NovelToon NovelToon

Menikahi Paman Kecil Pacarku

Paman Pacarku

"Jangan lupa, kirim ke meja yang di sana, gadis cantik pakai baju merah!" seorang pemuda sedang berbisik pada salah satu pelayan cafe. Dia juga memasukkan beberapa lembar uang ke dalam saku pelayan tersebut.

"Baik!" ucap pelayan itu sambil menganggukkan kepalanya. Di tangannya ada nampan dan segelas minuman berwarna sedikit kuning keruh.

Pemuda itu kemudian memperhatikan dari jauh, dilihatnya sang kekasih sedang duduk memainkan ponselnya. Tak lama berselang, seorang pelayan datang sambil membawa nampan. Ia meletakan gelas itu kemudian pergi.

Fiona, gadis muda yang sedang menempuh pendidikan di salah satu kampus swasta itu pun meraih gelas tersebut. Matanya fokus pada HP, kemudian meraih gelas dan perlahan minum sampai tersisa separuhnya saja.

Dari jauh, sepasang mata mengamati bagai elang yang siap menerkam mangsanya, senyum tipis tergambar di wajahnya yang masih muda dan tampan tersebut.

Masih sambil senyum penuh kepuasan, bibirnya bergumam, "Malam ini kamu gak bisa ngelak lagi, sayang. Pacaran dua tahun, cuma pegang-pegang tangan? Tidak bisa, malam ini kamu akan jadi milikku!"

Setelah memastikan Fiona sudah meminum minuman yang dia berikan bubuk tertentu, pemuda itu kemudian menghampiri. Pura-pura dari kamar kecil, kemudian duduk santai seperti tidak terjadi apa-apa sambil menunggu pesanan mereka yang belum datang.

"Lama sekali?" protes Fiona.

"Antri," kata Davin, pemuda yang sudah dua tahun memacari Fiona sejak keduanya masuk universitas.

Tak lama berselang, pesanan makanan mereka datang. Fiona langsung bersemangat, karena memang sudah merasa lapar. Apalagi ketika melihat menu kesukaannya yang kelihatan lezat.

"Kelihatan enak banget, sepertinya malam ini akan tidur nyenyak," celoteh Fiona dengan muka polos.

Davin tersenyum ramah, kemudian mengusap rambut kepala Fiona. "Makan yang banyak sayang," ucapnya lembut.

Baru beberapa suapan, Fiona merasa ada yang tidak beres. Ia merasa lehernya panas, badan gerah dan tidak nyaman.

"Sayang, kayaknya alergi aku kambuh ... " gumam Fiona sambil melihat udang-udang di atas piring di depannya.

Sementara itu, Davin langsung memasang muka cemas. "Ya sudah, jangan diteruskan. Di mobil ada obat alergi kamu," ajak Davin.

Fiona tak curiga, daripada semakin tak nyaman, ia pun meninggalkan cafe meskipun makanan belum ia makan sepenuhnya.

Baru di parkiran, Fiona sudah merasa kepanasan. Matanya tidak fokus. Tubuhnya terasa tersiksa, biasanya efek alergi makanan tidak seperti Iki.

"Salah makan apa ini?" gumam Fiona tak nyaman. Fiona dipapah oleh Davin. Di parkiran kelihatan sepi, saat akan masuk mobil, terdengar ponsel Davin berbunyi.

"Kamu masuk mobil dulu," pinta Davin buru-buru menjauh. Ada telpon yang harus dia angkat.

"Hallo, Ma? Ada apa?" tanya Davin sambil matanya menoleh melihat pintu mobil yang masih terbuka. Dipikirnya Fiona sudah masuk ke dalam mobilnya.

"Kamu pulang sekarang, di rumah ada perempuan yang ngaku hamil anak kamu! Kamu jangan buat masalah terus, sebelum papamu tahu, cepat pulang sekarang!"

Davin hanya mengangguk paham, "Ya."

