Sebelum membaca novel ini di harapkan tidak kaget karena di di babnya terdapat gambar-gambar yang mengerikan😨😱😱
selamat membaca 😉😀😁.
***************
Aku anak bungsu dari empat
bersaudara, aku lahir di keluarga yang sederhana, dan aku anak yang sangat suka
dengan kesendirian dan tidak suka keramaian. Oh yaa orang suka memanggilku
Wulan, dan aku berasal dari keluarga broken home, aku sekarang
bersekolah di salah satu sekolah menengah pertama yang ada di Jakarta, dan aku suka berpakaian pria bisa di bilang aku anak tomboy.
Saat aku pulang sekolah aku tidak sengaja mendengar ayah dan ibuku bertengkar hebat terdengar suara ibuku dari dalam rumah.
"Mas aku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan mu, aku mau pulang ke rumah orang tuaku!" ucap ibuku dengan kesal.
"Kalau kamu mau pulang, ya sudah pulang sana tidak usah ikut aku lagi!" Jawab ayahku.
"Kamu tidak pernah memikirkan kita Mas, kamu sekarang jarang pulang.. aku tahu kamu ke rumah wanita itu kan?? sampai kamu lupa kami disini."
Tanpa ada kata-kata lagi tangan ayahku melayang ke pipi ibuku.
Plakkkkkk.....!!!
Dengan refleks aku langsung menghampiri ibuku dan berkata kepada ayah
"Sudah yah jangan pukul ibu." Ucapku sambil menangis.
"Apa kamu ..??? kamu mau ikut-ikutan!! ucap ayahku dengan nada tinggi dan tangan ayah ku melayang ke pipiku.
Aku dan ibu dihajar habis-habisan oleh ayah ku, ibuku di jambak dan kepalanya di benturkan ke dinding aku pun mendapat perlakuan yang sama oleh ayahku. Setelah puas ayah ku menghajar aku dan ibu, dia langsung pergi tanpa mengucap kan satu patah kata pun lalu, ibu ku memutuskan untuk meninggalkan ayah yaitu dengan kembali ke kampung halamannya, di Kalimantan Selatan tepatnya di kota Banjarmasin.
Mau tidak mau, senang atau tidak senang aku harus ikut ibuku karena aku masih SMP dan baru kelas satu, aku dan ibu berkemas, memasukan semua baju kami ke dalam koper, aku juga mengemas semua buku
ku, kata ibu kita hanya bawa baju, buku-buku, surat-surat penting yang lainnya tidak perlu di bawa.
Keesokan harinya aku ke sekolah dan ini menjadi hari terakhirku berada di sekolah itu, aku pun berpamitan dengan Sahabat-sahabatku Rini dan Tiara.
"Wulan Serius kamu mau pulang Ke Kalimantan?" Dengan wajah sedih Rini mencoba bertanya kepadaku.
"Iya Rin Aku harus ikut Ibuku ke Kalimantan" Ucapku
"lu serius pergi???? Gue sedih denger lu mau Pulang ke Kalimantan, yah... gw gk bisa ketemu dan main bareng lu lagi dong" Ucap Tiara sambil mengusap matanya yang mulai berkaca-kaca.
"Ya elahh ha,,,ha,,,ha, kaya gw mau mati aja gak ketemu lagi, kita kan masih bisa telponan Ra"
"Ya kenapa harus mendadak sih?." Tanya Tiara, tapi aku tidak menjawab pertanyaan itu karena kalo aku jawab, aku akan merasa tambah sedih.
Aku tidak berpamitan kepada para guru dan para guru tidak mengetahui kalau aku akan pindah, karena tidak ada yang mau mengurus surat pindah sekolah ku jadi sengaja guru-guru tidak aku beri tahu.
