NovelToon NovelToon

BENANG KUSUT

Cinta Yang Menanti

Mentari senja merayap turun, memancarkan warna keemasan yang lembut di langit Pujon Kidul. Cahayanya menari-nari di antara hamparan sawah yang menghijau, menciptakan lukisan alam yang memukau. Riana Indriani duduk dengan gelisah di salah satu gazebo Cafe Sawah, jemarinya mengetuk-ngetuk meja kayu. Udara sejuk pegunungan sedikit menenangkan, namun tidak mampu meredakan debaran jantungnya yang tak terkendali.

Ini adalah pertemuan yang berbeda. Bukan lagi sekadar obrolan ringan tentang pekerjaan atau diskusi proyek. Raka Adibrata, atasannya yang selama ini ia kagumi dalam diam, telah mengajaknya bertemu di tempat ini. Sebuah tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota, menawarkan ketenangan dan keindahan alam yang memanjakan mata.

Waktu seolah berjalan lambat. Setiap detik terasa seperti menit yang panjang. Riana terus memandangi jalan setapak yang berkelok di antara tanaman, berharap segera melihat sosok yang ia tunggu. Pikiran-pikiran berkecamuk di benaknya. Apa yang akan Raka katakan? Apakah ini hanya pertemuan biasa, atau ada sesuatu yang lebih?

Tiba-tiba, dari kejauhan, muncul sosok yang sangat familiar. Raka Adibrata. Langkahnya mantap, senyumnya merekah saat melihat Riana. Jantung Riana semakin berdebar kencang. Ia berusaha menenangkan diri, menarik napas dalam-dalam sebelum Raka mendekat.

"Maaf membuatmu menunggu," ucap Raka, suaranya terdengar lembut di telinga Riana. Ia duduk di kursi hadapan Riana, tatapannya hangat dan penuh perhatian. "Jalan sedikit macet tadi."

"Tidak apa-apa, aku juga baru sampai kok," balas Riana, berusaha menyembunyikan kegugupannya di balik senyum tipis.

Mereka terdiam sejenak, menikmati keindahan senja yang semakin memukau. Raka membuka percakapan dengan membahas hal-hal ringan. Tentang pekerjaan yang sedang mereka kerjakan, tentang hobi masing-masing, tentang film yang baru-baru ini mereka tonton. Riana pun mulai merasa lebih rileks, sedikit demi sedikit menghilangkan kegugupan yang tadi melandanya.

Namun, di balik obrolan ringan itu, Riana bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda. Tatapan Raka terasa lebih dalam, lebih intens. Setiap kali mata mereka bertemu, Riana merasakan sengatan listrik yang aneh, namun menyenangkan.

Setelah beberapa saat, Raka menghela napas panjang, memecah keheningan yang mulai terasa canggung. Ia menatap Riana dengan tatapan yang lembut, namun penuh ketegasan. "Riana, sebenarnya ada hal penting yang ingin aku sampaikan," ujarnya, suaranya terdengar lebih serius dari sebelumnya.

Riana menelan ludah. Firasatnya mengatakan, inilah saatnya. Inilah saat yang ia tunggu sekaligus ia takuti.

"Aku... aku menyukaimu, Riana. Sejak pertama kali kita bertemu," ungkap Raka, kata-katanya mengalir dengan tulus dari lubuk hatinya. "Aku tahu ini mungkin mengejutkanmu, tapi aku tidak bisa lagi memendam perasaan ini. Aku ingin kamu tahu, bahwa aku benar-benar menyukaimu."

Pengakuan Raka bagaikan petir di siang bolong. Riana terkejut, namun juga merasa senang yang tak terhingga. Ia memang sudah lama menaruh hati pada Raka, mengaguminya dari jauh. Namun, trauma masa lalu membuatnya ragu untuk membuka diri, takut akan terluka lagi.

"Raka, aku..." Riana menggantungkan kalimatnya, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya. "Aku juga menyukaimu. Aku sudah lama mengagumimu. Tapi... aku tidak tahu apakah aku bisa menerima cintamu," lanjutnya lirih, suaranya bergetar.

Raka mengerutkan kening, menunjukkan ekspresi bingung dan sedikit kecewa. "Kenapa? Apa ada yang salah denganku? Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?"

