"Kurang ajar!" teriak suami Jasmine.
Plak!
Tamparan keras dilayangkannya pada pipi istrinya sendiri. Kali ini Riko benar-benar dipenuhi emosi ketika Jasmine mengutarakan hal yang tak bisa dipercaya menurut akal sehatnya.
Jasmine yang sudah menodai malam pertamanya, membuat Riko yang awalnya adalah pria yang sangat penyayang berubah menjadi monster yang menakutkan.
"Mas, maafkan aku bila aku kini sudah ternoda, lelaki itu telah mendahului mu! "
Jasmine merintih, isak tangisnya tak dapat ia tahan, ketika harus jujur di malam pertama yang harusnya menjadi awal kebahagiaan sepasang suami istri.
Diingatnya kembali semua kejujuran dari bibir manis wanita yang kini telah sah menjadi istrinya. Manis bibir Jasmine tapi tak semanis pengakuannya.
"Kamu itu munafik kelas teri!" hina Riko.
"Kamu itu menutup tubuhmu dengan hijab dan menjadi guru mengaji hanya untuk mengelabui orang-orang dan menutup kebusukan mu!"
Dengan penuh amarah, kata-kata itu ia lontarkan pada Jasmine yang hanya bisa pasrah dengan semua caci maki suaminya.
Bagaikan buah simalakama, Jasmine jujur tentang dirinya malah menjadikan suaminya berperangai tidak baik, bahkan bisa disebut manusia sadis.
Di malam pertama yang terkutuk itu, Jasmine dipaksa memilih untuk meneruskan pernikahannya dengan memotong jari manisnya sendiri, atau keluar dari rumah megah suaminya dengan cacian dan makian seluruh keluarga besar Riko.
Jari manis Jasmine yang telah Riko pakaikan cincin pernikahan lah yang harus menjadi korbannya.
Isak tangis yang menderu dan jeritan yang kuat di batin Jasmine saat memutus jarinya sendiri didepan suaminya. Tak dihiraukan Riko, karena menurutnya sakit hati yang merasa tertipu oleh keluguan Jasmine telah menghunus lebih dahulu bagaikan pedang yang mencabik perasaan Riko.
Darah yang bercecer di antara permadani cantik yang terhias dikamar sepasang pengantin itu menjadi saksi kebengisan pertama suami Jasmine.
"Mas, maafkan aku!"
"Mas, ampuni aku!"
"Siapa Jasmine yang telah mendahului aku? Harusnya kau ceritakan semuanya sebelum kita menikah? Atau kau termasuk wanita yang gila harta dan kekayaan? Sehingga kau sangat tamak dan ingin menjadi istri ku demi hartaku?"
ucap Riko, nada suaranya meninggi.
"Mas, ampuni aku!" Jasmine merintih dan bersujud di kaki suaminya.
"Jasmine, jawab aku! Siapa laki-laki itu?"
Pertanyaan beruntun terus dilontarkan Riko yang tiada jua mendapat jawaban dari istrinya.
"Dasar wanita tak tahu diri!"
Buk!
Tubuh Jasmine diterjang kaki Riko, hingga terpental ke arah dekat meja rias yang tak jauh letaknya dari ranjang pengantin.
Riko menghampiri tubuh Jasmine yang hampir tengkurap karena terjangan kakinya tadi. Kali ini tangannya menjambak rambut yang tertutup jilbab pengantin yang masih dihiasi bunga melati.
Wajah Jasmine otomatis mendongak ke arah wajah suaminya.
"Kau telah membohongiku, sekarang jari manis yang telah ku pasangi cincin ini, harus kau potong sendiri!" teriaknya.
"Jika kau ingin meneruskan pernikahan ini? lakukan itu sekarang juga didepan mataku!"
