NovelToon NovelToon

Wanita Pengganti

Bab 1

Lisa meregangkan otot-otot tangannya karena beberapa jam berkutat dengan laptopnya. Lisa pun mengambil ponsel miliknya yang sejak tadi dia senyap kan. Rupanya ada beberapa panggilan masuk dan pesan dari sahabatnya. Lisa memutar kedua bola mata malas dan memilih mengabaikannya karena jam sudah masuk waktunya untuk bekerja. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu melangkah menuju kamar mandi dan bersiap untuk pergi ke toko kue dan kopi tempatnya bekerja.

Tidak butuh waktu lama untuk Lisa mempersiapkan dirinya, selain itu juga waktunya sudah mepet mana sempat Lisa bersantai-santai.

Dia tidak mau terlambat sampai di tempat kerjanya. Sudah bagus dia di terima di sana karena Lisa sedang kuliah dan hanya bisa kerja part time saja. Sebenarnya gaji Lisa dari menulis juga lumayan, hanya saja dia harus tetap bekerja untuk mencukupi segala biaya hidupnya.

"Semangat, meski belum tidur dari semalam!" ucap Lisa saat mematut dirinya di depan cermin.

Lisa pun keluar dari kamar kostnya dan menuju garasi tempat motornya bertengger. Lisa memang tinggal di kost-kostan elit, tapi dengan harga terjangkau dan memang khusus untuk mahasiswa. Tempatnya juga strategis. Dekat dengan kampus dan tempatnya bekerja.

"Neng, ini ada titipan dari Mas Dion!" kata satpam yang berjaga.

Lisa menghentikan langkahnya dan mengambil paper bag yang diberikan Pak Slamet.

"Makasih, Bapak! Aku berangkat kerja dulu ya," kata Lisa ramah.

Hari ini adalah hari Sabtu dan suasana kost sepi karena kebanyakan dari mereka pulang kampung atau sedang ada kegiatan di kampus. Lisa sendiri memanfaatkan weekend untuk bekerja meski semalam tidak memejamkan matanya karena harus menyelesaikan novel yang sedang tayang di salah satu aplikasi novel online.

"Hati-hati ya, Neng."

"Siap!" Lisa mengacungkan jempolnya, lalu memakai helm dan menyalakan mesin motor, meninggalkan halaman tempat dia tinggal.

***

"Tumben datang lebih cepat dari biasanya?" ledek Hanum, teman kerja Lisa.

Lisa menyimpan tasnya di loker. Toko kue tempat dia bekerja memang terkenal dan sangat ramai. Apalagi di waktu weekend seperti ini.

"Het dah ya, telat Lo ngomel dateng cepet Lo komen. Heran gue punya temen kayak Lo!" protes Lisa sambil terkekeh.

Hanum juga ikut terkekeh lalu menyodorkan segelas latte hangat.

"Gue tahu Lo nggak tidur semalam," kata Hanum. Dia sangat tahu betul kebiasaan Lisa.

"Lo emang temen terbaik dah yak!" puji Lisa sambil menepuk pundak Hanum.

"Kalau gitu gue duluan ya," pamit Hanum.

Lisa mengangguk sebagai jawaban. Dia pun merogoh saku seragamnya untuk mengambil ponsel yang sejak tadi belum dia lihat. Lisa pun menepuk kening karena lupa dengan paper bag pemberian Dion. Lisa membuka kembali lokernya dan mengambil paper bag itu. Rupanya ada bekal makanan untuknya dan sebuah surat.

cantik makan yang banyak ya, jangan sampai lupa makan karena kamu sibuk bekerja. Aku nggak mau kamu sampai sakit.

"So sweet banget sih kamu!" gumam Lisa sambil menyeruput latte miliknya.

Lisa membawa paper bag itu ke dalam dan dia akan membukanya nanti jika sudah jatah jam makan siang. Tadi dia sudah sempat sarapan roti. Lisa memanfaatkan bekal dari Dion itu untuk makan siang supaya menghemat pengeluaran.

"Sarapan dulu, sayang. Nanti kamu sakit!"

Lisa mencebik saat mendengar suara dari Hanum. Entah sejak kapan dia ada di belakang Lisa.

"Apa sih, Num. Sirik aja Lo! Makanya gih cari pacar jangan biar ada yang merhatiin!" ledek Lisa.

