Tok tok tok..
"Masuklah"
"Permisi Pak, apa Bapak memanggil saya?" Alina terkejut mendengar Big Bosnya memanggil dirinya. Ia sesegera mungkin merapat ke ruangan bosnya itu
"Duduklah Alina"
Alina terperanjat. "Mengapa Big Bossnya sampai tau namanya? Bukankah selama dia bekerja disini hanya satu kali saja bertemu dengan Big Bossnya?" batin Alina
"Baik Pak, Maaf Pak apa ada yang bisa saya bantu?
"Apa kamu ingin pindah bagian dari tim marketing ke bagian accounting?"
"Iya Pak, saya hanya ingin mengembangkan kemampuan saya saja Pak" Alina lega karena ternyata Big Bossnya ini memanggil dirinya terkait lamarannya ke bagian accounting
"Apa kamu punya pengalaman di bagian accounting?
"Saya lulusan S1 bagian accounting Pak di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia"
"Ya, saya bisa lihat itu"
Alina tersenyum mendengar perkataan Big Bossnya dan berharap kalau dia bisa pindah bagian
"Saya menyetujui lamaran kamu"
"Benarkah Pak?" Alina sumringah, dia tidak dapat menyembunyikan rona bahagianya
"Ya, tapi tidak untuk ini"
Alina mengerutkan dahinya. Dia bingung karena merasa melamar dibagian tersebut
"Saya akan menempatkan kamu dirumah saya sebagai menantu"
"Apaa?" Alina tak kuasa menyembunyikan rasa terkejutnya. "Ma.. maaf Pak, bukan maksudnya berteriak seperti itu, saya hanya kaget saja"
"Tidak apa apa, saya ingin kamu menjadi menantu saya"
Alina terdiam, pikirannya seketika kacau dan dia tidak bisa berfikir jernih. Melihat Alina tidak bergeming sedikit pun, Bastian pun mencoba memecahkan kecanggungan diantara mereka
"Saya tau kamu sangat amat terkejut, kalau kamu jadi menantu saya, saya akan berikan perusahaan cabang Surabaya untuk kamu"
Alina langsung merubah posisi kepalanya, tadinya ia hanya menunduk, sekarang berubah menjadi menatap sang Big Boss
"Saya tau kamu butuh uang banyak untuk biaya pengobatan nenekmu yang ada di Surabaya, sedangkan saya butuh menantu sepertimu, pikirkanlah Alina, ada banyak keuntungan yang dapat kamu peroleh dari pernikahan ini"
"Maaf Pak, apa boleh saya bertanya?"
"Ya, tentu saja, silakan"
"Kita baru bertemu satu kali di acara peresmian apartement di Sumatera, kenapa tiba tiba Bapak ingin saya menjadi menantu Bapak? Maaf kalau saya lancang menanyakan ini"
"Tak apa apa Alina, hak kamu untuk mendapatkan jawaban ini, di awal pertemuan kita saya sudah sangat terkesan denganmu, saya merasa kamu sangat cocok dengan anak saya, kamu itu orang baik, saya yakin kamu bisa membuat anak saya normal kembali"
"Maaf maksud Bapak seperti apa ya"
"Anak saya satu tahun lalu mengalami kecelakaan, dia sekarang tidak dapat berjalan dan tidak memiliki motivasi hidup, saat saya bertemu denganmu saya yakin kamu bisa mengubah sifat anak saya itu dengan kepribadian kamu"
Alina bertambah bingung dengan jawaban Pak Bastian. Dia merasa dunianya semakin rumit dengan lamaran untuk menjadi menantu keluarga Hadibrata
"Kamu pikirkan matang matang saja terlebih dahulu Alina, saat kamu sudah mengambil keputusan, kamu bisa menghubungi Ivan untuk bertemu denganku"
"Baik Pak, kalau begitu saya permisi dulu"
"Ya silakan"
Alina pun keluar ruangan Pak Bastian dengan wajah yang tak dapat ditebak. Diluar ruangan sudah ada Ivan yang menunggu Alina. Dia memberikan nomor hpnya agar Alina dapat menghubunginya terkait dengan keputusan yang dia ambil kelak
Alina berjalan menuju meja kerjanya yang ada di lantai 8. Dia menunggu lift dan bertemu dengan Daffin yang merupakan teman dekatnya di kantor
"Lin.. semangat dong, pusing gitu mukanya, baru aja jam berapa"
"Aku lagi pusing banget nih, kamu sibuk ga?"
