NovelToon NovelToon

Jodoh Wasiat Suami

Prolog

Happy reading....

Anna, seorang gadis tunanetra cantik yang sederhana. Masa kecilnya sangatlah suram. Ayahnya pergi meninggalkan ia dan ibunya dengan seorang wanita malam.

Sepeninggal ayahnya, ibunya bekerja keras 'membanting tulang' dengan membawa Anna kecil yang malang. Terlepas dari semua kekurangannya, Anna tumbuh menjadi sosok yang tegar dan periang.

Ibunya harus merelakan satu-satunya harta mereka yaitu rumah yang mereka tinggali untuk membayar rentenir yang menagih hutang. Bila tidak di relakan, Anna akan di bawa untuk di jadikan peminta-minta di jalan. Semua itu karena hutang yang ayahnya tinggalkan.

Suatu hari tanpa sengaja ibunya menemukan sebuah dompet yang terjatuh di pinggir jalan. Dari alamat yang tertera di tanda pengenal, ibunya segera mencari untuk mengembalikannya. Saat si empunya dompet akan memberikan uang sebagai imbalan, ibunya Anna menolak dan sebagai gantinya ia meminta sebuah pekerjaan.

Sebagai ungkapan rasa terima kasihnya atas kejujuran ibu Anna dan perasaan iba yang di milikinya, nyonya rumahpun memberi pekerjaan dan sebuah kamar di bagian belakang sebagai tempat tinggal. Karena kebetulan ia pun sedang membutuhkan tambahan seorang pelayan.

Betapa senangnya Anna saat mendengar hal tersebut. Karena dengan begitu mereka tidak akan tinggal dan hidup di jalan. Disana juga ada beberapa orang yang bertugas sebagai pelayan.

Ibunya bekerja di sebuah keluarga kaya yang dermawan dan cukup di segani oleh warga sekitar yang di panggil Tuan dan Nyonya Rahardian. Keluarga mereka memiliki dua orang putra yang bernama Niko Rahardian dan Riko Rahardian.

Anna yang ceria dengan kekurangan yang di milikinya membuat Nyonya Rahardian merasa kasihan. Ia pun memasukkan Anna ke sekolah khusus tunanerta. Usia Anna sebaya dengan putra keduanya, yakni Riko Rahardian. Sekolah merekapun berdekatan. Hanya terpisah jarak oleh tiga bangunan pertokoan.

Walaupun Anna anak seorang pelayan, bagi Riko itu bukanlah sebuah halangan terlebih orang tuanyapun tidak keberatan. Mereka tak ubahnya sahabat yang tak akan terpisahkan. Mereka selalu bermain dan berangkat ke sekolah bersamaan.

Sejak awal kebersamaan, Riko selalu menjadi pelindung bagi Anna. Ia selalu memberikan perlawanan pada anak-anak yang terkadang menghadang di jalan dan menjadikan kekurangan Anna sebagai bahan candaan. Riko juga selalu ada untuk menghibur Anna dari orang-orang yang mengejek kekurangannya.

Bagi Anna, Riko tak ubahnya seorang 'super hero' yang selalu menjaga dan melindunginya. Sedangkan bagi Riko, Anna merupakan sosok periang yang selalu menjadi motivasinya.

Waktu berjalan, banyak kenangan indah yang mereka ukir bersama. Walau Anna tidak bisa melihat rupa sahabatnya, ia dapat meraba betapa baik hati sosok orang yang selalu ada di sampingnya tersebut.

Berbeda dengan Riko, Niko Rahardian kakak laki-lakinya sejak kecil tidak tinggal dengan keluarganya. Saat menginjak usia Taman Kanak-kanak (TK), kakak yang usianya hanya berbeda dua tahun dari Riko itu tinggal dalam pengasuhan kakek dan neneknya di luar negeri.

Niko tidak pernah ingin pulang. Karena semua fasilitas yang di dapatkannya membuat hidupnya sangat nyaman. Ia di persiapkan untuk menjadi pewaris selanjutnya bagi keluarga Rahardian.

