Pagi di Kyoto membentang dengan kabut tipis yang menyerupai kain sutra putih, memeluk puncak-puncak gunung Higashiyama sebelum diusir perlahan oleh sinar matahari musim gugur yang mulai naik. Udara dingin yang tajam menusuk, membawa aroma dedaunan momiji yang mulai memerah dan keharuman kayu cendana dari kuil-kuil tua. Bagi Arsaka Adyatma, momen ini adalah pencerahan yang nyata, sebuah jeda sempurna dari hiruk-pikuk Jakarta yang selalu dipenuhi polusi dan kebisingan klakson yang memekakkan telinga.
Arsaka, 20 tahun, adalah pemuda khas Indonesia—rambut hitam pekat, kulit sawo matang yang hangat yang kontras dengan warna kulit orang Jepang, dan sepasang mata tajam yang selalu berbinar karena rasa ingin tahu yang tak terpuaskan. Ia mengenakan jaket hoodie abu-abu tebal bermerek lokal, celana jins belel, dan sepatu sneakers yang siap tempur melibas medan. Ia bukan turis biasa yang hanya mencari swafoto estetik untuk media sosial; ia adalah seorang penggemar berat sejarah dan mitologi Asia Timur, terutama yang berkaitan dengan cerita-cerita wuxia dan xianxia yang ia lahap sejak remaja—sebuah pelarian mental yang menyenangkan dari rumus-rumus fisika dan rangkaian elektronik. Perjalanan ke Jepang ini adalah hadiah mahal dari orang tuanya setelah ia berhasil masuk ke salah satu universitas teknik terbaik di Jakarta, sebuah impian yang ia perjuangkan mati-matian dengan bermandikan kopi instan dan begadang.
Hari ini, tujuannya adalah Kuil Hōkoku, sebuah struktur yang didedikasikan untuk Toyotomi Hideyoshi, yang terkenal dengan lonceng perunggu raksasa, Hōkoku-ji Kane, yang beratnya mencapai 74 ton. Arsaka sengaja memilih lokasi yang sedikit terpencil, jauh dari keramaian Gion atau hutan bambu Arashiyama yang sudah terlalu populer. Ia berharap menemukan kedamaian yang mendalam dan mungkin, beberapa artefak sejarah yang tidak terlalu banyak difoto.
Saat ia berjalan menaiki tangga batu yang diselimuti lumut tebal menuju gerbang kuil, sebuah sensasi aneh mulai menjalar. Udara di sekitarnya terasa lebih berat, lebih pekat, hampir seperti berjalan di bawah air. Ia menduga itu hanya kelelahan, efek dari kurang tidur, atau mungkin jet lag yang terlambat datang menghantamnya setelah beberapa hari di Kyoto. Namun, ketika ia melewati Torii pertama—gerbang merah tradisional yang menandai batas antara dunia profan dan sakral—ia merasakan getaran halus di saku celananya. Itu adalah batu akik yang ia bawa dari Indonesia, warisan turun-temurun dari kakeknya yang seorang paranormal amatir. Batu itu, yang konon memiliki kemampuan menenangkan pikiran, kini terasa panas seperti bara yang baru diangkat dari perapian.
"Aneh sekali," gumam Arsaka dalam Bahasa Indonesia, tangannya meraih batu itu. Bentuknya lonjong, berwarna hijau lumut dengan urat keemasan yang berkilauan samar. Ia selalu menganggapnya sebagai jimat biasa, paling banter sebagai gimmick metafisika yang menyenangkan, tidak lebih dari itu.
Di hadapannya kini tegak berdiri Karamon, gerbang utama Kuil Hōkoku. Namun, gerbang yang ia lihat di foto-foto internet, yang merupakan replika yang terawat baik dengan ukiran kayu berwarna keemasan dan cat hitam pekat, sangat berbeda dari apa yang ia lihat saat ini. Gerbang di depannya saat ini... berbeda secara fundamental.
Ia melihat sebuah gerbang kuno yang terbuat dari kayu yang tampak seperti sudah berusia ribuan tahun. Kayu itu berwarna hitam arang, diselimuti oleh aura kegelapan yang tenang, bukan karena kotor, melainkan karena energi yang meresapinya. Bukannya ukiran naga atau bunga peony khas Jepang yang biasa menghiasi gerbang kuil, gerbang ini dihiasi oleh simbol-simbol geometris aneh yang Arsaka yakini bukan dari aksara Jepang, Korea, atau bahkan Tiongkok. Simbol-simbol itu bersinar samar dengan warna biru safir yang berdenyut perlahan, hampir tidak terlihat, seperti bintang yang tenggelam di kedalaman laut.
Tidak ada turis lain. Tidak ada biksu yang menyapu halaman. Bahkan tidak ada suara burung. Hanya keheningan absolut yang memekakkan telinga.
Rasa ingin tahu Arsaka, yang sering kali menjadi pendorong sekaligus kelemahannya, mengalahkan naluri hati-hatinya. Sebagai seorang insinyur, ia selalu tertarik pada anomali, pada sesuatu yang melanggar logika. Ia melangkah maju, tangannya terulur untuk menyentuh kayu gerbang yang misterius itu, mencoba merasakan tekstur kayu purba yang dipenuhi simbol aneh.
Tepat saat ujung jarinya bersentuhan dengan permukaan gerbang, terjadi sesuatu yang melampaui segala pemahaman fisika yang pernah ia pelajari di bangku kuliah.