"Ga begitu sih, kenapa?"
"Aku boleh cerita ga?"
"Bolehlah, kamu kan temenku, masa ga boleh curhat"
"Kita ke rooftop yu Fin"
"Siap bosqu"
Alina dan Daffin menuju rooftop. Disana secara kebetulan ada Nara yang merupakan teman dekat Alina juga
"Eh ada kalian, aku baru aja mau turun"
Alina dan Daffin tersenyum ke arah Nara. Nara heran dengan sikap Alina yang hanya tersenyum saja begitu melihatnya
"Lin.. kenapa deh, tumben jadi anteng gini, biasanya juga kamu yang paling rame diantara kita"
"Aku lagi pusing banget nih" jawab Alina sambil duduk di tempat biasa
"Kenapa sih? Coba cerita ke kami, kayanya tadi sebelum jam 10 kamu masih baik baik aja, kenapa sekarang kaya benang kusut gini mukanya"
"Wait, apa ini berhubungan dengan pemanggilan kamu ke ruangan Pak Bastian?"
Alina mengganguk pelan, dia tak kuasa menahan air matanya agar tidak jatuh
"Lin, jangan bilang kalau kamu di..pecat?"
Alina menggelengkan kepala pelan, dia menarik napas agar air matanya berhenti menetes. Nara yang melihat Alina menangis hanya bisa mengusap pundaknya
"Aku ga dipecat, Pak Bastian manggil aku ke dalam karena dia mau jodohin aku sama anaknya"
"Apaaaa??" Daffin dan Nara sama sama berteriak tidak percaya. Mereka terlihat kaget dengan cerita Alina sampai berteriak secara bersamaan
"Lin, kamu serius?"
"Serius Fin, makanya aku pusing banget"
"Ko bisa Pak Bastian minta kamu jadi menantunya, kan kamu baru pertama kali ketemu sama Pak Bastian"
"Aku tanya hal itu ke Pak Bas, beliau bilang aku cocok dengan anaknya, anaknya satu tahun lalu kecelakaan, dia tidak bisa jalan dan ga ada motivasi untuk hidup makanya Pak Bas mikir kalau aku bisa mengubah keadaan anaknya karena sifatku yang seperti ini" Alina tak kuasa menahan tangisnya lagi
"Ya ampun Lin, ko Pak Bas seperti itu sih, sabar ya Lin" Nara pun memeluk Alina yang tengah menangis
Mereka berdua menunggu sampai Alina tenang terlebih dahulu. Daffin pergi ke pantry untuk mengambilkan minum yang akan diberikan ke Alina
"Lin, minum dulu, cuma ada air putih di panty"
Alina pun mengambil minuman dari tangan Daffin dan segera meminumnya, "Makasih ya Fin, makasih Nar, aku ga tau apa yang harus aku lakuin sekarang, emang aku lagi butuh banget biaya untuk pengobatan neneku tapi menikah dengan pria asing ditambah anaknya Big Boss membuat aku serba salah"
"Kamu pikir pikir aja dulu Lin, pikirkan yang matang agar kamu ga menyesali keputusan kamu, biar gimana pun juga Pak Bas pasti membantu biaya pengobatan nenekmu dan juga biaya kuliah adikmu" Nara memberikan pendapatnya
"Betul Lin, jangan sampai kamu mengambil keputusan yang salah, tapi kamu juga jangan mengorbankan dirimu sendiri karena bahagia itu sangat penting Lin, hidup cuma satu kali" giliran Daffin yang memberikan pendapatnya
"Aku kayanya bakalan izin pulang cepet ke Bu Susi deh, aku udah ga bisa kerja lagi hari ini"
"Iya gapapa Lin, kamu istirahat aja, biar nanti kerjaanmu kami bantu"
"Makasih banyak ya, aku ga tau kalau ga ada kalian bakalan gimana"
Mereka pun kembali ke ruangan, Alina izin ke Bu Susi kalau akan pulang cepat, setelah mendapat izin dia pulang ke kostannya yang berada di dekat kantor
"Papa sudah pulang"
"Iya ma"
"Gimana pa, udah ketemu sama karyawan papa itu?"