Riana menggeleng cepat. "Bukan begitu, Raka. Kamu tidak salah apa-apa. Aku hanya... aku trauma. Aku sudah berkali-kali gagal dalam cinta. Aku takut, jika aku membuka hati untukmu, aku akan terluka lagi. Aku takut, kamu akan menyakitiku seperti orang-orang sebelumnya," jelas Riana, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

Raka meraih tangan Riana, menggenggamnya erat, seolah menyalurkan kekuatan dan keyakinan. "Aku mengerti, Riana. Aku mengerti rasa takutmu. Aku tahu, menyembuhkan luka itu butuh waktu. Aku tidak akan memaksamu untuk segera membalas cintaku. Aku tidak akan menuntut apa pun darimu," janji Raka, matanya menatap Riana dengan penuh keyakinan dan ketulusan. "Aku akan menunggu, Riana. Aku akan menunggu sampai kamu siap membuka hatimu untukku. Aku akan membuktikan padamu, bahwa aku berbeda dari orang-orang sebelumnya. Aku akan menjagamu, melindungimu, dan mencintaimu dengan sepenuh hati."

Riana terharu mendengar ucapan Raka. Air matanya tumpah, membasahi pipinya. Ia merasa bersyukur, ada seseorang yang begitu tulus mencintainya, yang mau menerima dirinya apa adanya, dengan segala luka dan ketakutannya.

"Terima kasih, Raka," ucap Riana, suaranya tercekat oleh tangis. "Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Aku hanya bisa berjanji, aku akan berusaha. Aku akan berusaha untuk menyembuhkan lukaku, untuk membuka hatiku, dan untuk mempercayaimu."

Raka tersenyum lembut, mengusap air mata Riana dengan ibu jarinya. "Aku tahu kamu bisa, Riana. Aku percaya padamu. Aku akan selalu ada di sini untukmu, mendukungmu, dan menemanimu dalam setiap langkahmu."

Riana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia menatap Raka dengan tatapan yang penuh harap. "Aku hanya minta satu hal, Raka. Bersabarlah menungguku. Karena sebenarnya, jauh di lubuk hatiku, aku pun ingin bersamamu. Aku pun ingin merasakan cinta yang tulus dan abadi," ucapnya, suaranya bergetar, namun penuh keyakinan.

Raka tersenyum, mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Riana dengan lembut. "Aku akan sabar menunggu, Riana. Aku akan selalu sabar. Aku percaya, suatu saat nanti, kamu akan menjadi milikku. Dan aku akan menjadi milikmu selamanya," bisik Raka, suaranya penuh cinta dan harapan.

Senja semakin larut, langit berubah menjadi gelap. Bintang-bintang mulai bermunculan, menghiasi langit malam yang indah. Namun, kehangatan cinta mulai menyelimuti hati Riana dan Raka, mengalahkan dinginnya udara malam. Mereka tahu, perjalanan mereka masih panjang, penuh dengan tantangan dan rintangan. Namun, dengan kesabaran, kepercayaan, dan cinta yang tulus, mereka yakin bisa meraih kebahagiaan bersama.

Sambil menikmati secangkir kopi hangat, mereka melanjutkan obrolan mereka, saling berbagi cerita dan mimpi. Malam itu, di Cafe Sawah Pujon Kidul, cinta mulai bersemi di antara Riana Indriani dan Raka Adibrata. Sebuah cinta yang lahir dari ketulusan, kesabaran, dan harapan. Sebuah cinta yang siap menghadapi segala badai dan rintangan, demi meraih kebahagiaan abadi.

\*\*\*\*\*\*\*\*

Kehadiran Kirana

Sejak pertemuan di cafe sawah itu Riana merasakan ada perubahan positif dalam dirinya. Ia tidak lagi terlalu dihantui oleh bayangan masa lalunya. Kehadiran Raka memberikan rasa aman dan nyaman yang selama ini ia cari. Mereka semakin sering menghabiskan waktu bersama, saling berbagi cerita, tawa, dan mimpi. Riana merasa seperti menemukan pelabuhan baru setelah lama terombang-ambing di lautan yang penuh badai.

Raka pun semakin berani mengunjungi apartemen Riana lebih sering. Ia tidak hanya datang untuk menemani Riana, tetapi juga untuk membantunya melakukan pekerjaan rumah, memasak, atau sekadar menonton film bersama. Terkadang, mereka hanya duduk berdua di balkon, menikmati pemandangan kota Malang di malam hari sambil berbagi cerita tentang masa kecil mereka. Riana merasa senang dan bersyukur memiliki Raka di sisinya. Pria itu tidak hanya menjadi kekasih, tetapi juga sahabat dan tempatnya bersandar.

