NovelToon NovelToon

DEBU ORBIT Sang Bintang

01. Dongeng Yang Menjadi Kisah

Bintang dan debu orbit. Berbeda nasib, yang tanpa sadar persahabatannya begitu erat. Menjalin suka duka di alam tata surya yang jauh di atas sana. Bintang yang percaya diri selalu mendapat banyak perhatian. Sangat cantik sesuai dengan cahayanya yang begitu gemilang.

Berbeda dengan debu orbit. Dia tahu jika dirinya hanya sebuah partikel kecil yang menyumbang sedikit peran. Tidak ingin terlalu nampak. Debu kecil seakan mengikuti di mana jalur dia ditetapkan.

Debu dan bintang ada, karena rasa kesepian yang sama.

Persahabatan yang awalnya kuat, seiring waktu mendapat banyak rintangan. Bintang yang banyak mendapat pujian akhirnya berubah. Sahabatnya tidak lagi sama. Siapa bilang debu tidak cantik. Meski dia hanya partikel kecil, debu orbit bisa memancarkan cahaya dari sebuah matahari. Bahkan dia mampu membuat sebuah cahaya zodiak yang sangat cantik. Namun sayangnya semua mengira itu adalah bintang.

Debu kecil masih terus setia pada sahabatnya. Mengikuti bintang kemanapun dia pergi. Sampai pada kisah, mereka berdua sangat tertarik dengan sebuah kuasar. Kuasar adalah inti dari galaksi alam semesta yang begitu kuat. Dan untuk kesekian kalinya, debu mengalah. Kuasar lebih tertarik pada bintang yang begitu bercahaya.

Sang bintang menjadi sombong, terlalu hanyut pada apa yang dia inginkan. Menjauhi debu dan berakhir pada debu yang kesepian. De---

Hahh !!

Untuk kesekian kalinya ia terbangun dari mimpi itu. Mimpi saat ia dan ibunya dulu duduk bersandar di tepi kasur, mendengar dongeng Debu dan Bintang. Dan untuk kesekian kalinya mimpi itu tidak perna tuntas. Berakhir di tengah dongeng. Raya sangat penasaran dengan kelanjutan cerita itu.

Ia ingat, cerita itu dibacakan oleh ibunya saat umunya 9 tahun. Tentu saja itu yang membuat ia lupa keseluruhan cerita. Cerita itu juga yang menjadikan Raya sangat teropsesi dengan hal yang berbau antariksa.

Dia Rayana Kira Argenta. Gadis 15 tahun yang baru saja terbangun dari mimpi indah di atas meja belajarnya. Ia adalah anak tunggal. Ibunya meninggal dunia sejak Raya umur 10 tahun akibat kebakaran yang terjadi waktu itu.

Meregangkan tubuhnya. Raya baru sadar jika headsetnya masih terpasang di telinganya. Hal itu sering terjadi padanya, membuat sang ayah harus menasihatinya panjang lebar. Mata yang masih mengantuk itu terbelalak ketika jam wekernya menunjukkan angka 06.15. Tidak menunggu lagi. Kaki mungil Raya bergegas melangkah ke dalam kamar mandi.

Di lantai bawah, ayahnya, Genta lelaki berdarah indo-jepang itu sibuk manata roti sebagai sarapannya bersama anak gadisnya, Raya. Genta adalah orang tua tunggal setelah istrinya Ariana sekaligus bundanya Raya meninggal 11 tahun yang lalu. Ia bekerja sebagai seorang pengusaha di bidang pergudangan yang cukup sukses.

Baru saja merasa pagi yang tenang. Dahi Genta dibuat berkerut mendengar kegaduhan dari arah kamar Raya. Belum selesai ia ingin berteriak memanggil gadis kecilnya. Raya secepat kilat mengambil tangan Genta yang kemudian di salimnya. Jarum jam yang tidak berhenti sedetikpun membuat Raya semakin gusar, ia tidak ingin telat untuk hari terakhir MOS di SMA DALTA.

“Ayah, Raya barangkat dulu ya, takut telat, i love you ... bye, " dalam sekejap tubuh Raya sudah menghilang dari arah pintu.

Raya lebih memilih menaiki bus menuju sekolahnya. Alasannya, ia ingin mandiri, toh juga sebenarnya ia belum bisa mengendarai mobil, motornya hanya ia pakai untuk sekedar berkeliling di dekat rumahnya.