Hanum tertawa, "Nggak usah pacaran ah, mau langsung nikah aja!" ucap Hanum.

Lisa geleng kepala, lalu meletakkan paper bag pada meja. Lisa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih ada waktu lima belas menit lagi toko roti itu buka dan beberapa karyawan disibukkan oleh roti-roti yang sudah matang. Ini memang masih sangat pagi dan Dion rajin sekali mengirimkan bekal sarapan untuk Lisa jika dirinya bekerja.

"Sarapan dulu, gue nggak mau kalau maag Lo kambuh ya," kata Hanum mengingatkan.

"Udah tadi makan__"

"Roti? Dan Lo sekarang ngopi! Heran gue! Masih lama, Lisa. Lo nanti aja kerjanya. Gue aja yang beresin."

Lisa terharu memiliki teman sebaik Hanum. Lisa juga selalu membantu Hanum, dia sama seperti Lisa yang hidup sebatang kara. Hanya nasibnya saja tidak seberuntung Lisa yang bisa kuliah dengan uang hasil jerih payahnya sendiri. Ya nggak semua sih, karena ada tabungan peninggalan kedua orang tuanya sebelum meninggal. Maka dari itu, Lisa akan selalu membalas kebaikan Hanum.

Lisa menarik salah satu kursi dan duduk sambil membuka isi bekal yang Dion siapkan. Pacarnya itu selalu perhatian padanya dan pandai memasak juga.

"Num, cobain deh. Gue nggak bakal abis ini!" Lisa menyodorkan kotak itu, kebetulan Hanum memang hendak sarapan dulu, dia membawa segelas susu yang baru saja dia buat.

Toko itu memang mengharuskan karyawannya sarapan sebelum melakukan aktivitas. Jadi jangan heran kalau jam setengah enam mereka sedang bersantai. Toko buka ketika para pekerja kantoran mulai berdatangan, karena toko tersebut terletak di dekat gedung-gedung pencakar langit dan universitas tempat Lisa bekerja.

"Wah enak ini, pacar Lo emang baik banget ya. Pantes Lo datang pagi bener ternyata cuma mau pamer ini?" tanya Hanum.

Lisa terkekeh, Hanum memang selalu bercanda meski ucapannya itu pedas. Lisa tidak pernah mengambil hati karena pada dasarnya Hanum itu baik dan sudah banyak membantu Lisa.

"Wah enak nih! Bagi dong, Lis!" kata Mbak Vivi yang baru saja muncul dari dapur.

Belum sempat Lisa menjawab, wanita berusia lima tahun lebih tua dari Lisa pun sudah mengambil sepotong sandwich nya.

"Gue belum juga jawab, Mbak!" Lisa mencebikkan wajahnya.

"Gue tahu kok Lo bakal bilang iya," kata Vivi sambil tertawa.

Hanum pun tertawa. Hanya di tempat kerja dia bisa tertawa karena tidak merasa kesepian. Hanum sendiri sudah lama bekerja di sana. Begitu juga dengan Mbak Vivi.

"Buruan deh nikah, enak lho kalau udah nikah," kata Mbak Vivi.

"Kata orang yang hidupnya selalu bahagia atas pernikahannya," celetuk Lisa.

Tentu saja Lisa tahu bagaimana kehidupan tentang pernikahan. Seorang penulis seperti Lisa kan sudah terbiasa menulis hal-hal tentang rumah tangga. Apalagi novel-novel Lisa ini selalu menguras emosi dan air mata para pembacanya.

"Iya ya, bener juga." Mbak Vivi mengangguk.

"Nikmatin masa muda Lo deh ya. Kalau gitu gue balik lagi, habis ini kalian siap-siap! Semua sudah tertata rapih di tempatnya masing-masing. Makasih ya, Lisa, sarapannya." Mba Vivi pun kembali ke dapur untuk bekerja.

Dia berada di bagian pengolahan kue dan roti. Jadi sangat sibuk karena banyak juga pesanan hari ini.

"Nggak salah gue bergaul sama seorang penulis, jadi banyak hal yang bisa gue pertimbangkan!" ucap Hanum yang selalu bermimpi untuk nikah muda.

"Anjir, jangan sampai gue bikin impian Lo hancur ya!"