Tepat di hari Minggu jam 15.00 Pesawat yang ibu dan aku tumpangi take off. Selama berada di pesawat aku hanya diam dan menatap ke arah jendela pesawat, aku lahir di Banjarmasin tapi
aku dibesarkan di Jakarta, jadi wajar saja aku merasa sangat sedih ketika harus meninggalkan Ibu Kota ini
meninggalkan sahabat dan kenangan-kenangan yang ada di kota ini. Aku mulai
menatap ibuku dan bertanya kepada ibuku
"Kenapa Ibu nggak ikut abang tinggal
dan tingal di tempat Abang." Ucapku.
"Nggak wulan, Ibu nggak mau menyusahkan
kan abang mu, lagian abang mu sudah berkeluarga, ibu tidak mau membebaninya,
lagi pula nenek di sana juga sendirian, gak ada yang menemaninya." Tambah
ibuku lagi.
Mendengar perkataan ibu, aku pun terdiam
dan mulai menatap jendela. Akhirnya pesawat kami mendarat dengan selamat aku
dan ibu pun turun dari pesawat menuju bandara kami segera mengambil
barang-barang kami, aku dan ibu menuju pintu keluar dan ibuku memesan sebah
Taxi dengan tujuan banjarmasin, yaa jarak bandara dengan kota kelahiran ku ini
tidak terlalu jauh mungkin sekitar 40 menit jika jalanan sedang lancar.
Aku dan ibu akhirnya sampai di rumah
nenek beliau langsung menyambut kami dengan air mata bahagia. Sempat berpikir di
benak ku oh seperti ini ya Banjarmasin rumahnya unik banyak rumah yang terbuat
dari kayu tapi kok nggak bisa rubuh Yah, saat itu aku berfikir karena kayu kan
bisa Lapuk dimakan usia aku pun berkata kepada nenekku.
"Bagus ya rumahnya nek unik dari
kayu semua tapi kok nggak rubuh dimakan usia?"
nenekku pun tertawa mendengar perkataanku
dan berkata.
"Ini kayu khas yang ada di Kalimantan
namanya kayu ulin semakin dia tua semakin dia kuat."
"Oh begitu ya nek."
Jawabku sambil melihat sekeliling.
"Panggil mbah Jangan panggil nenek
nduk."
Walau Kami Lahir di Banjarmasin tapi
kami bukan lah orang asli kalimantan Kami semua berdarah Jawa.
"Oh iya mbah." Jawabku.
Aku mulai berkeliling rumah walau pun
dari kayu rumah mbahku ini lumayan besar aku melihat-lihat ruangan rumah nenek
di dindingnya banyak terdapat karya seni seperti lukisan lukisan wayang, dan
ada beberapa wayang kulit yang di jadikan pajangan, budaya jawanya terasa sangat
kental, hingga aku memasuki ruangan dapur pemandangan yang menurutku agak aneh
dan sedikit mengerikan di dapur mbahku ini terdapat beberapa pintu dan
jendela-jendela ternyata ada halaman dan juga sungai kecil di belakang dapur,
sungai dan halaman itu di batasi dengan pagar kayu tinggi dan runcing.
Di sela-sela pagar kayu itu aku melihat
sepertinya itu kuburan dan ada terdapat satu pohon besar dan aku melihatnya itu
seperti pohon randu atau atau dalam bahasa Banjarnya itu pohon Kapuk aku pun
mulai bertanya kepada mbah ku.
"Mbah di belakang ini kuburan ya?"
"Iya Nduk, ini kuburan khusus orang-orang
yang ada di sini kalo meninggal di kuburnya disini"
"Apa gak serem mbah kalua malam?"
"Hahaha ya nggak lah nduk, mbah
sudah bertahun-tahun di sini sudah biasa Wulan" Jawab mbahku sambil tertawa.
Aku mulai berpikir keras mendengar jawaban dari mbah ku, tapi ya sudah lah, aku mengamati sekitar pemakaman itu dan pandanganku terarah pada pohon randu yang besar itu. Sebelum aku masuk ke rumah ini aku sudah mendengar cerita yang agak aneh termasuk tentang pohon randu yang di belakang rumah mbah ku ini.