Raya punya prinsip, ia ingin semua yang ia lakukan atas apa yang ia miliki bukan karena apa yang orang lain inginkan, bukan juga atas apa yang di miliki ayahnya. Seperti saat mendaftar di SMA Dalta, ia diterima masuk melalui jalur beasiswa sementara dirinya mungkin saja bisa masuk dengan mudah. SMA Dalta terkenal dengan para siwanya yang elit dan berkelas.

Turun perlahan dari tangga bus. Raya terus saja berkomat-kamit menyerukan kata-kata harapan agar tidak telat di hari terakhir MOS-nya. Baru saja ingin menyeberangi jalan. Headsetnya malah terkapar hancur di depan matanya.

Motor sialan!!! apes banget sih. Gerutu Raya dalam hati. Gara-gara motor sport merah yang barusan lewat headsetnya menjadi korban tabrak lari.

Astaga telat!. Raya menepuk jidatnya, ia baru sadar malah menghabiskan waktu meratapi kesialannya. Jangan ditanya ia akan berakhir di mana. Tentu saja ia berada di depan gerbang yang dikunci oleh satpam sekolah, akibat telat 5 menit.

Raya bertekat jika saja dirinya mendapat dead note, ia akan menulis seseorang yang berada di atas motor sport merah tadi.

***

Seorang gadis tengah duduk dengan napas yang terengah-engah. Mengibaskan tangannya ke arah wajah sebagai kipas. Dia, Raya yang 30 menit lalu mendapat hukuman berjemur di bawah tiang bendera.

“ Kamu kok bisa telat sih Ray? " suara lembut dan halus terdengar dari seorang gadis yang baru saja datang. Membawakan air mineral untuk Raya.

“Ngga tahu juga La, kenapa gue bisa kecolongan bangun siang, " jawab Raya sambil mengambil botol air dari tangan Alula.

Dia Alula Jocasta Bima, sahabat sedari lahir seorang Raya. Mereka bersahabat, begitu juga dengan keluarga mereka. Sejak bundanya meninggal orang tua Alula tidak pernah henti-hentinya memberikan kasih sayang yang sama kepada Raya. Karena kepercayaan yang penuh juga yang membuat orang tua Alula menitipkan Alula kepada Raya.

Alula anak yang sangat polos, baik, dan mudah bergaul, karena sifat kepolosannya itu yang membuat Bima dan Luna, orang tua Alula sedikit khawatir. Lihat saja gaya bicara Alula, memanggil dengan “Aku-Kamu” kepada semua teman sebayanya.

“ Jangan bilang kamu searching dongeng itu lagi sampai malam ya?” tebak Alula dengan matanya yang mengintimidasi.

Habis sudah kini dirinya, seperti tertangkap basah. Raya hanya merespon dengan cengiran andalannya. Ia sangat teropsesi dengan dongeng itu. Saking penasarannya ia mencoba terus mencari di berbagai website apakah ada cerita mengenai dongeng itu, namun nihil. Alula sebenarnya tahu namun gadis cantik itu hanya menganggapnya sebagai cerita hayalan semata.

“ LULA!! “ panggil seseorang dari arah belakang Raya dan Alula. Berbalik mereka berdua , melihat siapa yang barusan berteriak memanggil Alula.

“Eh Lessa, kenapa?” Tanya Alula saat gadis yang bernama Lessa itu menghampiri ke tempat mereka duduk. “ Ngga kenapa-kenapa kok, Cuma manggil doang, tuh anak-anak lain nungguin lo."

Walaupun Lessa tidak terang-terangan menunjukkan sikapnya. Raya paham, sangat paham jika sebenarnya Lessa kurang suka dengannya.

“ Ya udah. Ray Aku duluan ya, kamu jangan sampe dihukum lagi. Hehehe, ” pamit Alula menuju kelasnya. Kelasnya berbeda dengan kelas Raya otomatis Raya kini tinggal sendiri.

Hanya perasaan Raya atau memang ia merasakan kecanggungan atas responnya depada Alula. Ia hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Seketika saat menatap punggung mungil Alula semakin menjauh. Pikirannya muncul begitu saja. Ia teringat dengan kisah Debu dan Bintang.

Melihat Alula sangat akrab dengan teman barunya. Ada rasa khawatir di hati Raya. Bagaimana kelanjutan persahabatannya dengan Alula. Apakah akan sama dengan kisah dongeng itu?

.

.

.