Wajah merah padam Riko segera membawa pisau pengantin yang tergelatak di meja rias. Pisau itu harusnya digunakan untuk makan bersama sepasang pengantin yang menikmati malam pertama.Tetapi, kali ini Jasmine akan menggunakannya untuk memotong jari manisnya, sebagaimana yang diperintahkan oleh Riko, sebagai penebus dosa.
"Karena kau dari tadi tidak mau menjawab siapa yang telah menodai mu sebelum aku, sekarang kau pilih saja, menerima sebagai menantu di rumah ini dengan syarat memotong jari manis mu, atau keluar sekarang juga dari rumah ini dengan tidak hormat dan aib mu akan tersebar kemana-mana!" Papar Riko.
"Ingat Jasmine, orang tuamu memiliki riwayat penyakit jantung, bisa saja ibumu langsung mati ketika mendengar kau diusir dari sini!"
Bentakan, hinaan, cacian dan makian terus meluncur dari mulut Riko yang telah dikuasai emosi karena kejujuran Jasmine.
Pria itu kini membabi buta, karena hasrat ingin mencumbui pengantin wanitanya telah sirna berganti dengan rasa jijik.
"Pilih Jasmine, jangan diam saja!" teriak Riko.
"Baiklah Mas, aku akan memotong jari manis ku ini didepan mu sekarang juga. Berjanjilah untuk menutup aib ku selalu dan jangan sampai orang tua ku malu karena hal ini! " pinta Jasmine.
"Ok, aku setuju!" tegas Riko.
Tubuh lemah Jasmine yang telah diterjang kaki Riko, sedikit demi sedikit bangun dan berdirilah wanita itu dengan rasa pilu yang tiada terperi.
Diambil nya pisau yang tadi diberikan suaminya dan dipegangnya erat-erat. Ia. mulai melingkari jari manisnya dengan benang berkali-kali. Setelah cukup kuat tangannya dilingkari benang, kini pisau yang tajam itu diarahkan ke jari manisnya.
Jasmine mulai memejamkan matanya, wajahnya tertunduk, melepaskan semua rasa takut yang pasti kesakitan luar biasa akan ia rasakan dimenit berikutnya.
Darah berceceran, jari manis itu telah putus, Jasmine tak mampu berteriak karena takut. keluarga yang lain akan mendengar teriakannya.
Dinding kamar yang tinggi, ranjang yang dihiasi bunga-bunga melati serta semua yang ada di kamarnya lah yang menjadi saksi pahit getir jiwa seorang Jasmine.
Isak tangis Jasmine, sama sekali tak dihiraukan Riko.
***
"Tidak!" teriak Riko.
Rupanya ia telah bangun dari mimpinya, mimpi yang selalu mengganggunya semenjak kejadian nahas itu.
Kejujuran Jasmine dimalam pertama sungguh telah merobek hati Riko dan mengiris perasaannya.
Tubuh Riko yang setengah duduk di ranjang, memperhatikan semua sisi kamar yang sekarang telah bersih dari bunga-bunga melati.
"Sial! Mimpi itu selalu mengganggu ku! "
"Jasmine! Jasmine!" teriak Riko.
"Iya Mas!" jawab Jasmine, yang berlari ke arah suara yang memanggilnya.
"Ada apa?" tanyanya.
"Siapkan air hangat, saya mau mandi!
"Baik, Mas!" Jasmine menurut.
Lelaki anak sulung dari pasangan keluarga terpandang di seluruh desa itu, beranjak dari ranjang, menuju ke kamar mandi.
"Jasmine, mana airnya?" tanya Riko sedikit berteriak.
Entahlah, semenjak malam itu Riko menjadi orang yang senang berteriak bila berbicara pada Jasmine istrinya sendiri.
"Sebentar, Mas!" jawab Jasmine.
"Lama sekali kerjamu, apa sih yang bisa kamu lakukan? kerjamu sangat lelet! " ejek Riko.
"Ini Mas, air hangatnya sudah siap!" tukas. Jasmine.
Bruk!