Hanum hanya menggeleng, rasanya ada benarnya juga ucapan Lisa dan Mbak Vivi. Pernikahan tidak seindah itu dan seperti sekarang Hanum akan lebih giat lagi bekerja untuk menyenangkan diri sendiri.

"Kita kerja yuk, jangan galau ya!" ucap Lisa yang sudah mulai melihat raut perubahan wajah Hanum.

Hanum mengangguk, Lisa harap bisa membawa Hanum keluar dari permasalahannya. Meski hidup Lisa juga tidak mulus-mulus banget yang penting dia memiliki laki-laki seperti Dion. Laki-laki penuh perhatian dan pengertian karena jadwal Lisa yang sangat padat. Laki-laki itu tidak pernah mengeluh karena jarang bertemu dengannya. Juga Dion adalah tipe laki-laki setia yang sulit ditemukan di zaman sekarang.

triinggg

Ponsel Lisa berdering. Ada pesan masuk dan Hanum melirik ke arah ponsel Lisa.

Lisa membuka banyak pesan yang dikirim oleh sahabatnya juga Dion.

[Sarpan udah di makan belum, sayang?]

Lisa mengulum senyumnya. Lalu dengan cepat membalas pesan dari Dion.

[Udah dong. Udah habis malah.]

Tidak lupa Lisa mengirim foto kotak bekal yang sudah kosong itu. Bila tidak, Dion akan memintanya sebagai bukti jika sudah dimakan. Dion tidak mau Lisa sampai sakit karena terlambat mengisi perutnya.

[Selamat bekerja ya, sayang. Nanti aku jemput pulang kerjanya.]

Lisa melirik ke arah Hanum yang sedang menghabiskan susu coklatnya.

"Lo bawa motor gue ya. Lo jangan pulang naik angkot!" Lisa menyerahkan kunci motor miliknya.

"Gue tuh selalu takut bawa motor Lo, Lisa! Lo tahu sendiri kalau gue tinggal__"

"Nginep di kost gue. Di situ juga ada kunci kamar gue." Lisa tidak mau membantah.

Ini juga kesempatan untuk Lisa membantu Hanum agar bisa terbebas dari belenggu pahitnya kehidupan yang dia jalani.

"Serius?" Tatapan Hanum seketika berbinar.

Lisa mengangguk dan Hanum langsung memeluknya. Hanum selalu betah jika tinggal di kost milik Lisa yang rapih dan nyaman itu. Andai Hanum bisa tinggal di sana, sudah pastilah dia akan selalu semangat bekerja.

"Gue mau kencan soalnya."

Bersambung....

Bab 2

Lisa tersenyum saat melihat kekasih hati sudah berada di depan toko tempat dia bekerja. Lisa pun bergegas melangkah untuk segera menemui kekasih hati yang selama seminggu ini tidak bertemu karena kesibukan masing-masing, tapi wajah Lisa mendadak masam saat beberapa gadis menatap kagum ke arah Dion. Memang kekasihnya itu kelewat tampan dan banyak gadis di luar sana mengidolakan Dion.

Hanya saja laki-laki itu selalu bersikap dingin dan cuek. Tidak perduli pada wanita lain. Berbeda ketika dengan Lisa, dia akan bersikap manis dan siapa saja yang melihat kemesraan mereka tidak akan percaya jika itu Dion.

"Kok cemberut sih?" tanya Dion sambil mengusap puncak kepala Lisa.

Para wanita baik di luar toko maupun di dalam toko yang melihat adegan ini pun langsung mengusap kepala mereka masing-masing. Sungguh mereka iri dengan pasangan ini yang bucinnya nggak ketulungan.

"Kamu kenapa sih diem aja pas mereka liatin kamu!" gerutu Lisa sambil membuka pintu mobil Dion sendiri.

Lisa duduk sambil melipat kedua tangan di dada. Suasana hatinya mendadak buruk karena mendengar beberapa wanita yang menginginkan Dion. Menginginkan mereka menjadi kekasihnya meski hanya simpanan pun mereka rela.

"Siapa juga yang mau berbagi hati!" gumam Lisa.

Dion yang baru saja masuk ke mobil pun heran dengan kekasihnya itu. Apa yang salah dengannya?

"Siapa yang berbagi hati, sayang?" tanya Dion yang tidak mengerti dengan perubahan mood kekasihnya.

"Kamu!" Lisa mencebik, benar-benar kesal.