Kemudian mengumpat kesal, ia jadi ingat adik tingkat di kampusnya, beberapa bulan lalu mereka memang terlibat pesta di sebuah klub dan berakhir di sebuah hotel. Tapi dia tak menyangka, hal yang hanya untuk main-main itu justru jadi masalah.

Padahal sudah sepakat untuk melupakan, hanya senang-senang saja. Siapa yang menyangka, gadis itu datang ke rumah dan bertemu keluarganya, apalagi bilang hamil? Tidak mau percaya begitu saja, paling juga anaknya orang banyak, karena Davin tahu, dia bukan yang pertama pakai.

"Sepertinya rencana malam ini gagal ... Fiona ... Kamu selamat malam ini," gumam Davin lalu putar badan dan menuju mobilnya. Pintunya masih terbuka lebar, Gavin langsung melihat ke dalamnya, sedikit terkejut saat mobilnya kosong.

"Fiona ... Fio ... Fiona?"

Ia berjalan mengitari mobil, mencari di area parkiran. Tidak ada orang yang lewat, hanya beberapa mobil yang melintas.

"Di mana dia?"

Gavin merogoh saku celananya, mencoba menelpon sang kekasih.

(Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif)

"Syallll!" Gavin mengumpat lagi, kemudian sedikit berlari mencari ke sekeliling. Sampai beberapa menit kemudian, ia akhirnya menyerah dan masuk ke dalam mobilnya. Apalagi sang mama sudah miss call berkali-kali.

***

Di dalam mobil mewah, sopir kelihatan gelisah melihat spion.

"Pak Arga, kita akan ke mana? Ke rumah sakit dahulu atau ke apartemen?" tanya sang sopir.

Saat mereka di parkiran tadi, tiba-tiba seorang gadis langsung masuk dan duduk di belakang, duduk di sebelah Arga, pria matang berkacamata dan memiliki garis wajah yang tegas.

Sempat akan diusir karena salah masuk, tapi ketika Arga melihat dengan jelas muka si gadis, dia tahu kalau itu pacar sang keponakan. Arga juga tahu, ada yang aneh dari gelagat si gadis. Kondisinya tidak normal, bukan sakit parah yang butuh pertolongan dokter, tapi sepertinya terpengaruh obat tertentu.

Sebagai lelaki dewasa yang sudah matang dan banyak pengalaman, Arga tentu paham apa yang sedang terjadi pada pacar keponakannya itu. Tanpa mengatakan apapun, dia minta pada sang sopir sekaligus sekretarisnya itu langsung menjalankan mobilnya.

Arga dan Davin, rupanya keduanya sama-sama makan malam di tempat yang sama. Pada akhirnya, Fiona yang semula datang bersama Davin, kini justru pulang dengan mobil Arga, paman dari kekasihnya.

***

Apartemen

Arga membopong tubuh Fiona, gadis yang selalu sopan itu malam ini kelihatan seperti tidak terkendali. Beberapa kali dalam gendongan Arga, ia menarik dasi dan jas pria tersebut, sambil bibirnya mengoceh tidak jelas.

"Siapa kamu ... Turunkan aku, eh ... Siapa saja, turunkan aku."

Fiona masih saja mengoceh, sementara Tara, sekretaris Arga, lelaki itu jalan di belakang sambil membawa sepatu Fiona yang sudah lepas satu pasang.

"Kamu boleh pergi sekarang!" ucap Arga pada sang sekertaris.

Tara mengangguk, ia letakkan alas kaki milik Fiona di dekat rak, kemudian melirik sedikit. Dilihatnya Arga menurunkan tubuh Fiona di sofa.

(Malam-malam begini, kenapa tidak diantar ke asrama saja? Pak Arga kan tahu, gadis itu pacar Davin, ponakannya)

(Kenapa juga tidak dibawa ke rumah sakit? Hemm ... Apa pak Arga tertarik pada gadis ini? Tapi kan pacar ponakannya sendiri?)

Tara sibuk berasumsi sendiri, sampai Arga menoleh ke arahnya, karena lelaki itu tak kunjung pergi juga.

