Adelia Samira, 23 tahun, cantik tapi masih agak lugu.
Gadis petugas kebersihan hotel itu berada di lantai 27 Grand Baja Hotel. Sebuah hotel mewah berbintang lima di Jakarta Barat.
Adelia terpana menatap kamar besar yang acak-acakan. Seprai dan selimut kusut tak karuan. Bantal berjatuhan di lantai. Beberapa botol minuman tergeletak tak beraturan di beberapa tempat.
“Cepat beresin.” Supervisor kebersihan dan pelayanan hotel mengingatkan Adelia. “Kamu harus beresin kamar Big Boss Barton serapi mungkin.”
“Bukannya Big Boss hanya sesekali menempati kamar ini? Itu juga kalau dia sedang sempat nengok hotel?”
“Iya. Tapi pacar Big Boss masih akan menempati kamar ini nanti malam. Sudah, beresin!”
“Iya Mas. Saya akan beresin secepatnya.”
Supervisor keluar kamar. Adelia yang ditinggal sendirian segera merapikan kamar itu. Semua sampah diambil dan dibersihkannya. Lantas ia hendak merapikan kasur ukuran besar.
OH. APA ITU?
Adelia bergidik. Tak suka melihat bekas sesuatu yang lengket di selimut dan seprai.
“Hei! Kenapa bengong!” Supervisor kebersihan muncul, melihat Adelia tertegun.
“Ini…. Ada bekas sesuatu yang kental di seprai.…”
“Gak usah disebut. Yang begituan selalu ada kalau Big Boss Barton bermalam disini bersama pacarnya. Kamu tau kan, cewek campuran Indonesia dan Inggris yang sangat cantik itu? Pasti kamu bisa nebak apa yang mereka lakukan.di ranjang. Sudah, cepat beresin!”
“Iya Mas…. Iya…!”
Huhh, rupanya ini sisa aktivitas Big Boss Barton dan pacarnya jika mereka bermalam bersama. Adelia menekan rasa jijiknya. Ia segera mengambil semua seprai, sarung bantal dan selimut yang kotor dan menggantinya dengan yang baru.
Satu jam kemudian Adelia sudah selesai melakukan pekerjaannya di hotel hari itu. Ia sudah mengganti seragam cleaning service hotelnya dengan pakaiannya sehari-hari. Kini Adelia mengenakan baju putih terusan yang cukup rapi dan indah. Baju itu aslinya berharga mahal. Jauh dari jangkauan gaji Adelia sebagai petugas kebersihan hotel. Tapi Adelia mampu membelinya saat diskon 70% di sebuah mall dekat hotel tempatnya bekerja.
Adelia turun melalui lift ke lantai bawah. Terus berjalan ke lorong kecil di samping lift karena nanti harus pulang lewat pintu samping. Karyawan hotel dilarang keluar masuk lewat lobby atau pintu utama, karena bisa mengganggu para orang kaya tamu hotel yang keluar masuk lobby.
Deni Alamsyah, lelaki tampan, 27 tahun, yang masih memakai seragam resepsionis hotel menghampiri Adelia yang hendak pulang.
“Dapat uangnya?” Adelia menatap Deni penuh harap.
“Ini. Tapi aku cuma bisa pinjamin kamu 2 juta. Uangku kemarin diminta Ibuku buat bayar listrik dan beli beras di rumah.”
Adelia kecewa. “Padahal aku perlu 3 juta. Orang tuaku sudah nunggak cicilan kontrakan selama 3 bulan.”
“Mau gimana lagi?” Deni mikir. “Sudah, gini aja. Kamu bawa dulu uang ini. Kasihin ini. Bilang ke pemilik kontrakan Nanti kekurangannya yang 1 juta kamu lunasi kalau aku dapat pinjaman dari teman.”
“Oke.. oke…” Adelia menerima amplop berisi uang yang disodorkan Deni. Amplop segera dimasukkan ke tas kecil yang dibawanya. “Terima kasih banyak kamu sudah bantu aku. Aku harus langsung pulang buat ngasih uang ini ke pemilik kontrakan. Soalnya aku takut Bapak sama ibuku diusir dari kontrakan.”