Simbol-simbol biru itu meledak dalam cahaya, bukan cahaya yang menyilaukan mata, tetapi cahaya yang terasa dingin, menusuk hingga ke tulang, dan entah bagaimana, berbau seperti ozon setelah badai petir. Ia mendengar sebuah suara, bukan suara yang diucapkan melalui pita suara, melainkan suara yang bergema langsung di dalam rongga tengkoraknya, sebuah getaran kosmik yang terasa seperti ribuan lonceng perunggu raksasa yang dibunyikan secara bersamaan di dalam ruang hampa.
"Terpilihlah engkau, Jiwa yang asing. Pintu Dimensi telah terbuka. Panggilan Jikuu no Michi (Jalan Ruang-Waktu) telah dijawab."
Arsaka merasa seolah-olah ia ditarik oleh pusaran air raksasa di dalam dimensi lain. Pandangannya kabur, tubuhnya terasa hampa, dan udara dingin berganti menjadi panas yang mencekik, diikuti oleh sensasi beku yang langsung melumpuhkan syarafnya. Di tengah kekacauan sensorik yang mengerikan itu, ia sempat melihat batu akik hijau di tangannya bersinar terang, memancarkan cahaya hijau yang beradu dengan cahaya biru dari gerbang misterius itu, seolah-olah dua sumber energi purba yang berbeda sedang bertarung untuk menariknya ke arah yang berlawanan.
Beberapa detik kemudian—atau mungkin itu adalah keabadian, ia tidak tahu—semuanya berhenti. Keheningan kembali, tetapi keheningan yang berbeda.
Arsaka terbatuk keras, memuntahkan udara dingin dan membusuk yang terasa seperti debu tua dan bau besi berkarat. Ia mendapati dirinya terbaring telungkup di atas tanah yang keras, bukan di atas batu tangga kuil.
Ia bangkit perlahan, kepalanya berdenyut-denyut seperti baru saja mengalami g-force ekstrem. Matanya beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Ia tidak lagi berada di Kuil Hōkoku yang ia kenal.
Ia berada di sebuah hutan yang tak dikenal. Pepohonan di sekitarnya sangat tinggi, menjulang jauh lebih besar dari pohon-pohon cedar Jepang biasa, dengan cabang-cabang yang melengkung aneh dan daun-daun yang memancarkan kilau perak di bawah sinar matahari yang aneh—matahari di sini tampak lebih besar, lebih pucat, dan cahayanya memiliki semburat ungu tipis.
Udara di sekitarnya dipenuhi energi. Arsaka tidak tahu bagaimana mendefinisikannya, tetapi ia bisa merasakannya. Energi itu seperti udara yang dimampatkan, terasa menyejukkan dan memulihkan. Seluruh tubuhnya, yang tadinya lelah karena perjalanan dan syok dimensional, kini terasa segar. Bahkan jet lag kronisnya lenyap seketika.
Insting pertama Arsaka adalah panik. Ia adalah mahasiswa teknik, bukan karakter novel fantasi. Ia mencoba mengeluarkan ponselnya—iPhone 13 Pro Max yang canggih yang berisi semua kenangan dan peta digitalnya.
Layar ponselnya mati total. Baterainya penuh, tetapi tidak ada sinyal. Bahkan ia tidak bisa menyalakannya. Seolah-olah perangkat elektroniknya telah menjadi benda mati, sebuah batu bata modern yang tidak berguna.
"Sialan! Di mana aku? Ini tidak masuk akal!" Arsaka mengutuk dalam Bahasa Indonesia, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu. Ia beralih ke Bahasa Jepang yang ia pelajari dari anime dan kursus singkat, " Koko wa doko desu ka? (Di mana tempat ini?)"
Tidak ada jawaban. Hanya suara desiran angin dingin di antara daun-daun perak yang gemerisik.
Ia mulai mengamati sekelilingnya lebih teliti. Di kejauhan, ia melihat siluet pegunungan yang menjulang tinggi secara tidak wajar, puncaknya diselimuti salju abadi meskipun iklim di hutan itu cukup hangat. Salah satu puncak itu terlihat seperti cakar naga raksasa yang mencengkeram langit. Pemandangan itu, meskipun menakjubkan, sangat asing.
Saat itulah Arsaka melihatnya—sebuah tablet batu yang ditancapkan ke tanah tepat di samping tempat ia mendarat. Tablet itu tingginya sekitar satu meter, terbuat dari batu giok hitam yang mengkilap, dan di atasnya terukir aksara yang sama persis dengan yang ia lihat di gerbang kuil tadi.
Dengan ragu, ia mendekat. Tiba-tiba, aksara giok itu bersinar biru. Sekali lagi, suara yang menggema di dalam kepalanya muncul, kali ini lebih jelas, lebih terstruktur, dan yang mengejutkan, dalam Bahasa Indonesia yang formal dan kuno, dengan aksen yang megah.
"Selamat datang, Arsaka Adyatma, Penjaga Takdir. Engkau telah melangkah ke Shinsekai (Dunia Baru)—Dunia Para Kultivator, yang dikenal oleh penduduknya sebagai Nihon Reikai atau Alam Spiritual Jepang. Garis waktu di sini melenceng ribuan tahun dari duniamu."
Arsaka hampir jatuh terduduk. Ia mencubit lengannya dengan keras. Sakit. "Alam Spiritual Jepang? Kultivator? Apa-apaan ini? Apakah aku sedang mengalami delusi massal?"
Suara itu melanjutkan, mengabaikan pertanyaan Arsaka dengan nada otoritatif.
"Gerbang yang engkau lewati adalah Jikuu no Tsubasa, Sayap Ruang-Waktu, yang tersembunyi di bawah dimensi Kuil Hōkoku di duniamu. Gerbang ini hanya terbuka jika ada Jiwa Asing dengan Ki yang kuat, tetapi tidak terolah, yang menyentuhnya. Engkau memiliki potensi itu."