Tiba-tiba, air panas yang hendak ia masukan ke tempat mandi suaminya, tumpah, karena jari manisnya yang masih diperban tiba-tiba sakit lagi.
"Dasar wanita kampung, tidak becus mengurus suamimu sendiri! Kerja begitu saja kau tidak bisa!" hina Riko.
Riko yang telah siap untuk mandi pun keluar kamar memanggil pembantunya.
"Mbok! Mbok!" teriaknya.
"Iya Den!" jawab Mbok Ijah, salah satu pembantunya.
"Tolong panggilkan tukang servis keran air hangat. Kerannya dikamar mandi ku, sudah dua hari tidak berfungsi. Aku mau mandi jadi harus memanaskan air dulu!" jelas Riko.
"Baik, Den!" jawab Mbok Ijah.
"Kau kenapa berdiri terus di sana, Jasmine!" gertak Riko.
"Siapkan kopi dan sarapan untukku!" titah Riko.
"B-Baik,Mas!"
Suara Jasmine terbata-bata karena ia masih terisak telah gagal menyiapkan air hangat untuk suaminya, gara-gara jari manisnya yang terasa perih kembali.
***
"Tidak!"
"******** kau, apa yang sudah kau lakukan padaku? Kau benar-benar iblis!" teriak Jasmine pada sesosok pria yang dengan tenangnya merapikan kemejanya seusai merenggut mahkota wanita Jasmine.
Pria yang berpakaian kemeja hitam itu hanya terdiam dengan menyunggingkan senyuman kepuasan pada Jasmine, dan pergi meninggalkan Jasmine dalam keadaan tidak berbusana.
"Tidak!" teriak Jasmine.
Jasmine terbangun dari tidurnya, lagi-lagi mimpi itu mengganggu tidurnya. Hal yang tak pernah bisa ia lupakan walaupun semuanya sudah lama berlalu, tetapi seakan baru terjadi kemarin.
Keringat dingin membanjiri tubuhnya, wajahnya sayu, air matanya kini terjatuh lagi di pipi manisnya.
"Ada apa kau Jasmine?" tanya Riko.
"Sudah siang begini, kau masih bermimpi, jangan sampai teriakan mu didengar orang-orang di rumah ini. Bersikaplah seperti tamu di rumah ini, jaga sikapmu!" tegas Riko.
"Maafkan aku Mas, aku hanya bermimpi buruk tadi!" cetus Jasmine.
Jasmine segera mendaratkan kakinya ke lantai menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Adzan Subuh berkumandang dilantunkan suara yang sangat merdu dari Mesjid dekat rumah Megah Riko.
Para asisten rumah tangga tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing.
"Kau akan kemana Jasmine?" tanya Riko.
"Saya mau ke mesjid, Shalat berjamaah subuh!" jawab Jasmine.
"Sok suci sekali kamu ini, shalat ke mesjid supaya terlihat oleh orang-orang bahwa kamu ini, wanita suci, lugu dan berpendidikan dari pesantren, begitu?"
"Kau ini hanya wanita munafik, Jasmine!" ejek Riko.
Deg!
Jantung Jasmine berdebar kencang, seolah sulit untuk menetralkan nya lagi. Didepan wajahnya dia dicibir setiap hari setiap detik oleh suaminya sendiri yang seharusnya menjaga lisannya dan menutup seluruh aibnya, karena bagaimanapun juga dia telah berjanji didepan Penghulu atas nama Allah untuk menjadi imamnya di dunia dan akhirat.
Jasmine mundur seribu langkah dari pintu kamarnya, ia memutuskan tidak jadi pergi ke mesjid, dia berlalu dari pandangan suaminya tanpa berkata sepatah katapun, hanya butiran bening diujung matanya yang masih terlihat, memancarkan sakit hati yang luar biasa dihina dan dicemooh dengan sebutan seorang munafik.
