Hay namaku Ella, umurku masih sangat muda masih 18 tahun tapi aku harus bekerja mencari nafkah untuk kebutuhan hidupku dan ayahku, ya karena aku anak tunggal dan ibuku meninggal saat melahirkanku, saat itu ayah berjuang sendirian untuk menyekolahkanku namun belum sampai aku lulus Sma, ayahku terserang penyakit Tbc yang menggerogoti tubuhnya.
Dengan terpaksa Aku harus mengubur impian ku untuk melanjutkan bangku kuliah dan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ku dan juga untuk pengobatan ayahku.
Beruntung aku memiliki tetangga seperti mbak Ani yang mengajak ku bekerja sebagai buruh pabrik swasta yang letaknya dekat dengan kampungku.
Hari ini aku ijin pulang karena aku mendapatkan kabar jika ayahku jatuh pingsan dan sudah dilarikan dirumah sakit.
Buru buru aku memasuki rumah sakit yang letaknya tak begitu jauh dari pabrik tempat aku bekerja.
"Ayah..." teriak ku didepan ruang IGD nampak Mas Dedi tetanggaku yang menghubungi sekaligus membawa ayahku kerumah sakit mencegah ku untuk masuk.
"Kamu tidak boleh masuk, ayahmu sedang ditangani oleh dokter." kata Dedi yang kini memelukku.
"Gimana mas , kok bisa ayah pingsan?" tanyaku pada Mas Dedi.
"Tadi aku mau nganter makanan buat ayah kamu tapi pas masuk aku liat ayah kamu muntah darah trus pingsan makanya aku langsung bawa kesini minjem mobilnya kang Haris." jelas Mas Dedi.
"Ya ampun... ayah... Kenapa bisa begini." kataku sambil menangis.
Aku sedih , sejak aku bekerja beberapa bulan yang lalu aku selalu rutin membawa ayahku kontrol kerumah sakit namun bukan nya ayah sembuh malah semakin parah, bahkan tubuh ayah pun kurus sekali karena penyakit yang menggerogotinya.
"Sudahlah Ella, tunggu saja dokter keluar dan kita berdoa sama sama semoga ayah baik baik saja." kata Dedi masih memeluk ku.
Mas Dedi adalah tetangga dan selama ini sudah ku anggap sebagai kakak ku sendiri, setiap kali aku dan ayahku terkena musibah pasti Mas Dedi selalu membantu ku.
Tak berapa lama Dokter yang menanggani Ayah keluar.
"Bagaimana kondisi ayah saya dokter?" tanyaku .
"Anda keluarga pasien?" tanya Dokter itu.
"Saya anaknya.."
"Lebih baik pasien segera dirujuk di rumah sakit khusus paru paru karena disini peralatan yang tak lengkap hanya akan menghambat pengobatan pasien, keadaan pasien saat ini sudah parah sekali." jelas dokter itu yang membuatku Shock.
Sejak awal aku membawa Ayahku kontrol setiap bulan memang sudah dianjurkan oleh dokter agar aku membawa ayah kerumah sakit khusus paru paru yang letaknya cukup jauh dari sini namun aku masih belum siap karena aku tau rumah sakit itu sangat mahal dan aku harus menabung dulu dan sekarang bahkan tabunganku tak cukup untuk membayar kamarnya saja disana belum aku harus membayar kamar inap Ayah dirumah sakit ini.
Sungguh saat ini aku binggung harus meminta tolong dengan siapa lagi.
"Aku akan membantumu mencari uang agar Ayahmu segera dipindahkan kerumah sakit paru paru." kata Mas Dedi membuyarkan lamunanku saat dokter itu sudah pergi.
"Tidak mas... selama ini Mas Dedi sudah banyak membantuku jadi biarkan kali ini aku yang berusaha sendiri." balas Ku pada Mas Dedi.
"Apa kamu yakin Ella?" tanya nya lagi dan aku hanya mengangguk.
"Lebih baik Mas Dedi pulang, aku akan masuk menjaga ayah."
"Baiklah jika kamu butuh sesuatu kamu bisa menghubungiku." tukas mas Dedi dan aku hanya mengangguk, kini tinggallah aku disini, segera aku memasuki ruang inap yang baru saja ayah tempati.