Niko tumbuh menjadi sosok Arogan, dingin, dan juga ambisius. Pribadinya yang kuat membuatnya tidak mudah terbawa arus pergaulan. Menginjak usia remaja, Niko sudah di jodohkan. Ia sengaja di sandingkan dengan seorang gadis yang merupakan pewaris tunggal sebuah perusahaan.

------------

Bagaimana kisah Anna dengan dua bersaudara Niko dan Riko?

Nantikan kisah lengkapnya di episode-episode berikutnya, ya!

Jangan lupa untuk selalu dukung author dengan like, koment, vote, dan juga rate bintang limanya.

Sampai jumpa.

Menikahlah denganku!

Happy reading....

Dalam keheningan malam, Anna duduk termenung di atas pembaringan. Tatapan kosongnya hanya menyajikan kegelapan. Kegelapan yang akan menenggelamkannya dalam kehidupan yang semakin suram.

Ingatan Anna kembali saat Riko mengajaknya mengikat janji suci pernikahan. Seperti biasanya, pria itu selalu dapat di andalkan.

Flashback on

Suatu hari di taman belakang, Anna terduduk menyandarkan punggungnya dikursi taman. Berada tak jauh darinya, seorang pria berdiri dengan easel (tripod penjepit kanvas) sebagai penghalang.

Tatapannya terlihat fokus pada kanvas yang berada di hadapannya namun sesekali maniknya melirik pada seseorang yang menjadi objek lukisan.

"Anna, cukup wajahmu saja yang jelek. Aku nggak mau ya kalau lukisanku juga ikut jelek," ucap pria itu dengan nada menggoda.

"Aku mana tahu kalau mukaku jelek, Rik. Lagian kamu nggak bosan apa terlalu sering melukisku," gerutu Anna.

Pria yang sedang melukis Anna tak lain adalah Riko. Anak majikan sekaligus sahabatnya. Riko gemar melukis, bisa di katakan ia seorang pelukis profesional. Bila ia memajang karyanya di pameran selalu saja banjir pujian. Tak jarang pula ia menjadi pemenang di sebuah kontes lukisan.

"Sempurna. Anna, kau selalu mempesona," gumamnya, menatap puas hasil lukisannya.

Setelah membereskan semua peralatannya, Riko menghampiri Anna dan duduk di bagian kosong kursi tersebut. Anna segera merubah posisi duduknya, menghadap ke arah Riko.

"Katakan, apa tanganmu masih penuh dengan noda cat? Apakah hasil lukisannya bagus?" tanya Anna penasaran. Tangannya meraba-raba mencari tangan Riko dan langsung disambut oleh pria itu.

"Aku tidak pernah bisa melukis wajahmu dengan baik. Itu sebabnya aku terus memintamu menjadi modelku. Kau tidak bisa diam, membuat konsentrasiku menjadi buyar," dusta Riko.

"Apa aku sejelek itu? Tapi menurut ibu, aku cantik," Anna menggerutu. Jari telunjuknya perlahan menyusuri telapak tangan Riko.

"Riko, yang ini warna apa?" tanya Anna, saat jari telunjuknya merasakan bagian kasar seperti cat yang mengering di telapak tangan Riko.

"Mmm itu warna merah, ini putih, yang ini hitam, dan kalau ini cokelat." Riko memegang telunjuk Anna dan mengarahkan satu persatu pada warna yang di ucapkannya.

"Jadi hari ini bajuku berwarna merah, ya? warna putih untuk kulit, hitam untuk rambut, dan cokelat untuk warna kursi ini. Aku benar kan?" tanya Anna sambil tersenyum.

"Kau salah. Bajumu hari ini berwarna hitam. Aku pakai warna putih untuk rambutmu, cokelat untuk kulitmu, dan merah untuk warna kursinya." Lagi-lagi Riko berdusta.

"Kau bohong, aku tahu kau sedang berbohong," ucap Anna kesal. Anna melepaskan genggaman tangannya, namun kembali di raih oleh Riko.