“Kamu buru-buru amat?” Deni tersenyum menggoda. “Biasanya kan…?”
“Apaan sih?”
“Masa aku, pacarmu, gak dikasih bonus apa-apa? Padahal sudah minjamin kamu duit?!”
“Oh, iya. Lupa.”
MUUAAHHH! Adelia mendekatkan wajahnya ke wajah Deni. Ia memberikan kehangatan ke bibir pemuda itu.
Deni membalas kehangatan itu. Ia tau Adelia sangat menyukainya.
“Sudah ah.” Adelia menjauhkan wajahnya dari wajah Deni.
“Sebentar amat?”
“Aku kan lagi buru-buru, sayang.”
Deni tersenyum ke Adelia. “Oke, oke…. Yang penting aku dapat jatah. Sama pacar sendiri kamu memang gak boleh pelit berbagi kemesraan. Minimal meski sibuk kamu harus sempat….” Deni memberi kode dengan menaruh dua jari tangannya di bibir lalu mendekatkan jari itu ke arah Adelia.
“Iya.. iya…! Aku paham. Tapi sekarang aku mesti pulang. ”
“Iya deh. Tapi sorry banget ini, aku gak bisa nganterin kamu pulang. Soalnya masih ribet kerjaan. Aku disuruh Big Boss Barton diam-diam ngawasin Melody, pacarnya yang nginap disini semalam. Mana si Melody barusan berantem.”
“Melody cewek indo itu? Berantem sama siapa?”
“Ribut sama Bapaknya. Aku juga baru lihat Bapaknya. Orangnya putih kurus. Mukanya kharismatik sih. Kalo gak salah bangsawan bule gitu. Tadi dia baru datang dari Inggris. Terus Melody sama Bapaknya saling marah. Ngeributin apa gak jelas.”
“Waduh.”
“Iya! Melody dipaksa keluar dari hotel ini sama Bapaknya. Mau diajak ke Inggris. Tapi Melody ngotot gak mau!”
“Dengar-dengar Ibu Melody yang orang Jawa sudah meninggal ya?”
“Meninggal udah dua bulan lalu kalo gak salah. Makanya Bapaknya mau bawa dia ke Inggris.”
Tap! Tap! Tap! Tiba-tiba terdengar langkah kaki seseorang berlari. Deni dan Adelia menoleh.
Ternyata seorang gadis cantik muncul. Adelia kenal perempuan itu.
Dialah Melody May, 27 tahun, gadis indo campuran orang Indonesia dan Inggris, pacar Big Boss Barton. Wajah Melody sangat menawan. Khas wajah campuran indonesia dan bule. Posturnya tinggi, kaki jenjang dengan bentuk tubuh yang menggoda mata lelaki. Tak bisa dipungkiri, kecantikan lahiriah Melody sungguh mempesona.
Melody lari. Tapi karena mengenakan high heels alias sepatu tumit tinggi, ia tak bisa buru-buru. Di belakangnya ada seorang lelaki bule mengejar dengan cepat.
HHUUPP! Si lelaki bule berhasil menangkap Melody.
“Hei! Aku tidak izinkan kamu pergi. Aku tidak suka lelaki itu!”
“Tapi, Daddy. Aku…”
“AKU TIDAK SUKA KAMU SAMA DIA! Paham kamu?!”
“Huuhh! Daddy otoriter!”
“Terserah kamu bilang apa! Tapi kamu harus ikut omongan Daddy! Karena Daddy sudah punya calon untukmu di Inggris! Ayo ikut!”
Lelaki bule itu mencekal tangan Melody dengan keras. Melody meronta-ronta mau melepaskan diri.
“Enggak mau!”
Deni dan Adelia terpana melihat ayah dan anak itu bertengkar. Gadis indo yang cantik bertengkar dengan ayahnya yang lelaki bule tulen.
SRRRTT! Melody berhasil melepaskan diri dari cekalan ayahnya. Ia kembali lari, menyusuri lorong samping.
Si Bule mengejar. “Hei! Mau lari kemana kamu?!“
Meski sudah setengah baya, lelaki bule itu sigap dan cekatan. Ia mengejar Melody yang rada susah berlari karena memakai sepatu high heels.