Dion mengusap wajah frustasi. Kalau sudah ngambek susah sekali bujuknya. Astaga ... Dion memang harus sabar menghadapi zodiak cancer ini.

"Aku nggak selingkuh loh. Mana ada aku selingkuh. Kamu yang sibuk kan? Aku selalu ajak kamu ketemuan tapi selalu saja banyak alasan!" ucap Dion membela diri.

Selama ini memang Lisa sibuk dengan pekerjaannya. Padahal jika di pikir-pikir hasil dari dia menulis sudah cukup banyak, entah apa yang Lisa cari. Malah justru jadwalnya yang padat membuat dia kurang istirahat.

"Itu mereka mau jadi selingkuhan kamu!" Lisa menunjuk ke arah orang-orang yang ada di luar sana.

Dion terkekeh, rupanya Lisa sedang cemburu.

"Itu kan mereka tapi aku mana mau sih sama mereka. Aku cuma sayang sama kamu. Udah ya ngambeknya. Kita beli jajan, okey?"

Kedua mata Lisa berbinar mendengar kata keramat itu. Dion lupa dan pada akhirnya pasrah saja telah mengucapkan kalimat yang seharusnya tidak boleh di ucapakan. Akan tetapi mau bagaimana lagi? Susah bujuk seorang Lisa kalau sudah ngambek. Dia bahkan bisa mendiamkan Dion berhari-hari.

"Beneran? Kita ke wisata kuliner ya, ayang. Aku mau beli banyak jajan!" ujar Lisa sambil menggoyangkan lengan Dion.

"Iya, jangan ngambek lagi ya." Dion mengusap puncak kepala Lisa, seperti membujuk anak kecil saja.

Lisa mengangguk, suasana hatinya kembali membaik karena dia bisa jajan sepuasnya setelah ini. Rasanya tidak sabar untuk segera sampai. Lisa sudah membayangkan betapa lezatnya jajanan di sana.

Dion hanya bisa menggelengkan kepala, lalu mencubit pipi Lisa karena gemas.

"Udah bilang sama bos kamu kalau mau keluar kerja?" tanya Dion di tengah perjalanan.

Lisa hanya meringis saja, sudah dua minggu yang lalu Dion meminta Lisa untuk keluar dari pekerjaannya. Hanya saja Lisa belum melakukan itu karena masih sayang saja jika keluar.

"Belum? Apa sih yang kamu cari, Yang?" Dion heran dengan kekasihnya ini yang gila kerja.

Sementara waktu bertemu dengannya sangat sulit. Itu juga bisa hanya di kampus saja selebihnya Lisa akan sangat sibuk dengan aktivitasnya. Seperti mengajar les privat setelah pulang sekolah, lalu menulis karena di kejar deadline.

Dion jadi merasa menjalin hubungan online dengan kekasih padahal tinggal di satu kota, kuliah di satu kampus dan jarak tempat tinggal Lisa dan Dion tidak terlalu jauh.

"Uang lah masa iya batu. Kamu nggak tahu sih kalau aku pengen jadi orang kaya biar bisa menutup mulut mereka!" jawab Lisa.

Dion mendesah pendek, "Kamu udah sukses. Novel kamu sudah banyak terjual di toko buku dan semua best seller. Terus belum di aplikasi novel online. Gaji kamu juga udah lumayan. Daripada kamu sibuk sana sini, kurang istirahat mending stop kerja, toh kuliah kamu kan aku bantu?"

"Kamu mau minta apapun aku akan kasih, sayang. Jadi please deh turutin kemauan aku sekali ini aja, itu juga demi kebaikan kamu."

Lisa termenung dengan ucapan Dion. Ada benarnya juga apa yang Dion katakan. Lisa kurang beristirahat dan sering sakit jadinya. Sebenarnya tabungan peninggalan sang ibu untuk dia kuliah pun sudah lebih dari cukup. Hanya saja Lisa ingin membuktikan pada dunia jika dia bisa sukses tanpa bantuan siapapun.

"Iya, sayang aku kan udah nggak ngajar les lagi. Besok aku keluar dari toko ya. Udah jangan marah lagi," bujuk Lisa.

Dion hanya bisa mengangguk saja dan kembali fokus mengemudi. Sebenarnya dia ingin menghabiskan malam minggu ini dengan Lisa hanya saja melihat wajah kekasihnya yang lelah pun Dion menjadi urung. Juga dia menyesal karena telah marah dengan Lisa yang keras kepala ini.