Suatu sore, saat Raka sedang asyik memasak makan malam di dapur Riana, bel apartemen berbunyi. Riana bergegas membuka pintu dan mendapati seorang gadis muda berdiri di hadapannya. Gadis itu mengenakan jaket denim dan celana jeans robek-robek, rambutnya diikat ekor kuda yang berantakan.

"Mbak Riana!" seru gadis itu sambil memeluk Riana erat. "Aku kangen banget!"

"Kirana!" balas Riana sambil membalas pelukan adiknya. "Ya ampun, kamu kok nggak bilang-bilang mau datang? Tumben banget."

"Surprise!" jawab Kirana sambil tersenyum lebar. "Aku baru selesai ujian, terus langsung kabur ke sini. Bawain oleh-oleh getuk trio kesukaan Mbak Riana!" Kirana Mengangkat paper bag yang dibawanya, memperlihatkan bungkusan getuk trio yang berwarna-warni.

Riana tertawa dan menarik Kirana masuk ke dalam apartemen. Kirana mengamati sekeliling ruangan dengan tatapan kagum. Ia berhenti sejenak di depan rak buku Riana, mengamati koleksi novel dan buku-buku psikologi yang tersusun rapi.

"Wah, apartemen Mbak Riana cozy banget," puji Kirana. "Pasti betah banget ya tinggal di sini. Sendirian nggak sepi Mbak?"

"Nggak juga sih," jawab Riana sambil tersenyum misterius. "Eh, Kirana, kenalin ini Raka, temanku."

Raka, yang mendengar namanya disebut, keluar dari dapur sambil mengeringkan tangannya dengan lap. Ia menghampiri Riana dan Kirana dengan senyum ramah. Aroma masakan yang lezat langsung menyeruak memenuhi ruangan.

"Hai, Raka," sapa Riana. "Kenalin, ini Kirana, adikku yang paling cerewet."

Raka mengulurkan tangannya dan tersenyum pada Kirana. "Hai, Kirana. Senang bertemu denganmu."

Kirana membalas uluran tangan Raka dengan antusias. "Hai, Kak Raka! Aku Kirana, adiknya Mbak Riana yang paling cantik dan imut," ujarnya sambil terkekeh. "Wah, Kak Raka lagi masak apa nih? Baunya enak banget!"

"Aku lagi coba bikin pasta aglio olio," jawab Raka. "Semoga rasanya nggak mengecewakan. Aku bukan chef profesional, jadi maklum kalau ada kurangnya."

"Wah, kebetulan banget! Aku lagi pengen makan pasta," seru Kirana. "Mbak Riana masak pasta juga enak, tapi aku penasaran masakan Kak Raka kayak apa. Pasti lebih enak ya?" Kirana menggoda Riana dengan senyum jahil.

"Enak nggak enak, tetep harus dihabisin ya," balas Riana sambil mencubit lengan Kirana pelan.

"Nanti cobain ya," kata Raka sambil tersenyum. "Semoga kamu suka. Aku tambahin sedikit cabai rawit, biar ada sensasi pedasnya."

"Wah, aku suka banget pedas!" seru Kirana. "Pasti enak nih!"

Riana tersenyum melihat keakraban antara Raka dan Kirana. Ia merasa senang, adiknya bisa langsung akrab dengan Raka. Ia berharap, perkenalan ini akan membawa kebaikan bagi hubungan mereka. Ia juga berharap, Kirana bisa menerima Raka sebagai bagian dari hidupnya.

Setelah makan malam, mereka bertiga duduk di ruang tamu sambil menikmati getuk trio yang dibawa Kirana. Mereka bercerita, tertawa, dan saling menggoda. Kirana tak henti-hentinya melontarkan pertanyaan tentang Raka, membuat Riana sedikit salah tingkah. Ia bertanya tentang pekerjaan Raka, hobinya, keluarganya, bahkan sampai menanyakan tipe idealnya.

"Kak Raka sama Mbak Riana cocok banget deh," celetuk Kirana tiba-tiba, memecah keheningan. "Kapan nih nyusul?"

Riana tersedak getuk. Ia menatap Raka dengan gugup. Jantungnya berdegup kencang, ia takut Raka akan merasa tidak nyaman dengan pertanyaan Kirana.