"Engkau sekarang berada di Hutan Bayangan Naga, di tepi Kekaisaran Kultivasi Tiga Bintang, sebuah wilayah yang dikenal sebagai Tanah Belakang yang terpencil. Kehidupan di sini diatur oleh energi spiritual, Reiki (Ki), dan mereka yang dapat memanipulasinya disebut Kultivator atau Shugyōsha."
"Dunia ini dipenuhi dengan bahaya—binatang buas mistis, faksi-faksi kultivasi yang saling berperang, dan hukum rimba yang kejam. Pengetahuan ilmiahmu dari Bumi tidak berlaku di sini. Hanya kekuatan spiritual yang akan menyelamatkanmu."
"Sebagai kompensasi atas perpindahan dimensi yang tak disengaja ini, Warisan telah diaktifkan dalam dirimu."
Tiba-tiba, Arsaka merasakan sakit yang luar biasa di bagian dahinya, seolah-olah ada jarum panas yang menusuk otaknya, menggabungkan sensasi migrain terburuk dengan kejutan listrik. Ia menjerit kesakitan dan berlutut, memegangi kepalanya, menggigit bibirnya hingga berdarah.
Ketika rasa sakit itu mereda, muncul sebuah antarmuka yang tembus pandang, hanya terlihat olehnya, melayang di udara di depan matanya—persis seperti game Role-Playing (RPG) yang sering ia mainkan di laptopnya, tetapi dengan detail yang mengerikan.
[STATUS KULTIVATOR]
Nama: Arsaka Adyatma
Asal: Bumi (Dimensi ke-3)
Umur: 20 tahun
Energi Spiritual (Reiki): 10/100 (Sangat Lemah)
Tingkat Kultivasi: Murid Tahap Awal (Fase 1 dari 10 Tingkat)
Garis Keturunan (Warisan): Segel Naga Void (Tidak Aktif)
Elemen Bawaan: Petir (Mutasi Langka), Tanah (Primer)
Keahlian Khusus: Sistem Antarmuka Lintas Dimensi (Aktif)
Teknik Kultivasi: Belum Ada
Teknik Bela Diri: Belum Ada
Warisan Khusus: Batu Akik Penenang (Terkunci)
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Quest Utama Awal: Bertahan Hidup dan Mencari Kota Manusia Terdekat.
Hadiah: Teknik Kultivasi Dasar Mugen Kyūki (Penyerapan Tak Terbatas).
Kegagalan: Kematian.
Batas Waktu: 72 Jam.
Arsaka menelan ludah. Wajahnya yang tadinya bingung kini pucat pasi karena ketakutan yang dingin dan logis. Ini bukan mimpi. Ini adalah realitas baru yang kejam dan absurd, tetapi terstruktur.
"Sistem... Reiki... Murid Tahap Awal... Ini benar-benar dunia kultivasi seperti di novel!" gumamnya, otaknya yang insinyur mulai bekerja cepat, memproses data yang mustahil ini menjadi input dan output yang bisa ia pahami.
Ia kembali menyentuh tablet batu itu, yang kini terasa dingin. Sekali lagi, suara itu muncul, kali ini terdengar seperti perpisahan yang terakhir.
"Batu Akik Penenang yang engkau miliki adalah pecahan dari Inti Formasi Dimensi. Energi di dalamnya terlampau besar untukmu saat ini. Ia berfungsi sebagai Penanda Dimensi dan kunci potensimu. Rawat dan tingkatkan Reiki-mu hingga batas yang ditentukan untuk membukanya. Ingatlah, Arsaka. Kekuatanmu adalah pengetahuanmu. Keberanianmu adalah kunci kultivasimu. Selamat berjuang."
Cahaya biru di tablet itu meredup, dan batu itu mulai retak dengan suara krek yang pelan. Dalam hitungan detik, batu itu berubah menjadi abu halus yang diterbangkan angin, meninggalkan jejak panas di tanah. Arsaka kini benar-benar sendirian, tanpa pemandu, tanpa peta, tanpa sinyal ponsel.
Rasa lapar dan haus mulai menyerang dengan brutal. Kelelahan yang ia pikir hilang ternyata hanya tertahan sementara oleh kejutan dimensi. Ia menyadari ia harus bergerak. Quest Utama sistem itu jelas: Bertahan Hidup.
Ia melihat ke sekitar. Hutan ini terlalu sunyi. Tidak ada kicauan burung, tidak ada dengungan serangga, tidak ada tanda-tanda ekosistem normal. Hanya keheningan yang mengancam, seperti alam raya sedang menahan napas. Arsaka memutuskan arah pergerakannya—ke arah matahari yang pucat itu terbit, yang ia harap membawanya ke timur, tempat peradaban biasanya berpusat.
Langkah pertamanya terasa berat, tetapi ia memaksakan diri. Ia harus bertindak.
Sambil berjalan, ia mulai mencoba memahami "Sistem Antarmuka Lintas Dimensi." Ia berkonsentrasi, membayangkan antarmuka itu, dan tiba-tiba, sebuah tab baru muncul, lebih detail.
[INVENTARIS]
Hoodie dan Pakaian Biasa (Tidak Berguna untuk Pertahanan)
iPhone 13 Pro Max (Komponen Mati)
Dompet (Berisi Uang Rupiah dan Yen — Tidak Ada Nilai)
Batu Akik Penenang (Terintegrasi ke dalam Jiwa. Tingkat Reiki Diperlukan untuk Aktivasi: 1000/1000)
[TEKNIK KULTIVASI]
Kosong
[TEKNIK BELA DIRI]
Kosong
"Sial. Aku bahkan tidak punya pisau saku, apalagi pedang kuno," Arsaka mendesah frustrasi. "Sistem, bagaimana cara aku mendapatkan Reiki? Aku harus naik level, kan?"
