Nasibnya telah ditentukan hanya
dari sebuah mimpi. Sebuah mimpi yang biasa disamakan sebagai bunga tidur tapi
tidak untuk kakeknya. Bagi Kakek itu suatu petunjuk atau wangsit, sebagai penganut kepercayaan di Jawa apabila mimpi itu adalah suatu pertanda entah baik atau buruk. Dalam mimpi sang kakeknya beliau harus menikahkan pewarisnya atau keturunannya dari keluarga Saptowardono dengan
seorang keturunan dari Tjondrokusumaningrum yang sama-sama memiliki keturunan
darah biru ( Ningrat ). Mimpi Kakeknya yang secara terus berulang-ulang dalam beberapa malam serta berturut-turut membuat kakek mengambil keputusan untuk menikahkan cucu pertama dari anak laki-laki tertuanya
dengan salah satu cucu dari keluarga Tjondrokusumaningrum.
Keluarga Tjondrokusumaningrum memiliki
beberapa cucu perempuan yang bisa dijodohkan dengan cucu laki-laki dari keluarga
Saptowardono walau saat itu umur mereka masihlah sangat kecil, rata-rata masih di bawah sepuluh tahun.
Bagi pandangan umum sangatlah lazim untuk menikahkan anak
yang masih di bawah umur, tetapi suatu kepercayaan di daerah Jawa masih ada yang menganut kepercayaan
yang tidak dapat di mengerti orang pada umumnya. Pada abad ke dua puluh satu akan sulit memahami hal tersebut apalagi oleh anak lima belas tahun yang baru mulai menginjak usia remaja, di mana masa itu masanya ingin
mencoba segala hal-hal yang baru. Tetapi keputusan
keluarganya untuk menikahkannya pada usia itu sangat mengguncang jiwanya, rasa
memberontak dengan pikiran untuk melarikan diri dari tanggung jawab sebesar itu
sempat hinggap dihatinya.
Tetapi dia tak bisa berbuat apa-apa, dalam keluarganya segala
keputusan kakeknya yang ambil. Karena sebagai kepala keluarga, serta keinginannya untuk meninggalkan itu semua. Tetapi akhirnya ia urungkan, sebab tak sanggup menanggung akibatnya dari kemarahan sang kakek. Akan tetapi bayangan untuk
menikah semakin membuatnya ketakutan setengah mati.
Pagi ini, dengan kakek mengdampingi
serta kedua orang tuanya juga seluruh keluarga besar dan para tetua dalam kepercayaan itu yang memang mengetahui betul aturannya dan mengerti
tentang perjanjian penjodohan kedua keluarga yang harus dilakukan.
Kedua
keluarga duduk dengan saling berhadap-hadapan, tapi terlihat sekali perbedaan yang
sangat kontras dari keduanya. Walau
tuan rumah terlihat mengenakan pakaian yang bagus, tetapi melihat keadaan
rumahnya sangatlah memprihatinkan. Meja serta kursi sangat kusam karena jarang
dibersihkan, barang-barang yang ada sekalipun terlihat mahal tetapi kualitasnya bukan dari barang terbaik. Terlihat sekali keadaan ekonomi mereka tidak lah sebaik yang berusaha
diperlihatkannya, sementara keluarga Saptowardono lebih mewah dalam segala hal.
Keadaan keuangan keluarga Tjondrokusumaningrum sangat
memprihatinkan dan sudah menjadi rahasia umum. Sebagai tuan rumah atau kepala
keluarga telah salah dalam menginvestasikan uangnya serta kurang
perhitungan menjadikan keluarga itu terlalu banyak kehilangan pendapatannya. Sebelum mereka menyadari, ternyata mereka telah merugi apalagi dengan hobi Thondrokusumaningrung yang suka berjudi serta kegemarannya bermain perempuan atau menikah, ikut andil
dalam membantu memperparah kondisi keuangan mereka.
Sementara beruntung bagi keluarga
Saptowardono dalam berinvestasi sangat cermat, sehingga mendapat keuntungan besar.
Mereka juga sangat teliti dalam mengelola keuangan hingga saat ini mereka kaya raya serta menjadi salah satu
keluarga terpandang di daerah itu. Sementara
keluarga Tjondrokusumaningrun kurang beruntung tertelan jaman sebab masih cenderung berjiwa kuno.