"Permisi!" pamit Tara buru-buru, tatapan Arga, membuat lelaki berjas hitam itu langsung segera keluar dan menutup pintunya.

Klek!

(Sudahlah ... Itu urusan keluarga mereka)

Tara menoleh ke pintu, wajahnya menyimpan rasa penasaran. Ingin mengetahui apa yang terjadi di dalam sana. Mengingat sang bos lama single. Sampai usia di atas 30 an. Kini di apartemen dengan seorang gadis muda. Memikirkan saja membuat Tara merinding.

***

Esok harinya

Gorden jendela masih tertutup, tapi sebagian sedikit tersibak, membuat beberapa cela dan cahaya masuk ke dalam ruangan kamar di salah satu apartemen mewah di pusat kota tersebut.

"Di mana ini?" pikir Fiona. Suara belum bisa keluar sempurna dari mulut. Bibirnya kering, begitu juga dengan tenggorokannya.

Ia memegangi kepalanya, kemudian menoleh ke samping. Seperti tersengat listrik, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, nyaris saja dia teriak kencang, spontan dia menutup mulutnya sendiri.

(Fiona ... Apa yang sudah kamu lakukan semalam???)

Fiona masih mengumpulkan banyak nyawa, sementara pria di sebelahnya masih tertidur dengan selimut yang menutupi sampai bagian pinggang saja. Wajah Fiona langsung pucat dan lemas, apalagi saat dia mengintip ke dalam selimut yang sama.

Kabur

Fiona masih di tempat tidur, badannya terasa kaku. Ingin bergerak seperti tidak punya tenaga. Kakinya lemas, ingin turun saja dia takut. Mungkin dia ketakutan kalau sampai pria di sebelahnya terbangun.

(Aku harus pergi dari sini segera!)

Pelan-pelan Fiona menurunkan satu kakinya, sangat hati-hati, meskipun sebenarnya sebagian badannya terasa nyeri.

(Ya ampun, apa saja yang semalam kami lakukan?)

Kepalanya menggeleng keras, perlahan bayangan kejadian semalam langsung muncul di kepala. Napasnya mulai cepat, jantungnya kembali memburu.

"Fiona, apa yang ada di dalam kepalamu?" desis Fiona lirih.

Satu tangannya meraih baju, cepat-cepat dia kenakan. Hanya butuh waktu sebentar, Fiona sudah kembali berpakaian lengkap. Ingin cepat pergi dan kabur sebelum paman pacar nya bangun, Fiona langsung bergegas setelah sudah berpakaian komplit.

Keluar kamar apartemen itu, dia langsung lari kecil dan masuk ke dalam lift. Sementara itu, pria yang dia tinggalkan di kamar, perlahan membuka kedua matanya. Rupanya Arga sudah bangun, hanya pura-pura masih tidur saat melihat Fiona terbangun.

"Pergi begitu saja? Dia tak minta tanggung jawab? Cek? Uang?" gumam Arga kemudian turun dari tempat tidurnya.

Saat memakai kemejanya yang ada di atas kursi, matanya tertuju pada kain seprai putih. Ada beberapa titik noda merah, hal itu membuat Arga langsung menghela napas berat.

"Sttttt!"

Arga menyadari kalau ia adalah yang pertama. Lelaki itu kemudian meraih HP di atas nakas, berbicara sebentar di telpon kemudian duduk dengan kaki satu di angkat ke kaki yang lainnya. Tangannya memegangi kening, seolah sedang memikirkan sesuatu.

***

Di dalam taksi online

Fiona duduk dengan perasaan gelisah, apa yang terjadi semalam, harusnya tidak pernah terjadi. Tidak pernah dia berpikir akan tidur dengan om pacarnya itu.

Baru beberapa bulan kemarin, mereka bertemu di acara makan malam saat ibu Arga ulang tahun. Om Arga juga hadir, meskipun tak kenal akrab, tapi Fiona jelas segan dengan pria dewasa itu. Sosok paman yang kelihatan tegas dan berwibawa. Sangat-sangat dihormati pula oleh Davin. Kini, Fiona tak habis pikir kenapa bisa sampai tidur dengan paman Gavin?? Om pacarnya sendiri.