BBUKKK! Melody terjatuh di lantai. Sepatu tingginya memang bikin ribet.
“Nah! Sekarang tidak bisa lagi lari kamu!”
TRAAPP! Melody ditangkap ayahnya!
“Lepasin! Lepasiinn…! Uughh… Kakiku sakit, Daddy!” Melody meringis memegangi kakinya. Tadi ia terjatuh cukup keras. Dan kaki kirinya tiba-tiba sakit sekali.
“No..! No….!! Tidak akan saya lepaskan!”
“Lepasin saya! Saya harus pergi, Daddy!”
“Tidak saya bilang! Kamu tidak boleh pergi menemui lelaki itu! Kamu ikut Daddy ke Inggris…! Ikuuuttt…!!”
Si lelaki bule menarik Melody dengan keras. Karena kakinya masih kesakitan, terpaksa Melody pasrah ditarik paksa oleh ayahnya.
Saat diseret si bule barulah Melody melihat Deni di dekat situ.
“Hei! Deni…! Tolongin aku…!”
“Ii… iya..”
Deni mendekati Melody. Mau melepaskan gadis itu dari cengkeraman ayahnya. Tapi si lelaki bule mengancam Deni.
“Kamu jangan ikut campur! Dia anak saya!”
BERSAMBUNG…….
Deni tak jadi mendekati Melody karena lelaki bule itu melotot galak!
“Saya disuruh Big Boss mengawasi Melody!” kata Deni ke si Bule.
“Saya tidak perduli dengan Big Boss kamu! Saya Ayah Melody. Dan saya yang berhak menentukan hal terbaik buat anak saya!”
Deni terdiam.
“Deni, tolongin aku…” Melody masih menghiba.
“Awas kalau kamu berani ganggu saya dan anak saya!” Si bule mengancam Deni. “Saya laporkan kamu ke polisi!”
Terpaksa Deni diam saja membiarkan Melody ditarik oleh lelaki tadi.
“Kita harus pergi dari hotel sialan ini!” Si bule terus menarik Melody.
Adelia menghela nafas. Ia hanya melongo melihat Melody susah payah berjalan setengah terseret ditarik ayahnya menuju lobby hotel.
Sementara Deni sikapnya serba salah karena tak bisa melepaskan Melody dari cengkeraman ayahnya. “Waduuhh… Apa yang harus aku bilang ke Big Boss kalau begini kejadiannya?! Big Boss pasti marahin aku!”
Akhirnya Melody dan ayahnya menghilang ke ruangan depan hotel.
Adelia menatap Deni. Tadi dia tegang juga saat Melody lari tapi berhasil ditangkap ayahnya. “Galak bener Bapaknya Melody.”
“Dia benci sekali anaknya punya hubungan dengan Big Boss kita.” Ujar Deni. “Gak tau kenapa.”
“Wah, gara-gara ngelihatin Melody sama ayahnya berantem aku telat pulang. Padahal aku ditungguin bapak sama Ibu di rumah buat bayar kontrakan!”
“Oh iya. Hati-hati kamu di jalan. Salam buat bapak ibu ya.”
“Iya sayang. Aku pulang dulu ya. Entar aku naik bajaj biar cepat sampe rumah.”
“Oke.”
Deni melambaikan tangan. Adelia membalas lambaian Deni. Lalu segera keluar lewat pintu samping hotel. Dari pintu samping hotel ada jalan memotong ke sebuah jalan kecil. Biasanya disitu Adelia menunggu bajaj.
Siang menjelang sore begini, jalanan itu rada sepi. Langkah kaki Adelia bergegas menuju kesana. Ia tak terlalu memperhatikan ada sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam di jalan itu. Ada dua lelaki bertubuh besar dan kekar di dalam mobil mengawasi pemunculan Adelia.
“Itu dia! Cewek pake baju putih.”
“Akhirnya muncul juga dia! Bikin gue senewen aja!”
“Sudah, yang penting dia datang! Ingat, misi kita harus berhasil!!”
“Oke.”
“Cepat bawa dia! Kita ditunggu!”
“Oke…. Gua ambil dia!”