Menurut info dari orang-orang sekitar, tidak ada satu orang pun yang berani menebang pohon itu sampai akhirnya semakin besar dan ditutupi oleh semak belukar jika seperti pohon beringin konon ada orang berani menebang akhirnya orang itu sakit nggak sembuh-sembuh dan akhirnya malah meninggal, entah lah itu memang kebetulan atau memang sebenarnya aku juga belum tahu kebenarannya yang pasti.
Malam pun tiba di rumah mbah yang di saat siang biasa-biasa saja, sekarang mulai terasa aneh dan agak mencekam setiap aku menuju kamar mandi aku selalu merasa merinding soalnya kamar mandi berada di dapur dan saat aku mau ke kamar kecil tiba-tiba aku melihat pintu kamar mandi tertutup sendiri aku berfikir mungkin itu mbahku yang sedang di kamar mandi jadi aku menunggu beberapa menit. tapi anehnya dari dalam tidak terdengar suara apa pun jadi aku putuskan untu mengetuk pintunya.
Tok.... tok ....tok
"Mbah .. sudah belum?." Ucap ku tapi tidak ada jawaban tidak lama mbahku menghampiri aku dari belakang dan
berkata.
"Kenapa nduk?"
Aku pun kaget karena mbah munculnya malah di belakangku bukannya dari kamar mandi aku mulai bertanya kepada mbah.
"lhoo kok mbah bisa keluar bukannya
di kamar mandi?"
“Tadi aku lihat mbak masuk dan Mengunci
pintu kamar mandi”
Mbahku malah tersenyum dan menjawab pertanyaan
ku.
"Kamu ini nduk.. belum malam sudah ngelantur itu memang kadang pintunya susah dibuka" jawab mbahku sambil
membuka pintu kamar mandi dan anehnya pintu itu terbuka padahal tadi aku mencoba mendorong tapi memang seperti di kunci dari dalam.
"Oh ya sudah kalau gitu
mbah" Jawabku.
Tanpa pikir panjang aku pun ke kamar
mandi setelah itu aku pun mulai masuk ke kamar tidurku bersama ibu.
Keesokan harinya aku melihat foto-foto yang ada di dinding ruangan tengah ada foto mbah dan kakek yang sudah lama meninggal, sekarang hanya mbah saja yang tinggal di rumah ini, mbah
sendiri berprofesi sebagai tukang pijat.
Aku pun mulai bertanya kepada mbah.
"Mbah ini foto kakek?"
"Iya Wulan dia sosok yang tegas dan berani" kata mbah.
"Sayangnya aku belum pernah bertemu dengan kakek” sahutku.
"Iya nduk mungkin kalau kamu ketemu, mungkin ada hal yang ingin diwariskannya kepada mu"
"Diwariskan??" Sambil aku berpikir dan heran.
"Udahlah ayo sekarang kita makan, panggil ibu mu di kamar Lan!”
Aku pun memanggil ibu yang berada di kamar kami pun menuju meja makan, kami bertiga pun akhirnya menyantap masakan yang dibuat oleh mbah, rasanya sangat enak bagi ku masakan yang dibuat oleh mbah.
Usai makan ibu memulai mencari pekerjaan di toko-toko pabrik dan bertanya apakah ada lowongan untuk dia hingga suatu hari ibu mendapat pekerjaan di pabrik roti dan bisa mulai bekerja besok.
Keesokan harinya Ibu mulai bekerja dan di rumah hanya ada aku dan nenek saja karena aku pindah ke sini saat semester dua dan tidak bisa langsung mendaftar sekolah karena tidak ada yang mengurus surat pindah, jadi aku harus menunggu kelulusan agar bisa mendaftar sekolah lagi.
Keanehan-keanehan pun mulai muncul di setiap malam dikala aku ingin tidur, aku selalu bermimpi buruk sampai aku sering terbangun di tengah malam dan biasanya aku kembali tidur saat subuh.