Mendengarkan para tetua mulai menjelaskan
aturan tentang perjanjian pernikahan yang tidak biasa tersebut membuatnya pasrah serta sadar kalau semua yang
tengah terjadi itu nyata bukan hanya mimpi semata. Andai saja semua mimpi ingin rasanya
dia segera bisa bangun dari mimpi
buruk ini. Semua yang akan menjadi
tanggung jawab yang harus diembannya mulai terasa berat. Saat ini sebagai cucu
laki-laki pertama dari anak laki-laki pertama kakek yang harus menanggung beban
itu. Andai saja ia hanya anak kedua pasti tanggung jawabnya tidak sebesar ini, kenikmatan dari anak
pertama yang akan memiliki segalanya dengan mengikuti tanggung jawab yang tiada
akhir. Kakek serta orang tuanya selama ini mendidiknya untuk memiliki tanggung
jawab atas seluruh keluarganya baik bisnis maupun kesejahteraan mereka sama
seperti mereka yang telah mengemban tanggung jawab itu sebelumnya secara turun
temurun.
Diusianya yang kelima belas Raden Mas Exsan
Bagus Saptowardono berdiri melihat ketiga anak perempuan itu dengan menyipitkan mata
dengan rasa tak percaya. Ternyata benar seperti yang telah keluarganya katakan bahwa mereka
yang akan terpilih sebagai istrinya masih anak-anak kecil yang belum mengerti atau tahu apa yang akan terjadi. Yang paling besar di antara mereka belum terlalu besar usianya masih di bawah sepuluh tahun, tak mungkin baginya
untuk menikahi anak sekecil itu, sangat tidak masuk
akal pada jaman modern seperti sekarang ini.
Sementara anak yang paling kecil
terlihat paling tidak pantas di lihat apalagi disertakan dalam daftar yang harus
dia pilih untuk dijadikan istrinya atau tampilkan dihadapan calon suaminya.
Harusnya anak itu masih tidur dalam ayunan, yang
membuat dia hampil kelepasan tertawa, anak itu seperti
baru di paksa bangun dari tidur
nyenyaknya untuk menghadiri acara ini serta langsung di bawa
kehadapannya tanpa terlebih dahulu dimandikan.
‘ Ya
Tuhan, benarkah mereka yang akan menjadi istriku’ kata Exsan dalam hati
mungkin untuk kedua anak yang paling besar yang akan dia pilih, karena mereka terlihat
sangat lucu dan bersih serta akan sangat cantik nantinya saat mereka telah mencapai
usia dewasa dengan perawatan yang terbaik. Tetapi kalau yang paling kecil itu
sangat tidak mungkin, bukan hanya dia masih sangat kecil. Anak itu juga sangat tidak pantas, sang anak hanya mengenakan
pakaian tidur, juga terlihat sangat kumal seperti telah dikenakan berulang kali dan
jarang sekali di cuci. Anak itu berdiri sambil
bergerak-gerak kekiri kanan dan beberapa kali mencoba berlari ke kursi sebelah ayahnya
yang kosong. Exsan coba buang jauh-jauh pikiran itu, tak terbayangkan andai harus menikahi anak itu, pikirnya sambil bergidig ngeri.
Ketika dia tengah mendengarkan diskusi yang sedang berlangsung terasa
ada yang sedang menarik-narik kakinya.
Dan ketika melihat ke arah bawah terlihat
ternyata anak yang paling kecil yang melakukannya. “ gendong….” ketika melihat
sekeliling tidak ada yang sedang memperhatikan hanya kedua anak kecil yang lain
yang sedang tertawa cekikikan geli dan mencibir ke arah saudari mereka yang merengek, anehnya dia
melihat tatapan sinis mereka melihat tingkah saudarinya membuatnya tak menyukai para gadis kecil yang lain.
Exsan berusaha mengabaikannya antara malu dan terganggu tetapi
anak itu tetap menarik-narik kaki dan celananya meminta perhatian darinya, jadi dengan terpaksa
dia angkatnya anak itu kedalam dekapannya. Ternyata badan anak itu sangat hangat atau mungkin agak panas, tetapi yang tercium Exsan
adalah harum bedak bayi dari anak itu hinggap
ke hidungnya ketika anak itu bergelayut pada lehernya. Hingga Exsan tanpa sadar ikut memeluk anak tersebut.
Memeluk anak itu terasa sangat
nyaman seperti saat menggendong adiknya Sekar yang masih kecil betapa anehnya
Exsan merasa seperti itu. Dia teralihkan
hingga tak menyadari apabila para tetua telah selesai
dengan syarat-syarat dari pernikahan kepercayaan
untuk kedua belah pihak dan pernikahan akan segera
dilangsungkan tak lama lagi, tetapi anak yang berada dalam gendongannya tidak mau
melepaskan pelukannya sehingga para tetua menyatakan bahwa mereka telah saling
memilih.