Lelaki kekar yang kepalanya rada botak segera keluar dari mobil. Ia bergegas mendekati Adelia yang sedang berjalan.
Adelia yang sedang berjalan kaget. Lelaki itu tiba-tiba menghadangnya. Siapa lelaki kekar ini?
HUUUUPPP! Tiba-tiba lelaki itu menangkap Adelia. Cekalannya sangat kuat. Membuat tubuh Adelia kesakitan.
“Heh! Lepasin!” Adelia meronta. “Lepasin!”
“Diam! Masuk lo….!”
Lelaki kekar itu terus mencekal tubuh Adelia dengan sangat kuat. Sia-sia Adelia meronta. Lelaki itu sangat kasar dan tak perduli.
“Tt.. To…” Adeli mau berteriak ‘tolong’. Tapi lelaki itu mengeluarkan pistol dari pinggang celananya. “DIAAMMM! Kalau lo teriak! Nyawa lo melayang.”
Adelia tercekat. Ia semakin ketakutan dan tak berani bicara.
Segera Adelia dimasukkan ke mobil. Ia didudukkan di bangku belakang, dijaga lelaki yang menangkapnya.
BBRRRMMM! Mobil langsung melaju cepat meninggalkan tempat itu.
“Hei! Ini apa-apaan? Saya mau dibawa kemana?! Apa salah saya?!”
“Diam!”
“Saya gak mau diam kalau gak dikasih tau saya mau dibawa kemana?!”
“Lo mau mati?!” Kembali orang itu menunjukkan pistolnya.
Adelia menggeleng. Ia merapatkan bibirnya sampai terkatup. Ketakutan.
“Gue ingetin. Lo gak usah banyak bicara! Yang pasti, lo akan mendapat kejutan yang menyenangkan!”
Mendengar ucapan lelaki itu Adelia langsung sengit. Sampai lupa disuruh diam. “Apanya menyenangkan diculik lelaki seram seperti kalian?! Bilang! Saya mau dibawa kemana?!” Adelia nyerocos.
“Bisa diam gak lo?! Mau dihajar beneran lo rupanya?!”
“Please…!” Adelia menghiba. “Jangan hajar saya. Tapi saya gak bisa ikut kalian! Saya harus pulang! Bapak ibu saya nungguin saya di rumah!”
Lelaki yang menyupir kesal. “Bawel juga nih cewek!” Ia memberi kode ke temannya.
Temannya mengangguk.
Adelia curiga.
TRAPP!
Benar saja. Lelaki yang di sebelah Adelia tiba-tiba mengeluarkan sapu tangan. Disumpalkannya sapu tangan itu ke mulut Adelia. Adelia meronta. Namun kedua tangannya malah disatukan ke belakang dan diikat pakai tali.
“Nah. Diam lo sekarang!”
Adelia ketakutan. Ia tak lagi bisa bicara karena mulutnya disumbat. Tak lagi bisa meronta karena kedua tangannya terikat ke belakang.
Mobil terus melaju.
Adelia hanya bisa menatap ke luar jendela mobil. Mobil melaju ke arah jalan sepi. Mau dibawa kemana dia? Adelia sungguh tak tahu.
Adelia berpikir. Kenapa dia dibawa paksa oleh kedua lelaki ini? Apa niat mereka membawanya? Adelia tak bisa menduga. Yang pasti Adelia pusing karena harus pulang ke rumah dan membayar kontrakan orang tuanya, tapi malah dibawa pergi oleh kedua orang seram ini.
Mobil terus melaju. Meninggalkan keramaian kota menuju sebuah jalan yang relatif sepi.
Mobil berhenti.
“Turuuunn!”
Adelia ditarik keluar oleh lelaki di sampingnya.
“Lo ikut mereka!”
Adelia terpana. Ada sebuah helikopter pribadi menunggu di jalan itu. Mesin helikopter menyala.
Seorang lelaki rapi berpakaian jas mendekati mobil.
“Lama bener kalian?!”
“Sorry. Kami tadi lama nunggunya! Cewek ini gak nongol-nongol!”
“Oke. Yang penting target sudah didapat! Aku bawa dia!”