Sistem, meskipun hanya berupa antarmuka, tampaknya responsif dan praktis.
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Untuk meningkatkan Reiki (Energi Spiritual), Anda harus melakukan Kultivasi.
Kultivasi adalah proses menyerap Reiki dari lingkungan (Reikai) ke dalam Dantian (titik energi di perut bagian bawah).
Anda belum memiliki Teknik Kultivasi Dasar.
Peringatan: Reiki di lingkungan Hutan Bayangan Naga sangat tipis dan tercemar oleh aura Yōkai (Roh Jahat). Mencoba menyerapnya tanpa teknik yang tepat dapat merusak Dantian Anda secara permanen.
Solusi: Selesaikan Quest Utama Awal untuk mendapatkan Teknik Dasar.
"Oke, jadi aku harus bertahan hidup, sampai ke kota, dan baru bisa mulai berlatih," simpul Arsaka. Ia merasakan kekecewaan yang mendalam, tetapi sebagai mahasiswa yang terbiasa begadang dan menghadapi masalah teknis yang rumit dalam waktu sempit, ia memiliki ketahanan mental yang tinggi. Ia hanya perlu menganggap ini sebagai project terbesar dalam hidupnya.
Ia melanjutkan perjalanan. Setelah sekitar satu jam berjalan, ia mulai melihat tanda-tanda kehidupan yang menakutkan, yang sekaligus membenarkan peringatan Sistem.
Di batang pohon besar, ia melihat bekas cakaran raksasa yang panjangnya hampir satu meter. Bekas cakaran itu begitu dalam, seolah-olah bilah pedang telah mengukirnya menembus kulit kayu yang keras. Dari ukurannya, Arsaka memperkirakan makhluk yang melakukannya pasti seukuran kuda besar atau bahkan mobil kecil.
Ketakutan dingin kembali merayapi tulang punggungnya. Ia mulai bergerak lebih hati-hati, berusaha untuk tidak menginjak ranting kering yang bisa menimbulkan suara.
Tiba-tiba, ia mendengar suara gemerisik yang keras dari semak-semak di depannya, diikuti oleh suara mendesis yang rendah. Itu bukan suara kelinci atau tupai. Itu adalah suara daun-daun dan semak yang disobek oleh sesuatu yang besar dan bergerak cepat dengan tujuan predator.
Arsaka membeku. Ia tahu ia tidak punya kesempatan untuk melarikan diri jika itu adalah makhluk buas biasa, apalagi Binatang Setan. Ia mundur perlahan, matanya terpaku pada semak-semak itu.
Sebuah bayangan merah tiba-tiba melesat keluar. Itu adalah sejenis serigala, tetapi ukurannya hampir dua kali lipat serigala biasa, dengan bulu merah menyala yang tampak seperti api yang tenang dan sepasang mata kuning neon yang memancarkan kebencian murni. Lebih menakutkan lagi, ia memiliki sepasang tanduk kecil yang melengkung seperti sabit di dahinya.
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Musuh Terdeteksi: Serigala Merah Hutan (Mori Ketsurō).
Tingkat Energi Spiritual: Murid Tahap Menengah (Fase 4).
Peringatan: Bahaya Tinggi! Musuh ini 400% lebih kuat dari Anda! Tidak ada peluang dalam pertarungan langsung!
Serigala itu tidak mengeluarkan suara gonggongan. Ia mengeluarkan suara geraman rendah yang mengguncang tanah, lalu tanpa ragu, melompat dengan kecepatan mencengangkan ke arah Arsaka.
Arsaka, dalam kepanikan yang luar biasa, tidak punya waktu untuk berpikir. Secara naluriah, ia mengangkat kedua tangannya ke atas, seperti mencoba menangkis serangan mendadak.
Pada saat itu, sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Bukan karena kekuatan fisiknya, tetapi karena warisan yang baru saja diaktifkan.
Batu akik hijau yang kini terintegrasi di dalam jiwanya bereaksi terhadap rasa takut akan kematian yang mendalam. Sebuah energi kebiruan tipis yang nyaris tak terlihat melilit tubuh Arsaka, hanya bertahan selama seperseratus detik.
Serigala Merah itu, yang seharusnya menghantamnya dan merobek tenggorokannya, tiba-tiba terpental mundur seolah-olah menabrak dinding tak terlihat yang terbuat dari kristal, mengeluarkan erangan kesakitan yang melengking saat ia jatuh ke tanah dengan keras.
Arsaka terkejut. Ia melihat ke tangannya, lalu ke serigala yang kini sedang merangkak, matanya yang kuning penuh kebingungan, seolah-olah ia tidak mengerti mengapa mangsanya memiliki perisai yang tak terlihat.
"A-apa yang terjadi?"
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Warisan Terpicu: Perlindungan Void Level Awal.
Efek: Menggunakan 100% dari total Reiki (10/10) untuk memanifestasikan Penghalang Energi Murni.
Keterangan: Efek ini hanya dapat digunakan sekali per hari pada tingkat Reiki Anda saat ini.
Peringatan: Reiki Anda sekarang adalah 0/100. Anda sangat rentan!
Arsaka tidak membuang waktu untuk mencerna informasi itu. Ia sadar ia baru saja menggunakan cheat sekali pakai yang harus diisi ulang selama 24 jam. Ia harus lari!
Serigala Merah itu, meskipun kesakitan, kini pulih. Ia menatap Arsaka dengan kemarahan yang membara karena merasa dipermainkan. Ia berjongkok, siap melompat lagi.