"Sudah ma, aku tadi juga sudah bilang ke dia tentang Raffa, sudah menawarkan penawaran juga yang akan dia berfikir seribu kali untuk menolaknya" Pak Bastian berbicara sambil melepaskan jas yang sudah dipakainya
"Baguslah, terus dia bilang apa pa?"
"Dia syok banget ma, aku paham banget itu, siapa yang ga syok tiba tiba dipanggil ke ruangan atasannya dan pemberitahuan tentang perjodohan ini?"
"Tapi apa dia sudah jawab pa?"
"Sama sekali ga ada jawaban dan penolakan ma yang ada tadi dia cuma diam aja dan wajahnya menjadi sangat tidak karuan setelah dia mendengar berita ini"
"Huft, kita kasih dia waktu untuk berfikir aja pa, aku ga mau kesempatannya hilang gitu aja" Mama menjawab sambil mempersiapkan air hangat untuk mandi. "Airnya sudah siap ya pa"
"Oke sayang, papa mandi dulu ya nanti kita ngobrol lagi"
"Iya pa, aku ke bawah dulu ya untuk siapkan makan malam"
"Oke mama sayang"
Sekitar dua puluh menit berlalu. Papa turun dari lantai dua rumah mereka menuju ke ruang makan yang berada di lantai satu
"Raffa sudah dipanggil ma?"
"Sudah pa tapi dia ga mau makan malam disini, dia pengen ngabisin waktu di kamarnya aja, tadi Adrian bilang begitu"
"Ah anak itu, kenapa sih dia sukanya menyendiri setelah kejadian itu?"
"Mama juga heran pa, dia selalu aja seperti itu, sepertinya langkah kita untuk mencarikan dia istri sudah tepat, aku ga mau dia kaya gini terus terusan" Mama menjawab dengan nada sedih
"Pokoknya kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk menikahkan dia dengan Alina"
"Pa.. kenapa papa milih Alina sebagai calon mantu kita?"
"Mama sudah lihat fotonya belum?"
"Belum pa, mama penasaran banget dengan sosok menantu idaman papa"
Papa mengeluarkan handphonenya dan membuka galery, ia ingin memperlihatkan wajah dan cv Alina kepada mama
"Ini ma, ini fotonya dan ada juga cv nya dia, aku juga sudah menyelidiki asal usul keluarganya dan juga sifatnya, aku menilai dia itu orang yang tulus untuk membantu sekitarnya, aku sangat amat terkesan begitu pertama kali melihat dia"
"Cantiknya pa calon mantu kita, mama setuju"
"Bukan hanya cantik, dia juga bertanggung jawab ma, dia harus merawat neneknya yang ada di daerah dan menyekolahkan adiknya yang masih kuliah"
"Dia pekerja keras banget ya pa"
"Ya, pertama kali aku lihat dia, aku tau kalau dia itu orang yang pekerja keras, waktu itu PIC (Person in Charge) di kegiatan itu Alina, kegiatannya berjalan lancar tanpa ada masalah apa apa, nah dari situ papa bilang kalau dia akan papa jodohkan dengan Raffa, dari situ pula lah papa terus menyelidiki tentang latar belakangan dan perilaku dia baik itu di kantor maupun diluar kantor, mama juga pasti akan senang begitu ketemu dengan Alina"
"Mudah mudahan aja dia mau jadi mantu keluarga kita ya pa, mama sangat berharap banyak ke Alina, mudah mudah Raffa bisa segera berjalan dan kembali seperti semula"
"Amiiin"
"Kapan kita sebaiknya kasih tau Raffa tentang ini pa?"
"Nanti aja ma kalau Alina sudah setuju, aku takut Raffa malah ngamuk kalau kita kasih tau sekarang"
"Iya pa"
......