"Baiklah, aku salah. Kau benar, semua yang kau katakan itu memang benar," ucap Riko sembari menatap wajah Anna yang kini tersenyum bahagia.

"Katakan padaku, apa yang mengganggumu? Sedari tadi ku lihat kau gelisah," tanya Riko kali ini terdengar serius.

Raut wajah Anna langsung berubah. Gadis itu kini nampak sendu.

"Aku takut,,," ucapnya ragu dengan wajah yang tertunduk.

"Takut? Apa yang kau takutkan, Anna? Ada aku disini. Akan ku hilangkan semua hal yang menjadi penyebab ketakutanmu," ucap Riko.

"Aku takut hamil, Rik. Ini sudah satu bulan lebih, dan aku belum... Hiks." Anna terisak.

Riko menggenggam erat tangan gadis itu. Lalu sebelah tangannya menyentuh dagu Anna, dan sedikit mengangkatnya. Di usapnya dengan lembut butiran air mata yang membasahi pipi Anna.

"Menikahlah denganku! Aku sudah katakan padamu, jika itu terjadi aku akan menikahimu. Apa kau lupa itu?" tanya Riko.

Anna menggelengkan kepalanya, "Tapi bagaimana dengan tuan dan nyonya? Aku takut, mereka pasti kecewa," ucap Anna pelan.

"Percayakan itu padaku, oke!" ucap Riko meyakinkan.

Flashback off

"Anna, kamu belum tidur Nak?" tanya ibunya yang berbaring di samping Anna sambil mengerjapkan matanya.

"Eh iya, Bu. Anna baru aja mau tidur kok," sahut Anna yang mulai membaringkan tubuhnya dan menarik selimutnya.

**

Keesokan harinya, seperti biasa para pelayan sudah sibuk dengan pekerjaan mereka sejak pagi. Anna sedang menyiram tanaman di halaman depan. Sementara ibunya sibuk menyiapkan sarapan. Di rumah itu, ibunya Anna biasa di panggil 'Bibi'. Mungkin karena beliau yang paling tua diantara para pelayan yang bekerja di rumah tersebut.

"Selamat pagi, Den Riko!" sapa Bibi.

"Selamat pagi, Bu. Mama sudah keluar dari kamar?" tanya Riko. Riko terbiasa memanggil ibunya Anna dengan panggilan 'ibu', baginya wanita paruh baya itu adalah ibu dari sahabatnya.

"Belum, Den."

Riko melangkah meninggalkan ibunya Anna, dan menuju kamar orang tuanya. Setelah mengetuk pintu, Riko masuk ke dalam kamar tersebut.

"Pagi Ma, Pa,,," sapanya.

Nyonya Rahardian yang sedang memasangkan dasi di kemeja suaminya menatap lekat pada Riko, putranya.

"Ada apa, Sayang? Nggak biasanya kamu kesini?" tanyanya dengan kedua alis yang di tautkan.

"Ma, Pa. Ada yang mau Riko bicarakan," ucap Riko serius.

Tuan dan nyonya Rahardian saling menatap penuh tanya. Lalu merekapun duduk di sofa yang ada di dalam kamar tersebut.

"Ma, Pa. Riko akan menikahi Anna," ucapnya langsung pada maksud dan tujuan. Sontak kedua orang tuanya terbelalak.

"Apa? Apa maksudmu, Riko. Bagaimana bisa kau menikah dengan Anna?" tanya papanya.

"Iya. Mama juga heran. Oke, kalian memang dekat sebagai teman, tapi kalian tidak pacaran kan?" tanya mamanya.

"Kami memang tidak pacaran. Tapi,,, Ma. Maaf, Riko sudah mengecewakan. Riko dan Anna sudah pernah..."

"Stop! Jangan di teruskan. Papa mengerti kalian sudah dewasa. Kalian juga melakukannya atas dasar suka. Tapi Riko,,," papanya ragu untuk melanjutkan ucapannya.