Di saat aku berada di rumah sendirian terkadang aku seperti melihat sosok bayangan hitam besar yang tepatnya berada di ruang tamu, tetapi terkadang aku tepis semua itu.
"Aahhh.....mungkin itu hanya khayalan yang ada dibenak aku" ucapku dalam hati.
Suatu hari tepatnya pada malam Jumat aku melihat mbahku sedang membuat sesajen yang isinya air bunga tujuh rupa, kopi manis, kopi pahit, air putih, rokok dan bakaran untuk membakar kemenyan aku pun bingung kenapa Mbah membuat sesajen? lalu aku putuskan bertanya kepada mbah.
"Mbah itu untuk apa?"
"Nggak apa-apa Lan kamu enggak usah takut ini adat istiadat keluarga kita memang harus seperti ini”
Sambil membawa sajen itu ke kamar kosong, kamar itu adalah kamar tempat almarhum kakekku dulu karena penasaran aku pun mengintip nenek dari pintu dimana menaruh sajen itu tepat di sudut kamar sambil mengetuk lantai tiga kali dan mengucapkan.
"Nuwun Sewu kulo teng meriki embeht Niki kagem sampeyan sedhoyo"
(Yang artinya permisi saya di sini membawakan ini semua).
Sambil mengucapkan itu mbah menaburkan kemenyan di atas bara, setelah itu aku merasakan ada angin dingin yang berhembus ke sela-sela pintu kamar dan membuat bulu kuduk ku merinding semua.
Aku merasakan rasa tidak nyaman di sekujur tubuhku rasanya aneh, lalu aku cepat-cepat beranjak ke kamar sebelum mbah mengetahui aku mengintipnya. Setelah berada di dalam kamar aku langsung memutus menutup semua tubuhku dengan selimut sampai Ibu menegurku, namun tidak aku hiraukan. Aku pun terlelap dan kembali bermimpi buruk aku merasa didatangi sosok orang-orang tinggi besar berwarna hitam, bermata merah, tangan di penuhi bulu dan kuku yang panjang-panjang dan runcing, mereka menghampiri dan ingin mencekik tubuh ku, aku pun berteriak karena kaget lalu ibu membangunkan ku.
"Lan ... Lan ... bangun Kenapa kamu nak?" Kata ibuku.
Aku kaget kemudian terbangun dengan wajah yang ketakutan dan penuh keringat dingin.
"Aku mimpi buruk lagi Bu" sahutku.
"Ya sudah, ibu bawakan air putih setelah itu berdoa sebelum tidur ya” kata ibuku.
"Iya makasih bu"
Aku pun memeluk ibu dan tidur di samping ibu.
Keesokan paginya aku membantu mbah bersih-bersih rumah dan membantu mbah memasak, karena ibu saat itu sudah mulai bekerja jadi tinggal aku dan mbah saja yang ada di rumah terdengar suara ketukan pintu.
Tok... tok...tok... permisi !!
suara itu terdengar jelas aku buka pintu itu seorang wanita setengah baya tapi parasnya masih begitu cantik dia
bertanya.
"Apa ini rumah mbah Manikem?" tanya Wanita tersebut kepada ku.
"Iya benar Bu" sahutku yang membukakan pintu.
"Oh gitu saya kira tadi salah rumah" sahutnya yang memang baru pertama kali bertemu denganku.
"Ini siapa ya?" kata wanita itu bertanya kepada ku.
"Saya cucunya bu" sahutku.
"Oh ya cucunya mbah ya, sudah besar ya"
"Iya bu" jawabku
Tiba-tiba mbah ku yang berada di dapur pun bertanya.
"Siapa nduk? tanya mbahku.
"Ada tamu mbah mencari mbah" ucapku yang tak lupa mempersilahkan wanita tersebut masuk kedalam rumah.
