"Tolooong. . .!" sebuah teriakan terdengar diikuti suara puluhan langkah kaki yang berlari ke arah yang sama.
Gadis manis itu berlari ketakutan menghindari kejaran orang-orang dari sebuah anggota organisasi hitam.
Sebetulnya ia berlari di antara pemukiman warga. Tapi tidak ada satu pun orang yang berani untuk menolongnya. Bahkan para warga yang pintu dan jendelanya terbuka, langsung bergegas menutup segalanya ketika suara jeritan gadis itu terdengar.
Itu memang desa terkutuk. Sebuah desa yang di dalamnya selalu terjadi pertikaian antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Sialnya, kesemuanya merupakan organisasi hitam.
Sekali saja terendus adanya organisasi putih, orang-orang dari organisasi hitam langsung membubarkannya dengan cara membunuh semua anggotanya.
Desa terkutuk yang disebut-sebut sebagai tempat lahirnya setan itu bernama Haidong. Sebuah desa yang selalu tampak kelabu dengan suasana yang menyeramkan karena setiap saat selalu terjadi pertumpahan darah di dalamnya.
Tidak jelas apa sebabnya. Ada yang menyebutkan semua karena keinginan sebuah organisasi hitam menjadi organisasi satu-satunya.
Ada pula yang mengatakan bahwa tempat itu memang merupakan tempat tinggal para setan dan iblis, juga roh-roh orang orang jahat yang gentayangan. Sehingga memunculkan sebuah energi negatif yang bisa membuat para penghuninya senantiasa dikuasai amarah.
Suasana menyeramkan tersebut semakin terasa karena banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi menjulang hampir di seluruh wilayah, yang membuat cahaya matahari tidak mampu menembus masuk dengan sempurna. Terhalang oleh dedaunan yang rimbun.
Maka tidak heran jika hal itu kerap membuat para pengelana ataupun orang yang baru tiba di desa Haidong berdiri bulu kuduknya.
Padahal sebetulnya desa itu memiliki panorama alam yang cukup memukau. Di sana terdapat sebuah danau yang sangat indah dengan pegunungan di sekelilingnya. Juga ada banyak air terjun yang masih sangat jernih hingga dapat diminum langsung.
Selain itu, pemandangan yang tampak apik selalu terlihat ketika fajar mulai terbit ataupun saat senja mulai tiba.
Namun hal itu seolah bukan menjadi sesuatu yang penting lagi. Haidong tetap sebagai desa yang ingin ditinggalkan oleh para penduduknya.
Sayangnya para warga tidak akan bisa keluar dari desa tersebut karena selalu dijaga oleh para anggota organisasi hitam.
Selangkah saja mereka melewati wilayah perbatasan desa, seseorang tidak hanya akan meninggalkan desa Haidong, tetapi juga meninggalkan dunia. Selamanya.
Semua itu dilakukan karena selama ini sumber pendanaan para organisasi hitam itu didapat dari hasil rampasan harta warga. Sehingga jika satu saja warga melarikan diri, organisasi hitam tersebut akan kehilangan salah satu ladang uang mereka.
Tentu saja para warga menjadi semakin tidak betah untuk tinggal. Tapi apa yang bisa mereka perbuat.
Pastilah mereka lebih mementingkan nyawa di atas segalanya, sehingga mereka menjadi sangat berhati-hati supaya tidak menyulut kemarahan orang orang bengis itu dengan cara menuruti kemauan mereka, serta sebisa mungkin untuk menjaga diri agar tidak bertemu dengan anggota organisasi hitam.
"Tolooong. . . ! ! !" teriakan itu masih terdengar juga.
Para warga hanya bisa berdiam diri di rumah saat orang-orang dari organisasi hitam sedang bertingkah seperti saat ini.
Padahal, semua warga sepakat jika apa yang dilakukan organisasi hitam itu salah. Dan mereka juga setuju jika gadis yang sekarang bingung mencari tempat sembunyi karena diburu oleh para anggota organisasi hitam itu memang pantas, bahkan wajib ditolong. Tapi mereka jelas terlalu takut.