Melihat ayah terbaring lesu dan nafas yang sesak serta tubuh kurus itu membuatku ingin menangis.
"Ayah harus sembuh... Ella bakal lakuin apapun agar ayah bisa sembuh." ucapku disamping ayah yang masih terpejam.
Tak berapa lama Ayah sudah sadar dan memanggil namaku yang kala itu sedang duduk disofa.
"Ella..." suara Ayah terdengar sangat lemah.
"Ayah...Ayah sudah sadar? Mana yang sakit ayah biar Ella panggilkan dokter..." tanya Ella Yang mendapatkan gelengan dari sang Ayah.
"Maafkan Ayah Ella, ayah kembali merepotkan mu." kata ayah dengan nada sedih.
"Ayah nggak boleh ngomong gitu, ayah harus semangat dan kuat yaa biar cepet sembuh."
Ayah hanya tersenyum lalu mengangguk.
....
Sore harinya setelah aku membersihkan tubuh Ayah dan menyuapi Ayah, aku keluar sebentar untuk menitipkan surat ijinku pada mbak Ani tetangga dan juga teman kerjaku dipabrik.
Aku menunggu mbak Ani di warung mie ayam bakso depan rumah sakit sekalian makan mie ayam karena seharian ini perutku belum terisi dan tak berapa lama mbak Ani datang dan masih mengenakan seragam pabrik karena memang baru pulang kerja.
"Gimana kondisi ayah kamu Ella?" tanya mbak Ani yang kini sudah duduk didepanku.
"Buruk mbak ..penyakitnya tambah parah trus dokter nyaranin buat dirujuk ke rumah sakit paru paru" ucap ku sedih.
"Ya ampun Ella... Kamu yang sabar yaa .. Padahal rumah sakit paru paru itu kan mahal banget." kata mbak Ani yang hanya ku angguki.
"Aku mau nitip surat ijin aja mbak buat beberapa hari mungkin aku nggak akan masuk kerja." kata ku sambil menyodorkan amplop putih berisi surat keterangan dari rumah sakit.
"Trus rencana kamu gimana?" tanya mbak Ani sambil mengambil amplop yang aku berikan.
"Masih binggung mbak, tabunganku masih kurang buat bayar biaya rumah sakit disana." ucapku sedih.
"Gini aku kan punya kenalan tukang minjemin uang, dia kayak rentenir gitu, dia bisa minjem uang dengan nominal banyak tapi bunganya juga banyak itu bisa dicicil tiap bulan kalau pas bayaran kalau kamu mau aku bakalan hubungin orangnya." tawar mbak Ani.
"Tapi aku takut mbak, kalau nggak bisa bayar gimana?" tanya Ku.
"Kamu kan kerja Ella, tiap bulan juga gajian pasti bisalah, kalau kamu mau sih kalau eengga juga nggak apa apa." ucap mbak Ani.
"Aku pikir pikir dulu ya mbak." ucapku pada mbak Ani.
"Iya kalau kamu fix langsung hubungi aku aja nanti aku temenin kamu buat ketemu orangnya." ucap mbak Ani yang langsung ku angguki.
Selesai menikmati mie ayam dan mengobrol banyak dengan mbak Ani aku kembali ke kamar inap Ayah.
Saat memasuki kamar inap Ayah aku terkejut melihat ayah batuk darah dan muntah darah banyak sekali aku seketika lansgung berteriak memannggil suster dan dokter yang tak berapa lama mereka datang.
Aku panik dan cemas hingga tak sadar menangis didepan pintu.
"Keadaan sudah parah mbak kami takut terjadi sesuatu jika tidak segera dirujuk." kata Dokter saat keluar dari ruangan ayah.
Aku hanya diam tak mampu menjawab karena bingung dan akhirnya dokter itu pergi.
Aku lansgung memasuki kamar inap Ayah dan melihat Ayah kembali tak sadarkan diri.
Akhirnya dengan snagat terpaksa aku menerima tawaran mbak Ani untuk meminjam uang pada rentenir.
Semua demi ayah...