Arsaka berbalik dan lari secepat yang ia bisa, tanpa memedulikan arah, hanya berjuang untuk menjaga dirinya tetap tegak. Ia berlari menerobos semak-semak dan akar pohon, jantungnya berdebar kencang seolah akan keluar dari dadanya.
Ia mendengar suara langkah kaki serigala di belakangnya, suara yang semakin mendekat dan semakin cepat. Kecepatan Binatang Setan itu jauh melampaui kemampuan lari maraton Arsaka.
Saat putus asa mencapai puncaknya, Arsaka melihat seberkas cahaya terang di kejauhan, di antara pepohonan. Itu tampak seperti jalan setapak yang ditata, mungkin buatan manusia, atau bahkan... sebuah jurang.
Ia memacu kakinya, mengabaikan rasa sakit dan tusukan ranting di kulitnya.
Tiba-tiba, ia keluar dari hutan lebat dan mendapati dirinya di tepi sebuah jurang yang curam dan dalam. Di seberang jurang itu, terbentang sebuah lembah yang indah, dan di tengah lembah itu, terlihat sekelompok bangunan tradisional Jepang kuno dengan atap genteng hitam dan kayu merah. Itu adalah sebuah desa atau mungkin sebuah sekte kultivasi.
Ia telah menemukan jalan!
Namun, tidak ada waktu untuk bersorak. Serigala Merah itu sudah berada hanya beberapa meter di belakangnya, napasnya yang panas dan berbau darah menyentuh leher Arsaka, bersiap untuk menerkam dan mencabik-cabiknya.
Serigala itu melompat.
Arsaka hanya bisa menutup matanya, mengucapkan selamat tinggal yang sunyi pada Jakarta dan orang tuanya, bersiap untuk akhir hidupnya yang terlalu singkat dan konyol di dimensi lain.
Tiba-tiba, dari arah lembah itu, melesat sebuah bayangan hitam.
Syuuut!
Bayangan itu adalah sebilah panah hitam yang terbuat dari logam yang sangat mengkilap. Panah itu menembus udara dengan kecepatan supersonik dan menghantam Serigala Merah tepat di antara kedua matanya. Panah itu tidak hanya menusuk; ia melepaskan ledakan energi Reiki yang terkompresi.
BUM!
Serigala itu tidak mengeluarkan suara. Tubuhnya yang besar ambruk di udara dan jatuh ke tanah dengan dentuman yang keras, debu beterbangan. Energi spiritualnya langsung menghilang, matanya yang tadinya kuning neon kini menjadi keruh dan gelap.
Arsaka membuka matanya. Ia terhuyung mundur karena kaget, menatap mayat serigala yang telah berubah menjadi bangkai biasa, kepala Binatang Setan itu telah remuk.
Di ujung jalan setapak di seberang jurang, kini berdiri tiga sosok yang mengenakan jubah putih bersih yang dibordir dengan lambang awan hitam yang megah di dada mereka. Mereka tampak muda, mungkin seusia Arsaka. Di tangan salah satunya—seorang gadis dengan rambut hitam panjang yang diikat ekor kuda tinggi dan mata cokelat yang dingin—terpegang busur panjang yang elegan yang baru saja melesatkan panah mematikan itu.
Gadis itu, dengan wajah serius dan dingin, berbicara dalam bahasa Jepang yang terdengar sangat kuno dan formal, sebuah dialek yang Arsaka hanya dengar di film-film samurai.
"Siapa kau, orang asing? Dan mengapa kau dikejar oleh Binatang Setan Level Rendah dari Hutan Terlarang? Kau berhutang penjelasan pada kami, murid-murid dari Sekte Awan Guntur."
Arsaka Adyatma, yang Reiki-nya kini kosong, berdiri di tepi jurang, basah oleh keringat dingin, melihat ke seberang jurang kematian. Ia melihat harapan, tetapi juga ancaman baru. Ia hanya bisa berkata, suaranya parau:
"A-aku... aku dari Jakarta..."
....
Udara di tepi jurang itu terasa seolah-olah dipenuhi dengan jarum es, menampar kulit Arsaka yang masih basah oleh keringat dan syok. Setelah mengucapkan kata "Jakarta", sebuah nama yang seharusnya menjadi sandi untuk rumah, tetapi di dimensi ini terdengar seperti mantra asing yang konyol, suasananya berubah dari tegang menjadi hening yang mencekam.
Gadis yang menembakkan panah itu, yang tampak memimpin rombongan kecil itu, menaikkan satu alisnya yang rapi. Matanya yang tajam, seperti mata elang, memindai Arsaka dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Jakarta?" ulang gadis itu, nadanya datar dan penuh keraguan. Bahasa Jepang kuno yang ia gunakan, yang Arsaka kini sadari mungkin adalah dialek Reikai, terdengar asing, tetapi dapat dipahami. "Apakah itu nama desa terpencil? Jika kau berasal dari desa di Tanah Belakang, bicaralah yang jelas. Kami tidak punya waktu untuk teka-teki."
Di sebelah gadis itu, berdiri dua pemuda. Yang pertama, bertubuh besar dan berotot dengan wajah persegi, menyentuh gagang pedang di pinggangnya, sorot matanya jelas memancarkan permusuhan. Pemuda kedua, lebih kurus dan tampak intelektual, memegang kuas kecil di tangan kirinya, bersiap mencatat.
Arsaka menyadari ia harus pintar berbicara. Mengatakan ia datang dari "dunia lain" atau "masa depan" pasti akan membuatnya dicap gila, atau lebih buruk, mata-mata iblis.