"Apa karena Anna anak seorang pelayan? Ma, Pa, kalian dengarkan apa yang om Seto katakan. Riko mohon! Kalian tahu Riko sangat mencintai Anna. Dia juga alasan Riko bertahan sampai sekarang," tutur Riko.

"Baiklah. Beri kami waktu untuk merundingkannya dengan Anna dan ibunya," ucap tuan Rahardian.

"Riko ingin secepatnya. Riko tidak mau Anna menanggung malu seorang diri," ucap Riko sebelum meninggalkan kamar kedua orang tuanya.

Setelah percakapan dengan Riko pagi ini, malam harinya nyonya Rahardian langsung memanggil Anna dan ibunya. Beliau mengutarakan maksudnya yang akan mengadakan pernikahan dengan waktu yang sudah di tentukan. Ibu Anna sangat terkejut saat mengetahui alasan di balik rencana pernikahan yang bisa di bilang serba dadakan itu.

Setibanya di dalam kamar...

"Anna! Ibu kecewa sama kamu. Bagaimana bisa kamu menyerahkan kesucianmu pada pria yang bukan suamimu," pekik ibunya. Rasa kecewa terpancar jelas dari ekspresinya. Walau ekspresi wajah ibunya tak terlihat oleh Anna, namun dari nada suaranya terdengar jelas rasa kecewa itu.

"Maaf, Bu." Anna menundukkan wajahnya.

"Kita memang berhutang budi pada mereka, tapi bukan begitu cara membayarnya, Anna!" serunya lagi, suaranya nampak tertahan di kerongkongan.

"Ibu malu, Anna. Ibu sudah gagal mendidikmu." Ia lalu menangkupkan kedua tangannya di wajah dan mulai terisak.

"Bu, maafkan Anna! Anna tidak bermaksud membuat ibu kecewa seperti ini, hiks,, hiks," Anna terisak sambil bersimpuh. Isakannya terdengar sangat memilukan.

Melihat putrinya yang tampak menyedihkan, ibu Anna berusaha menguatkan hatinya.

"Sudahlah. Mungkin memang harus begini jalan takdirmu. Kita hanya bisa pasrah, Nak." Setelah menyeka air matanya dan juga mengusap punggung Anna yang masih bersimpuh di depannya, ibu Anna melangkah ke dalam kamar mandi.

"Ini semua gara-gara kau laki-laki iblis. Kau menghancurkan segalanya. Pergi! pergi kau dari rahimku! Aku tak sudi mengandung anak dari pria iblis seperti dia!" Anna menggeram dengan suara tertahan. Tangannya yang mengepal memukul-mukul perutnya yang masih rata. Ia merasakan dadanya teramat sesak. Dibiarkannya tubuhnya yang lemas tersungkur di lantai.

"Maafkan Anna, Bu!" ucapnya di sela-sela isakkannya.

pengakuan Riko

Happy reading...

Suasana di sekitar tempat itu terasa hening. Anna terduduk seorang diri hanya bertemankan angin sepoi-sepoi yang menyibak surai hitam serta menyapu lembut wajahnya.

Tempat itu selalu menjadi tempat ternyaman bagi Anna. Tempat dimana ketenangan selalu di dapatkannya. Tak jarang cicitan burung datang menyapanya. Seolah ingin mengatakan bahwa tidak hanya dirinya yang berada disana. Orang-orang di sekitarnya termasuk ibunya menyebut tempat itu sebagai 'taman', tepatnya taman belakang rumah keluarga Rahardian.

Ia tak pernah tahu seperti apa itu 'taman', tak pernah bisa ia membayangkan keindahannya. Ia merasa betah berlama-lama disana, karena wangi semerbak bunga yang selalu memanjakan indra penciumannya.

"Sudah pulang, Rik?" tanya Anna. Dari aroma parfum yang tercium olehnya, Anna tahu orang yang mendekatinya itu adalah Riko.

"Mmm iya," sahut Riko pelan. Pria itu mendudukkan tubuhnya di samping Anna.