Raka tertawa pelan dan mengusap rambut Riana dengan lembut. "Doain aja ya, Kirana," jawab Raka, matanya menatap Riana dengan penuh kasih. "Kalau ada rejekinya, pasti kita kabarin."

Kirana tertawa menggoda. "Siap, Kak Raka! Aku pasti doain yang terbaik buat Mbak Riana. Tapi jangan kelamaan ya, keburu aku duluan yang nikah! Aku udah punya calon kok, tinggal nunggu waktu yang tepat aja."

Riana mencubit lengan Kirana pelan, membuat adiknya itu meringis kesakitan. "Kamu ini ya, nggak bisa diem mulutnya," kata Riana sambil tersenyum. "Fokus dulu sama kuliahmu, jangan mikirin nikah mulu."

Malam itu, Raka tidak bisa berlama-lama di apartemen Riana. Ia harus segera pulang karena ada urusan penting yang harus diselesaikan. Sebelum pergi, ia memeluk Riana erat dan berbisik, "Aku senang bisa bertemu dengan adikmu. Dia lucu dan menyenangkan. Aku merasa seperti sudah kenal lama dengannya."

Riana tersenyum dan membalas pelukan Raka. "Aku juga senang kalian bisa akrab," bisiknya. "Hati-hati di jalan ya. Jangan ngebut-ngebut."

Setelah Raka pergi, Kirana menatap Riana dengan tatapan menyelidik. "Mbak, Kak Raka itu beneran cuma temen?" tanyanya.

Riana tersenyum dan mengangguk. "Iya, Kirana. Temen... tapi lebih dari teman," jawab Riana, pipinya merona merah. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya.

Kirana tertawa menggoda. "Cieee... Mbak Riana udah nggak jomblo lagi nih! Akhirnya ada yang bisa jagain Mbak Riana setelah sekian lama. Aku seneng banget Mbak akhirnya bisa nemuin orang yang tepat."

Riana memeluk Kirana erat. Ia merasa bersyukur memiliki adik yang selalu mendukung dan menyayanginya. Ia juga bersyukur memiliki Raka yang selalu ada di sisinya, memberikan cinta dan kebahagiaan yang selama ini ia impikan.

"Makasih ya, Kirana," bisik Riana. "Aku sayang banget sama kamu."

"Aku juga sayang banget sama Mbak Riana," balas Kirana sambil membalas pelukan kakaknya. "Mbak harus bahagia ya. Jangan sedih-sedih lagi."

Malam itu, Riana merasa hatinya penuh dengan kebahagiaan. Ia memiliki keluarga dan kekasih yang menyayanginya. Ia berharap, kebahagiaan ini akan terus bersamanya selamanya. Ia juga berharap, hubungannya dengan Raka akan semakin kuat dan langgeng.

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

Pusaran Asmara Terlarang

Sejak pertemuan Kirana dan Raka di apartemen Riana, jalinan di antara mereka kian erat. Pertemuan demi pertemuan terjadi secara diam-diam, tersembunyi dari mata Riana. Seperti hari itu, mentari bersinar cerah, memanggil mereka untuk menikmati kebersamaan. Tanpa sepengetahuan Riana, Kirana dan Raka memutuskan untuk menghabiskan waktu di kolam renang sebuah vila pribadi yang disewa Raka. Vila itu terletak di daerah pegunungan yang sejuk, jauh dari hiruk pikuk kota. Pepohonan hijau yang rimbun mengelilingi vila, menciptakan suasana yang tenang dan damai.

Kirana merasa sedikit gugup saat Raka menjemputnya di depan rumah. Ini adalah pertama kalinya mereka pergi berduaan tanpa Riana. Ia mengenakan gaun musim panas berwarna biru muda yang membuatnya terlihat semakin cantik. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai, menari-nari tertiup angin.

Raka tersenyum saat melihat Kirana keluar dari rumah. "Kamu cantik sekali," pujinya tulus.

Kirana tersipu malu. "Terima kasih," jawabnya lirih.

Selama perjalanan menuju vila, mereka berdua hanya diam. Kirana sibuk memandangi pemandangan di luar jendela, sementara Raka fokus menyetir. Namun, keheningan itu tidak terasa canggung. Justru, ada semacam ketegangan yang menyenangkan di antara mereka.