Lelaki berpakaian jas menarik Adelia menuju helikopter. Dia tak perduli mulut Adelia masih disumpal dan kedua tangan Adelia terikat di belakang punggung.
Adelia yang sudah tak berdaya terpaksa menurut ditarik ke helikopter. Rambutnya berkibaran kala angin dari baling-baling helikopter menerpa.
“Nunduk!” Perintah si lelaki kala Adelia dan dirinya hendak masuk helikopter.
Adelia menunduk. Ia dibawa masuk ke helikopter.
Kedua lelaki kekar di mobil menatap Adelia yang sudah masuk helikopter.
“Akhirnya! Tugas kita selesai dengan sukses!”
Temannya mengangguk.
“Kita tinggal lapor dan bakal dapat bonus.”
Lantas keduanya menangkupkan telapak tangan masing-masing. TOSS!
Sementara Adelia sudah di dalam helikopter. Ternyata pesawat kecil itu bisa menampung 4 penumpang. Adelia dan lelaki berjas duduk berdampingan. Lelaki itu menjaganya ketat.
“Cepat! Kita harus mengejar waktu.” Lelaki berjas bicara ke pilot helikopter. “Kita gak boleh telat sampai tujuan!”
Pilot helikopter mengangguk. Helikopter langsung terbang mengudara.
Rasanya aneh. Adelia tidak pernah terbang naik pesawat sama sekali. Kini ia naik helikopter, pesawat kecil yang gerakannya tidak senyaman pesawat terbang.
Tapi ia hendak dibawa kemana? Adelia makin pusing memikirkannya.
Suara mesih helikopter itu sangat kuat. Dengan cekatan pilot mengemudi helikopter yang terus melaju di udara.
Adelia tak sengaja menatap ke bawah. Astaga! Pemandangan kota di bawahnya justru membuat Adelia semakin ketakutan.
Gemetar tubuh Adelia. Ia bukan takut ketinggian. Ia biasa kerja di lantai hotel yang tinggi menjulang. Tapi naik helikopter berbeda dengan berada di ketinggian biasa. Helikopter yang terus bergerak membuat Adelia merasa tak berpijak dan takut jatuh. Deru mesin helikopter yang keras ditambah kencangnya pesawat kecil itu melaju membuatnya semakin tak nyaman.
“Tenang aja.” Lelaki berjas menyadari kecemasan Adelia.
Bagaimana aku bisa tenang, pikir Adelia. Tadi dia diculik naik mobil. Sekarang dibawa terbang pakai helikopter!
Adelia melongo kala menatap keluar. Helikopter kini terbang di atas lautan!
YA TUHAN! Mau dibawa kemana aku? Adelia makin panik karena tak mengerti apa yang sudah terjadi. Ia menatap lelaki berjas di sampingnya penuh tanya.
BERSAMBUNG…….
Adelia panik menatap lautan di bawahnya. Karena tak bisa bicara, Adelia menggerak-gerakkan kepalanya seolah menunjuk ke luar. Ia menatap lelaki berjas sambil melotot. Maksudnya ia takut dibawa terbang di atas laut.
Lelaki berjas menyadari kecemasan gadis itu.
“Sorry. Kenapa juga mereka menyumpal mulutmu kayak gini.” Lelaki itu melepaskan sapu tangan yang menyumpal mulut Adelia.
Pfuuhh! Adelia lega mulutnya sudah tak tersumbat.
“Ini apaan sih?! Kenapa kita di atas laut? Saya mau dibawa kemana?!” Semburnya ke lelaki berjas.
“Saya tidak boleh membocorkan tujuan!” Lelaki berjas menjawab santai.
“Heh! Saya harus pulang! Kamu gak bisa menculik saya kayak gini! Saya gak kenal kamu! Dan saya juga gak kenal kedua orang di mobil tadi!”
“Santai aja! Kamu pasti menyukai kejutan luar biasa yang sudah menunggumu di pulau itu!”
“Kejutan di pulau?! Kamu ngomong apa sih?!” Adelia jengkel.
“Ini bukan acara biasa. Ini acara spesial. Mereka yang di pulau sudah bekerja keras menyiapkan penyambutanmu….”