"Ada apa? Sepertinya kamu sedang dalam mood yang buruk," tanya Riko saat dilihatnya wajah Anna yang murung.

"Aah, tidak."

"Katakan padaku, Anna! Apa yang mengganggumu?"

"Aku memang tak pernah bisa membohongimu," ucap Anna kesal. Riko terkekeh pelan melihat ekspresi wajah Anna yang menurutnya sangat menggemaskan.

Di tatapnya wajah gadis yang sudah sekitar 15 tahun ini menjadi sahabatnya. Terlepas dari kekurangan yang dimilikinya, Anna adalah gadis yang cantik, lembut, dan juga periang. Sejak pertama ia mengenal Anna, ia sudah memuji ketegaran dan kesabarannya dalam menjalani kehidupan yang tak mudah ini. Apalagi untuk seseorang berkebutuhan khusus seperti Anna.

"Riko, mengapa kamu melakukannya?" tanya Anna.

"Melakukan apa?" Riko balik bertanya dengan kedua alis yang di tautkan.

"Berbohong. Kamu berbohong soal kehamilanku. Kamu berbohong soal kita yang pernah melakukan 'hal' itu," ucap Anna pelan.

"Lalu? Menurutmu, apa orang tuaku akan menyetujuinya jika aku berkata jujur?" Mendengar pertanyaan Riko, Anna menggeleng pelan.

"Anna, sejujurnya aku tidak perduli siapa ayah bayi itu. Aku hanya ingin kau membagi bebanmu denganku."

"Kenapa? Sadarkah kamu itu akan merusak masa depanmu, Rik?"

"Tidak ada masa depan jika tidak bersamamu, Anna."

"Riko," lirihnya. Anna meneteskan air mata yang sedari tadi menggenang di pelupuk matanya.

"Anna, semua itu kulakukan karena aku mencintaimu. Mencintai dirimu sedari dulu. Aku sangat mencintaimu," tegas Riko.

Mendengar pengakuan Riko, bukannya bahagia Anna malah semakin terisak.

Riko menarik bahu Anna agar mendekat. Direngkuhnya tubuh Anna yang bergetar karena isakan. Dibiarkannya air mata Anna menggenangi ceruk lehernya. Dibelainya surai hitam Anna dengan lembut dan penuh perasaan.

"Maaf. Maafkan aku," ucap Anna lirih.

"Aku selalu ada untukmu," balas Riko dengan senyum tipis di wajahnya.

**

New York City

"Aarrgh, sial! Kenapa suara itu selalu hadir dalam mimpiku!" Suara seseorang yang mengumpat menggema dalam ruangan itu. Di usapnya keringat dingin di keningnya. Dengan susah payah ia mengatur nafasnya yang tersenggal akibat mimpi buruknya.

Tok... Tok...

"Niko! Apa kau sudah bangun, Sayang?" seru seoarang wanita dari luar kamarnya. Dengan enggan ia beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan menuju pintu kamar.

Ceklek.

"Kau sudah bangun, Nak?" tanya seorang wanita 'berumur' yang berdiri di hadapannya.

"Nenek lihat kan, aku sudah bangun," sahutnya malas dengan suara parau khas orang yang baru bangun dari tidurnya.

"Baguslah. Kau tidak lupa rencana kita hari ini kan, Sayang?" tanyanya lagi.

"Hmm," angguk pria itu pelan.

"Cepatlah bersiap! Kami akan menunggumu di ruang makan," wanita yang di panggilnya nenek itupun berlalu dari hadapannya.

Pria itu tak lain adalah Niko, tepatnya Niko Rahardian. Putra sulung keluarga Rahardian.

Hari ini, nenek dan kakeknya berencana berkunjung ke rumah calon besan. Untuk membicarakan perihal rencana pernikahan. Kalau bukan karena di jodohkan, Niko tidak berniat untuk terikat dalam hubungan pernikahan.

**

"Selamat pagi, Kek!" sapanya pada kakeknya. Pria yang di sapanya hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Duduklah!" titah neneknya.