Merasa stres dan frustasi, Fiona menarik rambutnya, mengusap wajahnya seperti ingin menangis.

"Mbak, sudah sampai," ucap sopir taksi sambil menoleh.

Fiona terlalu sibuk dengan pikirannya yang super kacau, ia cuma mengangguk lalu turun dan berjalan tak bersemangat. Apalagi ditambah sakit sekali saat jalan, dia baru sadar, ini pasti akibat semalam itu.

"Bagaimana kalau nenek tahu masalah ini? Bisa-bisa malah stroke!"

Fiona menggeleng cepat, menghela napas panjang, menatap gerbang asrama yang ada di depannya. Beberapa mahasiswa berlalu lalang, kelihatan ceria, hanya wajah Fiona yang terlihat berat dan banyak menyimpan masalah.

***

Masuk kamar asramanya, Fiona bohong kalau kemarin habis jenguk nenek sampai tidak tidur asrama. Salah satu teman kamarnya tak bertanya terlalu dalam, karena juga ada kuliah pagi itu.

"Aku duluan ya, kamu kelihatan kusut begitu. Kalau sakit, istirahat aja. Ntar kalau aku pulang, nitip apa? Biar sekalian aku belikan nanti," kata Nita, sahabat setia Fiona. Berasal dari SMA yang sama.

"Trims, nanti aja kalau mau otw pulang. Sekarang mau tidur aja, badan aku sakit semua," kata Fiona.

"Oke, aku duluan ya."

Fiona mengangguk, setelah teman sekamarnya pergi, buru-buru dia mengunci pintunya.

Gadis itu langsung mandi, membersihkan diri. Badannya terasa perih, ia kemudian bercermin, sedikit terbelalak saat melihat merah-merah di leher, pundak, bahkan bagian depan tubuhnya.

Fiona menelan ludah, tenggorokannya langsung terasa serak. Kejadian semalam seolah diputar di matanya lagi. Sembari menggosok bagian leher yang merah-merah, ingatannya langsung balik pada kejadian malam tadi.

...****************...

Flashback

Apartemen mewah dengan fasilitas terbaik di tengah kota, jadi saksi bisu kejadian yang tidak terduga. Mungkin Fiona akan jadi wanita pertama yang bertamu di tempat tersebut, karena sebelumnya tidak ada wanita lain yang masuk ke apartemen itu.

Setelah sekretaris Arga pergi meninggalkan Fiona di apartemen Arga, Fiona jadi lepas kendali. Lebih berani dan tidak tahu sopan santun pada orang yang lebih tua darinya.

Jika sebelumnya dia berani menarik tali dasi serta jas Arga, malam itu saat dalam pengaruh obat, Fiona tanpa rasa takut naik ke pangkuan Arga yang duduk di sofa.

Setelah merebahkan tubuh Fiona di sofa, Arga memang sempat duduk sebentar untuk mengambil napas juga, sebab lumayan capek saat dia membawa Fiona dari mobil ke unit apartemennya itu.

Siapa yang menyangka, saat dia sedang mengambil napas untuk istirahat sejenak, tiba-tiba gadis muda tersebut langsung duduk di atas pangkuannya dan langsung menarik dasinya.

"Fiona ... Hentikan!" Arga menangkap tangan Fiona.

Tangan satu dipegang, masih ada satu tangan yang bebas bergerak. Fiona tanpa takut, ia mengusap pipi dan hidung Arga, kemudian melepaskan kacamata pria tersebut.

"Fio! Sadar! Kau tahu apa yang kau lakukan?" Arga menatap wajah Fiona dengan tegas.

Namun, bibir gadis itu malah mengulas senyum manis dan mulai mengatupkan kedua bibirnya. Hal itu membuat jakun Arga langsung turun. Seperti kesusahan menelan ludah.

Tidak mau mengambil kesempatan dalam kesempitan. Arga langsung mengangkat tubuh Fiona, ia dudukan di sofa lagi. Kemudian dia bergegas ke kulkas, pergi ke dapur untuk mengambil minum.