Disisi lain, Alina telah kembali ke kamar kostannya. Sebelum masuk kamar tak lupa dia membeli makan malam terlebih dahulu. Dia terus memikirkan hal hal yang terjadi di kantor hari ini. Dia menghela napas panjang, "Kenapa nasibku kaya gini ya, apa aku emang ga ditakdirkan untuk bahagia?" Alina kembali menangis tersedu sedu
Alina membuka foto album kenangan yang terdapat foto orangtuanya. Dia masih merasa sangat kehilangan kepergian mereka beberapa tahun lalu. Kini dia tinggal di Jakarta seorang diri dan adiknya berada di Surabaya untuk kuliah serta mengurus neneknya
Alina membuka Youtube untuk menenangkan pikirannya. Tapi dia tidak fokus ke music yang dia buka, pikirannya tetap kemana mana. Dia memutuskan untuk menghubungi adik dan neneknya. Dia mengambil handphone dan mencoba menghubungi mereka
"Halo.."
"Halo Kila, gimana kabarmu?"
"Baik kak, kakak gimana disana?"
"Baik juga dong" Alina terpaksa berbohong agar adik dan neneknya tidak mencemaskan keadaan dirinya
"Gimana kabar nenek? Apa sudah minum obat?"
"Nenek sudah mendingan kak, obatnya sudah tinggal dua kali minum lagi"
"Tinggal dua kali? Bukannya beberapa hari lalu kamu bilang obatnya nenek sudah habis?"
"Iya kak, terakhir kali ke dokter, dokter mengganti obat nenek, tapi sekarang nenek jadi mendingan ko"
"Oh baiklah, aku akan kirimkan uang untuk beli obat nenek, Kila aku tutup dulu ya, aku mau makan dulu"
"Iya kak, makasih ya kak"
Alina pun menutup telp adiknya. Tadinya dia berharap bahwa menelfon mereka akan membawa ketenangan sendiri untuknya tapi ternyata malah sebaliknya
"Aku harus gimana? Masih awal bulan tapi uangku sudah habis" Alina kembali menangis seorang diri. Dia masih bimbang untuk menerima tawaran dari Pak Bastian atau tidak
....
Besoknya Alina berangkat ke kantor dengan keadaan yang sangat tak karuan. Sebelum naik ke ruangannya, dia mengecek ATM dulu yang berada di lantai basement. Dia bermaksud untuk mengirimkan uang kepada adiknya untuk pengobatan sang nenek. Namun hal tersebut urung untuk dilakukan karena saldo di ATMnya tidak cukup
Alina kembali frustasi dengan apa yang menimpanya. Dia tidak dapat membiarkan neneknya menderita tanpa minum obat, disisi lain dia juga merasa ga enak hati karena hampir setiap bulan harus meminjam uang ke teman temannya
Dia pun memutuskan untuk naik ke ruangannya terlebih dahulu, dia tidak dapat fokus bekerja, dia memikirkan biaya pengobatan neneknya yang menelan biaya yang tidak sedikit, belum lagi awal bulan depan adalah batas waktu adiknya harus membayar kuliah. Alina pergi ke kamar mandi dan menangis disana. Dia sudah tidak tau lagi harus berbuat apa. Dia tidak ingin merepotkan orang orang yang selama ini sudah banyak membantu dirinya terutama masalah keuangannya.
Merasa pikirannya sudah buntu, akhirnya dia menghubungi Ivan dan ingin membuat janji dengan Pak Bastian. Ivan pun menghubungi Pak Bastian dan menentukan tempat serta waktu pertemuan Big Bosnya dengan Alina.
....
Alina sudah sampai duluan di ABC Resto, tempat pertemuan dengan Pak Bastian, dia sebelumnya meminta izin dari Bu Susi, awalanya Bu Susi tidak setuju kalau Alina pulang cepat lagi tapi setelah mengetahui bahwa Alina akan bertemu dengan Big Bos di perusahaan tersebut, akhirnya Bu Susi mengizinkan, bahkan meminta Alina untuk berangkat 1 jam lebih awal sehingga Alina tidak akan terlambat untuk bertemu dengan Pak Bastian
Sambil menunggu, Alina mengamati beberapa pelayan restaurant tersebut mondar mandir ke mejanya. Ivan sudah menyiapkan makanan dan minuman untuk Alina dan Pak Bastian, sang Big Bos. Ditempat pertemuan tersebut sudah ada beberapa orang ajudan yang bertugas untuk mengurus semua hal sebelum Pak Bas datang.