Rasa kesal datang dalam hati Exsan atas
ketidak berdayaan ini, seharusnya dia bisa memilih salah satu dari kedua gadis yang lebih besar yang tengah berdiri
tidak jauh darinya, ingin rasanya dia menjatuhkan anak yang berada dalam gendongannya tetapi rasa
tak tega juga ada dihatinya. Jadi dengan berat hati Exsan menerima keputusan
itu. Ia akan dinikahkan dengan anak yang berada dalam gendongannya serta anak
yang paling jelek di antara pilihan yang ada.
Prosesi pernikahan terlihat aneh
menurut pandangan Exsan karena dari yang dia tandatangani sepertinya semuanya
resmi tetapi mempelai wanitanya masih anak dibawah umur kejelasan dia dapatkan
tidak lama dari itu “ kalian Raden Mas Exsan Bagus Saptowardono telah sah menikah dengan
Raden Ayu Mutiara Pradipta Tjondrokusumaningrum menurut kepercayaan, dan Negara dengan
syarat mempelai pria tidak diijinkan menyentuh mempelai wanita hingga cukup
umur pada saat berusia delapan belas tahun atau lebih ”
Jadi begitulah pernikahan itu
terjadi dengan sangat cepat, pada usianya yang masih belum mengerti betul apa
arti dan tanggung jawab seorang
suami kepada istri. Dan kini Exsan telah menjadi seorang suami dan telah
memiliki seorang istri bernama Mutiara dan dijelaskan pengantin wanita bisa
tinggal dengan orang tuanya atau akan langsung di bawa oleh pengantin pria untuk
di didik hingga dewasa, hanya saja tidak di perbolehkan untuk di gauli hingga usianya
cukup dewasa. Selama masa itu mendidik maupun menyekolahkan istrinya dengan
benar menjadi tanggung jawab Exsan. Pernikahan ini akan diakui Negara saat usia
Mutiara mencapai delapan belas tahun. Teman-temannya yang berbeda kepercayaan maupun silsilah
pastinya akan menertawakannya pada abad sekarang ini masih ada pernikahan
seperti itu.
Ternyata jodoh Exsan telah terpilih, mulai hari ini ia tidak bisa memilih
istri yang benar-benar dia inginkannya seperti teman-temannya yang lain yang
memilih kekasih maupun istri sendiri. Mungkin ini salah satu tanggung jawab
yang sering diajarkan keluarganya kepadanya selama ini.
Sambil memeluk gadis kecil dalam
gendongannya atau yang sekarang telah
menjadi istrinya Exsan, dia mendengarkan keluarga memberi
arahan-arahan apa yang harus dia lakukan sebagai seorang suami terhadap sang istri yang sama sekali tak menyadari sekitarnya, serta menerima ucapan selamat dari
keluarga.
Tetapi sang mempelai wanita atau anak yang berada dalam gendongannya
tak tahu menahu apa yang tengah terjadi di sekelilingnya, anak itu malah
melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda karena acara ini. Dari sampingnya datang
laki-laki seusia dengan Exsan memperkenalkan diri sebagai kakak tertua dari
gadis kecil ini dan mengambil dari gendongannya. Menjelaskan bahwa biasanya
Mutiara tidak seperti ini, karena sekarang Mutiara sedang sakit makanya dia
berkelakuan seperti itu. Sang kakak juga berpesan kepada Exsan untuk selalu menjaga dan melindungi
adik kecilnya, setelah berkata sang kakak pergi dengan membawa istrinya. Exsan hanya bengong melihat istri atau anak kecil itu di bawa pergi menghilang dari pandangannya.
Setelah empat tahun menunda untuk menjemput
istrinya, apalagi usia sang istri yang saat ini telah menginjak dewasa. Mau
tidak mau Exsan harus mulai menyiapkan mental menerima masa lalunya hadir dalam
hidupnya sekarang ini. Semakin hari Exsan semakin terdesak oleh kakek serta orang tuanya, selama
ini dia selalu dan terus menerus berusaha untuk menunda
menjemput sang istri Mutiara. Karena menurut pendapatnya apabila dengan
menjemput Mutiara berarti tanggung jawabnya sebagai suami akan terjadi saat itu juga, tak terasa Exsan telah menunda menjemput Mutiara selama empat
tahun lamanya. Dirinya merasa belum siap untuk bertemu, Exsan terus menerus membuat berbagai alasan
untuk tak pergi menemui sang istri.