"Ya suruh masuk saja." Kata mbahku yang sedang berada di dapur.
"Iya mbah, ibu nya sudah menunggu" seruku.
Setelah masuk ibu itu memeluk mbah dengan erat begitu juga mbah sambil meneteskan air mata, mereka melepas rindu yang lama tidak pernah bertemu aku pun tidak sengaja mendengar ucapan mereka.
“Sudah pulang kau Lastri?” ucap mbah kepada ibu Lastri
“Iya mbah baru sampai ikut suami dinas di Malaysia, bertahun tahun baru bisa ke sini aku kangen sama mbah andai mbah laki masih hidup banyak yang ingin aku ceritakan dan tanyakan Kepada beliau”
“Mbah laki sudah Tenang di sana Lastri”
Ibu Lastri pun tinggal di rumah mbah untuk beberapa hari dia hanya sendiri tidak ditemani suami dan anaknya, mereka berada di Malaysia jadi mereka tidak ikut ibu Lastri, Beliau pun sendiri saja ke Kalimantan.
Keesokan paginya mbah pergi ke pasar, rutinitas setiap pagi yang mbah lakukan tinggal aku dengan ibu Lastri di rumah, aku terkadang bertanya sesekali kepada ibu Lastri tentang sosok kakekku.
"Ibu Lastri sudah lama kan kenal mbah dan kakek ceritain dong! trus kakek dulu bagaimana dan seperti apa orangnya?”
“Kakek mu seorang yang hebat dan banyak orang di kampung ini yang segan dan menghormati nya.”
“Oh begitu bu Lastri ... Bu seseorang yang hebat maksudnya hebat seperti apa bu?" aku bertanya kembali kepada ibu Lastri.
“Kakek mu seorang Paranormal dia bisa menolong orang dari gangguan jin, memasangkan susuk, memelet orang. Banyak orang di kampung sini yang tidak tidak ragu dengan kehebatan kakek mu dan banyak orang yang segan dengan kakek mu Wulan, pokoknya dia orang yang terhebat di kampung ini dan dulu kamar kosong ini tempat kakek mu melakukan ritual dan tempat dimana kakek mu menolong pasien pasiennya dan ibu juga dulu pernah ditolong oleh kakek mu Lan" jawab bu Lastri.
"Di tolong? Seperti apa bu?" tanyaku lagi.
“Ibu di pakaikan susuk oleh almarhum kakek mu Lan, sejak saat itu ibu kenal dengan seorang anggota TNI yang kebetulan lagi bertugas disini dan dia lah suami ibu sekarang ini suami ibu lagi bertugas di Malaysia" tambah bu Lastri.
Namun aku merasa sedikit bingung dan juga kaget seketika itu aku terdiam mendengar cerita dari ibu Lastri tadi, karena tidak ada yang pernah menceritakan hal ini sebelumnya kepada ku mungkin lain waktu aku akan bertanya kepada mbah atau ibuku tentang kakek sebenarnya.
Sudah hampir setengah tahun aku tinggal di rumah mbah, aku juga mulai mempunyai teman, dia anak tetanggaku namanya Kinno aku biasa memanggilnya Kin, dia teman pertamaku saat aku baru beberapa hari tinggal di rumah mbah. Selama aku tinggal di rumah mbah keanehan-keanehan di rumah mulai sering terjadi, tapi aku sudah mulai terbiasa dengan situasi tersebut karena aku selalu mengalihkan pikiran ku agar rasa takut itu tidak menguasai pikiranku.