Pasalnya organisasi hitam yang bertindak semena-mena itu adalah Fengbao. Sebuah organisasi hitam paling kuat dan besar di desa tersebut, yang selalu melakukan penelitian-penelitian untuk menemukan ramuan yang bisa meningkatkan kekuatan seseorang, yang selalu melakukan percobaan atas temuan yang dihasilkan kepada siapapun dan atau apapun yang diinginkan.
Tepat sekali, gadis yang kini tertangkap dan diikat kedua tangannya itu memang diburu untuk dijejali sebuah ramuan.
"Buka mulutnya!" perintah seorang lelaki bertubuh kekar yang terlihat begitu marah.
Gadis yang disumpal mulutnya dengan kain itu terus menggeleng dengan air mata merembes deras di pipinya.
Ia tahu benar rasa dari ramuan yang berwarna hijau kehitam-hitaman itu. Sudah tiga kali gadis itu dipaksa untuk meminumnya. Dan ia selalu tersiksa setelah meminum ramuan tersebut.
Gadis itu akan menggigil hebat. Sekujur tubuhnya terasa dingin seperti diselimuti es tebal, yang membuat bibirnya membiru, wajahnya pucat, dan tulang belulangnya terasa remuk redam. Lalu jantungnya terasa sangat sakit seolah berhenti berdetak.
Benar, gadis itu sudah serasa hampir menemui ajal setiap kali usai meneguk ramuan yang baunya sangat menyengat itu.
Para anggota organisasi Fengbao memang tidak punya pilihan lain. Pasalnya hanya gadis itu yang tubuhnya kuat untuk dijadikan sebagai kelinci percobaan untuk ramuan tersebut.
Terhitung sudah hampir dua tahun gadis tersebut menenggak aneka ramuan, juga melakukan berbagai ritual yang mengancam keselamatan. Tapi baru ramuan itulah yang membuat gadis yang biasanya selalu patuh untuk meminum dan melakukan apapun itu menjadi berontak.
Terpilihnya gadis itu sebagai kelinci percobaan Fengbao adalah atas saran dari pembina organisasi tersebut, yang mengetahui silsilah keluarganya. Ternyata tubuh kuat sang gadis merupakan keturunan dari kedua orang tuanya yang berasal dari klan terkuat dan tertangguh di zamannya.
Kedua orang tua gadis tersebut awalnya bersembunyi di desa Haidong dari kejaran para musuh yang membasmi habis seluruh anggota klan mereka. Dan naasnya pembina organisasi Fengbao-lah yang menyambut kedatangan mereka.
Kala itu Fengbao belum melakukan percobaan-percobaan segiat saat ini. Mereka juga masih diam-diam dalam menjalankan aksinya.
Kedua orang tua gadis berambut hitam panjang itu tidak tahu jika dibalik sikap baik sang pembina organisasi yang saat itu masih menjadi ketua organisasi, tersimpan maksud yang sangat buruk.
Ia yang mengetahui alasan kedua tamunya itu hendak dibunuh, telah merencanakan untuk menjadikan putri mereka sebagai orang yang akan mencoba setiap ramuan yang diracik oleh anggota Fengbao.
Maka, malam tragedi itupun terjadi. Rencana pembunuhan kedua orang tua gadis tersebut yang telah disusun sejak lama, akhirnya dilaksanakan juga ketika gerhana bulan terjadi.
Saat itu sang gadis masih sangat belia, menyaksikan sendiri bagaimana kejinya orang tuanya dibunuh. Ia menjadi yatim piatu seketika itu juga.
Yang membuat gadis itu begitu marah adalah kedua orang tuanya mati di tangan lelaki yang telah ia anggap sebagai ayah kedua baginya.
"Jangan. . . ! Aku mohon jangan lakukan ini." kata gadis itu setelah kain yang menutup mulutnya diambil.
"Diam dan buka mulutmu lebar lebar!" bentak seorang anggota tanpa mempedulikan air mata sang gadis.
Gadis itu pun melakukan kebalikan dari perintah yang diberikan. Bukannya membuka mulutnya, ia justru merapatkan kedua bibirnya.