Padahal, baik kakek maupun kedua orang
tuanya selalu mengingatkan akan kewajibannya untuk membawa sang istri pulang kerumahnya, karena terlalu sering membuat alasan kakek semakin keras mengingatkan akan tugasnya. Makin hari Exsan
semakin terdesak bukan hanya oleh orang tuanya tetapi keluarga yang lain pun turut serta mendesak dengan alasan supaya dirinya mulai berpikir untuk meneruskan
garis keturunan keluarga Saptowardono, hal tersebut membuatnya semakin bertambah kesal.
‘ Tanggung jawabnya dilakukan kok’ pikir
Exsan.
Selama ini Exsan selalu tahu tentang keadaan sang istri, walaupun hanya mendapatkan laporan dari asistennya, yang secara
rutin mengunjungi Mutiara tempatnya dibesarkan sekarang ini. Laporan yang dia dapat,
bahwa sudah waktunya menjemput sang istri. Dan Mutiara beberapa kali sempat menanyakan perihal tersebut kepada
asistennya, kapan dia akan dijemput? Apalagi setelah ulang tahunnya yang ke delapan
belas tahun... tetapi setelah setahun berlalu, Exsan tak pernah lagi mendengar laporan dari
asistennya bahwa Mutiara masih menanyakan kembali kapan penjemputan dirinya akan
dilakukan oleh Exsan, sehingga membuatnya menjadi lebih tenang dan melupakan keberadaan Mutiara. Hingga tak terasa empat tahun pun berlalu.
Exsan teringat
sekitar lima belas atau enam belas tahun yang lalu, persisnya satu tahun
setelah hari pernikahan Exsan dan Mutiara.
Dirinya mendapat kabar bahwa Mutiara akan diantarkan kerumahnya oleh pihak
keluarga sang istri, dengan alasan menurut mereka Mutiara telah menjadi tanggung
jawab Exsan setelah mereka menikah.
Hal itu yang langsung membuatnya sangat
marah kala itu. Usianya yang baru menginjak enam belas tahun,
dikala teman-teman seusianya lebih sering bermain atau nongkrong dirinya harus menerima
tanggung jawab perihal kehidupan Mutiara, serta merta dia langsung menolak
kehadiran Mutiara.
Baru setahun yang lalu, terjadi perubahan besar dalam hidupnya karena di paksa menikah dengan Mutiara
secara mendadak. Awalnya hidupnya penuh dengan
mimpi-mimpi indah, serta semangat yang menggebu ingin mencoba segala hal dengan teman-temannya, berubah secara tiba-tiba menjadi
seorang pemuda yang telah memiliki seorang istri, tentu saja membuat emosinya semakin tak stabil.
Penuh dengan kemarahan. Apalagi di sekolah dia
sedang jatuh cinta dengan adik kelas yang sangat cantik, lalu tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan ini. Hal itu membuat Exsan mengambil
keputusan mendadak tanpa pikir panjang.
Exsan Bagus
Saptowardono, selama ini merasa beruntung sebagai pewaris dari keluarga
Saptowardono yang di kenal sebagai keluarga terpandang. Mereka serta sangat di segani
baik dalam lingkungan bisnis maupun masyarakat sekitar. Di samping sangat kaya
keluarga Saptowardono orang mengenalnya sangat dermawan. Jadi Exsan sejak lahir,
sekolah dan yang lainnya selalu mendapatkan yang terbaik.
Maka dari itu
teman-temannya semua tunduk dengannya, serta para gadis selalu mengejar-ngejarnya. Mendengar
nama Saptowardono saja mereka langsung tersenyun tunduk. Apalagi memiliki paras yang
tampan, serta berpostur tubuh tinggi tegap dengn kulit kuning bersih khas masyarakat indonesia
pada umumnya. Tentu hal itu membuat Exsan semakin di gilai setiap gadis dimana pun dirinya berada.
Maka dari itu ketika hidupnya tiba-tiba di porak porandakan oleh paksaan
pernikahan oleh kakeknya membuat dia teramat marah. Hidup yang dia pikir indah seperti
surga berubah menjadi neraka. Maka dari itu hingga kini dirintaa masih belum menerima
kehadiran Mutiara dalam hidupnya.
Dengan penuh emosi, Exsan
mengancam ayah, ibu serta kakeknya. Bahwa
sampai Mutiara tinggal satu rumah dengannya,
mulai saat itu juga dia
yang akan meninggalkan rumah. Karena ancaman tersebut pihak keluarga mengalah memenuhi keinginannya,
walaupun dengan berat hati. Ibunya merasa tak tega kalau harus menelantarkan anak lima
tahun ke tangan orang yang belum tentu bisa di percaya akan menyayangi anak itu
seperti ibunya sendiri. Setelah melakukan perdebatan yang panjang dan
melelahkan akhirnya keputusan di ambil, mereka akan
membawa Mutiara tinggal dengan seorang bibi, dengan begitu istrinya akan tinggal
dan dibesarkan di sana oleh kerabat. Letaknya juga cukup jauh dari tempat
tinggal keluarga Saptowardono.