●jangan lupa like ya😁🖐

02. Teman Baru

...jangan lupa like dan vote ya...

Berlanjut pada pemikirnnya. Entah apa yang terjadi di depan sana untuk persahabatannya yang mirip dengan kisah Debu dan Bintang. Apakah Raya akan bernasib sama dengan Debu yang terlupakan oleh Bintang. Menggelengkan kepalanya. Berusaha Raya menghilangkan semua pikiran negatifnya.

Mustahil kan Alula yang gadis polos melakukan hal sejahat itu pada sahabatnya.

Kembali fokus. Rayana akhirnya bisa resmi menjadi salah satu siswi di SMA Dalta. Ia memang sudah mengincarnya sejak lama. Dalta adalah sekolah yang menjadi saksi pertemuan dan kisah romantis kedua orang tuanya.

Hari pertama yang cerah. Matahari siap mendukung aktivitas semua murid di sekolah ini. Ingin sekali Raya bersantai di hari setelah MOS nya berakhir. Tapi sayangnya itu tidak berlaku untuk agenda anak OSIS. Ada satu agenda lagi yaitu mengisi formulir Ekskul wajib untuk siswa kelas X. Otomatis Raya dipaksa untuk memilih beberapa Ekskul kegiatan.

Berdiri di depan mading. Raut bosannya sangat jelas menunjukkan jika dirinya tidak tertarik dengan apa yang terpampang di mading itu. Raya sedikit kecewa, dirinya baru tahu SMA Dalta sudah menghapus Ekskul kegiatan penelitian alam sejak 3 tahun yang lalu. Padahal Ekskul itu lah yang menjadi alasan kesekian kalinya mengapa ia ingin masuk SMA favorit ini.

Dengan malas, Raya melirik satu kalimat yang menjadi info penting di depannya.

“WAJIB MENGIKUTI SETIDAKNYA 1 EKSKUL KEGIATAN."

Memutar bola matanya dengan malas. “ Apa sih alasan mereka hilangin kegiatan penelitian?” tanya Raya dengan gumaman tanpa sadar. Bertanya pada mading di depannya.

“ Lo juga tahu kalau di sini, dulunya ada penelitian alam?” tanya gadis berkacamata yang tiba-tiba berada di samping Raya. Dengan nada excited, gadis itu seperti menemukan tambatan hati yang sejalan dengannya. Raya dibuat meringis, sedikit takut. Semakin mendekat saja wajah gadis itu dengannya.

Bukannya menjawab, mata Raya malah melirik ke bagian name tag gadis itu. “ Bele—“

“ Bel bisa ngga sih kalau nanya orang jangan deket-deketin tuh wajah,” ucap gadis di belakangnya. Ditariknya kerah belakang gadis berkacamata. Setidaknya itu sedikit memberikan rasa lega untuk Raya.

“Oh iya. Kenalin gue Alisha Bony Camelia. Dan ini teman gue Belenia Lancariza. Dan yang terakhir jangan bilang dengan tampang bingung lo, lo ngga tahu kalau kita sekelas.” Terdiam.

Okey kalau mau jujur Raya memang tidak mengenal mereka. Raya adalah manusia aneh, jangan harap teman satu kelas bisa ia hafal, bersyukur saja jika Raya masih bisa mengenali teman sebangkunya.

Menggaruk tengkuknya tanpa sadar. Mencari jalan aman “ Kenalin nama gue Ra—“

“ Rayana Kira Argenta. Bener kan? Gue udah tahu. Kita satu kelompok pas MOS kemarin,” Ucap Alisha begitu lancar. “So... lo udah tahu, mau masuk Ekskul apa?” lanjutnya bertanya.

Gelengan kecil Raya mewakili jawabannya.

“ Gimana kalau Sastra?” Bele yang tadinya diam sejenak angkat bicara, menunggu jawaban Raya. Berpikir sebentar tentang memilih ekstra kegiatan. Raya teringat, bagaimana dengan sahabatnya. Alula akan memilih apa. Tumben sekali dirinya tidak mengabari Raya. Biasanya Alula selalu meminta pendapat Raya mengenai semua hal.

Baru ingin mengecek Hpnya, memastikan apakah Alula mengiriminya pesan. “Jangan bilang elo mau mastiin gadis kecil lo itu udah ngabarin lo?”

Dengan raut yang sedikit tidak nyaman mendengar kata-kata Alisha, Raya ingin memastikan apa maksudnya. “ Maksud lo apa?” dengan alis yang terangkat satu.