"Apakah orang tuamu sudah memberitahu tentang pernikahan adikmu, Riko?" tanya neneknya.

"Pernikahan? Maksud nenek, Riko akan menikah? Dengan siapa? Dan kenapa aku tidak diberi tahu sebelumnya?" ucap Niko heran.

"Iya. Riko akan menikah besok. Mamamu melarang kita datang. Selain waktunya yang mendadak, juga karena pernikahan Riko hanya akan menggelar akad. Tidak ada perayaan," tutur sang nenek.

"Besok?" Niko mengernyitkan dahinya.

"Married by accident, itu yang Viona katakan."

"Apa? Riko.. Oh My God!" seru Niko menggeleng tak percaya. Riko sosok adiknya yang baik rasanya tidak mungkin melakukan kesalahan seperti itu.

"Tapi itulah kenyataannya. Jika tidak, Rian dan Viona tidak mungkin menikahkan Riko secepat itu," ujar kakek Niko.

"Siapa wanita yang dinikahinya? Dan, secepat itu mama dan papa mempercayai ucapannya? Mungkin wanita itu sedang menipu kita. Bisa saja dugaanku benarkan, Nek?" tanya Niko masih dengan keyakinannya bahwa Riko tidak mungkin melakukan kesalahan fatal seperti itu.

Neneknya menghela nafas dalam. Setelah itu ia berkata, "Entahlah. Mungkin kau benar, mungkin juga kau salah. Yang ku dengar, dia sahabat dekat Riko. Dan Viona sangat mengenalnya. Dan tentang Riko, kau tahu kan bagaimana kondisinya. Ia ingin di beri kesempatan untuk bahagia. Itu saja yang di pintanya. Kalau sudah begitu, orang tuamu bisa apa?"

Niko mengangguk-anggukan kepalanya. Entah ia harus bersikap bagaimana mendengar adiknya akan segera menikah. Apakah harus bahagia ataukah sebaliknya, ia benar-benar tak tahu. Yang jelas, ia sendiripun merasa gusar menghadapi rencana pernikahannya yang tak lama lagi akan di gelar.

**

Di kediaman keluarga Rahardian, malam ini terlihat ramai. Selain para pelayan, beberapa orang juga terlihat sibuk mempersiapkan segala keperluan pernikahan.

Pesta pernikahan rencananya akan di gelar di taman belakang. Beberapa orang mulai sibuk menata taman. Sedangkan yang lainnya sibuk mempersiapkan menu makanan.

"Wah! Aku tidak percaya Anna bisa seberuntung ini," ucap salah seorang pelayan.

"Iya. Setelah ini, bibi dan nyonya akan besanan. Lalu, apakah bibi masih akan tetap bekerja disini? Kalau Anna menikah dengan orang kaya, maka bibi juga akan kecipratan uangnya. Betulkan teman-teman?" ucap pelayan lainnya.

Bibi Ayu, ibunda Anna hanya bisa menghela nafas dalam. Memang tak ada yang salah dengan pemikiran para pelayan. Anak seorang pelayan menikah dengan anak majikannya, tentu itu sebuah keberuntungan. Namun di balik itu semua terselip prasangka yang tak berani di utarakan.

"Bibi akan tetap bekerja di rumah ini sebagai pelayan, sama seperti kalian. Memangnya salah kalau bibi bekerja di rumah besan? Dan lagi selain rumah ini, dimana lagi bibi akan tinggal? Apalagi sendirian, membayangkannya saja bibi sudah enggan," tutur bibi menjelaskan.

Tanpa mereka sadari, Anna sedari tadi bersandar di dinding luar sambil mendengarkan. Kini, langkahnya gontai menapaki jalan menuju kamarnya di belakang. Entah ia harus bersyukur atas keberuntungannya ataukah merutuki kemalangan yang menimpa sahabatnya.

Sebuah kemalangan besar yang mendatangkan rasa takut akan menyisakan sebuah penyesalan di masa depan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!