Mutiara di bawa ketempat tinggal
bibi Sundari yang jauh dari tempat tingalnya, di tempat itu istrinya akan
dibesarkan dan di didik. Belum lama ini bibinya telah kehilangan suami serta
anaknya akibat kecelakan, bibi tidak menginginkan kembali berkumpul dengan
keluarganya dan tetap tinggal di tempat suami serta anaknya dulu tinggal. Walau rumahnya
sederhana tapi dia merasa bahagia, sehingga tidak mau meninggalkan rumahnya untuk kembali kepada
keluarga yang pernah mengusir dirinya karena menikah dengan lelaki pilihannya. Dan
di sanalah sekarang Mutiara berada.
Tuntutan keluarganya karena usianya
yang terus bertambah, menurut kakek serta orang tuanya, kalau seorang laki-laki yang umurnya sudah menginjak kepala tiga itu seharusnya pada saat dia dan Mutiara telah memiliki anak lebih dari satu.
Karena alasan itulah mereka semakin sering mendesaknya.
Tetapi Exsan masih belum berani karena dia berfikir, kalau tidak pergi menjemput Mutiara pasti masih memiliki kebebasan tanpa harus terbebani dengan
adanya seorang istri yang tidak dirinya inginkan. Tetapi dengan bertambah tua,
kesehatan sang kakek semakin menurun. Membuat beliau mulai sering sakit-sakitan, sehingga kakek ingin secepatnya bertemu dengan cucu menantunya. Dan
kakeknya ingin supaya Exsan secepatnya memiliki anak untuk meneruskan garis
keturunan Saptowardono sehingga beliau bisa tenang. Itu semua tak akan mungkin terlaksana apabila kehidupan
Exsan dan Mutiara tetap terpisah seperti sekarang ini.
Exsan belum pernah bertemu kembali
dengan Mutiara sejak terakhir kalinya dia menggendongnya tujuh belas tahun lalu. Seperti apa rupanya sekarang Exsan tak tahu,
yang dia ingat hingga hari ini adalah seorang anak kecil yang meminta di gendong
dengan wajah aneh berbau bedak bayi, dan badannya sangat ringan dalam gendongan. Tetapi
asistennya, selalu memberikan laporan setiap kali menanyakan seperti apa sekarang rupa
Mutiara. Menurut asistennya, Mutiara telah menjadi seorang gadis yang cantik
berbeda dari anak kecil yang pernah dirinya ingat. Nama anak itu sangat cantik... Mutiara.
Akankah dia secantik namanya atau itu hanya nama yang tak berarti karena
mengingat anak itu dulunya sangat jelek ' tak mungkin sebuah batu kali bisa berubah
menjadi sebuah permata ' pikir Exsan.
Sempat ada
keinginan meminta asistennya memotret Mutiara, tetapi timbul rasa malu. Apalagi teringat
jawabannya dulu, saat terakhir kali sang asisten berinisiatif memotret
untuk menunjukkan seperti apa wajah Mutiara. Saat itu juga Exsan
langsung melemparkan kamera yang sang asisten pakai untuk memotret Mutiara hingga hancur tanpa melihat gambarnya. Dan
semenjak saat itu asistennya tidak pernah lagi berusaha menunjukkan atau menceritakan
tentang Mutiara kepadanya. Dia menyesal, seharusnya dulu Exsan tak perlu marah. Apalagi sampai merusak kamera sang
asisten. Dia jadi teringat, saat itu marah sampai mengeluarkan kata-kata kasar
dan sinis, bahwa dia tak memerlukan foto Exsan. Masih teringat jelas seperti apa wajah sang istri. Setelah itu
hingga sekarang asistennya tidak pernah berani membicarakan Mutiara lagi
tanpa ada yang bertanya terlebih dahulu.
Mungkin sudah
waktunya bagi Exsan untuk menjemput
Mutiara tetapi yang masih ada dalam bayangannya tetaplah wajah anak kecil itu. Kenapa
nama sebagus itu berwajah seaneh anak itu, apa ada yang salah dengan orang
tuanya? Tetapi kakak anak itu telah meyakinkannya, bahwa Mutiara biasanya tidak
berkelakuan seperti itu. Jadi apa dirinyaa yang salah sangka selama ini?
Sempat terpikir apa jangan-jangan sekarang anak
itu masih sangat jelek atau bertambah
cantik setelah dewasa.