Aku langsung mendial nomer mbak Ani...
Bersambung...
Jangan lupa like vote dan komen...
Pagi ini aku dan mbak Ani pergi ketempat Rentenir itu.
Setelah kemarin sore aku menghubungi mbak Ani sebelum berangkat kerja pagi pagi sekali mbak Ani menghampiri kerumah sakit dan mengantarku ketempat rentenir itu yang tak jauh dari rumah sakit tempat Ayah menginap.
Aku dan mbak Ani memasuki sebuah rumah besar bak istana dan jujur aku takut sekali saat banyak penjaga disana. Tubuh mereka kekar dan besar besar , jangan tanyakan lagi wajah mereka sangat menakutkan, aku saja tak berani menatap mereka.
"Mbak aku takut." kataku sambil terus memegang lengan mbak Ani.
"Sudah nggak perlu takut kan ada aku." kata Mbak Ani menenagkan.
"Ngapain kallian kesini?" tanya seorang penjaga yang menatap kami berdua tajam.
"Aku ingin meminjam uang pada Tuan Ken." jawab mbak Ani yang langsung diangguki oleh penjaga itu.
Aku dan Mbak Ani pun dipersilahkan masuk kedalam ruangan yang besar dan bagus sekali.
Aku dan mbak Ani duduk disofa mewah yang ada disana.
"Jadi siapa yang ingin meminjam uang?" tanya pria yang baru datang jika diperkirakan mungkin dia seumuran ayah.
"Saya hanya mengantar teman saya butuh uang segera untuk pengobatan ayah nya" kata mbak Ani.
"Berapa yang kau butuhkan?" tanya Tuan Ken lantang.
"20 juta Tuan.."jawabku sedikit takut.
"Kau bekerja dimana??" tanya Tuan Ken.
"dipabrik Tuan." ucapku getar.
"Jadi kau akan membayar utangmu dengan mencicil kan?" tanya Tuan ken.
"Benar Tuan saya akan mencicilnya setiap bulan."
"25x 1.500.000. Bagaimana?" tanya Tuan Ken yang jujur membuatku sangat terkejut karena bunga yang terlalu tinggi menurutku namun bagaimana lagi tak ada cara lain.
"Baiklah Tuan." ucapku lemas.
"Jika kau tidak bisa membayar apa yang akan kau jaminkan padaku nantinya?" Tanya Tuan Ken yang menbuatku terkejut karena jujur aku tak memiliki apapun selain gubuk tua peninggalan almarhum nenek.
"Maaf Tuan... Saya tidak memiliki apapun." kataku takut.
"Aku ingin dirimu yang menjadi jaminan jika kau tidak bisa membayar hutangmu .. Bagaimana?" tanya Tuan Ken, dan kali ini tak hanya aku yang terkejut namun Mbak Ani juga sama terkejutnya bahkan mbak Ani sampai memberikanku kode untuk tidak melanjutkan ini semua namun mau bagaimana lagi ayah benar benar membutuhkan ini sekarang.
"Baiklah Tuan jika saya tidak bisa membayar hutang saya , saya akan melakukan apapun yang Tuan inginkan." ucap ku mantap walaupun sedari tadi mbak Ani mengkode ku agar tidak melanjutkan ini semua.
"Meskipun harus menjadi istri kelima ku?"Tanya Tuan ken dan kali ini aku benar benar terkejut dibuatnya, apa apan ini tua bangka ini bukankah lebih cocok jadi ayah angkatku dari pada suamiku, seketika aku jijik memdengar ucapan pria tua ini.
"Tapi Tuan..." mbak Ani hendak memprotes.
"Ya atau tidak sama sekali!" kata Tuan Ken lantang.
"Baiklah, itu jika hanya saya tidak bisa membayar kan? Namun jika saya rutin membayar semua itu tidak akan terjadi kan?" tanyaku.
"Ya tentu saja .. bagaimana? Jika iya aku akan mengambilkan uangnya."
"Baiklah, selama ayah saya bisa segera diobati saya tak masalah." aku mengatakan dengan sangat pasrah dan terlihat pria itu tertawa licik.
Tuhan...semoga keputusan ku ini benar ...