Sebetulnya ia juga ingin menggunakan kedua tangannya untuk dilekatkan di depan mulut. Tapi tentu saja ia tak mampu sebab ada tali yang membelenggu kedua tangan itu.
Hal itu membuat anggota Fengbao semakin geram. Mereka berupaya membuka paksa mulut gadis tersebut. Tapi sang gadis pun terus mencoba untuk menghindar dan semakin merapatkan bibirnya.
"Cambuk dia sekuat mungkin agar mulutnya terbuka!"
Para anggota Fengbao sempat saling memandang atas perintah yang didengar. Sebetulnya ada rasa tak tega di hati mereka. Tapi nyatanya gadis itu tetap menerima cambukan juga.
Dan seperti perkiraan, gadis itu pun berteriak mengaduh kesakitan setelah sebelumnya kuat menahan beberapa kali cambukan tanpa membuka mulutnya.
Seorang anggota Fengbao yang sedari tadi telah bersiap menuangkan ramuan itu pun mendekat dan membuka tutup wadah tempat ramuan itu disimpan.
Namun ketika ramuan itu hampir dituang ke mulut sang gadis yang kini terbuka lebar ditahan oleh dua tangan, hal yang mengejutkan terjadi.
"Bruuuk. . . Bruuuk. . . Bruuuk. . . ! ! !"
Satu per satu anggota organisasi Fengbao ambruk. Gadis yang masih terikat itu pun bisa bernapas lega setelah sebelumnya menahannya.
Ia melihat ramuan mengerikan yang hampir saja masuk ke dalam tubuhnya itu tumpah bersama dengan ambruknya anggota Fengbao.
Gadis itu pun melihat sekeliling untuk mencari siapa yang membuat orang orang keji itu mati.
\=\=\=\=\=
Dengan mengucap Basmallah, saya mengawali novel baru ini... Saya harap, ke depannya novel ini akan semakin baik mengingat saya sudah mendapat berbagai kritik dan saran di sekuel pertamanya. Selamat membaca, dan minta tolong kesediannya untuk tekan tombol like & favorit 🥰🥰🥰
"Apa kau ti. . . dak. . . "
Seorang lelaki yang tiba-tiba muncul tak jauh dari gadis itu terlihat sangat tidak baik-baik saja. Lelaki itu bahkan kesulitan menuntaskan kalimatnya. Tak bisa dipungkiri lagi jika orang yang bertanggung jawab atas kematian para anggota organisasi hitam adalah si pria rupawan yang sedang terluka itu.
Hampir tak masuk akal sebenarnya, bagaimana bisa seseorang dengan kondisi terluka parah seperti itu bisa mengambil nyawa beberapa orang sekaligus bahkan tanpa harus menyentuh targetnya satu-satu. Sebelum keheranannya semakin menjadi-jadi, gadis itu bersegera untuk menghampiri si lelaki penolongnya, menurutnya, kini ialah yang harus menolong si pria itu sebab nampak sekali lelaki tersebut kini sedang mengalami luka yang cukup serius. Namun saat hendak memegang pundak sang penolong, gadis itu baru sadar bahwa tangannya masih terikat.
Ia pun berlari kembali menghampiri mayat-mayat yang semasa hidup begitu menyusahkan dirinya, guna mencari sesuatu yang mungkin bisa digunakan untuk memutuskan tali di tangannya.
"Itu dia." ujar sang gadis sambil berusaha mengambil pisau kecil yang terselip di baju salah seorang anggota Fengbao.
"Ayolah. . . !" kata gadis itu lagi sembari mempercepat gerakan tangannya, menggesekkan tali ke pisau kecil. Tentunya sambil melihat sekeliling, berjaga kalau-kalau ada anggota organisasi Fengbao lainnya yang datang menyusul.
"Yup! Akhirnya."
Gadis tersebut tersenyum lebar dan langsung berlari mendekati lelaki yang telah menolongnya.
"Paman. . . ! Paman. . . ! Apa Paman sudah mati?" tanya gadis itu sambil mengguncang-guncangkan tubuh lelaki yang menurutnya memiliki wajah paling tampan dari seluruh lelaki yang pernah ia lihat.