"Wah orang kaya emang beda, sebelum datang aja makanan dan minuman sudah siap di mejanya" gumam Alina. Alina yang sadar bahwa penampilan dirinya itu masih sangat berantakan, segera pamit kepada salah satu ajudan untuk ke kamar mandi. Salah satu ajudan itu pun mengantar Alina dan menunggui Alina hingga selesai. Alina merasa sangat canggung dan tidak terbiasa sama sekali dengan hal ini
Di dalam kamar mandi, dia merapikan tampilannya agar terlihat fresh di depan Pak Bas. Alina tidak mau terlihat seperti orang yang sedang bimbang. Alina takut hal tersebut akan berimbas kepada karirnya
Setelah kembali ke mejanya, Alina kembali menunggu kedatangan Pak Bastian. Dia menghela napas panjang. "Masa di pertemuan ketiga aku langsung minta uang? Tapi kalau bukan sekarang, kapan lagi, aku butuh banget untuk beli obat nenek dan untuk membayar biaya kuliah Syakila"
Beberapa saat kemudian Pak Bastian datang. Dia datang berdua dengan Ivan. Ivan dan para ajudan duduk di meja dekat dengan Pak Bas. Sedangkan Pak Bas duduk semeja dengan Alina saja
"Sore Alina, sudah lama menunggu?" Pak Bas tersenyum ke arah Alina sambil mengulurkan tanggan untuk mengajak salaman
"Sore Pak Bastian" Alina langsung berdiri sambil tersenyum dan bersalaman dengan Pak Bastian
"Silakan duduk, maaf sudah membuatmu menunggu terlalu lama"
"Tidak pak, saya baru saja sampai setengah jam yang lalu"
"Ayo silakan dimakan, saya tau kalau kamu belum makan seharian ini"
"Pak Bastian tau darimana kalau aku belum makan? Jadi beliau sengaja menyiapkan untuk aku?" gumam Alina
"Jangan melamun saja Alina, ayo dimakan, kamu pasti lapar kan"
"Baik pak" Alina pun mengambil nasi, lauk dan sayuran ke dalam piringnya. Begitu pun dengan Pak Bastian
"Gimana, enak kan?" tanya Pak Bas setelah Alina selesai menghabiskan suapan pertamanya
"Enak pak, enak banget"
"Sukurlah kalau kamu suka, ini merupakan salah satu restaurant favorit keluarga saya, dulu kami sering makan di sini sebelum Raffa kecelakaan"
Pak Bastian pun mengajak ngobrol Alina terlebih dahulu, dia ingin mendekatkan diri dengan calon menantunya itu dan membuat Alina tidak canggung lagi terhadap dirinya
Setelah mengobrol panjang lebar, akhirnya Pak Bastian pun menanyakan keputusan yang sudah Alina buat. "Apa kamu sudah membuat keputusan terhadap tawaran saya kemarin?"