Masih dengan posisi berdiri dan pintu kulkas terbuka, Arga minum langsung dari botolnya. Baru sejenak kemudian, tangan Fiona sudah sampai di punggungnya. Gadis itu juga mengusap-usap punggungnya tersebut.

"Punggung yang lebar ... Apa ini otot semuanya? Keras sekali," oceh Fiona sambil sedikit senyum-senyum tidak jelas.

Arga mendesis kesal, pria itu kemudian menutup pintu kulkas dengan kasar dan langsung menjauhi Fiona yang sepertinya sudah hilang kendali.

"Om ..."

Suara serak dan pelan itu membuat Arga reflek menoleh.

Sambil menghela napas berat, ia mengambil air dingin untuk Fiona.

"Minum ini!" titah Arga.

Anehnya, respon Fiona justru tersenyum menggoda. Gadis itu malah menggelayut manja, menempelkan kepalnya di pundak Arga.

"Fio ... Fiona!" sentak Arga.

Fiona tak merespon, malah memeluk lengan Arga dan menekan-nekan lengan yang katanya keras dan berotot tersebut.

"Ini keras sekali," gumam Fiona. Pertama hanya menekan-nekan lengan pria itu, akan tetapi, mungkin karena efek obat, tangan Fiona yang selalu santun dan sopan tersebut, kini mulai sangat berani dan liar.

Mendadak jemari yang lentik dan kecil itu menyusup masuk melalui sela-sela kancing kemeja Arga. Membuat mata Arga melotot dibuatnya.

(Astaga gadis ini)

Arga sudah mulai mengumpat lagi. Dengan keras dia menahan Fiona. Mencengkram kedua bahu gadis tersebut.

"Akan aku telepon kan dokter sekarang!" ujar Arga. Ia kemudian merogoh saku celananya, mau telepon. Namun, Fiona tiba-tiba merangsek lagi, kali ini begitu dekat dan langsung melingkarkan tangannya ke leher Arga. Tidak berhenti di situ, saat Fiona melihat jakun Arga, dengan perlahan Fiona menempelnya bibirnya tersebut. Mengecup jakun Arga, membuat pria itu diam terpaku dan menatap ke bawah.

"SII all!" desisnya saat menyadari ada yang bangkit dan bangun.

...----------------...

Flashback

"Fiona ... Apa yang kamu lakukan? Kau tahu? Ini sangat beresiko," gumam Arga.

Sosok pria dewasa ini mencoba keras untuk membuat dinding pertahanan miliknya tak runtuh. Dari menahan tubuh Fiona sampai memperingati gadis itu agar tidak melakukan sesuatu yang merugikan si gadis.

Namun, semuanya tak bisa ditahan oleh Fiona. Efek obat yang sudah dilarutkan dalam minuman yang dia minum sebelumnya, lama-lama membuat logikanya goyah. Jangankan takut pada peringatan Arga, Fiona sepertinya langsung berubah jadi sosok gadis liar yang tidak bisa dikendalikan.

Lihat saja tangannya, tidak berhenti menjalar menyusuri bagian-bagian otot-otot keras milik Arga. Gadis yang kelihatan polos dan santun itu, malam ini berubah menjadi kucing liar yang siap menerkam Arga, yang notabenenya adalah om dari kekasihnya saat ini.

Di sisi lain, Arga juga mulai terpengaruh. Tiap sentuhan jemari lembur Fiona, nyatanya mampu membuat pria itu merasakan sensasi tersendiri. Adrenalin nya mulai bangkit, niat semula ingin memanggil dokter pribadi, kini justru langsung membuang jauh ponselnya dan langsung membopong badan Fiona.

Jelas Fiona langsung tersenyum dan semakin mempererat lengannya di leher Arga saat ia dibawa ke dalam salah satu kamar apartemen tersebut.

Bukkk!

Badan Fiona diletakkan di atas tempat tidur, kamar utama milik Arga. Fiona akan jadi perempuan pertama yang bisa rebahan di atas tempat tidur lelaki tersebut.