“Wait.. jangan tersinggung dulu. Jujur gue tertarik sama lo sejak hari pertama MOS. Gue selalu merhatiin. Tapi ada yang buat gue ngga nyaman sama tingkah lo, atau mungkin tingkah sahabat lo itu. Dia terlalu tergantung dengan lo, dan lo terlalu lembek jadi teman. Dan gue hanya menebak,” Jelasnya panjang lebar.

“ semua orang bisa berubah, asal jangan berubah jadi saling memanfaatkan," Lanjutnya lagi dengan nada pelan, samar-samar terdengar oleh Raya.

“Okey fix kita bertiga masuk Ekskul Sastra,” putus Bele sepihak. Dengan tersenyum mengembang, Bele menarik Raya dan Alisha untuk pergi ke ruangan OSIS. Mengantarkan formulir.

Mengangkat bahunya. Raya menerima keputusannya. Toh juga ia sedikit menyukai Sastra. Hubungannya dengan Alisha masih belum jelas. Entahlah apakah mereka bisa berteman baik. Meski Alisha terang-terangan tidak menyukai sahabatnya.

***

Sampai di depan ruangan OSIS. Alisha tiba-tiba menarik tangan Bele dan Raya, pertanda untuk berhenti sejenak. Ia palingkan wajahnya ke arah Raya. “ Ray lo aja yang kumpul kedalam,” perintah Alisha.

Menghimpitkan alisnya, Raya bingung. Enak saja dirinya yang disuruh mengumpulkan formulir. “ Ngga, gue ngga mau. Tuh Bele aja.”

“Udah bener kata Raya biar gue aja. Kalian tenang aja disini okey.” Dengan nada percaya diri, Bele yakin bisa menyelesaikan misi ini. Tapi ada yang aneh. Alisha terus memberikan kode kepada Raya agar dirinya saja yang pergi.

Gerakan perlahan bibir Alisha mengatakan “*Lo biarin Bele pergi, Lo bakalan tahu efeknya*.” Walaupun kata-katanya jelas. Tetap saja Raya bingung.

Gerakan secepat kilat, Bele lolos dari jangkauan Alisha. Mati sudah dirinya, batin Alisha. Dengan cepat mereka berdua menyusul anak lincah itu.

Masuk ke ruangan OSIS. Hal yang pertama Raya dan Alisha lihat adalah sosok Bele yang terpaku melihat ke arah depannya. Perlahan tangan Alisha memegang pundak Bele berharap ia mengetahui sedang apa Bele yang hanya berdiam diri.

“ Bel. Bele! lo kenapa?” tanya Alisha

“ A..Ada Oppa Sha,” gumam Bele pelan. Raya yang berdiri di belakang hanya menatap bosan. Melirik keseluruh ruangan. “Hah? Oppa?” Alisha yang bingung mengikuti arah pandang Bele. Tepat di ujung ruangan. Di atas kursi yang disusun memanjang. Seorang siswa laki-laki tengah tidur dengan nyamannya.

Merasa terganggu. Siswa yang tadinya tertidur terbangun dengan wajah kusutnya. Menatap ketiga siswi di ruangan itu. “Kalian ngapain di sini?” suranya terdengar serak, khas orang yang baru bangun. “ Mau ngumpulin formulir, Oppa,“ ucap Bele. Hening seketika seakan kebetulan Raya, Alisha dan siswa laki-laki itu bergumam bingung “ Oppa?”.

“ Astaga ganteng banget Sha,” tambah Bele sambil memukul-mukul lengan Alisha. Raya yang melihat itu seketika sadar ternyata efek yang Alisha maksud adalah efek malu. Bele terlalu agresif ternyata.

“Kalau udah selesai, kalian bisa keluar," Dengan nada coolnya Tama menatap satu per satu siswi di depannya. Sudah biasa ia menerima pujian tidak langsung seperti itu. Tapi cukup aneh awalnya di panggil Oppa.

Dengan cepat Alisha menarik Bele untuk keluar. Diikuti Raya di belakangnya.

“ Lo apa-apaan sih Bel. Manggil Si Tama-tama itu dengan sebutan Oppa najis tahu,” emosi Alisha dengan nada marah.

“ Lo kenal sama orang tadi?” Raya akhirnya angkat bicara karena sedari tadinya ia hanya diam.

.

.

.