"Tolong maafkan kekurangajaran saya," Arsaka mencoba merangkai kalimat dalam Bahasa Jepang formal yang terbaik. "Nama saya Arsaka. Saya... saya tersesat. Desa saya sangat jauh, di seberang samudra, tempat yang jarang dikunjungi."
Gadis itu, yang jubahnya tampak paling bersih dan aksen Reiki-nya paling murni, melangkah maju. "Kau tersesat? Dari seberang samudra? Pakaianmu aneh, bahasamu kasar, dan aura Reiki-mu sangat lemah, hampir tidak ada. Namun, kau berhasil menghindari Binatang Setan Level Rendah (Fase 4). Itu aneh."
Ia menunjuk bangkai Serigala Merah Hutan dengan ujung busurnya. "Kau tahu nilai kulit dan inti binatang ini? Sekte kami harus mengerahkan puluhan murid hanya untuk membunuh seekor binatang sekelas ini. Kau, seorang 'penduduk desa yang tersesat', hampir membunuhnya dengan tubuh kosong."
Arsaka ingat Sistem memberitahunya bahwa perisai Perlindungan Void-nya telah menghabiskan semua Reiki 10/100. Ia harus menyembunyikan kebenaran tentang sistemnya.
"Saya... saya hanya beruntung," Arsaka berbohong, memaksakan dirinya untuk terdengar rendah hati. "Mungkin ada sisa-sisa jimat perlindungan yang diberikan kakek saya. Tapi... ia rusak setelahnya." Ia menunjuk tanah tempat tablet giok menghilang.
Pemuda yang berotot itu mendengus. "Omong kosong! Tidak ada jimat yang bisa menangkis Mori Ketsurō tanpa Reiki yang stabil. Aku mencium bau Reiki yang sangat murni di udara tadi, tapi menghilang secepat kilat. Kau pasti menyembunyikan sesuatu."
Gadis itu mengangkat tangan, menghentikan temannya. "Baiklah. Kami tidak bisa membiarkanmu di sini. Ada formasi pertahanan di lembah kami, dan kau bisa memicu alarm. Kau akan ikut kami ke Sekte Awan Guntur. Kami akan meminta Penatua untuk menyelidiki asal-usulmu."
Ia memberi isyarat kepada pemuda intelektual, "Yuuto, ikat dia dengan Tali Pembatas Ki."
Mendengar kata-kata itu, Arsaka langsung panik. Tali Pembatas Ki? Meskipun ia baru tahu ia punya Reiki 0/100, ia tidak ingin diperlakukan seperti penjahat.
"Tunggu! Aku bukan penjahat! Aku hanya butuh bantuan! Aku hanya ingin tahu jalan ke kota manusia terdekat!" Arsaka memohon, mencoba menyentuh empati mereka.
Gadis itu tidak tergerak. "Semua orang asing mengatakan itu. Kami adalah Sekte Kultivasi, Arsaka. Bukan pos bantuan. Keamanan Sekte kami adalah yang utama."
Yuuto, pemuda intelektual itu, dengan cekatan mengeluarkan tali rami berwarna abu-abu yang tampak biasa saja, tetapi begitu ia mengaktifkan tali itu dengan sedikit Reiki dari jarinya, tali itu bersinar samar.
"Maaf, Arsaka-san," kata Yuuto dengan nada yang lebih sopan tetapi tidak ramah. "Ini hanya tindakan pencegahan."
Dalam beberapa detik, Arsaka sudah terikat dengan tali itu. Begitu tali menyentuh kulitnya, ia merasakan sensasi aneh. Tubuhnya terasa mati rasa, dan ia yakin, meskipun Reiki-nya nol, jika ia memiliki sedikit pun energi spiritual, itu pasti akan terblokir total.
Gadis itu memperkenalkan dirinya, tanpa senyum. "Aku adalah Shirogane Kaguya, Murid Tahap Menengah. Ini Katsuo dan Yuuto. Kami adalah regu patroli luar Sekte Awan Guntur."
Mereka kemudian menggunakan teknik aneh. Kaguya menunjuk ke jurang, dan sebuah jembatan yang terbuat dari energi tanah yang padat memanjang dari tebing ke seberang jurang. Itu adalah manifestasi fisik dari Reiki. Arsaka terperangah. Ilmu fisika yang ia pelajari di Bumi benar-benar tidak berlaku di sini.
"Ayo, cepat!" perintah Kaguya.
Arsaka didorong melewati jembatan Reiki itu. Katsuo mengangkat mayat Serigala Merah di bahunya dengan mudah, menunjukkan kekuatan fisik yang luar biasa.
Perjalanan ke Sekte Awan Guntur
Perjalanan melintasi lembah itu memakan waktu sekitar dua jam. Lembah itu sendiri adalah pemandangan yang menakjubkan. Ada ladang-ladang yang tampaknya menanam tanaman yang memancarkan cahaya redup—tanaman spiritual, Arsaka berasumsi. Udara menjadi lebih tebal, dan Arsaka bisa merasakan Reiki jauh lebih padat di sini, hampir seperti kabut halus yang bisa ia hirup.
Sistem di kepala Arsaka berkedip dengan peringatan:
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Lokasi Baru: Lembah Formasi Sekte Awan Guntur.
Kepadatan Reiki: Sangat Tinggi! 500% lebih padat dari lingkungan hutan.
Peringatan Quest: Batas waktu Quest Utama Awal tersisa: 68 Jam 45 Menit.
Arsaka panik dalam hati. Ia telah mencapai kota/tempat manusia terdekat (sebuah Sekte Kultivasi), tetapi ia diikat dan tidak bisa bergerak. Bagaimana ia bisa mendapatkan Teknik Dasar jika ia berada di bawah pengawasan ketat?