Jasmine mencoba mengatur irama detak jantungnya yang sempat tidak beraturan, emosi yang menggunung di dadanya berusaha ia tahan dan cairkan, seperti air laut yang sempat pasang kini ia surut kan.
Bruk!
Suara pintu kamar ditutup paksa, ada rasa kekesalan di wajah Riko. kejujuran Jasmine di malam nestapa itu, telah menorehkan luka yang sangat dalam bahkan akan sulit untuk sembuh atau tidak akan sembuh sampai kapanpun.
"Mas, mau kemana mas? Ini masih pagi?" tanya Jasmine yang memberanikan membuka suara.
"Perduli apa Kau? Heh, wanita Munafik kenapa sampai sekarang Kau tak sebutkan juga nama ******** itu? Orang yang sudah mendahuluiku? Kau itu kotor tapi pura-pura suci!" bentak Riko.
Lagi dan lagi kata-kata Munafik Riko muntah kan ke depan Wajah Jasmine.
Sekilas terbayang lah semua cacian dan makian ******** itu ketika sedang merobek pakaian bagian atas Jasmine, menyebutnya dengan kata yang sama.
Walaupun Jasmine mengiba memohon belas kasihan pada ******** yang selalu berpakaian hitam itu dan memakai penutup wajah, tetap saja pakaian Jasmine dilucutinya sampai tak tersisa sehelai benang pun.
Rasa malu dan rasa takut yang bercampur menjadi satu di malam terkutuk itu memang menyisakan perih di hati Jasmine untuk selamanya.
"Cukup Mas, kau jangan pernah hina aku dengan kata itu! Belum puas kah jari manis ku ini yang masih mengucur darahnya kau pinta untuk menebus kesalahanku? Sekarang kau ingin menyiksaku? Silahkan! Tapi satu pintaku jangan sebut aku Munafik!" ucap Jasmine kali ini dengan nada bicara yang cukup serius, yang terpancar dari bola matanya.
Entah ada kekuatan apa Jasmine sekarang berani bicara setelah dua malam ia tidak pernah ia berbicara dengan suaminya dengan kata-kata yang kasar.
"Oh, berani kau sekarang? Kau pikir, jari manis mu yang putus itu bisa mengobati sakit hatiku? Ingat Jasmine kau telah mempermainkan pernikahan dan membohongi semua keluargaku! "
Riko pergi tanpa pamit, meninggalkan Jasmine yang sedang menangis.
***
"Riko! Riko! Riko!"
"Selalu Riko yang kamu harapkan!" ketus Irwan.
"Apa sih hebatnya dia? Apalagi dia itu sudah menikah dengan orang lain, Citra!" ketus Irwan kesal kepada Citra tunangannya, yang sekaligus mantan kekasih Riko.
"Dia itu hebat!" puji Citra sambil terus meliriknya laptop di meja kerjanya.
"Gak kayak kamu, tender kalah terus, kontrak kerja dengan perusahaan asing malah batal ditengah jalan karena kecerobohan mu. Satu lagi, Riko itu Cinta pertama ku dari dulu dan..! "
"Dan sayangnya dia memilih wanita lain yang berhijab dari pada kamu yang tidak berhijab bahkan baju saja seperti ini!" Irwan memotong pembicaraan Citra yang selalu memuji Riko setinggi langit.
"Diam kamu!" gertak Citra.
Meja kerjanya dipukulnya dengan penuh emosi. Matanya berbinar-binar kemerahan, wajahnya merah padam, tangannya mengepal.
"Keluar kamu dari ruangan ku sekarang juga!" teriaknya.
"Keluar kamu!" Citra masih berteriak.
"Oke, Oke! Tapi ingat Citra, pembicaraan kita belum selesai!" ketus Irwan sambil menunjukan jarinya tepat pada batang hidung Citra.