"Sudah pak, saya bersedia menikah dengan Raffa"
Pak Bastian tidak bisa menutupi rasa senangnya. "Terima kasih ya Alina, kamu memang bisa diandalkan"
Alina terlihat gugup sekali, dia ingin meminta uang untuk pengobatan sang nenek. Menyadari kegugupan Alina, Pak Bastian pun menanyakannya
"Kamu kenapa Alina? Ko keliahatan gugup sekali"
"Hmm Pak maaf kalau saya lancang sekali, tapi apa boleh saya meminjam uang Bapak untuk biaya pengobatan nenek saya pak, saya sangat butuh sekali karena obat yang beliau minum sudah habis"
Pak Bastian menarik napas panjang. Alina merasa bersalah melihat respon dari Big Bossnya itu. Dia takut saat ini kehilangan pekerjaannya
"Kenapa kamu malah minjam uang dari saya Alina.. Mulai sekarang kamu tidak usah khawatir lagi tentang biaya pengobatan nenekmu dan biaya kuliah adikmu itu, semuanya akan saya tanggung"
Alina terbelalak terkejut dengan pernyataan Pak Bastian. Dia sangat senang karena orang orang terdekatnya mendapatkan jaminan yang lebih baik
"Ter..Terima kasih Pak, terima kasih banyak" Alina mengucapkan terima kasih sambil menangis bahagia
"Kamu tenang saja Alina, saya akan menjamin nenek kamu dapat pengobatan terbaik dan menjamin adik kamu tidak akan kekurangan biaya saat kuliah berlangsung, saya juga akan menjamin hidup kamu tidak akan kekurangan biaya sedikit pun"
"Terima kasih banyak pak, saya merasa berhutang budi kepada Bapak"
"Balaslah hutang budi yang kami berikan dengan mencintai anak saya satu satunya, saya dan istri saya ingin sekali melihat anak kami kembali seperti semua, kami sudah sangat merindukan tawa Raffa, setelah kecelakaan dia sama sekali tidak pernah tertawa bahagia, jangankan seperti itu, tersenyum saja tidak pernah, saat ini dia merupakan yang paling penting untuk kami, asal dia bisa bahagia dan kembali seperti sebelum kecelakaan itu, kami rela memberikan apa pun itu"
"Baik Pak, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat anak Bapak kembali seperti semua"
"Terima kasih Alina, kamu satu satunya harapan yang kami punya sekarang, buatlah dia tersenyum setidaknya satu kali saja, kami sangat rindu dengan kebahagiaan yang ada di wajahnya" ucap Bastian, tidak terasa air matanya menetes. Hal itu disadari betul oleh Alina
Alina merasa dadanya sesak saat melihat Pak Bastian seperti ini. Di kantornya, beliau adalah orang yang benar benar super power tetapi saat ini Alina melihat sisi lain dari Pak Bastian. Alina bertekad untuk memenuhi permintaan atasannya tersebut
Alina berniat untuk mengurusi Raffa sampai dia benar benar bisa sembuh seperti sedia kala, tidak peduli sifat Raffa akan seperti apa dan seberapa besar penolakan Raffa nantinya. Dia ingin keluarganya hidup bahagia dan melihat keluarga bosnya hidup bahagia pula.
"Oya Alina, untuk pengobatan nenekmu itu serahkan saja ke Ivan, dia yang akan mengurusnya, besok nenekmu akan kami pindahkan ke rumah sakit terbaik di sana agar nenekmu mendapat perawatan semaksimal mungkin dan Ivan juga akan mengurus biaya kuliah adikmu, kamu tenang saja, jangan mengkhawatirkan apa pun lagi, cukup fokus saja ke Raffa setelah kalian menikah nanti"
"Baik pak, terima kasih banyak atas bantuannya"
"Saya yang berterima kasih kepada kamu Alina, kamu adalah harapan kami yang terakhir, saya harap Raffa dapat menerima kamu sebagai istrinya, nanti saya akan bicarakan ini dulu ke Raffa, setelah dia setuju baru kalian akan menikah, kapan kamu ada waktu lagi? Saya ingin mengajak kamu untuk bertemu dengan istri saya, dia pasti sangat senang dengan kabar gembira ini"
Alina tersenyum mendengar pernyataan bosnya, "Kapan saja pak, saya siap untuk bertemu istri Bapak dan menikah dengan anak Bapak"
Pak Bastian pun memanggil Ivan, dia ingin Ivan mengatur pertemuan antara dirinya, istrinya dan juga Alina, Pak Bastian ingin istrinya bertemu dengan Alina terlebih dahulu sebelum Alina bertemu dengan Raffa. Dia ingin menanyakan bagaimana pendapat istrinya itu tentang Alina setelah mereka bertemu
Tak lama, Alina pun pamit dan kembali ke kostannya, kali ini Pak Bastian mengantar Alina untuk pulang sambil melihat lokasi kostannya seperti apa
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!