Benarbenar tak pernah ada dalam bayangannya bahwa anak itu akan berwajah cantik atau memang
hanya Exsan yang telah salah menduga. Entahlah, Exsan tak mau ambil pusing.
Sudah saatnya Exsan
mulai memikirkan masa depannya, bukan lagi tentang masa lalu. Tetapi masa lalu berkaitan
erat dengan masa depannya. Sebelum Exsan menjemput Mutiara ada beberapa hal yang
harus dia bereskan, salah satunya kekasihnya saat ini yang telah terjalin
beberapa bulan. Tak mungkin dia membawa sang istri ke lingkungan keluarga
sementara masih menjalin kasih dengan seorang model cantik dan seksi. Siapa namanya....dirinya sering lupa.
Berjalan dengan lambat-lambat menuju
rumah sederhana tetapi nyaman yang telah menjadi rumahnya, tempat yang sepanjang hidupnya ingat dan bisa dirinya
sebut sebagai rumah. Hari ini adalah hari terakhir Mutiara menjalani
pendidikannya di bangku kuliah karena malam
ini acara wisuda baru saja selesai.
Dalam acara wisuda tadi hanya
Mutiara yang tidak ada satupun keluarga
yang turut hadir merayakan kegembiraan kelulusannya. Seharusnya
kakaknya Pratama datang dengan istri serta Leo putra semata wayangnya, hanya saja Leo tiba-tiba demam. Jadi sang kakak membatalkan, walau sedih Mutiara coba tahan tak ingin merusak kebahagiaannya yang akhirnya bisa
menyandang status sarjana. Sambil mengedikkan bahu Mutiara berkata ‘ sudah biasa selalu sendiri.’
Sejak kecil Mutiara terbiasa hidup
mandiri tanpa ada seseorang untuk bermanja-manja. Menjadi anak yang tak diinginkan sejak kecil telah melatihnya menjadi seorang
anak yang mandiri, kuat tanpa pernah bergantung kepada siapapun.
Sementara itu, bibi Sundari sekarang ini sedang sakit jadi beliau juga tak bisa hadir ke acara wisuda Mutiara, apalagi akhir-akhir ini kesehatannya semakin menurun sehingga
membuat Mutiara semakin khawatir dengan keadaannya. Beliau sering ketakutan
apabila Mutiara akan pergi meninggalkannya sendirian, walaupun ada asisten rumah tangga di rumah yang selalu menemani.
Setelah pernikahannya dengan Exsan
yang tak begitu dia ingat,
satu tahun kemudian Mutiara
di bawa kerumah ini. Dan dia di tinggalkan sendirian
tanpa ada seseorangpun yang dia kenali. Menurut cerita kakaknya Pratama, saat itu pada hari
pernikahan terjadi dirinya sedang demam, jadi ketika Mutiara kecil mereka minta datang ke
pernikahan yang bahkan tak dia ingat
peristiwanya dia hanya menurut, Mutiara dengan sang kakak-kakak perempuan mereka minta berdiri berjajar menghadap Exsan
yang akan memilih pengantin wanita dari salah satu putri ayah.
Walaupun dengan ibu berbeda, Mutiara tetap
putrinya jadi dia tetap disertakan ambil bagian dalam
pemilihan itu. Karena Mutiara tak
menyadari apa yang terjadi, Pratama menduga kalau Mutiara
menyangka Exsan itu kakaknya, sebab Exsan dengan Pratama sebaya jadi bagi anak kecil tak melihat perbedaannya apalagi dengan kondisinya
saat itu, maka Mutiara mendatangi Exsan meminta digendong. Kini Pratama sangat menyesalkan
kejadian itu.
Pratama dulu berpandangan bahwa
Exsan orang yang baik karena perlakuannya saat menggendong Mutiara sangat lembut serta begitu melindungi, sehingga Pratama yakin bahwa Exsan akan
menjaga Mutiara baik-baik. Bahkan Pratama sampai berpesan kepada Exsan setelah pernikahan terjadi, untuk
selalu melindungi Mutiara.
Tetapi setelah hari itu tepatnya pernikahan terjadi, hari-hari Mutiara dia lalui dengan penuh penderitaan, dari lahir ibu tirinya tidak pernah memperhatikan Mutiara
hanya mengabaikannya. Tetapi saat tahu yang terpilih menikah dengan
Exsan itu Mutiara, apalagi mengetahui terjadinya peristiwa
perjodohan antara Exsan dan Mutiara terjadi karena ulah Mutiara yang meminta
di gendong, sehingga para tetua berkesimpulan
mereka saling memilih menjadi awal penyiksaan untuknya. Semenjak hari itu ibu serta saudari tirinya selalu menyiksa dan menyakitinya. Bahkan Mutiara sampai harus disingkirkan
karena orang tuanya tidak mau dia
menjadi beban
mereka lagi.