Sesampainya di vila, Kirana terpukau dengan keindahan tempat itu. Vila itu sangat mewah dan elegan, dengan desain interior yang modern dan minimalis. Kolam renang yang terletak di halaman belakang tampak sangat menggoda.

"Kamu suka tempat ini?" tanya Raka, memperhatikan ekspresi wajah Kirana.

"Aku sangat suka. Tempat ini sangat indah," jawab Kirana dengan mata berbinar.

Raka tersenyum puas. Ia senang Kirana menyukai vila yang telah ia sewa khusus untuk mereka berdua. Ia ingin membuat Kirana merasa nyaman dan bahagia bersamanya.

Setelah meletakkan barang-barang mereka di kamar masing-masing, Kirana dan Raka segera menuju ke kolam renang. Kirana membuka gaunnya dan memperlihatkan pakaian renang berwarna merah yang membalut tubuhnya. Raka menelan ludah melihat penampilan Kirana yang begitu seksi.

Tawa Kirana menggema di udara saat Raka dengan sengaja memercikkan air ke arahnya. "Kak Raka, jangan curang!" serunya, berusaha membalas dengan cipratan yang tak kalah heboh.

Raka hanya tertawa, menikmati setiap detik kebersamaannya dengan Kirana. Di bawah langit biru yang luas, mereka berenang, bercanda, dan berbagi cerita. Tidak ada beban, tidak ada rahasia, hanya ada kebahagiaan yang murni. Mereka berdua seperti anak kecil yang sedang bermain air.

"Aku merasa seperti remaja lagi," ujar Kirana, tersenyum lebar.

"Karena bersamamu, aku juga merasa begitu," balas Raka, matanya memancarkan kehangatan.

Mereka berdua tahu, hubungan ini salah. Riana adalah kakak Kirana, kekasih Raka. Namun, perasaan yang tumbuh di antara mereka terlalu kuat untuk diabaikan. Mereka terhanyut dalam pusaran asmara yang terlarang, menikmati setiap momen seolah tidak ada hari esok.

Setelah puas berenang, mereka beristirahat di tepi kolam, menikmati minuman dingin sambil berbincang ringan. Raka menatap Kirana lekat-lekat, mengagumi kecantikannya yang alami. Kulitnya yang putih bersih terlihat semakin bersinar di bawah sinar matahari. Bibirnya yang merah merona tampak begitu menggoda.

"Kirana," panggil Raka lembut.

"Ya, Kak?"

"Aku... aku tidak tahu bagaimana semua ini akan berakhir. Tapi yang pasti, aku bahagia bersamamu."

Kirana menggenggam tangan Raka, memberikan senyuman yang tulus. "Aku juga, Kak. Sangat bahagia."

Namun, di balik kebahagiaan itu, bayangan Riana selalu menghantui mereka. Mereka tahu, cepat atau lambat, rahasia ini akan terungkap. Dan ketika itu terjadi, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Terlebih, Riana adalah kakak kandung Kirana, darah dagingnya sendiri, dan juga kekasih Raka. Pengkhianatan ini akan menyakiti Riana lebih dari apapun.

"Apa yang akan terjadi jika Riana tahu tentang kita?" tanya Kirana, suaranya bergetar.

Raka terdiam sejenak. Ia tahu pertanyaan itu akan datang cepat atau lambat. Ia sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi jika Riana mengetahui perselingkuhannya dengan Kirana.

"Aku tidak tahu," jawab Raka jujur. "Tapi aku akan melakukan apapun untuk melindungi kamu."

Kirana menatap Raka dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia tahu Raka mencintainya, tapi ia juga tahu Raka tidak ingin menyakiti Riana. Ia merasa bersalah karena telah menghancurkan hubungan Raka dan Riana.

"Mungkin sebaiknya kita akhiri saja semua ini," usul Kirana, air mata mulai membasahi pipinya.

Raka menggelengkan kepalanya dengan keras. "Tidak, aku tidak mau. Aku tidak bisa hidup tanpa kamu."

Raka menarik Kirana ke dalam pelukannya. Ia mencium bibir Kirana dengan penuh gairah. Kirana membalas ciuman Raka dengan air mata yang terus mengalir. Mereka berdua tahu, ciuman ini adalah ciuman terlarang. Ciuman yang bisa menghancurkan segalanya.