Irwan pergi dengan kekesalan yang menggunung. Kecintaan Citra kepada Riko sang mantan selalu membuat ia kalah didepan Citra. Semua prestasi Riko selalu dipuji nya sedangkan keburukannya yang telah meninggalkan nya demi wanita lain tidak pernah Citra sadari. Entah bagaimana lagi Irwan menemukan cara untuk menaklukan hati Citra.
Rasanya beribu cara telah ia lakukan, namun hasilnya tetap nihil, Citra tetap dengan bayang-bayang masa lalu nya dan masih berharap pada Riko.
"Sial! Kenapa Riko lebih memilih gadis kampung itu dari pada aku? Tunggu saja Jasmine, siapapun kamu akan aku buat kamu menyesal karena telah merebut Riko dari tanganku!"
"Tidak ada yang bisa mengalahkan ku di dunia ini! Tanpa terkecuali si gadis kampung, Jasmine!" sumpah Citra.
Citra meninggalkan ruangan kerjanya, bergegas pergi ke kafe yang bersebelahan dengan kantornya.
Suasana pagi begitu terasa di jalanan, suara klakson kendaraan yang bertautan dari beberapa kendaraan menambah bisingnya suasana kota yang ramai.
Citra adalah anak pemilik Perusahaan Ekspedisi terbesar, menjadi seorang manager di perusahaan besar tentu tidak mudah, butuh pendamping yang sama-sama tahu seluk beluk soal pekerjaan itu.
Irwan pria yang dijodohkan oleh ayahnya setelah Riko gagal menjadi pendamping Citra ternyata tidak seperti yang Citra harapkan.
Bak Langit dan bumi perbedaan Riko dan Irwan jauh sekali menurut sudut pandang Citra. Irwan Soal ketampanan dan kedudukan hampir setara dengan Riko, tetapi daya pikir dan kedewasaan sangat jauh berbeda.
Irwan, lebih mengutamakan foya-foya dan kesenangan, sifatnya yang pemalas sangat tidak disukai Citra. Satu hal lagi yang membuat Citra Ilfil adalah, Irwan itu orangnya kasar, sering main tangan.
***
Bersambung
Jasmine mengakhiri Shalat Maghrib nya yang penuh khusyu, menandai senja telah berlalu berganti dengan pekatnya malam.
Matanya kembali terpejam dengan alunan dzikir yang mengelupas puing-puing kepedihan jiwanya.
Tok! Tok! Tok!
"Jasmine! Jasmine!" teriak Riko, pintu kamar digedor nya dengan terus-menerus, keras sekali suaranya membuat gaduh dan memekakkan telinga seluruh penghuni rumah.
"Riko! Apa-apaan ini?" bentak Pak Burhan, ayahnya Riko.
"Kamu mabuk, Riko? " tanya Bu Salma, ibunya Riko.
"Jasmine! Jasmine!" Riko masih saja berteriak sambil menggedor pintu kamarnya.
"Iya Mas, sebentar!" sahut Jasmine.
Alangkah terkejutnya Jasmine ketika membukakan pintu karena Riko pulang dalam keadaan mabuk, tubuhnya sempoyongan masuk ke kamar. Sedangkan Jasmine melihat mertuanya berada didekat pintu kamarnya.
"Ibu, Ayah!" Sapa Jasmine, mencairkan suasana.
"Jasmine, Ikut Ibu sekarang juga!" gertak Bu Salma.
"Ada apa ya Bu?" tanya Jasmine.
"Pokoknya ikut saja, Ayah dan Ibu tunggu kamu diruang keluarga!" tukas Bu Salma.
"B-baik, Bu!" Jasmine menurut.
Jasmine segera mengikuti langkah kedua mertuanya dengan hati yang masih bergetar, namun berusaha ia netral kan. Mencoba tenang dikala jantungnya berdegup kencang ketika duduk berhadapan dengan orang tua suaminya.