"Mau apa, Yang?" tanya Dion saat Lisa mendekatkan wajahnya.

"Tium amuuuu, aku kangen," bisiknya yang lalu mencium pipi Dion.

"Gemesin banget sih!" Dion mencubit pipi Lisa.

Keduanya pun tertawa bersama. Lisa sangat beruntung karena memiliki Dion. Lelaki setia yang selalu baik padanya. Lisa berjanji akan selalu membahagiakan Dion dengan caranya sendiri dan tidak akan pernah tergoda dengan lelaki lain. Ah, ya dia sulit di taklukkan dan sulit jatuh cinta.

***

"Mau beli apa lagi, sayang?" tanya Dion.

Lisa mengedarkan pandangannya. Mencari jajan yang dirasa enak dan belum dibelinya sekarang. Lisa melirik kantong kresek yang dibawa Dion. Sudah sangat banyak. Belum lagi ditangannya.

"Beli aja yang kamu mau. Uangku masih banyak dan nggak akan pernah habis," ujar Dion.

Lisa mencebik, "Dasar orang kaya sombong," cibirnya.

"Kalau aku nggak kayak mana bisa kamu porotin kan?" sindir Dion.

Di usianya yang masih muda Dion sudah sukses dengan bisnis kafe dan distro nya. Juga sudah memiliki cabang di luar kota. Belum lagi kedua orang tuanya yang memang seorang taipan sukses jadi uang Dion tidak akan pernah habis.

Jangankan untuk beli jajan di pinggir jalan seperti ini, membeli semua dagangan yang ada di sana Dion pun mampu. Bahkan kost-kostan Lisa pun Dion yang membayar. Jadi kurang enak apalagi coba Lisa itu?

"Iya juga ya," ucap Lisa.

Dion terkekeh, "Ya udah beli telur gulung aja kamu mau nggak?" tanya Dion.

"Mau mau mau," jawab Lisa antusias.

Kalau soal makanan Lisa nomor satu. Dia tidak terlalu suka belanja barang mewah apalagi dengan harga yang membuat ginjalnya meronta-ronta. Lisa lebih suka barang lokal dengan harga terjangkau dan kualitas bagus. Lebih baik uangnya dia tabung atau dia gunakan untuk membeli makanan. Biar pun makan banyak tapi Lisa tidak pernah bisa gemuk karena selalu mengimbangi dengan olahraga.

Hanya saja Dion selalu membelikannya barang mewah apalagi segala kebutuhan Lisa pun Dion yang mengaturnya. Sudah seperti pasangan suami istri bukan? Sayangnya baik Dion maupun Lisa belum siap untuk menikah, karena mereka masih ingin menghabiskan masa muda mereka. Menikah bukan soal tinggal bersama dan bahagia tapi banyak hal yang harus di lakukan. Apalagi akan hidup bersama seumur hidup.

Lisa dan Dion juga sempat memikirkan jika berjodoh pasti suatu hari nanti akan menikah. Mereka menjalani hubungan itu apa adanya saja. Biarkan mengalir begitu saja. Meski mereka juga berharap suatu hari nanti bisa hidup bersama.

"Kita cari tempat duduk sambil makan bakso bakwan itu!" Lisa menunjuk ke arah pedagang bakso khas malang itu.

Dimana dibelakang pedagang itu ada karpet diatas rerumputan yang disediakan untuk makan para pengunjung.

"Kamu yakin mau di sana?" Dion memastikan saja, takut kalau Lisa enggan karena tempat ramai.

Lisa mengangguk dan berkata, "Fans aku emang banyak tapi mereka tidak tahu siapa aku karena tidak ada satupun foto di akun yang aku gunakan untuk menulis." Lisa paham dengan apa yang ada di pikiran Dion.

"Pede sekali sih, maksud aku di sana rame banget! Kamu yakin mau makan di sana? Banyak cewek-cewek soalnya."

Rupanya dugaan Lisa salah, Lisa pun kembali menatap tukang bakso tadi dan benar apa yang dikatakan Dion. Ada banyak cewek-cewek berbagai usia di sana sedang menikmati bakso itu. Maklum ini malam minggu dan banyak orang yang menghabiskan malam yang katanya panjang ini bersama pasangan, keluarga ataupun teman.