Setelah berciuman cukup lama, mereka berdua melepaskan diri. Kirana menyeka air matanya dan menatap Raka dengan tatapan yang penuh tekad.

"Baiklah, aku akan tetap bersamamu," ujar Kirana. "Tapi kita harus berjanji, apapun yang terjadi, kita harus selalu jujur satu sama lain."

Raka menganggukkan kepalanya. "Aku berjanji," jawabnya.

Mereka berdua berpelukan erat, mencoba mencari kekuatan satu sama lain. Mereka tahu, jalan yang mereka pilih ini sangat berbahaya. Tapi mereka berdua sudah terlanjur jatuh cinta dan tidak bisa lagi kembali.

Malam harinya, Kirana dan Raka makan malam romantis di restoran mewah yang terletak di pusat kota. Restoran itu memiliki pemandangan yang indah, menghadap langsung ke laut. Lampu-lampu kota yang berkelap-kelip di kejauhan menambah suasana romantis.

Kirana mengenakan gaun malam berwarna merah yang membuatnya terlihat semakin menawan. Raka mengenakan jas hitam yang membuatnya terlihat semakin tampan. Mereka berdua tampak seperti pasangan yang sempurna.

Selama makan malam, mereka berdua saling bercerita tentang masa kecil mereka. Kirana menceritakan tentang bagaimana ia selalu merasa iri dengan Riana karena Riana selalu mendapatkan perhatian lebih dari orang tua mereka. Raka menceritakan tentang bagaimana ia selalu merasa kesepian karena kedua orang tuanya selalu sibuk bekerja.

Mereka berdua merasa semakin dekat setelah saling berbagi cerita tentang masa lalu mereka. Mereka berdua merasa seperti telah menemukan belahan jiwa mereka.

Setelah makan malam, Raka mengajak Kirana berjalan-jalan di tepi pantai. Mereka berdua berjalan bergandengan tangan, menikmati angin malam yang sejuk. Bulan purnama bersinar terang di langit, menerangi jalan mereka.

"Aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya," ujar Kirana, menyandarkan kepalanya di bahu Raka.

"Aku juga," balas Raka, mengeratkan pelukannya pada Kirana. "Kamu adalah wanita yang paling aku cintai di dunia ini."

Kirana tersenyum mendengar ucapan Raka. Ia tahu Raka tulus mencintainya. Tapi ia juga tahu, cinta mereka adalah cinta yang terlarang. Cinta yang bisa menghancurkan hati banyak orang.

Mereka berdua berhenti di sebuah bangku yang terletak di tepi pantai. Mereka duduk berdua, menikmati pemandangan laut yang tenang. Ombak laut memecah di tepi pantai, menghasilkan suara yang menenangkan.

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu," ujar Kirana, memecah keheningan.

"Tanya apa?"

"Apakah kamu benar-benar mencintaiku?"

Raka menatap Kirana dengan tatapan yang serius. "Tentu saja aku mencintaimu. Aku mencintaimu lebih dari apapun di dunia ini."

"Kalau begitu, kenapa kamu masih bersama Riana?"

Pertanyaan Kirana membuat Raka terdiam. Ia tahu pertanyaan itu akan datang cepat atau lambat. Ia sendiri tidak tahu kenapa ia masih bersama Riana.

"Aku... aku tidak tahu," jawab Raka jujur. "Aku sudah lama tidak mencintai Riana. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara untuk mengakhiri hubungan ini."

"Kamu harus jujur pada Riana," ujar Kirana. "Kamu tidak bisa terus menyakitinya seperti ini."

"Aku tahu," balas Raka. "Tapi aku takut menyakitinya. Aku takut dia akan membenciku."

"Lebih baik dia membencimu daripada kamu terus membohonginya," ujar Kirana. "Kebohongan akan lebih menyakitkan daripada kejujuran."

Raka menghela napas panjang. Ia tahu Kirana benar. Ia harus jujur pada Riana. Tapi ia tidak tahu bagaimana cara untuk melakukannya.

"Aku akan memikirkannya," ujar Raka. "Aku janji, aku akan segera berbicara dengan Riana."

Kirana menganggukkan kepalanya. Ia percaya pada Raka. Ia tahu Raka akan melakukan hal yang benar.

Mereka berdua kembali berpelukan. Mereka berdua berharap, semua masalah ini akan segera berakhir. Mereka berdua ingin hidup bahagia bersama.

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!