Sejenak suasana hening, Jasmine yang dari tadi banjir keringat dingin, menghirup nafas panjang, berharap pembicaraannya dengan mertuanya ini tidak akan melahirkan masalah baru.
"Jasmine, tak usah tegang begitu, duduklah disini!" ajak Bu Salma.
Bahasa Bu Salma yang sopan, membuat Jasmine lebih bisa mengendalikan perasaannya yang berkali-kali kehilangan penyangganya.
"I- iya, Bu!" Jasmine menurut walaupun sedikit gugup.
"Jasmine kamu itu disini sudah menjadi bagian keluarga kami! Sebetulnya ada apa dengan Riko? Dia sudah lama meninggalkan kebiasaan mabuknya, tetapi tadi kok dia. bisa mabuk-mabukan seperti itu?" Ungkap Bu Salma.
Jasmine benar-benar kebingungan, kehilangan seluruh kepercayaan dirinya.
"Jasmine? Kamu mendengar kata-kata Ibu kan?" sambung Bu Salma.
"I-Iya Bu, tetapi Jasmine tidak tahu bu, kenapa tiba-tiba Mas Riko mabuk-mabukan begitu tadi? Bolehkah Jasmine tanyakan dulu baik-baik kepada Mas Riko, tetapi nanti bila ia sudah sadar dari mabuknya! " Jawab Jasmine.
Jasmine sedikit bernafas lega setelah bisa menjawab pertanyaan Bu Salma.
"Benar Kau tidak tahu dengan yang terjadi dengan Riko?" Pak Burhan ikut bertanya, penuh selidik.
"Rumah tanggamu, tidak ada masalah kan?" lanjutnya.
"Tidak ada apa-apa Ayah, Ibu! Kami baik-baik saja, kok! " sanggah Jasmine.
"Baiklah, kalau memang kalian tidak ada apa-apa, mungkin kalian perlu beradaptasi untuk memulai kehidupan baru, jadi nanti rumah kami yang satu lagi akan menjadi rumah kalian! Iya kan yah?"
"Iya, supaya Riko dan Jasmine juga bisa sekalian berbulan madu!" tukas Ayah.
hati Jasmine bagai disambar halilintar, ketika mertuanya menyebut kata "Bulan Madu".Hal yang gak mungkin terjadi antara Riko dan dirinya adalah hubungan fisik.
"Bagaimana mungkin Riko mau tinggal sama dia satu rumah tanpa orang tuanya? Dan Bagaimana mungkin Riko setuju dengan ide orang tua nya untuk berbulan madu?" bisik batinnya.
"Jasmine?" panggil Bu Salma, membuyarkan semua lamunannya.
"Iya Bu, nanti saya sampaikan pada Mas Riko, keputusan semuanya ada di Mas Riko!" Jasmine sigap menjawab, tanpa meninggalkan kecurigaan mertuanya.
"Baiklah, nanti soal Riko biar ibu yang bicara padanya!"
"J-jangan, Bu! Aku kan istrinya, jadi biar aku saja ya yang bicara baik-baik pada Mas Riko!"
"Kenapa kau Jasmine seperti ada yang kau rahasiakan dari kami?" Sindir Pak Burhan.
"Tidak ayah, maksud Jasmine hanya ingin mendekatkan diri pada suami Jasmine sendiri, bicara dari hati ke hati, tentu akan lebih nyaman nantinya! " Jasmine berkelit.
"Oh begitu!"
"Ayah, mereka kan sudah dewasa, jadi biarkan Jasmine yang urus semuanya, Oke! " Bu Salma berusaha meyakinkan suaminya.
Jasmine berpamitan kepada mertuanya, dan bergegas ke kamarnya. Sebenarnya Jasmine khawatir juga dengan keadaan suaminya yang pulang dalam keadaan mabuk.
Pemandangan yang tak biasa kini terlihat di kamarnya, seorang lelaki yang tiga hari yang lalu telah menghalalkannya dan selama berbulan-bulan menunggunya untuk menjadi suaminya kini hidupnya terkatung-katung, menderita menahan perih batinnya.