Sementara itu, setelah meletakkan Fiona di atas tempat tidurnya, Arga menatap wajah Fiona secara intens.

"Lihat baik-baik ... Buka mata kamu Fiona ... kamu tahu siapa saya?" tanya Arga. Pria itu juga memegangi tangan Fiona yang hendak merayap terus ke tubuhnya.

Saat ditanya, Fiona kembali tersenyum tidak jelas. Hal itu membuat Arga mengulang lagi pertanyaan yang sama.

"Lihat dengan baik? Kamu tahu siapa saya?"

Fiona langsung diam, karena pergelangan tangannya tak lagi bebas, Arga mencengkram tangannya, membuat Fiona langsung menatap mata Arga.

"Om Arga ..."

Suara Fiona amat lirih, tapi cukup jelas di telinga lelaki tersebut.

(Jadi dia tahu siapa aku saat ini ... )

Arga sempat terdiam, hal itu dijadikan kesempatan Fiona untuk menarik tangannya agar lepas. Benar saja, beberapa detik kemudian, Fiona sudah bisa menyentuh pinggang pria di depannya itu.

Semakin dibiarkan, tangan Fiona semakin aktif. Bahkan dengan berani menyentuh Gasper dan mulai aksinya. Jelas Arga cukup kaget, dia tak menyangka Fiona kelewat berani. Apa jangan-jangan Fiona sudah pernah melakukannya dengan Davin?

(Fiona ... Apa kau sudah pernah melakukannya?)

Arga menatap ke bawah, dilihatnya Fiona yang sibuk dengan Gasper miliknya tersebut.

"Stttt!!!"

Arga tiba-tiba seperti tersengat arus listrik tegangan tinggi. Fiona sudah berhasil dengan misinya. Gadis itu kini sudah menguasai Arga sepenuhnya. Sampai pria itu tak bisa lagi berpikir jernih dan hilang semua akal sehatnya.

Bukkkk!!!

Fiona yang sempat duduk kembali direbahkan, kini sempurna dalam kungkungan lelaki dewasa tersebut.

(Fiona ... Kau yang sudah memulainya ... Kau yang sudah membangunkannya, Kau juga harus tanggung jawab atas nya)

Dengan jakun yang naik turun, Arga melepaskan kemejanya dengan kasar, setelah semuanya terlepas, ia lalu membuangnya ke lantai. Matanya hanya fokus pada wajah Fiona, gadis muda yang membuatnya jadi gila malam ini.

Fiona, gadis itu sudah tamat malam ini. Arga tidak melepaskan gadis itu meskipun suaranya merintih kesakitan. Malam yang panjang, malam yang mungkin tidak akan pernah dilupakan oleh keduanya.

Beberapa jam kemudian

Di lantai sudah berantakan sekali, pakaian masih berserak. Baik baju-baju Fiona ataupun milik Arga.

Pria itu belum tertidur, dilihatnya Fiona yang sudah terlelap sambil memeluk selimut. Arga sempat ke balkon sebentar, kemudian kembali masuk kamar dan masuk ke dalam selimut yang sama dengan Fiona.

Arga tidur miring, mengamati dan menatap wajah Fiona yang terlelap.

"Entah besok apa yang akan terjadi ... Kau pasti akan membenciku?" gumam Arga.

Tangannya terangkat, mengusap kening Fiona dengan lembut. Namun, kelopak mata Fiona bergerak-gerak. Arga langsung menarik kembali tangannya. Ia rebahan dan mencoba untuk tidur.

Hingga tidak terasa, matahari mulai muncul. Fiona terbangun dengan rasa sakit dan perih di sekujur tubuhnya.

Flashback End

...----------------...

Asrama Putri

Fiona menyandarkan tubuhnya lemas di tembok kamar mandi. Bekas-bekas ruam di sekujur tubuhnya jadi saksi kejadian malam tadi.

(Kenapa kamu bdoh sekali Fiona! Kenapa sampai melakukan itu dengan Om Arga? Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?)