Saat mereka mendekati gerbang Sekte, Arsaka melihat arsitektur yang fantastis. Gerbang utama terbuat dari kayu Hinoki yang memancarkan aroma kesucian, dijaga oleh dua patung singa batu yang anehnya terlihat seolah-olah mereka bernapas. Di balik gerbang, menjulang bangunan-bangunan yang sangat besar, sebagian besar berupa pagoda dan aula yang diselimuti kabut Reiki.
Mereka melewati gerbang, dan Arsaka diseret melalui jalan setapak berbatu. Murid-murid lain yang mereka temui semua mengenakan jubah putih yang sama dan memandang Arsaka dengan campuran rasa ingin tahu dan penghinaan.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah bangunan batu yang terpisah, sebuah aula interogasi kecil. Arsaka diikat ke kursi kayu berat di tengah ruangan. Kaguya dan yang lain berdiri di depannya.
"Sekarang," Kaguya memulai, nadanya lebih keras. "Kau mengatakan kau dari Jakarta. Dimana Jakarta? Apakah itu di bawah yurisdiksi Kekaisaran Tiga Bintang, Aliansi Pedang Langit, atau Federasi Tuan Roh?"
Arsaka mengerutkan kening. Ia harus membuat cerita yang kredibel. "Jakarta adalah... ibu kota negara yang sangat jauh. Kami tidak terikat pada Kekaisaran Tiga Bintang Anda. Negara kami memiliki nama yang berbeda, dan sistem pemerintahan yang berbeda. Kami... kami tidak percaya pada kultivasi."
Katsuo, si berotot, tertawa terbahak-bahak. "Tidak percaya pada kultivasi? Anak ini gila! Bahkan babi hutan pun di sini tahu tentang Reiki!"
"Diam, Katsuo," perintah Kaguya. Ia menatap mata Arsaka. "Jika kau tidak percaya kultivasi, mengapa kau memiliki aura spiritual di sekitarmu, meskipun tipis, yang menghalau Mori Ketsurō? Siapa gurumu?"
"Aku tidak punya guru," jawab Arsaka jujur. "Aku tidak tahu apa itu 'aura spiritual' yang kalian bicarakan. Aku hanya tahu tentang listrik, fisika, dan komputer. Ini semua aneh bagiku."
Kaguya menghela napas. "Pakaianmu adalah bukti kau bukan dari daerah ini. Pakaian tebal ini, bahannya dari mana? Tidak ada binatang di sekitar sini yang menghasilkan kain sehalus ini. Dan... apa ini?"
Kaguya menyentuh jaket hoodie Arsaka, tepat di bagian ritsleting logamnya. Ritsleting itu, yang terbuat dari paduan logam di Bumi, bergetar dan mengeluarkan sedikit asap ketika Reiki Kaguya menyentuhnya.
"Logam yang bereaksi terhadap Reiki? Ini bukan perak spiritual atau baja bintang," gumam Yuuto, si intelektual, sambil mencatat. "Mungkin material dari dimensi rendah?"
Arsaka melihat kesempatan. "Ya! Logam di negara saya sangat berbeda! Kami memiliki sains dan teknologi, yang sangat berbeda dari Reiki kalian. Kalian bisa memanggilku Tech-User, bukan Kultivator."
Kaguya terdiam lama. Ia berbalik ke arah Katsuo dan Yuuto. "Aku akan membawa masalah ini ke Penatua Ketiga. Orang ini terlalu aneh. Jika dia adalah mata-mata dari Federasi Tuan Roh, dia pasti berpura-pura. Jika dia benar-benar gila, dia berbahaya."
"Bagaimana dengan Reiki-nya?" tanya Katsuo.
"Bawa dia ke Formasi Pengujian Akar Spiritual. Itu akan menguji elemen bawaannya dan membuktikan apakah dia seorang Kultivator sejati atau hanya manusia biasa yang beruntung," putus Kaguya.
Mereka meninggalkan Arsaka sendirian di ruangan itu. Tali Pembatas Ki masih mengikatnya erat, membuatnya sulit untuk bergerak.
Mendapatkan Hadiah Quest Tepat Waktu
Ketika ia sendirian, Arsaka segera mengaktifkan Sistem Antarmuka.
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Quest Utama Awal: Bertahan Hidup dan Mencari Kota Manusia Terdekat. Status: Selesai!
Hadiah: Teknik Kultivasi Dasar Mugen Kyūki (Penyerapan Tak Terbatas).
Hadiah Khusus: Peningkatan Reiki Maksimum +50.
Tingkat Kultivasi Baru: Murid Tahap Awal (Fase 1/10). Reiki Maksimum: 150.
Reiki Saat Ini: 0/150.
"Ya Tuhan, terima kasih!" Arsaka menghela napas lega yang luar biasa. Ia berhasil, meskipun nyaris mati.
Dengan munculnya notifikasi, sebuah gulungan virtual muncul di hadapan Arsaka, isinya adalah Teknik Mugen Kyūki. Arsaka hanya perlu memfokuskan pikirannya untuk menyerapnya.
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Apakah Anda ingin menyerap Teknik Kultivasi Dasar Mugen Kyūki (Penyerapan Tak Terbatas)? (Ya/Tidak)
Arsaka segera memilih Ya.
Seketika, ribuan kata, diagram, dan aliran energi yang rumit membanjiri otaknya. Ini bukan sekadar membaca, ini adalah transfer pengetahuan langsung ke kesadarannya. Teknik Mugen Kyūki adalah teknik kultivasi paling dasar, yang berfungsi sebagai fondasi untuk semua latihan lainnya. Meskipun disebut "Penyerapan Tak Terbatas," dalam praktiknya, teknik ini memungkinkan pengguna menyerap Reiki dari atmosfer dan mengolahnya menjadi energi yang aman dan stabil untuk disimpan di Dantian.