.

jangan lupa juga ya, buat jadiin cerita ini ke favorite kalian, biar ngga kentinggalan lanjutannya setiap hari...

03. Wakil Ketua OSIS dan Cerita Alula

“ Lo kenal sama orang tadi “ tanya Raya.

Hening sebentar. Alisha yang sudah memasang wajah jijiknya menatap kosong ke arah depan.

“ Lo ngga tahu aja gimana sebenarnya tuh orang. Dia Tama, Dia—“

“ Ya intinya dia Tama, senior munafik dimata gue “ jelas Alisha, tidak ingin lagi membahas sosok Tama lebih dalam.

Tama, atau tepatnya Antama Jagraaksa. Wakil ketua OSIS yang terpilih hanya karena tuntutan para siswi agar Tama bisa menjadi contoh untuk semua murid di SMA Dalta. Sikapnya boleh dibilang lembut, ramah kepada semua orang tapi ia juga sangat sulit ditebak, terlalu banyak kecurigaan di benak Alisha menyangkut laki-laki tampan itu.

Tentu bukan itu saja alasan Alisha membencinya. Puncaknya ketika hari kedua MOS. Dengan PD didepan Alisha, Tama menunjukkan gambaran sikapnya. Tersenyum ramah kepada adik tingkat yang memberi banyak perhatian. Mungkin semua pasti menganggap sikapnya sangat keren, senyumnya sangat manis. Tapi Alisha ragu apa kah semua orang tahu jika siswa bernama Tama ini hanya memasang topeng. Dimata Alisha, Tama hanyalah seorang Playboy yang pintar berganti Topeng.

“Hmmm. Btw sebenarnya kalian lagi ngomongin siapa sih “ Nada polos itu keluar dari mulut Bele. Dengan gerakan membenarkan kacamata dan tersenyum manis, menambah kesan lemot dalam dirinya. Bele yang menjadi fokus hanya diam, dan bingung. Pasalnya Kedua temannya terkesan hanya menatap malas padanya.

Apa masih ada ya, orang lemot di dunia ini?. Batin Raya prihatin melihat Bele.

***

Baru saja menginjakkan kakinya di dalam rumah. Notifikasi berbunyi dari arah saku baju Raya. Tersenyum simpul, ternyata itu Line dari Alula. Raya teringat jika dirinya memang sudah beberapa hari tidak main ke rumah Alula.

Begitu Alula mengajaknya main ke rumah, Raya langsung mengetikkan balasan setuju dan bersiap untuk berganti pakaian.

Sesampainya di depan gerbang rumah Alula dengan motor metiknya. Raya langsung masuk begitu saja ke dalam rumah, rumah itu sudah ia anggap sebagai rumah keduanya.

“ Raya disini !” teriaknya begitu semangat saat masuk ke dalam rumah Alula. Sifat Raya sering berubah-ubah. Ia sangat terbuka ketika berada bersama orang-orang terdekatnya saja.

“ Aaaaaa.. Raya anak mami “ Luna yang sama-sama bersemangat, tidak sadar meloncat-loncat kecil sambil berputar memegang tangan Raya. Lupa akan umurnya yang sudah berkepala empat.

Luna adalah Mami Alula, sekaligus sahabat dari bundanya Raya, Ariana. Mereka berdua dulunya adalah sahabat se-kegiatan penelitian alam di SMA Dalta. Luna tidak ada bedanya dengan Raya yang sama-sama teropsesi ke semua hal yang berbau antariksa.

“ Kamu kok baru main lagi kesini sih Ray?” tanya Luna sambil menggiring Raya untuk duduk di sofa ruang keluarga. “ Maaf ya mi, soalnya Raya masih sibuk ngurusin pendaftaran beasiswa “

“Oh iya ya, mami sampai lupa kalau kamu daftar beasiswa. Ya udah gih naik, Lula pasti udah nungguin kamu loh “ kata Luna dengan begitu sayangnya.

Mengangguk sebagai tanda mengiyakan. Raya kemudian berjalan ke arah kamar Lula sambil menyusun rencana untuk mengagetkannya.

Tersenyum jahil.

DORR !!!

Teriak Raya yang tiba-tiba masuk ke sebuah kamar bernuansa pink, mengagetkan sang pemilik kamar.

“Ih.... Raya ! . Ketuk dulu pintunya, kaget tahu “ Alula yang kaget, berkata dengan nada manyunnya.