"Iya juga ya, udah lah nggak jadi. Cari yang sepi aja!" gerutu Lisa. Kecewa juga karena tidak jadi makan bakso.

Lisa pun berjalan entah kemana mencari tempat yang sepi, sementara Dion hanya menurut saja. Takut nanti mood Lisa kembali jelek. Kalau sudah ngambek susah bujuknya.

"Kita pergi dari sini, nggak ada yang sepi juga. Lebih baik cari tempat lain ya," ujar Dion.

Lisa pun mengangguk setuju. Akhirnya mereka menuju parkiran dan memilih tempat untuk menikmati jajanan yang mereka beli. Saat dalam perjalanan tidak lupa Lisa memesan makanan online untuk Hanum, karena di kostnya Lisa kehabisan stok makanan. Takut jika Hanum kelaparan saja.

"Sayang, ingat ya kamu nggak boleh kerja lagi. Kalau cuma nulis aja nggak apa-apa. Lihat mata kamu jadi kayak mata panda tau."

Lisa melirik sinis Dion. "Oh jadi aku jelek gitu?" gerutunya.

Dion mendesah pendek. Rupanya salah bicara sedikit saja langsung merubah suasana hatinya.

"Kamu lagi dateng bulan apa ya?"

Bersambung....

Bab 3

"Lisa!" teriak seorang gadis dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai begitu saja.

Gadis itu mempercepat langkahnya saat Lisa menoleh. Wajah Lisa terlihat kusut. Pertanda semalam dia tidak memiliki kualitas tidur yang baik.

"Lo kemana aja sih, Anjir! Gue hubungi Lo tuh susah banget dari kemarin hari Sabtu!" gerutu gadis itu.

Lisa mendelik, dia lupa membalas pesan dari Kiran. Sejak Sabtu pagi gadis itu sudah mengirim pesan dan belum ada satupun pesan yang Lisa baca karena sangat sibuk.

"Itu ... maaf ya, gue sibuk banget!" Lisa meringis merasa tidak enak hati mengabaikan sahabatnya ini.

"Alah sibuk berduaan sama Dion kan? Gue ke kost an Lo cuma ada Hanum di sana. Lo balik jam berapa? Akhirnya gue sama Hanum habisin makanan yang Lo kirim!" jelas Kiran kesal.

Lisa menepuk pundak Kiran pelan. "Sabar ya, sahabat Lo ini kan calon penulis hebat. Jadi maklum lah ya kalau sibuk!" puji Lisa pada diri sendiri.

"Sok sibuk! Udah gue males sama Lo, gue ngambek karena kehilangan tas branded yang gue incar kemarin!" Kiran melipat kedua tangannya di dada.

"Ya sudah ngambek saja deh ya. Gue mau ke kelas dulu bentar lagi dosen datang soalnya!" Lisa pun pergi meninggalkan Kiran yang masih kesal.

"Lisa! Tungguin gue!" Kiran pun mengikuti langkah lebar Lisa.

Mereka satu kelas jadinya ya mau nggak mau Karin mengesampingkan emosinya. Toh percuma juga ngambek sama Lisa karena dia tidak perduli. Kalau dia ngambek dibujuknya susah.

"Lho nggak jadi ngambek?" tanya Lisa saat menyadari ada Karin dibelakangnya.

"Traktir gue belanja hari ini. Sepulang kuliah. Nggak ada alasan kerjaan!" ucap Karin.

"Iya bawel!" jawab Lisa santai.

Tidak lama kemudian dosen datang dan mata kuliah mulai berjalan dengan baik. Meski kedua mata Lisa tidak bisa di ajak kompromi. Bahkan gadis itu beberapa kali menguap karena mata kuliah pagi ini benar-benar membosankan dan harus Lisa tahan hingga selesai.

***

Waktu yang di tunggu telah tiba, akhirnya Karin bisa melepaskan penat setelah dua hari kemarin dia uring-uringan karena sahabatnya itu tidak bisa menemaninya belanja. Hanya Lisa yang Karin miliki. Mereka bersahabat sejak duduk di bangku SMP.

Jadi sampai sekarang persahabatan itu masih terjalin. Saling menyayangi dan menjaga satu sama lain. Selalu ada dalam suka maupun duka. Jadi Karin sudah tahu bagaimana sikap Lisa.