Ayah serta ibu tirinya memutuskan untuk membawa Mutiara ke keluarga Saptowardono,
karena keluarga Saptowardono atau lebih tepatnya Exsan yang menolak kehadiran dalam
rumah mereka. Maka mereka memutuskan bahwa Mutiara akan tinggal di tempat yang jauh serta terasing
dari keluarga. Mutiara akan tinggal dengan seorang wanita yang baru kehilangan
suami, serta anak semata wayangnya dalam kecelakaan yang
tidak Mutiara kenal.
Pratama tak bisa perbuat apa-apa, dia sendiri masih sangat muda.
Hidupnya masih bergantung kepada ayah serta ibunya, tetapi dia juga tak tega melihat siksaan yang Mutiara terima dari ibu dan saudarinya maka dari itu sang kakak merelakan
Mutiara untuk dijauhkan dari sisinya. Semula Pratama menduga kalau
Exsan orang yang baik yang akan menjaga
adiknya dengan baik, namun penilaiannya ternyata keliru. Sebab Exsan telah mengasingkan Mutiara ketempat
ini. Walaupun di tempat ini dia lebih bahagia dibandingkan tinggal dengan ibu dan
saudari tirinya yang lain. Akan tetapi menurut Pratama akan lebih baik
apabila Mutiara tinggal dan di rawat oleh keluarga Exsan. Namun Mutiara tak yakin dengan pendapat kakaknya, terbukti
hingga kini dirinya belum pernah lagi pertemu dengan lelaki itu.
Dahulunya Mutiara
tidak begitu membenci Exsan, dia begitu
lugu penuh dengan khayalan romantis tentang Exsan. Bahwa dalam pikirannya sang suami sangat mencintainya dan akan menjemputnya pada saat dia telah cukup
dewasa, Exsan akan datang dengan mengendarai mobil mewah, begitu keluar dari mobil tangannya menggenggam bunga yang indah serta satu kotak perhiasan mewah yang aakan dia berikan
kepadanya sambil memohon Mutiara ikut tinggal bersamanya.
Namun harapan serta
khayalan semua pupus, setelah bertahun-tahun Mutiara telah terlupakan. Exsan tak
pernah sekalipun mengunjungi Mutiara walaupun selama ini dia tinggal di rumah bibi Sundari. Dia tidak pernah sekalipun menampakkan diri untuk sekedar memberi perhatian kepada
Mutiara.
Pada ulang
tahunnya yang ke delapan belas, dimana pada hari itu seperti
yang telah dijanjikan bahwa Mutiara akan dijemput untuk ikut dan tinggal bersama Exsan sebagai
istrinya. Tepat pada ulang tahunnya yang ke delapan belas hal itu tak terjadi, Exsan tak terlihat sosoknya untuk datang memjemput sehingga menyadarkan
Mutiara bahwa Exsan tak ada niatan untuk datang membawa dia untuk tinggal
dengan sang suami. Jangankan menjemput memberi ucapan
ulang tahun pun tidak, apalagi kado untuknya tak sekalipun dia dapatkan.
Sambil berjalan menuju rumah Mutiara menghela napas berat kala teringat kejadian
itu. Bertahun-tahun Mutiara coba untuk tak pernah lagi memikirkan Exsan, tetapi
pikiran itu selalu menyelinap kala Mutiara tengah gundah.
Yang membuat malu bukan
hanya Mutiara saja yang menunggu Exsan
hari itu, tetapi juga teman-teman serta tetangga sekitar. Yang sebagian sudah mengetahui
tentang pernikahannya dan bahwa yang mereka
ketahui tepat pada ulang tahunnya yang ke delapan belas Mutiara akan dijemput, mereka sengaja datang untuk melihat seperti apa wajah
suami dari Mutiara yang selama ini mereka tahu hanya nama saja belum pernah melihat orangnya secara langsung.
Selama Mutiara tinggal di rumah bibi Sundari, dia punya banyak teman baik dari lingkungan rumah bibi Sundari maupun teman dari sekolah. Kakaknya Pratama juga ikut
menunggu pada malam itu, sekalian turut
merayaan ulang tahun sang adik
kesayangannya. Tetapi hingga waktu ulang tahun
berakhir dan mereka terlalu lelah menunggu orang yang mereka tunggu ternyata tidak
kunjung datang untuk menampakkan batang hidung. Mereka pun pergi secara perlahan satu persatu meninggalkan rumah bibi
Sundari. Dengan tatapan kecewa serta iba.