Ayah bertahanlah aku akan segera membawa ayah kerumah sakit yang lebih layak batinku.
Tak berapa lama Tuan Ken datang dengan membawa amplop besar yang berisi uang ratusan ribu.
"Itu pas 20 juta, " ucap Tuan ken, segera aku dan mbak Ani menghitung uang itu dan memang pas semua isi amplop itu senilai 20 juta.
Aku dan mbak Ani segera pergi dari tempat itu dan ku lihat Tuan Ken sempat berbisik pada salah satu anak buahnya dan entah apa yang mereka bicarakan namun wajah Tuan Ken terlihat sangat licik.
"Aku nggak nyangka kamu berani ambil resiko itu Ella." kata mbak Ani kala kami berdua berjalan keluar dari rumah itu.
"Mau bagaimana lagi mbak...aku terpaksa aku ingin ayah cepat sembuh."
"Aku doain kamu lancar bayar utangnya yaa biar nggak harus nikah sama Tua bangka tadi." kata mbak Ani yang hanya kuangguki saja.
"Nanti kalau habis gajian kan bisa ku gunakan untuk mencicil mbak dan untuk kebutuhan harian aku bisa membuat kue dan aku jual dipabrik."
"Kamu hebat Ella .. Di usia kamu yang masih muda udah harus ngadepin cobaan kayak gini, mbak salut sama kamu." kata mbak Ani memuji.
"Ini semua kan juga berkat mbak Ani, kalau aja nggak ada mbak Ani aku binggung mau minta tolong sama siapa lagi " ucapku.
"Santai saja, ya sudah mbak berangkat kerja dulu ya, kamu bawa uang banyak hati hati." kata mbak Ani mengingatkan ku.
"Iya mbak, sekali lagi makasih" ucapku yang hanya diangguki oleh mbak Ani.
Dipersimpangan jalan aku harus berpisah dengan mbak Ani karena mbak Ani harus berangkat ke pabrik sedangkan aku menunggu angkot untuk kembali kerumah sakit.
Namun malang tiada disangka sangka saat aku sedang menunggu angkot lewat tiba tiba ada pengendara yang memepet aku hingga aku jatuh dan dia mengambil tas ku.
Tas yang beisi uang 20 juta yang seharusnya untuk ayah namun malah dibawa kabur oleh pengendara montor itu.
"Copet... Copet tolong." teriak ku dan aku berlari sekuat tenaaga untuk mengejar montor itu namun sayang aku sudah tertinggal jauh.
Aku duduk lesu ditanah dan tak terasa air mata ku menetes.
"Mbak kenapa mbak? Mana copetnnya?" tanya orang orang yang melihatku berteriak dan berlari tadi kini ada beberapa orang juga yang mengejar mengunakan montor namun masih saja tertinggal jauh.
Aku hanya bisa menangisi kemalangan ku ini.
Bagaimana ini... Bagaimana nasib ayah setelah ini..
...
Aku berjalan melewati koridor rumah sakit yang ramai, mataku sembab akibat menangis dan badanku lemas rasanya ingin pingsan saja.
Saat aku sudah mendekati ruang Inap Ayah , aku melihat beberapa suster memasuki kamar inap Ayah yang membuatku terkejut dan panik .
Benar saja didalam sudah ada dokter yang sedang menanggani ayah dan aku tak diperbolehkan masuk.
Aku harap ayah baik baik saja namun kala dokter keluar aku melihat Raut wajah dokter yang sedikit berbeda.
"Maafkan saya... Saya telah berusaha menyelamatka pasien namun takdir berkata lain " ucap Dokter tadi.
"Apa maksud dokter? Ayah saya baik baik saja kan dok?" tanyaku frustasi.
"Kami tidak bisa menyelamatkan pasien. Maafkan kami, kami sudah berusaha." ucap Dokter itu yang membuatku shock dan jatuh kelantai , entah mengapa segalanya terasa berat hingga aku tak bisa mengingat apapun...
Bersambung...
.jangan lupa like vote dan komen..
Aku terbangun disebuah tempat yang sangat asing bagiku , tak tau dimana itu namun disana aku melihat Ayah mengenakan pakaian serba putih dan sedang berjalan berdampingan dengan seorang bidadari.