"Akhirnya kelar juga mata kuliah hari ini," ucap Karin lega.

Lisa memutar kedua bola matanya.

"Mau jalan kemana?" tanya Lisa.

Sebenarnya dia malas jika harus mengantarkan Karin belanja karena pasti sangat lama dan membosankan. Meskipun begitu Lisa tetap setia menemaninya.

"Sayang," panggil Dion.

Baru saja Karin membuka mulutnya hendak menjawab pertanyaan Lisa, Dion datang dan membuat Karin kesal.

"Ck, Lo ngapain sih dateng segala? Gue udah janji ya sama Lisa mau pergi!" kata Karin sebelum Dion mengajak Lisa pergi.

Dion tersenyum dan langsung menggulir tatapan ke arah Lisa.

"Ya udah kamu jalan-jalan sama Karin. Ke salon kek biar muka kamu ini fresh."

Dion mengambil dompetnya dan mengeluarkan kartu ATM. Karin yang melihat itu langsung membulatkan matanya.

"Nih, belanja sepuas kamu!"

"Wuih mantap!" Karin langsung mengambil alih kartu ATM itu dan menarik tangan Lisa.

"Udah ayo buruan. Makasih Dion!" kata Karin.

Dion hanya menggeleng saja melihat kelakuan sahabat kekasihnya itu.

"Hati-hati di jalan ya, sayang!" Dion mengusap puncak kepala Lisa.

"Iya, nanti aku kabarin kalau udah sampai ya," kata Lisa.

Dion mengangguk dan melambaikan tangannya saat Lisa mulai pergi dari pandangannya.

"Lo emang keren, Lis. Cari yang kayak Dion dimana sih?" tanya Karin.

"Di aplikasi pinjaman online banyak, Rin!" jawab Lisa asal.

Karin mencebik, Lisa itu selalu saja menjawab dengan asal dan santai kalau lagi mode serius. Padahal Karin juga pengen punya pacar seperti Dion itu. Setia dan sangat romantis. Kelihatan banget kalau Dion sangat menyayangi Lisa.

"Salah nanya gue!"

Lisa tertawa, "Canda doang elah! Ngambek gitu mana ada yang mau cepet tua ntar!" ledek Lisa.

"Situ nggak nyadar sama kelakuan sendiri?" sindir Karin.

Lisa menepuk kening, "Iya juga ya?" katanya.

Karin menggeleng pelan. Ada saja tingkah Lisa ini. Karin selalu suka dengan karakter Lisa yang benar-benar percaya diri dan tangguh itu. Dibalik sikapnya yang tukang ngambek ya.

Karin menghentikan mobilnya di parkiran. Setelah mereka sampai disebuah mall. Lisa meneguk ludahnya saat melihat gedung dengan beberapa lantai itu. Dia sudah membayangkan betapa bosannya dia di dalam sana.

"Kita manjain tubuh kita dulu ya, habis itu belanja terus makan!" kata Karin.

Lisa mendengus, rasanya mending dia belanja sesuka hati, tapi Lisa juga menyayangkan jika yang Dion tidak dimanfaatkan untuk mempercantik diri.

"Bener juga ya," gumam Lisa.

"Apanya yang bener?" Karin mengerutkan keningnya.

"Gue harus tetep cantik biar Dion makin klepek-klepek," kata Lisa dengan bangganya.

Karin menggaruk tengkuknya yang gatal.

"Ho'oh biar nggak ada cewek lain yang Dion lirik. Eh tapi hati-hati loh, biasanya orang kalau selingkuh itu main cantik," kata Karin, memancing emosi Lisa.

"Biarin aja dia mau selingkuh gue bisa tinggal pergi gitu aja!" kata Lisa santai.

Karin lupa jika Lisa ini gadis Alpha. Jadi semisal dia di sakiti bisa kapan saja pergi. Jadi ya percuma saja kalau Karin memanas-manasi Lisa. Dia tidak akan pernah terpancing.

"Lo nggak ada ngajar les kan hari ini?" tanya Karin ditengah perjalanan mereka menuju salon.

"Nggak, gue udah berhenti gara-gara si Dion. Dia bakal gaji gue sesuai gaji yang gue dapat dari ngajar. Lumayan kan? Nggak perlu capek kerja," ucap Lisa tanpa beban.