“Heh! Kenapa mereka harus nyambut saya? Lagian kita mau ke pulau apa?”
Lelaki berjas menunjuk ke bawah. “Kamu akan suka ke pulau yang indah itu. Lihat...! Indah kan?”
Dari jendela helikopter Adelia menatap ke arah lelaki itu menunjuk. Di bawah tampak sebuah pulau yang tak terlalu besar. Mungkin luasnya hanya beberapa hektar. Tapi pulau itu sungguh hijau dan cantik. Dikelilingi air laut yang biru jernih pulau itu semakin menonjol keindahannya.
Adelia memperhatikan, ada sebuah bangunan besar di pulau itu. Seperti rumah peristirahatan yang mewah. Dari atas kelihatan ada kesibukan beberapa orang di sekitar rumah.
“Itu pulau apa?”
“Pulau pribadi. Hanya pemilik dan orang yang diizinkan yang boleh masuk kesana.”
“Kenapa saya harus dibawa ke pulau pribadi?” Adelia makin tak mengerti. “Apa maksud semua ini?!”
Si lelaki berjas tersenyum. “Saya cuma boleh bilang ini kejutan. Dan saya hanya menuruti perintah untuk membawa kamu ke pulau ini. Kamu tinggal ikuti aja semuanya!”
“Enggak! Saya gak mau ikut! Buat apa saya ikut kesana?!”
“Kamu keras kepala juga ya. Dengar! Kalau kamu mau kerja sama, kamu gak akan luka!” Pisaunya kembali diacungkan ke depan Adelia. “Tapi, kalau kamu berontak… Saya akan memaksa kamu dengan kekerasan untuk mengikuti acara di pulau!”
“Hhihh! Kamu jahat! Kalian semua yang terlibat dalam urusan ini pasti komplotan penjahat!”
Lelaki itu tertawa. “Bisa iya, bisa enggak! Oh iya. Kenapa juga dua orang tadi mengikat kedua tanganmu? Lebay mereka. Ini harus dilepaskan.” Dia melirik ke tangan Adelia yang masih terikat.
“Mestinya kamu lepaskan dari tadi. Sakit tau!” Adelia jengkel.
Melihat sikap Adelia, lelaki itu mengangkat pisaunya yang tajam berkilat.
Adelia terpekik! “Aaargghhh..! Jangan…! Jangan tusuk saya!”
“Tenaangg…. Saya justru ingin melepaskan ikatanmu.” Lelaki itu tertawa kecil.
Adelia terdiam. Malu.
“Jangan bergerak. Nanti tanganmu bisa luka!”
Dengan pisaunya lelaki itu melepaskan tali yang mengikat tangan Adelia. Adelia meringis ngeri takut pisau itu mengenai kulitnya.
Sungguh cekatan lelaki itu menggunakan pisau. Tak perlu lama tali pengikat tangan Adelia sudah lepas. Adelia menggerakkan kedua tangannya yang terasa pegal.
“Aku harap tanganmu tidak lecet.”
“Ini lecet! Tangan saya kebas. Nyaris mati rasa diikat dari tadi!”
“Sabar Nona. Kamu harus merasakan sedikit kesusahan untuk mendapatkan kenikmatan luar biasa yang menantimu di pulau ini! Nanti baru kamu sadari bahwa kamu adalah perempuan yang sangat beruntung.”
Makin bingung Adelia jadinya. “Sekarang kamu ngomong saya beruntung. Sebenarnya ada apa ini? Kalian mau ngapain saya di pulau itu?!”
“Well…”
“Astaga...! Jangan-jangan....." Adelia terdiam.
Ia menatap si lelaki yang masih tersenyum sambil memegang pisau. "Jangan-jangan kamu dan teman-teman kamu akan menjadikan saya budak s*ks di pulau itu?!” Mata Adelia terbeliak. Ngeri memikirkan kemungkinan itu.
Si lelaki tertawa kecil. “Budak s*ks. Darimana kamu bisa menduga separah itu? Tentu saja enggak!”
“Kamu ngomong enggak tapi sambil ketawa?!” Adelia nyolot. “Sekarang tolong kamu jelasin! Kenapa saya dipaksa ke pulau ini?!”