"Ayah... Ayah..." panggilku kemudian ayah melihat kearahku.. Ayah tersenyum padaku sebelum akhirnya melambaikan tangan dan ayah semakin jauh semakin jauh bahkan tak terlihat lagi.
"Ayahhhh!" teriak ku yang ternyata aku hanya mimpi.
"Ella..." suara Mas Dedi yang ternyata menemani ku di sebuah ranjang rumah sakit.
Ternyata aku pingsan dan dirawat disalah satu ruangan, untung saja aku pingsan hanya karena shock bukan masalah lain jadi tak ada alat alat dokter yang menempel di tubuhku.
"Mas Dedi, ayah... Bagaimana ayah ku?" Tanyaku kala mengingat Ayah, terakhir aku ingat sebelum pingsan Ayah dalam keadaan kritis.
"Kamu yang sabar ya Ella, Mas tau kamu pasti bisa melewati ini semua." kata Mas Dedi padaku yang membuatku langsung memikirkan hal yang tidak tidak.
"Tidak Mas, jangan bercanda.. Aku tau Ayah kuat, Ayah nggak mungkin ninggalin aku, aku mau ketemu Ayah." kataku sambil menangis aku mencoba bangkit dan berjalan keruangan Ayah dan diikuti oleh mas Dedi dibelakangku.
"Ayah kemana mas? Kenapa tidak ada?" tanyaku kala melihat ruangan ayah yang sudah bersih tak ada apapun disana hanya ranjang yang sudah berganti seprai.
"Kamu harus sabar , Kamu harus kuat , Mas yakin kamu bisa ngadepin ini Ella, Ayah sudah tenang disana , Ayah sudah tak sakit lagi disana jadi kamu harus ikhlas Ella.'' kata Mas Dedi sambil memeluk ku.
"Nggak Mas... Ella bahkan belum sempet bahagiain Ayah." Aku menangis dipelukan Mas Dedi.
..
Malam ini kampungku diributkan oleh mobil ambulan yang masuk, sirine mobil ambulan membuat orang orang serentak keluar, mungkin mereka pensaran dengan siapa yang meninggal itu.
Mobil ambulan sudah masuk kepekarangan rumah yang sudah banyak para pelayat disana, ya mungkin Ayah akan dimakamkan malam ini juga.
"Sabar ya ndukkk." kata Bude ku yang tiba tiba memeluk ku kala aku turun dari mobil ambulan dan Aku hanya bisa menangis.
"Kenapa nggak ngabarin Pakde kalau dirumah sakit?" tanya Pakde, Kakak dari Ayahku yang baru tau karena dikabari oleh mas Dedi.
"Maaf pakde... Ella belum sempet ngabarin Pakde tapi Ayah udah nggak ada." ucapku kembali terisak.
"Sudah nduk sayang, yang sabar .. Ayah kamu sudah tenang disana, kita doain aja yaa." Kata Budeku yang hanya kuangguki.
Selama ini yang kerap membantuku dan Ayah memang hanya Pakde dan Budhe ku saja yang lainnya seperti tutup mata dan telingga, ya mungkin karena Aku ini orang miskin jadi mereka tak menganggap ku dan Ayah saudara.
Suasana pemakaman ayah berjalan lancar dan penuh hikmat. Aku masih setia berada dipusara makam ayah walaupun hari sudah gelap karena pemakaman memang malam hari.
"Sudah ndukk... Kita pulang dulu yaa besok kesini lagi." ajak Bude yang berada disampingku setia menemaniku bersama pakde dan juga masih ada mas Dedi disana.
"Iya Ella, benar kata Budhe kita harus segera pulang kita doakan saja dirumah." kata Mas Dedi yang berada didepanku.
"Tapi aku masih pengen disini nemenin Ayah." ucapku.
"Sudahlah Ella, ikhlaskan Ayahmu, kamu pikir kalau kamu terpuruk kayak nggak bakal bikin Ayah kamu tenang disana." kata Pakde terdengar tegas.
"Benar kata Pakde mu nduk... Yuk kita doakan dirumah saja." ajak Budeku dan aku pun menurut pergi dari sana.