Karin menggeleng saja, kelakuan Lisa ini benar-benar membuatnya harus ngelus dada. Beruntung Dion sangat sabar menghadapi Lisa yang matre itu.

Mereka pun sampai di salon langganan Karin. Lalu bersiap untuk melakukan spa terlebih dahulu. Pokoknya hari ini Lisa ingin me time dan melakukan apapun yang Karin sarankan.

Jarang sekali kan Lisa menikmati waktu santai seperti ini. Biasanya pulang kuliah dia akan bekerja menjadi guru les dan pulang dari les privat tidur sebentar. Itu juga kalau tidak di ganggu Dion. Lalu, lanjut menulis hingga malam hari. Belum lagi edit naskah atau melakukan reset pada novel terbarunya.

Lisa baru pertama kali merasakan berada di ruangan dengan aroma lavender yang menenangkan. Sekarang dia merasa tubuhnya sedikit nyaman karena pijatan dari spa therapist itu.

Rasanya kedua mata Lisa ingin terpejam saja menikmati setiap pijatan spa therapist.

"Enak banget ya," gumam Lisa.

Setelah mereka selesai melakukan treatment, Karin mengajak Lisa untuk mencari makan siang terlebih dahulu. Perut Karin terasa keroncongan. Jadi sebelum berbelanja Karin mengisi tenaga dulu.

"Gue saranin Lo mending beli baju sama tas baru deh, Lis!" kata Karin saat mereka selesai memesan makanan.

"Gue mau beli sepatu. Udah lama nih nggak punya sepatu baru," ucap Lisa.

"Duit Dion sama hasil kerja lo selama ini buat apaan Lo tumpukin gitu aja?" Karin heran dengan Lisa, punya uang banyak tapi nggak di gunain buat foya-foya.

"Gue takut habis. Kan gue nggak kepikiran kalau bisa sesukses sekarang. Makanya sekarang udah saatnya gue bahagiain diri sendiri dengan belanja barang yang gue pengen."

Lisa pikir dia akan kehabisan uang nantinya dan hidup susah setelah kepergian sang ibu. Maka dari itu, dia bekerja keras demi mencukupi kebutuhannya dan biaya kuliah. Siapa sangka jika biaya kuliah pun sudah Dion bayar dan siapa yang sangka juga jika novel-novel Lisa yang berhasil terbit itu semuanya laku keras dan menjadi best seller.

Bisa dibilang Lisa ini sudah sukses hanya saja dia belum percaya sepenuhnya. Bahkan gaji dari menulis di beberapa aplikasi online saja belum Lisa otak-atik selama ini. Ya, setiap harinya Lisa hanya mengandalkan uang dari bekerja. Segala kebutuhan juga Dion yang berikan.

"Lisa, udah lah nggak perlu Lo takut kehabisan duit, Lo udah sukses dan semua orang sebentar lagi bakal tahu siapa Lo, sekarang Lo fokus bahagiain diri sendiri jangan tengok kebelakang!"

Lisa spontan menoleh kebelakang, tapi malah mendapatkan hadiah toyoran oleh Karina.

"Maksud gue itu tengok masa lalu!" ucap Karin kesal.

Lisa terkekeh, "Iya iya bawel banget sih Lo, Rin! Udah kayak emak-emak!" ledek Lisa.

Karin mengerucutkan bibirnya dan memilih pergi saja, malas jika lama-lama ngobrol sama Lisa dan nasehati anak itu. Karin menuju toko tas dengan merek terkenal itu, Lisa pun mengikuti langkah Karin sambil menerima telepon dari Dion.

Tidak ada orang yang tahu dibalik keceriaan Lisa dan sikapnya yang masa bodoh itu, dia sedang dalam kegelisahan. Mencari seseorang yang telah lama berpisah. Hatinya kadang tiba-tiba merasa sakit. Lisa sendiri akhir-akhir ini juga sering demam. Mungkin karena kelelahan.

Hanya saja perasaan Lisa tidak enak dan tidak tenang. Dulu dia sangat jarang sakit, entah kenapa sekarang malah mudah lelah dan sakit. Padahal ketika periksa dokter juga mengatakan Lisa kurang beristirahat. Namun, hati kecil Lisa berkata lain dan itu seperti ada sesuatu dengan seseorang yang dia cari selama ini.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!