Si lelaki menyeringai lebar. Ia menggelengkan kepala dengan santai. Lalu melebarkan kedua telapak tangannya di depan dada dan mengibaskannya ke samping. Menunjukkan ia tetap tak mau menjelaskan.
Adelia mendengus! Jengkel sekali karena lelaki itu tak mau menjelaskan.
“Sudah. Duduk saja yang manis. Kita mau mendarat.”
Di pulau itu ada helipad atau landasan tempat helikopter mendarat. Helikopter mengarah ke helipad.
Perlahan-lahan helikopter turun merendah. Mesin helikopter terus melambat seiring pesawat itu mendekati landasan. Lalu helikopter mendarat dengan mulus di helipad.
“Kita sudah sampai.”
Pintu helikopter dibuka. Adelia dibantu turun oleh si lelaki berjas. Saat turun, kembali kibasan baling-baling membuat rambutnya berkibaran.
Setelah agak jauh dari helikopter, lelaki itu berkata tegas ke Adelia. “INGAT! Kamu sudah berada di pulau ini! Dan ini pulau pribadi tanpa orang luar boleh masuk! Kalau kamu masih mau keluar dari pulau ini dengan selamat, kamu harus ikuti apa yang sudah disiapkan orang disini buat kamu!” Lelaki berjas mengancamnya sambil menunjukkan pisau.
“Paham kan?!”
Adelia mengangguk meski ia tak suka dengan ancaman itu. Tentu saja ia masih ingin keluar dari pulau ini.
Oke, kalau ia harus menurut agar bisa keluar dari pulau ini, ia akan menurut.
Lelaki berjas lantas menaruh pisau ke dalam bagian bawah sepatu kulitnya yang bergaya sepatu bot cowboy. Rupanya sepatu itu didesain khusus memiliki sebuah kantung pisau di sampingnya.
Ternyata ada 3 orang menunggu Adelia di dekat landasan helikopter. Seorang lelaki kemayu berpakaian putih halus bersama dua orang perempuan yang juga mengenakan pakaian putih. Mereka menatap Adelia yang dibawa lelaki berjas.
“Jadi ini orangnya?” Lelaki kemayu bertanya kepada lelaki yang memakai jas. Suara lelaki kemayu itu rada cempreng, suara hidung. Cara bicaranya sungguh feminin. Sepertinya lelaki aneh ini pemimpin dua perempuan yang bersamanya.
Lelaki berjas mengangguk. “Benar.”
“Aih cantiknya…!” Lelaki kemayu menatap Adelia.
“Kamu dandani agar dia lebih cantik!”
“Siaaap…!” Si lelaki kemayu menjawab. “Yuk, Cinnn. Kita ke rumah. Biar kamu dandan dulu.” Si lelaki kemayu menuntun Adelia.
Adelia diam saja mengikuti orang-orang itu. Ternyata ia dibawa berjalan ke arah bangunan besar yang tadi Adelia lihat dari udara.
Dilihat langsung dari dekat, jelas bahwa bangunan itu memang sebuah rumah peristirahatan bergaya tropis yang sangat besar. Didominasi bahan dari kayu dan material pilihan, bangunan itu tampil indah dan kokoh. Aneka tanaman hias dan rerumputan yang tumbuh segar di halaman membuat bangunan itu semakin menonjol keindahannya. Dari depan bangunan itu, terhampar langsung pemandangan laut yang biru segar. Sungguh sebuah rumah peristirahatan yang keren.
Sambil berjalan lelaki itu memperhatikan penampilan Adelia.
“Kamu ini cantik banget lho. Tapi baju kamu kok jelek banget?”
Adelia jengkel juga mendengar ucapannya. Menurut Adelia ini salah satu baju terbaiknya. Dia sudah bela-belain membeli baju itu saat diskon 70% di mall. Sudah pake baju mahal, masih dibilang bajunya jelek banget!
“Tapi tenang aja. Kita sudah menyiapkan baju spesial buat kamu. Baju yang indah mempesona dan akan membuat kamu cantik tra la lala….” Lelaki kemayu itu terus mencerocos.
BERSAMBUNG…….
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!