalah teman baik.
Kini Sarah sudah berada dikediamannya. untuk melupakan kesedihan, gadis tersebut memutuskan untuk berendam sambil merenungi keputusan yang sudah ia bulatkan.
"Apa tidak masalah jika aku dengan Revan? Raka kau benar-benar jahat. kamu memberikan aku pada pria lain sementara kamu?" Sarah meloloskan air matanya kembali, meskipun Raka sudah meninggal. Sarah masih dengan jelas bisa merasakan jika pria yang ia cintai tersebut masih berada tepat didekatnya. "Aku kangen kamu, Raka. aku pebgen peluk kamu." lirih Sarah menyilangkan tangannya dibagian dada.
Sarah mengamati setiap inci tubuh telanjangnya. tubuh yang dulu pernah dikecupi oleh Raka, meskipun keduanya belum pernah melakukan hal lebih dari sekedar kecupan. Sarah memejamkan matanya, mengingat bagaimana dulu Raka membelai dan mencium dirinya dengan penuh kasih sayang. sungguh Sarah sangat merindukan hal tersebut, hal yang saat itu akan membawanya kedalam api gairah. tetapi Raka dengan sangat kuat menahan hasratnya, menunggu waktu yang tepat untuk melakukan hubungan diatas ranjang tersebut.
"Raka, aku aku mau ketemu kamu!" batin Sarah tersiksa.
"Aku tidak meninggakkanmu!"
Sarah tersentak, spontan ia membuka matanya saat sepintas mendengar suara Raka.
"Raka..." Sarah memecah tangisannya, sungguh ini sangat sulit. ia selalu mendengar suara pria tersebut pada saat ia sedang sendiri. ingin rasanya Sarah mengakhiri hidupnya menyusul kepergian Raka. namun hal itu hanya akan menyulitkannya, sesuatu yang Raka anggap pengecut adalah saat tidak bisa menghadapi masalah itu sendiri.
"Ahhh..." Sarah berteriak sambil memukul kepalanya sendiri didalam bathub. "Kenapa kamu ninggalin aku tolong kembali sekarang," jerit Sarah histeris.
"Sarah..." Revan yang datang berkunjung itu cukup terkejut saat mendengar teriakan gadis tersebut dari dalam kamar mandi. tubuh telanjang Sarah terekspos oleh kedua mata Revan. pria jangkung itu langsung meraih handuk dan menutupi tubuh Sarah kemudian memeluknya, "Sarah tenang. kenapa Sarah? apa yang terjadi sama lo."
Sarah memeluk Revan kuat, ia semakin memecah tangisannya didalam pelukan Revan. "Aku gak bisa ngelupain, Raka. Raka tadi disini."
Revan hanya mengelus kepala Sarah. tentu semua itu hanyalah ilusi Sarah saja. beruntung dirinya cepat datang, jika tidak mungkin sudah terjadi sesuatu pada Sarah karna gadis tersebut terus memukul kepalanya dalam keterpurukan.
Merasa tenang, Revan mengangkat tubuh Sarah dari dalam bathtub tersebut. kemeja yang ia kenakan sampai basah, namun hal itu bukanlah masalah bagi Revan.
Perlahan, Revan membaringkan tubuh Sarah diatas ranjang kemudian berkata. "Lakukan apapun yang kau mau, asal hal itu tidak menyakiti dirimu sendiri." ucap Revan menasihati.
Dengan tatapan kosong, Sarah hanya terdiam. memalingkan wajahnya memunggungi Revan. sekuat apapun Sarah berusaha, nyatanya semua itu benar-benar sulit.
"Gue uga sama kaya lo, ngerasa hal ini gak mudah. tapi gue coba terima, demi Raka."
Lagi-lagi Sarah terisak, ia larut dalam bayang-bayang Raka setelah mendengar Revan bicara.
"Sarah," Revan menggenggam kuat tangan Sarah sambil menatap wajah cantiknya intens. "Bekerja samalah denganku, agar semua ini menjadi tidak sulit untuk kita berdua." ucap Revan memohon.
Bibir Sarah bergetar, matanya membalas tatapan lekat Revan. "Aku... aku tidak bisa."
"Kita harus mencobanya," ucap Revan meyakinkan.
"Tapi..."
"Percaya sama gue," Revan mendekatkan wajahnya pada Sarah hingga kini jarak antara mereka sangatlah tipis.
"Aku..." Sarah mengangguk, ia menyeka air matanya dan akan mencoba bekerja sama dengan Revan untuk saling membuka hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!