Gadis itu pun memeriksa denyut nadinya. Juga mendekatkan telinganya ke dada lelaki itu.
"Dia masih hidup."
Sang gadis bergegas membantu penolongnya untuk beranjak dari tempat itu dan mencari tempat yang lebih aman.
Tapi, karena ukuran tubuhnya yang jauh lebih kecil daripada lelaki yang ia panggil paman itu, gadis tersebut jelas kesulitan.
Ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Dan memapah si lelaki dengan susah payah. Berulangkali ia hampir terjungkal karena beban yang terlalu berat.
Selain itu, sang gadis memang telah sangat letih akibat ulah para anggota Fengbao yang terus memburunya.
Tapi gadis itu tidak menyerah. Ia terus berusaha dengan gigihnya.
Dalam perjalanannya, gadis itu sesekali menoleh untuk bisa melihat wajah lelaki yang kini ia gendong di punggungnya. Dalam batin ia terus bertanya soal siapa lelaki itu. Juga dari mana asalanya.
"Bruuuk. . . !"
Akhirnya mereka jatuh juga di depan mulut goa. Gadis itu sudah tidak kuat lagi menggendong. Persendiannya terasa ngilu karena lelah.
Tapi ia tersenyum karena tempat yang ia tuju sudah di depan mata. Gadis itu pun lekas bangkit.
"Maafkan aku Paman, tubuhku terlalu kecil dan tak berdaya untuk menggendongmu lagi."
Sang gadis memosisikan lelaki itu terduduk. Lantas menariknya mundur perlahan-lahan.Gadis itu tak ubahnya seorang bocah yang berjuang menarik padi dalam karung.
Setelah dirasa cukup aman, sang gadis merebahkan tubuh lelaki penolongnya itu ke tanah, ia pun menyusul untuk merebahkan demi mengumpulkan tenaga. Ia memandang lekat-lekat pria itu.
"Tampan, sangat tampan!" gumam sang gadis dalam batin.
Ia mengira-ngira usia lelaki yang tidak diketahui asal usulnya itu.
"Mungkin Paman berumur 24 tahun. Atau. . . 25 tahun? Kenalkan, namaku Zhillin. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya.
Apa kau datang dari langit? Apa kau malaikat yang turun untuk membebaskanku dari semua kesulitan ini?
Aku selalu berharap bisa cepat mati. Menyusul ayah dan ibuku. Aku sangat merindukan mereka. Tapi aku bersyukur mereka sudah tiada.
Seandainya ayah dan ibu masih hidup, tentu mereka akan sangat sedih melihat keadaanku sekarang." kata gadis itu dengan suara yang terdengar semakin serak dan lirih, sambil mengusap air matanya.
Zhillin kemudian duduk. Ia memeluk erat kedua kakinya yang tertekuk di depan. Lantas menenggelamkan kepalanya.
Benar, gadis itu memang tengah menangis lagi. Pundaknya terlihat turun naik. Tapi tidak ada isakan yang terdengar sebab Zhillin menggigit kuat bibirnya sendiri.
Gadis itu selalu menangis jika mengingat kedua orang tuanya. Juga nasibnya yang memilukan.
"Sudah cukup Zhillin! Apa kau akan terus menangis hingga air matamu habis?" kata Zhillin pada diri sendiri sambil menegakkan kembali kepalanya.
Gadis itu kini tersenyum lebar seolah tak pernah terjadi apa-apa. Dan mendekatkan wajahnya ke wajah lelaki asing yang baru ia temui.
"Siapa namamu Paman? Sepertinya kau tidak begitu suka berbicara. Atau mungkin kau memang pemalu. Baiklah, mula-mula, mari kita cari dulu nama yang sesuai untukmu. Apa ya?" gadis itu terus berbicara meski tidak ada balasan atas semua omongannya. Sebab ya, lelaki itu sedang tak sadarkan diri. Sepertinya ia menggunakan sisa-sisa kesadarannya untuk membabat habis musuh yang menyerang si gadis bernama Zhillin itu.