Fiona memukul-mukul kepalanya sendiri, karena bisa begitu sembrono, tak bisa jaga diri. Mahkota yang selama ini dia jaga, khusus untuk suaminya kelak, malah diberikan cuma-cuma pada om pacarnya sendiri.

Hampir gila dan sudah stres, Fiona bolak-balik di kamar sambil memukul-mukul kepalanya tersebut. Kalau tidak ada telpon masuk, mungkin dia masih saja menyumpahi didinya sendiri.

"Hallo?" ucap Fiona saat mengangkat telpon Davin.

"Astaga! Kamu ke mana saja? Semalam aku cari-cari. Nomor juga tidak aktif!" omel sang kekasih.

Fiona sepertinya bingung mencari alasan, ia pun langsung mengarang cerita.

"Aku langsung balik Asrama, naik taksi. Kepalaku semalam pusing banget, HP batrenya abis. Ini juga baru bangun, aku gak kuliah," ucap Fiona mencari alasan.

"Jadi kamu di asrama sekarang?"

"Ya."

"Oke, tunggu ya. Aku susul ke sana. Nanti kamu tunggu di bawah."

"Eh, gak usah. Kamu jangan ke sini." Fiona langsung melarang.

"Kenapa?"

"Gak apa-apa, aku kurang enak badan. Aku mau istirahat hari ini."

"Oh, oke ... Tapi aku tetep mampir ke sana. Aku bawakan sesuatu."

"Gak usah. Jangan repot-repot," cegah Fiona. Sebenarnya dia mencoba menghindar dulu dari pacarnya itu.

"Repot bagaimana? Aku belikan makana dan buah. Serta camilan. Nanti kalau sudah sampai, aku call lagi. Oke? Bye!" Telpon terputus.

Fiona menghela napas berat, kemudian pergi ke jendela. Menatap taman dekat gerbang asrama.

(Bagaimana ini? Untuk sementara waktu, aku harus menjaga jarak dengan Davin ataupun keluarganya)

Gadis itu mengusap wajahnya yang kusut dan tidak bersemangat.

......................

Setengah jam berlalu, Fiona mau tak mau harus turun ke bawah untuk bertemu sang pacar. Seperti yang Davin bilang sebelumnya, dia datang membawakan banyak barang untuk Fiona.

"Kamu pucat, kayaknya memang kurang sehat. Aku antar ke dokter ya?"

Fiona menggeleng cepat. "Gak usah. Aku ingin tidur aja. Ntar juga baikan lagi. Btw, makasi sudah dibawakan banyak makanan," ucap Fiona.

"Makasih segala, kaya sama siapa. Ya udah, kamu masuk lagi, jangan keluar dulu ... Inget jaga kesehatan," ucap Davin lalu maju dan mengecup kening Fiona.

Gadis itu kemudian mundur, merasa canggung. "Aku ke atas dulu!" pamit Fiona segera.

"Oke, istirahat ya sayang!" Davin melambaikan tangannya.

Cowok keren, ganteng dan kaya itu, kelihatan tulus dan sayang pada sang pacar. Meskipun di belakang Fiona, Davin masih suka main-main dengan bebasnya tanpa ketahuan.

Namun, yang orang-orang lihat, mungkin Fiona seperti Cinderella yang punya kekasih sempurna. Beruntung dicintai cowok kaya, ganteng dan sangat perhatian. Kadang yang terlihat memang tak seperti kelihatannya.

...****************...

Fiona masuk ke asrama lagi, dengan membawa barang-barang pemberian dari sang kekasih. Hanya diletakkan begitu saja di atas meja, kemudian Fiona merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Matanya menatap langit-langit kamar yang tidak begitu luas tersebut.

"Aku harus membuat alasan dan putus dengan Davin secepatnya ..."

Fiona mengusap wajahnya dengan frustasi. Tak berapa lama kemudian, Fiona tertidur. Bangun-bangun hari sudah sore.

"Berapa jam aku ketiduran?" Fiona melihat jam di ponsel. Ia menghela napas panjang.