Hari penerimaan murid baru akhirnya tiba, setelah 6 bulan aku menunggu akhirnya aku bisa mendaftar masuk ke SMP yang baru tidak jauh dari rumahku, kebetulan Kinno juga akan mendaftar ke sekolah yang sama dengan aku, kami berdua akhirnya mendaftar di sekolah yang kami pilih, aku dan Kinno pergi mendaftar dengan berjalan kaki karena jarak dari rumah dan sekolah itu cukup dekat hanya butuh waktu 5 menit berjalan kaki. Sebenarnya aku tidak terlalu akrab dengannya karena aku anak yang pendiam dan pemalu jadi aku tidak terlalu banyak bicara dengannya tapi, dia yang selalu banyak bicara kepada ku entah dia bercerita sendiri masalah kegiatannya sehari-hari tanpa aku harus bertanya.
Sepanjang jalan Kin selau bercerita tentang hari-harinya hingga akhirnya aku tidak sadar kalau sudah sampai di sekolah yang kami tuju, aku melihat ada banyak yang ingin mendaftar dan mereka semua ditemani oleh orang tuanya hanya aku dan Kinno saja yang mendaftar sendirian tanpa ditemani orang tua atau pun wali, ada rasa iri melihat mereka yang didampingi oleh orang tuanya baru kali ini aku mendaftar sekolah sendirian biasanya ayah yang selalu mendaftarkanku ke sekolah pilihannya tanpa aku harus ikut pergi bersamanya. Aku dan Kinno mulai mendaftar, kami diberi formulir oleh panitia dan kami harus segera mengisinya, aku dan Kinno mulai mengisi formulir.
“Lan, pinjam pulpen dong” ucap Kino
“Kamu gak bawa pulpen Kin? aku cuma bawa satu nih” ucapku.
“Aku lupa bawa Lan, bentar aku pinjem sama orang dulu” ucap Kinno sambil berjalan kearah pengawas.
Tak lama Kinno pun datang membawa pulpen beserta kotaknya.
“Nih dapet Lan”
“Kamu minjam sama siapa? trus ini kenapa kotaknya juga dibawa?”
“Aku pinjam sama pak guru yang itu tuh yang lagi duduk di depan, di kasih sama tempat nya sekalian aja aku bawa kesini”
“ya udah ayo isi formulirnya biar kita cepat pulang”
Aku dan Kinno pun akhirnya selesai mengisi formulir pendaftaran sekolah, dan kami pun mengumpulkannya ke pengawas beserta persyaratan lainnya, usai melakukan pendaftara aku dan Kinno pun pulang kerumah dan akan kembali lagi saat hari pengumuman tiba.
Beberapa minggu telah berlalu, akhirnya hari pengumuman penerimaan murid baru di sekolah yang aku pilih pun tiba, pagi sekitar pukul 08.00 aku dan Kin menuju sekolah pilihan kami, dan lagi-lagi sepanjang jalan Kin selalu bercerita tentang hari hari yang dilaluinya, sesampainya di sekolah itu aku dan Kin langsung menuju papan pengumuman dan melihat apakah nama kami ada dalam daftar, ternyata nama kami ada dalam daftar dan kami berada di kelas yang sama yaitu kelas 7C. Aku dan Kin pun pulang ke rumah dalam keadaan hati yang senang karena kami akhirnya diterima dan mulai masuk sekolah pada hari senin.
Hari pertama masuk sekolah pun tiba, aku sedang bersiap untuk pergi kesekolah tidak lama Kin menghampiri ku di rumah untuk berangkat bersama.
"Lan, Ayo cepetan nanti telat nih!" kata Kino.
"Iya bentar" sahutku sambil memasang sepatu di depan teras rumah.
Kami pun mulai berjalan menuju sekolah di perjalanan menuju sekolah bukan cuma kami saja yang berjalan kaki kesekolah, ada banyak siswa lain menuju sekolah yang sama, bukan hanya murid baru saja tetapi juga kakak-kakak kelas banyak yang berjalan kaki menuju sekolah karena, di lingkunganku banyak yang bersekolah di sana rasanya seru sekali berjalan kaki beramai-ramai walaupun kami tidak saling mengenal satu sama lain.