"Baiklah Paman, aku sudah menemukan nama yang tepat untukmu. Karena kau telah menjadi pahlawan untukku, aku akan memanggilmu Li Jie. Kau tahu artinya bukan, Pahlawan. Paman Li Jie. Bagaimana? Apa kau suka? Bagus! Aku juga suka.”
Terlalu terbiasa hidup sendiri dalam kungkungan organisasi hitam, Zhillin memang tak memiliki teman, untuk mengurangi rasa bosannya ia gemar berbicara sendiri, menghibur diri sendiri, dan bercakap-cakap sendirian.
Zhillin kemudian berpamitan setelah sekian lama mengobrol dengan dirinya sendiri. Ia pergi untuk mencari tanaman yang bisa membantu mempercepat proses pemulihan Li Jie.
***
"Dimana aku sekarang?"
Lelaki yang menolong Zhillin telah siuman. Ia berusaha untuk duduk sambil memegangi dadanya.
Lelaki tersebut melihat sekeliling. Ia yakin bahwa itu adalah sebuah goa. Dan sepertinya merupakan goa yang berpenghuni karena walaupun sedikit pengap, keadaannya sangat bersih.
"Sepertinya. . . aku tadi melihat guru Zhillin. Tapi. . ."
"Hei, bagaimana Paman Li Jie tahu namaku?" suara Zhillin yang lantang dan bersemangat menggema di dalam goa. Sudah pasti mengagetkan lelaki itu.
"Paman Li Jie?" ujar lelaki itu keheranan.
"Ya, Paman Li Jie. Itu nama yang aku buat khusus karena paman telah menolongku seperti seorang pahlawan. Li Jie, pahlawan. Bagaimana? Apa Paman suka?"
Zhillin kembali mengagetkan lelaki itu karena tiba-tiba duduk di hadapannya dengan senyum sangat lebar.
Tapi sebenarnya ada banyak hal yang membuat lelaki itu begitu kaget.
"Oh, tidak. Aku lupa. Paman pasti sudah punya nama. Siapa nama Paman?"
"Namaku. . ."
Lelaki yang nama aslinya Zhang Xiuhan itu, entah bagaimana merasa sangat sulit untuk menyebutkan nama aslinya.
Ia seperti mengalami hal yang sudah pernah dialami sebelumnya. Zhang Xiuhan masih sangat ingat saat dahulu dirinya terluka parah dan ditolong oleh seorang laki-laki yang kemudian menjadi ayah angkatnya.
Ketika itu situasi yang ada tidak memungkinkan dirinya untuk menyebutkan nama aslinya saat ditanya perihal nama. Ia kemudian mengenalkan dirinya sebagai Li Jie.
Zhang Xiuhan tidak tahu mengapa nama itu yang ia pilih untuk menyamarkan identitas aslinya. Sebuah nama yang terlintas begitu saja dalam pikirannya.
Dan kini di tempat yang tidak ia kenal, seorang gadis yang wajahnya begitu mengejutkannya karena sangat mirip dengan wajah sang guru sekaligus kekasihnya, memberikan nama yang sama untuknya, Li Jie.
"Apa Paman tidak suka dengan nama yang aku berikan?" tanya Zhillin membuat Zhang Xiuhan atau Li Jie spontan menggeleng.
"Bagus!"
Setelahnya Zhillin kembali berceloteh tentang banyak hal, juga menanyakan macam-macam soal. Akan tetapi Zhang Xiuhan hanya diam dengan wajah kebingungan.
Lelaki itu memang tengah berpikir keras. Ada banyak tanda tanya di kepalanya. Terakhir kali ia ingat sedang terlibat dalam peperangan yang sangat sengit melawan para penjajah demi kebebasan negerinya.
Dan ia terluka parah terkena serangan lawan. Tapi kemudian ia menjadi tidak sadarkan diri. Lantas saat membuka mata, ia telah berada di tempat itu.
"Aku harus segera kembali." kata Zhang Xiuhan kemudian mengingat perang yang belum selesai, mengingat kekuatan lawan, mengingat banyaknya pasukan negerinya yang gugur.