Riko memang tidak menceraikan Jasmine karena aibnya ia ungkap tepat di malam setelah ijab kabul. Tetapi Dia telah memisahkan dirinya dengan Jasmine sejak mendengar kejujuran pahit itu dari mulut Jasmine.
"Mas!" bisik nya.
Jasmine terisak, batinnya tersiksa melihat suami yang dicintainya kini menjadi rapuh dan lemah gara-gara dirinya yang telah mengecewakannya.
"Mas! Maafin Aku, tolonglah buka hati Mas untuk Aku!" Jasmine merintih sambil mengelus rambut Riko yang tengah tertidur pulas, walaupun bau alkohol masih menyengat dari mulutnya.
Jasmine terus saja terisak, kali ini tangisannya semakin deras, karena tak sanggup melihat orang yang dicintainya, seperti tidak semangat lagi untuk hidup.
"Ya Tuhan!" desis Jasmine.
Jasmine menyelimuti tubuh Riko suaminya, mencoba membalikan badan suaminya dengan susah payah yang tertidur tengkurap.
"Mas, Aku mencintaimu!" ucap Jasmine, lirih.
Seandainya Riko tidak sedang mabuk dan tertidur pulas, tidak mungkin dia mau diperlakukan seperti itu oleh Jasmine, yang ada malah akan menghina dan memaki istrinya habis-habisan.
***
"Suara klakson mobil siapa itu sih, rese banget jadi orang!" ketus Citra yang mendengar suara klakson terus bersautan dibelakang mobilnya.
"Hey, lu berisik tahu, lu jalan duluan sono biar gue yang nyetir mobil dibelakang mobil lu! " teriak Citra.
sambil membukakan kaca jendela mobilnya bermaksud mempersilahkan pada orang yang nyetir mobil dibelakangnya untuk mendahuluinya, karena sejak tadi seperti ingin mendahului mobilnya.
"Silahkan duluan!" keluh Citra.
"Wah! Ngajak ribut ini orang!" Emosi Citra meninggi, ketika mobil yang dibelakangnya terus saja membunyikan klakson tapi tidak mau mendahului mobilnya.
Citra memarkirkan mobilnya ke pinggir dan turun dari mobil.
"lu mau ngajak ribut sama gua? Buka kaca jendelanya!" teriak Citra.
"lu itu bener-bener ..!"
"Apa Nona Citra? Aku ini apa?" Riko membuka kaca jendela mobilnya dan memotong kata-kata Citra.
Citra kaget karena bisa bertemu kembali dengan Riko kekasih pujaannya namun sayang telah meninggalkannya demi wanita lain, yang tidak lain adalah Jasmine.
"Mas Riko? Ini bener Mas Riko?" tanya Citra.
Binar wajah Citra yang tadinya marah menjadi bahagia penuh Cinta. Ya Cinta yang terpendam, sekaligus luka yang terpendam.
"Ah sialan! Kupikir siapa, tadi aku jadi bentak-bentak kamu." tandas Citra.
"Sekarang biar aku yang menyetir mobilmu yang Citra? Mobilku biar nanti aku suruh sopirku untuk membawanya ke kantor! " tukas Riko.
"Tapi, Mas?"
"Sudahlah, jangan banyak bicara lagi, satu tahun tidak bertemu, kau tetap saja menjadi perempuan yang cerewet, ingat umur dong, sekarang kan sudah nenek-nenek!" ledek Riko.
"Ye! Enak saja, Aku masih muda tahu, bukan nenek-nenek!" sanggah Citra.
Riko mengendarai mobil Citra, keduanya pergi entah kemana. Citra sesekali mencubit kulitnya, memastikan dirinya tidak sedang bermimpi telah bertemu kembali dengan Riko cinta pertamanya.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!