"Oke Fiona ... Lupakan ... lupakan kecelakaan itu. Kejadian yang memalukan malam itu. Asal putus dengan Davin, semuanya akan beres. Oke ... Aku akan minta putus sama Davin, dengan alasan ingin fokus kuliah dulu. Pokoknya aku harus putus dengannya segera!" gumam Fiona.

...----------------...

Beberapa hari kemudian

Sudah seminggu Fiona tak bertemu sang kekasih, hari ini kebetulan akhir pekan, mereka janjian ketemu. Fiona bilang ada yang mau diomongin. Mereka pun sepakat ketemuan di salah satu mall dekat kampus.

Fiona sudah datang lebih awal, dia sudah duduk di salah satu kafe langganan saat mereka kencan dulu. Beberapa kali Fiona berbicara sendiri, dia sedang praktek untuk kata-kata yang akan diucapkan nanti pada Davin.

"Dav, maaf ... Aku ingin fokus kuliah dulu. Bagaimana kalau kita berteman saja? Nilaiku banyak yang buruk, mungkin selama ini aku kurang fokus."

"Davin, sebelumnya aku mau minta maaf. Selama ini kamu baik banget sama aku. Kamu selalu ada kalau aku butuh bantuan. Di sisi lain, aku jadi kurang fokus sama mata kuliah aku, mending kita putus dulu. Karena aku mau fokus biar lulus tepat waktu."

Fiona terus saja melatih bicaranya, sampai telponnya berdering.

"Hallo, Sayang ... Sorry! Aku gak bisa ketemu kamu sekarang. Ini aku mendadak ke rumah sakit."

"Siapa yang sakit?" tanya Fiona khawatir.

"Mama aku tiba-tiba pingsan, udah dulu ya. Nanti aku telpon lagi."

"Oke ... Oke ... Semoga Tante lekas membaik."

Telpon terputus.

Setelah tidak tersambung lagi, terdengar suara tawa dari sebelah Davin. Bukan di rumah sakit, Davin sedang di dalam mobil dengan seorang gadis, gadis muda yang kemarin ngaku hamil anak Davin.

"Gila kamu Beb, masa Tante kamu jadikan alasan," ucap gadis itu sambil terkekeh.

"Mau bagaimana lagi? Gara-gara kamu ..." ucap Davin dengan senyum penuh arti.

Keduanya berada di dalam mobil di sebuah parkiran apartemen. Dari luar, tak lama kemudian terlihat mobil hitam itu sedikit goyang-goyang.

...----------------...

Asrama Putri

Pukul 7 malam

Fiona baru pulang, rupanya tadi tak langsung pulang setelah ditelpon sang pacar. Gadis itu muter-muter mall, main game di Timezone untuk ngilangin stres. Jujur, dia masih kepikiran perihal om Arga. Bagaimanapun juga, kejadian malam itu susah dihilangkan dan dilupakan begitu saja. Semakin Fiona menghapus ingatan itu, semakin dia teringat dan ingin cepet-cepet putus dari Davin, biar tidak ada sangkut pautnya lagi dengan keluarga tersebut.

Inginnya menghindar, tapi yang dihindari justru ada di depan mata.

Turun dari taksi online, Fiona dikejutkan dengan sosok pria yang menyandar di sebuah mobil dekat asrama.

(Astaga ... Gawat. Gimana ini? Aduh ... Ngapain om itu ke sini? Ya ampun ... Apa aku sembunyi dulu?)

Fiona menatap ke belakang, dilihatnya mobil taksi sudah jalan pergi.

(Apes ... Aku lagi apes ...)

Jantung Fiona seperti akan meledak, apalagi saat sosok pria dewasa itu menatapnya dari jauh, tidak hanya menatap. Pria yang memiliki tinggi 180 an itu perlahan jalan mendekat ke arahnya.

(Mati aku ... Om itu ke sini ... Bagaimana ini? Aku lari aja? Aku diam aja? Ahhhhh!!!! Gimana ini ...????)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!