"Pergi? Kemana Paman mau pergi?" sergap Zhillin cepat. Ada rasa ngilu di hati gadis itu saat mendengar lelaki yang baru tiba dan menjadi pahlawan untuknya itu akan pergi lagi.
"Aku harus kembali ke negeriku. Sedang terjadi perang di sana. Aku harus menyingkirkan semua penjajah itu. Tapi aku tidak tahu mengapa aku bisa sampai di sini." jawab lelaki itu tergesa-gesa sambil bangkit dan berdiri.
Tapi Zhang Xiuhan yang masih terluka kemudian merasakan sensasi sakit yang luar biasa di tubuhnya, sebelum akhirnya ia memegangi dinding goa untuk menjaga tubuhnya tak terjatuh.
"Paman, aku tidak tahu siapa dirimu. Tapi aku mohon bawalah aku juga untuk pergi dari sini. Aku tidak ingin terus hidup seperti ini, Paman." ujar Zhillin memohon dengan mata berkaca-kaca.
Gadis itu sungguh berharap bahwa Zhang Xiuhan akan membuat semua penderitaannya berakhir.
"Tsuuut. . . Diamlah." kata Zhang Xiuhan tiba-tiba dengan suara berbisik, juga membungkam mulut Zhillin dengan tangan kanannya.
Lelaki itu mendengar suara langkah puluhan orang yang semakin dekat dan berhenti di depan goa.
"Kalian, masuk dan periksa goa ini! Tangkap gadis itu jika kalian menemukannya di dalam." sebuah teriakan sayup-sayup terdengar. Membuat Zhillin menelan ludahnya dan langsung mengeluarkan banyak keringat dingin karena takut.
\=\=\=\=\=\=
Halo, mulai hari ini lanjutan dari sekuel PPN tayangnya di lapak novel yg ini ya. Harap segera tekan tombol Favorit agar mendapatkan notifikasi jika novel ini update. makasih...
"Apa yang Paman lakukan? Ayo kita lari cepat sebelum mereka masuk dan menangkapku. Aku tahu ujung dari goa ini," ucap Zhillin dengan wajah panik melihat Zhang Xiuhan yang tidak lekas beranjak dari tempatnya.
Gadis itu akhirnya kembali lagi menghampiri Zhang Xiuhan yang berada dua meter di belakangnya.
Zhang Xiuhan tidak menyahut. Ia tampak mengulangi sebuah gerakan dan kembali komat-kamit mengucapkan sesuatu. Sebuah mantra.
"Ayolah Paman Li Jie. Langkah mereka sudah semakin dekat. Mereka akan memaksaku meminum ramuan setan itu lagi jika sampai tertangkap."
Zhillin menarik tangan Zhang Xiuhan dan membuat lelaki itu turut berlari mengikutinya. Tapi tentu saja Zhang Xiuhan tidak memiliki cukup tenaga untuk berlari sekencang dirinya.
"Tidak bisa. Mengapa aku tidak bisa?" kata Zhang Xiuhan dengan punggung membungkuk dan kedua tangan yang bertumpu pada lutut. Napasnya terdengar sangat cepat dan pendek.
"Ada apa Paman? Apa yang tidak bisa Paman lakukan? Apa Paman tidak kuat lagi berlari?" tanya Zhillin dalam satu tarikan napas, tanpa jeda.
"Aku hendak menggunakan jurus Pintasan Dewa agar bisa kembali ke tempat di mana seharusnya aku berada. Tapi tidak bisa."
"Itu mereka," teriak seorang lelaki yang muncul bersama beberapa orang lainnya.
Dari simbol tiga garis lengkung yang ada di ikat kepala mereka, Zhillin tahu jika mereka adalah anggota organisasi Fengbao.
Tersisa hanya sekitar tujuh meter jarak orang-orang keji itu dengan Zhillin dan Zhang Xiuhan.
Maka, lagi-lagi Zhillin menarik tangan Zhang Xiuhan dan kembali berlari. Ketika itu, Zhillin sangat mencemaskan sang paman, jauh melebihi kekhawatirannya pada nyawanya sendiri.