Mutiara bersikap tegar tanpa
menunjukkan emosi apapun dihadapan orang-orang yang dia sayangi. Saat itu
Mutiara mencoba menenangkan Pratama yang marah karena adiknya diperlakukan seperti ini. Rasa malu dan kecewa dipendamnya
dalam-dalam supaya tak ada yang bisa mengetahui betapa saat itu dia sangat kecewa serta terluka, rasanya
Mutiara ingin menangis dan berteriak sekeras-kerasnya.Tetapi yang keluar
dari bibir Mutiara hanya,
“ Sudahlah Mas … mungkin dia sedang
sibuk ”
“ Akan kubunuh dia, karena memperlakukan adikku seperti ini ”geram Pratama dengan muka merah menahan amarah.
“ Jangan Mas… kamu harus berjanji tidak
akan melakukan apapun kepadanya ” pinta Mutiara dengan wajah memohon, sehingga Pratama mengangguk.
Setelah berhasil membujuk kakaknya dan sang kakak pulang, Mutiara masuk ke kamar dan menangis dengan menutup wajah dengan bantal supaya tak
ada yang mendengar ataupun mengetahui dia sedang terluka.
Hanya ditemani boneka anjing pemberian kakaknya yang telah kusam karena terlalu
sering dipeluk, Mutiara menangis
sambil memeluk boneka kesayangan sampai dia kelehan hingga tertidur.
Boneka kusam itu akan selalu
menjadi boneka kesayangannya karena itu boneka pemberian Pratama untuk menghilangkan
rasa takut saat sang kakak
akan meninggalkan Mutiara dirumah ini sendiri. Hari pertama Mutiara tinggal
di rumah bibi Sundari tempat
yang tak dia kenal, dengan
wajah-wajah asing yang memperhatikan. Dengan rasa takut
karena tidak mengenal satu wajahpun di
tempat asing ini. Yang selalu menemaninya hanyalah sebuah boneka anjing ini, sekarang ini bentuk bonekanya sudah tak terlihat
lagi penuh dengan jahitan-jahitan dari berbagai sisinya.
Setahun kemudian kejadian itu terulang,
kembali Exsan lagi lagi tak datang hanya asisten Exsan yang
secara rutin berkunjung dengan berbagai alasan. Dan
semenjak hari itu Mutiara tak mau membahas maupun tahu tentang Exsan. Apakah dia akan menjemput atau tidak karena bagi Mutiara selamanya dia akan tinggal dan menetap di rumah ini bersama bibi Sundiri. Orang asing yang telah dia anggap seperti
ibunya sendiri. Dan mulai saat itu Mutiara berjanji akan tetap bahagia walaupun tanpa suami atau akan mencari suami lagi. Pratama sepertinya bisa
menebak isi hatinya, karena setelah kejadian itu dia tidak pernah sekalipun membahas tentang
suaminya lagi hanya datang berkunjung bila ada waktu, walau tidak secara rutin.
Dan beberapa bulan kemudian Pratama membawa kabar baik, bahwa dia akan menikah
dengan seseorang bernama Mira. Mira seorang
wanita yang cantik dan baik serta sangat menyayangi Pratama terlihat jelas dari tatapan matanya
yang begitu mencintai kakaknya kala sedang
menatap Pratama. Ingin suatu hari Mutiara bisa
merasakan seperti apa yang
Pratama alami dengan Mira, ada seorang yang mencintai
dan menyayanginya dengan tulus.
Mutiara buang
jauh-jauh pikiran itu karena tahu itu hanya akan menambah sakit hati dan kecewa
dari dalam hatinya. Tetapi yang
membuat sedih Mutiara adalah dia tak mendapatkan ijin dari ayahnya untuk menghadiri pernikahan sang kakak tercinta. Kakak yang selalu mencintainya sejak dia lahir dan yang selalu
menjadi pahlawannya hingga detik ini.
Hinaan dan cacian yang dia terima terus
berlanjut hingga sekarang karena menurut ayah, ibu serta saudari tirinya bahwa Mutiara sangat tak
berguna dan hanya menjadi beban bagi
keluarga. Sang ayah tak mengharapkan dia kembali ke rumah tempat dia dilahirkan dulu.
Menurut pendapat ibu tirinya yang pantas
bersanding dengan Exsan hanya kakaknya Citra atau Bening, karena mereka yang jauh lebih cantik daripada
Mutiara. Karena ulahnya yang meminta gendong Exsan hal itu tidak terjadi, sebab menurut para tetua bahwa Exsan dan Mutiara telah saling memilih. Menjadikan itu alasan mengapa Mutiara yang akhirnya menikah
dengan Exsan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!