"Ayah .. Ella pulang dulu...besok Ella jenguk Ayah lagi." batinku sebelum akhirnya aku keluar dari pemakaman.
Didepan rumah ku masih banyak orang yang mungkin akan begadang disini, kebiasaan kampungku jika ada yang habis meninggal pasti muda mudi disana pada begadang ditempat orang yang meninggal itu.
"Ella..." panggil mbak Ani yang sepertinya baru pulang kerja karena masih mengenakan seragam namun ditutupi oleh jaket.
"Mbak Ani kok baru pulang, Lembur yaa.?" tanya ku yang langsung diangguki oleh mbak Ani.
"Sana kamu dikamar istirahat biar ditemenin sama Ani biar Bude sama Pakde yang nemuin tamu.'" kata Budeku yang kuangguki karena jujur aku juga harus menceritakan apa yang tadi kualami pada mbak Ani.
"Aku nggak nyangka Ella, padahal baru tadi pagi kita pinjem uang buat Ayah sekarang malah Ayah nggak ada." sedih Mbak Ani yang kini duduk diranjang bersamaku.
"Mbak tadi pas kita misah dijalan uang yang aku bawa dijambret sama orang mbak." curhatku kembali menangis mengingat kejadian siang tadi.
"Ya Allah Ella, kenapa bisa gitu? Trus jambretnya ketangkep nggak?" tanya Mbak Ani dengan raut wajah yang sangat shock.
"Enggak mbak, uangnya ilang mbak." ucapku.
"Trus aku kerumah sakit ternyata bapak sempet kritis trus sampai meninggal." Aku tak kuasa menahan tangisku.
"Sabar Ella, aku tau kamu pasti kuat dan soal uangnya kita ikhlasin aja mungkin nanti bakalan dikasih ganti sama Tuhan." kata Mbak Ani padaku.
"Ya mbak setelah ini aku mau fokus kerja biar segera lunas hutangnya." ucapku penuh semangat dan langsung diberi hadiah pelukan dari mbak Ani.
"Kamu hutang siapa Ella?" tanya mas Dedi yang entah kapan dia sudah berada didepan pintu membuat aku dan mbak Ani terkejut.
"Mas .. Aku cuma pinjem sama .."
"Jangan bilang kamu pinjem uang sama rentenir tua itu hah ." kata mas Dedi terlihat marah sekali.
"Maaf mas , aku yang menyarankan Ella karena aku kasian sama Ella." jelas mbak ani membelaku.
"Gila kalian, apa kalian nggak tau gimana licik nya tua bangka itu!" mas Dedi terlihat frustasi.
Aku dan mbak Ani hanya diam melihat kemarahan Mas Dedi.
"Berapa yang kamu pinjem?" tanya mas Dedi.
"20 juta mas." jujurku sedikit takut.
"Gila kamu Ella, bisa bisa dia minta ke kamu 50 juta." Mas Dedi kini berteriak.
"Enggak mas, perjanjianya dibayar setiap bulan." ucapku membela diri.
"Cihh semoga si tua bangka itu menepati janjinya , kalian tak tau saja bahkan si tua bangka itu bisa melakukan apapun untuk mencapai keinginan nya dan dengan cara apapun." jelas mas Dedi yang membuatku takut sekali dan kulihat wajah Mbak Ani juga merasa sangat bersalah.
"Maafkan aku...ini salahku Ella, seharusnya aku tak mengajakmu kesana tadi pagi." kata Mbak Ani dengan raut bersalahnya.
"Nggak apa apa mbak, aku.malah makasih banget kok." Aku merasa tak enak dengan Mbak Ani.
"Lalu dimana uang itu sekarang?" tanya mas Dedi.
Mati lah aku harus menjawab apa batinku.
"Uang nya... Uangnya dijambret sewaktu aku mau masuk angkot tadi pagi Mas." kataku sambil gemetar takut.
"Apaa!" teriak Mas dedi dengan nada keras dan terlihat matanya memerah, baru kali ini aku melihat mas Dedi semarah itu.
Bersambung...
Jangan lupa like vote dan komen...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!