Ia yakin kalau orang-orang Fengbao tidak akan membiarkan Zhang Xiuhan hidup jika mereka sampai tertangkap.
Orang-orang Fengbao selalu membunuh siapa saja yang berusaha untuk menolong gadis tersebut. Oleh karena itu, warga desa kemudian menjadi tutup mata dan telinga ketika para anggota Fengbao bertindak sangat kejam kepada Zhillin.
Saat Zhillin menangis atau menjerit meminta pertolongan, para warga hanya berani mengunpat dalam batin atas kesewenang-wenangan anggota Fengbao.
"Seandainya langit-langit goa ini bisa runtuh dan menimpa mereka sampai mati. Atau setidaknya menutup jalan untuk mereka sehingga tidak lagi bisa mengejar kita," kata Zhillin dengan suara terputus-putus karena napasnya yang berburu.
"Kau benar,” tak ada waktu bagi Zhang Xiuhan untuk mempertanyakan jurus Pintasan Dewanya yang tidak berhasil digunakan. Ada hal yang lebih mendesak untuk saat itu, yaitu menyingkirkan kelompok Fengbao yang sedang mengincar gadis bernama Zhillin.
Zhang Xiuhan pun mulai melakukan sesuatu kepada tembok-tembok goa. Sebuah gerakan cepat yang tak sempat tertangkap oleh mata Zhillin tengah dilakukan oleh Zhang Xiuhan.
Brrreeek. . . !
Langit-langit goa runtuh. Orang-orang organisasi Fengbao yang tidak sempat melarikan diri, mengaduh tertimpa batu. Sementara beberapa yang lain terdengar mengumpat keras karena akses mereka tertutup sepenuhnya oleh bongkahan batu besar. Zhang Xiuhan tersenyum lebar, setidaknya, hal tersebut akan membuat para pengejar itu sibuk atau bahkan kembali pulang untuk menyelamatkan kawan mereka yang terluka.
Zhillin merasa takjub atas kekuatan Zhang Xiuhan yang di luar dugaannya, ia kemudian tersenyum lebar dan bertepuk tangan.
"Itu sungguh luar biasa Paman," ucap Zhillin masih dengan mata berbinar-binar senang.
"Bisakah kau membantuku untuk sampai di ujung goa? Energiku masih belum stabil. Apalagi setelah aku menggunakan tenaga dalamku," sebenarnya Zhang Xiuhan masih memiliki cukup energy untuk berjalan, atau bahkan berlari. Hanya saja, naluri laki-lakinya tak bisa membendung sebuah keinginan yang kuat berkaitan dengan gadis kecil yang membersamainya itu. Zhang Xiuhan merasa ada yang aneh dengan gadis tersebut, selain wajah gadis itu sangat mirip dengan guru Zhillin, Zhang Xiuhan juga merasakan sensasi yang sama menyenangkannya ketika melihat gadis tersebut, sama persis ketika ia bersama guru Zhillin.
Zhillin yang semula begitu berseri-seri wajahnya, kini terlihat panik kembali karena mengira jika lelaki di hadapannya itu benar-benar dalam keadaan tak mampu berdiri.
Gadis itu pun bergegas memapah Zhang Xiuhan dan membantunya untuk tetap berjalan. Dalam setiap langkahnya Zhillin berdoa agar Zhang Xiuhan baik-baik saja dan tetap sadarkan diri. Sementara itu, Zhang Xiuhan ternyata sedang menikmati kekhawatiran gadis manis yang memapahnya.
***
Ketika malam mulai tiba, Zhillin dan Zhang Xiuhan telah sampai di ujung goa yang sangat panjang dan mirip dengan terowongan itu.
Zhillin yang sepanjang perjalanan terus mengoceh dan bertanya untuk menjaga kesadaran Zhang Xiuhan, lantas menyandarkan tubuh lelaki itu pada sebuah pohon besar.
"Tunggu sebentar Paman. Aku akan membuatkan tempat tidur untukmu," ujar Zhillin setelah menegukkan ramuan yang telah ia racik tadi ke mulut Zhang Xiuhan.