“Ci ileh.. manyun banget tu bibir. Hahaha “

Semakin dongkol rasanya, Alula yang di tertawakan melempar bantal pinknya ke arah Raya.

“Oh iya Ray. Kamu kesini udah kabarin om Genta?” tanya Lula.

Terhenti tawa Raya setelah merasa kelelahan diperutnya. “Udah kok, gue udah nelpon ayah kalau mau pulang telat”

Setelah mengatakan itu. Raya yang melihat Lula sibuk dengan Hpnya ikut-ikutan diam dan memilih untuk berbaring saja di kasur. Sibuk dengan kebiasan masing-masing Raya berinisiatif membuka pembicaraan. Rasanya agak canggung, tidak biasa mereka hanya berdiam diri dalam waktu yang lama.

“ Lo ngapain sih La. Ngajak gue kerumah eh tapi di diemin “ kata Raya yang pura-pura meraju. Ditopangnya dagu dengan sebuah bantal, posisinya masih setia berbaring di atas tempat tidur.

Lula yang di tanya, segera berbalik dengan tampang polosnya menyengir ria di depan Raya.

“ Ups sorry.. hehe, ini nih teman sekelas aku pada ribut mau nyusun rencana jalan-jalan hari weekend nanti “ ucap Lula. Dia berikan Hpnya kepada Raya, memastikan Raya melihat obrolan mereka. Raya yang melihatnya malah berpikir lain.

Mereka yang awalnya diam saja, dilanjutkan dengan celoteh Lula penuh semangat. Menceritakan keseruannya bersama teman barunya, Lessa, Xela, dan Renata. Sesekali Lula yang bercerita menatap Raya yang entah apa yang mengusik pikirkannya. Raya hanya bisa tersenyum canggung dengan tipis.

Gadis pemakai bando merah itu tidak tahu, jika sikapnya saat ini hanya membuat Raya seperti terabaikan. “ Ray! Kamu dengerin aku ngga sih?” tanya Lula yang selesai bercerita.

Yang di tanya malah gelagapan mencari kata-kata yang cocok menjadi jawabannya. “ Hmm.. de..dengerin kok. Gue Cuma berharap mereka bisa baik sama lo”. Lula begitu senang mendengarkan kata-kata Raya, sampai-sampai ia gemas sendiri. Memeluk Raya dari sampingnya.

Semoga apa yang gue takutkan ngga terjadi sama persahabatan kita La. Batin Raya disela-sela acara pelukannya dengan Lula. Ia patistikan tidak akan menyamakan kisahnya dengan cerita Debu dan Bintang itu.

-

Setelah menghabiskan waktunya cukup lama di rumah Lula. Raya memutuskan untuk pulang, mengingat Ayahnya pasti sudah lama pulang dari kantor. Tidak lupa dirinya berpamitan dengan Lula dan maminya.

Di tengah perjalanannya, perut Raya seakan tidak bisa berkompromi, rasa lapar dan ingin cemilan selalu terbanyang disepanjang jalan. Tidak masalah mampir sebentar menuntaskan keinginannya membeli cemilan kan, pikirnya.

Baru saja memarkirkan motor metiknya di parkiran supermarket. Raya dibuat penasaran dengan motor sport merah tidak jauh dari motornya. Berpikir keras, Raya sampai harus memiringkan kepalanya berharap ingatan memory kecilnya itu muncul.

Siapapun yang melihat Raya saat ini, pasti berpikiran aneh. Gelagat Raya saat memperhatikan motor itu malah terlihat seperti seorang rentenir yang ingin menarik motor seseorang. Bergerak kesana-kemari, rasanya ia pernah melihat motor itu.

Kok gue kayak pernah lihat nih motor. batinya

Raya yang semakin maju, seketika nyalinya menciut, saat seseorang dengan jaket kulit berwarna hitam di lengkapi helm fullfacenya datang menghampiri motor merahnya. Entah apa yang membuatnya sedikit takut. Raya perlahan dibuat mundur, samar-samar melirik kearah orang itu. Dengan postur yang tinggi, begitu tegap nya, orang itu malah meniru gaya Raya, memiringkan kepalanya.

Raya yang sadar atas kode yang di berikan sang pemilik motor, mengambil langkah besarnya pergi begitu saja masuk ke dalam supermarket.

Gue kok merinding ya, serem banget. Batin Raya.

.

.

.

.

😲jangan lupa like dan coment ya gaes...

vote jika kalian suka sama cerita aku🖐

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!