Aku pun memasuki ruangan kelas 7C, saat pertama kali aku masuk kelas, aku hanya bisa diam, padahal ada banyak teman sekelasku yang mengajak aku bicara tetapi aku hanya terdiam tidak menjawab karna aku tidak mengerti apa yang mereka katakan, terkadang aku bingung harus menjawab dan membalas percakapan mereka karena aku belum terlalu bisa dan mengerti bahasa mereka, karena ketika mereka berbicara sesama teman atau pun kepada guru mereka selalu menggunakan Bahasa Daerah, mereka jarang menggunakan Bahasa Indonesia.
Bell berbunyi, pertanda kalo kami akan memulai pelajaran, seorang guru pun masuk ke kelas kami.
"Selamat pagi, selamat datang di sekolah kami, semoga kalian semua dapat belajar dengan tekun dan meraih prestasi di sekolah ini dan yang paling penting adalah mematuhi peraturan yang ada di sekolah ini ingat dan paham semuanya?"
"Iyaa paham bu" sahut murid murid serentak.
"Baik perkenalkan nama ibu Rosdiana, kalian bisa panggil saya Ibu Diana, Ibu akan manjadi wali kelas kalian sekaligus menjadi guru Bahasa Indonesia kalian, sekarang biar kita bisa kenal satu sama lain Ibu akan absen kalian satu persatu yang ibu sebut namanya bisa berdiri dan perkenalkan diri ya!"
Satu persatu murid-murid diabsen dan memperkenalkan diri tiba lah namaku yang di sebut oleh Ibu Diana.
"Selanjutnya yang Ibu sebut namanya bisa berdiri dan perkenalkan dirinya ya, Wulandari Oktaria?”
Aku pun mulai berdiri dengan rasa kurang percaya diri dan sedikit gugup aku mulai memperkenalkan diri ku.
"Perkenalkan nama saya Wulandari Oktaria, bisa panggil saya Wulan, saya dari SDN Tunas Jakarta, saya baru pindah kesini 6 bulan lalu, terimakasih."
Saat aku berdiri dan memperkenalkan diri semua teman teman sekelasku melihat kearahku karena aku satu satunya siswi yang berbicara dengan Bahasa Indonesia. Karena aku sempat bersekolah di SMP yang ada di Jakarta, aku agak sedikit kaget dengan proses pembelajarannya yang menurutku jauh lebih mudah dimengerti dan juga guru-guru di sini memulai pelajaran dengan penjelasan materi terlebih dahulu dan jika tidak mengerti kita bisa bertanya, berbanding terbalik dengan sekolahku dulu.
Aku memilih tempat duduk yang ada dibelakang, karena aku lebih suka menyendiri dan agak malas bersosialisasi karena terkendala sifatku yang pemalu dan juga dalam berbahasa, entah kenapa sekarang aku lebih suka sendiri di rumah maupun di sekolah hal itu membuatku merasa tenang dan damai kalau aku sendiri di sekolah aku menghabiskan waktu sendiri duduk sendiri di bangku paling belakang di rumah aku menghabiskan waktu sendiri di kamar atau di dapur itu tempat-tempat favoritku untuk menghabiskan waktu.
Hingga suatu malam aku bermimpi aneh, aku bermimpi seperti ada benda bercahaya seperti bintang jatuh yang mengarah kepada ku, seketika itu aku terbangun dan keesokan harinya setelah mengalami mimpi itu aku jatuh sakit dan tidak masuk sekolah selama tiga hari, aku merasa aneh tapi aku tetap berpikir positif.
Hari mulai siang dan matahari mulai naik, tiba-tiba ada tetangga yang berkunjung ke rumahku aku biasa memanggilnya mbak Lis, dia terkadang suka main ke rumah sambil curhat masalah kekasihnya dan percintaannya.
di saat dia bercerita tentang pacarnya aku pun dengan tidak sengaja bertanya kepada mbak Lis.
"Mbak pacarnya Siapa namanya?” saat mendengar pertanyaan ku mbak Lis pun menjawab.