Gadis itu kembali berlari entah kemana. Lalu tidak lama berselang, ia kembali membawa rumput ilalang. Kemudian, berlari lagi. Dan kembali lagi membawa sebongkok ilalang lainnya. Terus begitu hingga beberapa kali.
"Nah, sudah selesai. Maafkan aku karena tidak bisa membuat tempat tidur yang nyaman untuk Paman. Tapi, ini juga tidak terlalu buruk."
Zhillin membantu Zhang Xiuhan merebahkan badannya di atas kasur rumput yang ia buat. Sementara untuknya, gadis itu tidur bersandar pada pohon.
Zhillin sengaja tidak merebahkan badannya agar tidurnya tidak nyenyak. Sehingga ia bisa senantiasa memantau Keadaan Zhang Xiuhan.
"Selamat malam, Paman Li Jie. Semoga Paman memimpikanku," ujar Zhillin tersenyum, lantas memejamkan mata.
Sementara itu, Zhang Xiuhan justru kini membuka matanya. Ia duduk dan mengamati gadis yang ingin menjaganya meski dalam keadaan tidur itu.
Gadis itu, meski bisa dibilang manis, ia terlihat sangat kacau. Ada banyak luka memar juga bercak darah yang telah mengering di beberapa bagian tubuhnya.
Zhang Xiuhan kemudian merebahkan Zhillin di atas kasur rumput tempatnya tadi berbaring.
"Apa kau adalah guru Zhillin-ku?" tanya Zhang Xiuhan dalam batin saja, takut mengusik tidur gadis di hadapannya.
Zhang Xiuhan sebenarnya masih belum yakin sepenuhnya bahwa gadis di depannya itu memang Zhillin yang ia kenal.
Meski wajah dan cara berbicara keduanya sangat mirip, bahkan sama persis, Zhillin yang sekarang memiringkan badannya ke arah Zhang Xiuhan itu terlihat lebih muda dan sepertinya tidak memiliki kekuatan sehebat guru Zhillin yang ia kenal.
"Jika kau memang guru Zhillin, berarti aku sekarang berada di masa yang bukan masaku. Atau, apakah ini masa laluku? Atau, ah, bagaimana penjelasan dari semua ketidaknormalan ini?"
Zhang Xiuhan berpikir keras. Ia mengingat-ingat apa yang terjadi padanya di saat sebelum dirinya terlempar ke tempat tersebut.
Lantas Zhang Xiuhan teringat pada batu delima yang jatuh ke pangkuannya, yang dilemparkan Sun Jihai saat perang. Tapi batu itu telah lenyap karena memang merupakan pusaka satu kali pakai.
"Apakah ini yang dimaksud Sun Jihai bahwa hanya aku yang bisa menyampaikan maaf kepada keluarga dan gurunya?" begitulah benak Zhang Xiuhan berbicara menerka-nerka.
Zhang Xiuhan kemudian mengerti mengapa jurus Pintasan Dewa yang seharusnya mampu membuat orang yang menggunakannya berteleportasi ke tempat lain dalam waktu singkat, tidak bekerja di tempat itu.
Ada perbedaan waktu yang sangat lama. Bukan hanya setahun, dua tahun, atau puluhan tahun, melainkan hingga ribuan tahun.
"Jadi, kau benar-benar guru Zhillin-ku?" ujar Zhang Xiuhan lagi saat teringat bahwa sang guru memanggil kekasih di masa lalunya dengan sebutan Paman Li Jie. Persis dengan cara gadis yang terlelap nyenyak itu memanggil dirinya.
Perasaan lelaki itu menjadi bercampur aduk. Ia tidak tahu harus bersedih atau bergembira. Yang jelas, ia merasa iba pada gadis benrantakan yang kini tengah terlelap itu.
"Maafkan aku karena tak pernah tahu jika masa lalumu ternyata sesulit ini. Apa yang bisa kulakukan untuk membuat keadaanmu menjadi lebih baik?" Zhang Xiuhan memejamkan matanya beberapa saat, ada sebuah rasa ngilu yang mengganggu ketika matanya tak sengaja melihat bekas-bekas luka yang bertebaran di tubuh gadis itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!