"Namanya Agus Lan."
Dengan spontan aku pun menjawab
"Orangnya baik itu mbak, dia tegas dan serius sama mbak nggak main-main Orangnya. Perawakannya tinggi, bersih, putih rambutnya cepak orangnya pintar mbak" sontak saja mbak Lis pun terlihat kaget dan melihat kearahku.
"Kamu tahu dari mana? Aku belum ada cerita sama kamu Lan."
"Nggak tau kayak tiba-tiba ada terlihat aja di pikiran ku seperti itu mbak."
Mbak Lis masih tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan lalu aku pun bertanya kepada mbak Lis.
"Memang kenapa mbak?"
"Ya.. semua yang kamu bilang itu benar Lan, nggak ada yang meleset satu pun!"
"Ah masa? kebetulan aja mungkin" sahutku.
"Nggak beneran, benar semua itu benar." sahut mbak Lis dengan sangat meyakinkan.
Aku pun merasakan keanehan yang ada di dalam diriku.
Hingga suatu hari saat aku bersantai di jendela dapur menatap ke arah kuburan entah kenapa aku merasa aneh dengan yang kulihat bukan melihat kuburan tapi aku malah melihat sebuah perkampungan disana sangat ramai dan banyak orang, aku melihat ada banyak rumah penduduk, lalu aku mulai menatap kearah pohon randu (pohon kapuk) besar yang ada di kuburan itu, di penglihatan ku pohon itu berubah menjadi sebuah rumah yang sangat besar dan mewah seperti layaknya istana dan aku melihat ada banyak orang-orang berpakaian seperti prajurit yang menjaga rumah itu.
Cukup lama aku menatap ke arah kuburan itu tapi ada yang aneh penduduk-penduduk yang ada di sana mereka seperti sadar aku sedang memperhatikan mereka akhirnya, semua penduduk di sana menatap ke arahku seakan-akan mereka sadar dan mengetahui aku sedang memperhatika mereka.
Penampilan mereka seperti layaknya manusia tapi ada perbedaan di wajah mereka yang terlihat pucat aku pun mulai merasa tidak nyaman dan akhirnya aku memutuskan untuk beranjak dari sana lalu kembali ke kamar setelah berada di kamar, aku merasa tenang dan karena badanku masih tidak enak aku memutuskan untuk tidur.
Saat aku terbangun ternyata hari sudah sore, aku pun akhirnya memutuskan untuk mandi agar badan ku merasa segar.
"Ulan kalau kamu selsai mandi langsung makan nduk!”
"Iya mbah" sahutku.
Setelah selesai mandi akhirnya aku pun ke dapur untuk mengambil makanan.
"Gimana Lan sudah enakan badan mu nduk?"
"Lumayan mbah udah agak enakan". Sahutku.
"Habiskan makanan mu Lan, mbah mau ke dapur dulu."
"Iyaa mbah."
Mbah pun pergi ke dapur meninggalkan aku sendirian di meja maka setelah selesai makan aku pun kembali beristirahat di kamar hingga tertidur, tak terasa hari sudah mulai magrib mbah pun mulai membangunkan ku.
"Lan bangun nduk magrib, nggak boleh tidur magrib-magrib!"
"Iya mbah aku bangun."
Akhirnya aku bangun dan bersandar ke dinding yang ada di kamar tiba-tiba Ibu Pun pulang dari kerja.
"Gimana nak udah mendingan ini Ibu bawakan obat buat kamu!"
"Iya bu lumayan makasih ya bu obatnya" sahutku.
" Diminum obatnya Lan."
"Iyaa bu."
Aku beranjak dari tempat tidur untuk mengambil air menuju dapur untuk tiba-tiba aku mendengar suara yang suara orang sedang menangis sedih sekali suara tersebut berada di luar jendela dapur, karena jendelanya terbuat dari kayu dan tidak ada kacanya aku harus membukanya dulu agar bisa melihat keluar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!