Kelebihan utama teknik ini, yang ditawarkan oleh Sistem, adalah ia jauh lebih efisien dan lebih aman daripada teknik dasar kultivator normal. Ia hampir kebal terhadap Reiki yang "tercemar" yang disebutkan oleh Sistem.
Dalam waktu kurang dari lima menit—yang terasa seperti dua jam konsentrasi intens—Arsaka telah menguasai esensi teknik tersebut.
[STATUS KULTIVATOR] (Diperbarui)
Teknik Kultivasi: Mugen Kyūki (Dasar - Level 1)
Deskripsi: Teknik pernapasan dasar tingkat tinggi. Mengubah Reiki atmosfer menjadi energi Dantian yang stabil. Efisiensi Penyerapan: +50%.
Arsaka kini memiliki alat untuk kultivasi. Namun, ia masih terikat dengan Tali Pembatas Ki.
"Sistem," Arsaka berkonsentrasi, "Bisakah aku menggunakan Mugen Kyūki untuk memulihkan Reiki bahkan dalam keadaan terikat?"
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Tali Pembatas Ki Level Rendah Sekte Awan Guntur hanya memblokir Reiki yang sudah terkumpul di Dantian dan menghentikan manipulasi Reiki secara eksternal.
Teknik Mugen Kyūki beroperasi melalui pernapasan dan pemulihan internal. Tali tidak akan memblokir penyerapan Reiki atmosfer secara pasif, tetapi efisiensi akan sangat berkurang.
"Bagus," pikir Arsaka. Selama ia bisa kultivasi, ia punya kesempatan.
Ia segera menutup mata dan memulai siklus pernapasan Mugen Kyūki. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba merasakan Reiki yang melimpah di aula interogasi ini. Ia membayangkan energi itu masuk melalui kulitnya, melewati pembuluh darah, dan berkumpul di perut bagian bawahnya.
Awalnya, ia hanya merasakan sensasi dingin biasa. Kemudian, ia merasakan sensasi hangat yang samar. Meskipun prosesnya sangat lambat—mungkin karena efek Tali Pembatas—ia yakin Reiki sedang diserap.
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Reiki +1. (0/150)
Reiki +1. (1/150)
Reiki +1. (2/150)
Formasi Pengujian Akar Spiritual
Tepat ketika Reiki-nya mencapai angka 15/150, pintu terbuka, dan Kaguya kembali bersama seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah abu-abu dengan bordiran awan hitam yang lebih detail. Wajah pria itu dipenuhi garis-garis kebijaksanaan yang keras. Ini pasti Penatua yang disebutkan Kaguya.
"Ini dia, Penatua Ketiga," lapor Kaguya dengan hormat.
Penatua Ketiga, yang bernama Hirano Goro, tidak membuang waktu untuk berbicara. Ia hanya menatap Arsaka dengan tatapan menusuk.
"Aku Hirano Goro. Aku akan menguji akar spiritualmu. Jika kau adalah mata-mata, atau Yōkai yang menyamar, Formasi ini akan mengungkapmu. Jika kau hanya manusia biasa, kau akan selamat," suara Penatua itu dalam dan mengancam.
Ia menggerakkan tangannya, dan sebuat bola kristal seukuran kepala manusia melayang dari sakunya ke tengah ruangan, diletakkan di atas sebuah permadani dengan ukiran formasi energi yang rumit. Bola kristal itu berdenyut dengan cahaya hijau redup.
"Duduklah di sini, Asing," perintah Penatua Goro.
Kaguya dan Katsuo melepaskan ikatan Arsaka dan menyeretnya ke depan Formasi. Begitu tali dilepas, Arsaka merasakan tubuhnya sedikit ringan, tetapi Reiki yang ia kumpulkan segera diblokir oleh Formasi di ruangan itu.
"Letakkan tanganmu di atas kristal itu dan jangan melawan," kata Penatua Goro.
Arsaka patuh. Ia menempatkan telapak tangannya di atas permukaan kristal yang dingin.
Penatua Goro mulai mengucapkan mantra dalam bahasa Reikai kuno. Formasi di karpet bersinar terang, dan Reiki yang kuat menyembur dari karpet ke kristal.
Kristal itu mulai bereaksi.
Warna pertama muncul: Cokelat redup.
"Akar Spiritual Tanah Tingkat Rendah," gumam Katsuo kecewa. "Biasanya hanya cocok untuk pekerjaan kasar, bukan kultivasi tingkat tinggi."
Kaguya sedikit mengernyit, tetapi tetap diam.
Penatua Goro mengerutkan kening. "Tetapi ada anomali. Reiki di dalam kristal bergetar tidak stabil."
Tiba-tiba, warna kedua muncul. Bukan warna yang diharapkan seperti Air atau Api, tetapi warna yang membuat semua murid di ruangan itu, bahkan Penatua Goro, terkejut.
Warna itu adalah Biru keunguan yang menyala-nyala, seperti badai yang tertutup kabut malam.
Dan warnanya sangat terang, jauh lebih terang daripada warna Cokelat redup yang muncul sebelumnya.
KRIIIING!
Kristal itu bergetar hebat, mengeluarkan suara resonansi yang memekakkan telinga.
[PEMBERITAHAN SISTEM]
Anomali Energi Terdeteksi! Elemen Petir Mutasi Arsaka Adyatma beresonansi kuat dengan Formasi Pengujian!
Peringatan: Energi Reiki yang keluar dari kristal mungkin merusak Dantian Anda.
Penatua Goro menarik tangannya dengan cepat dari Formasi, wajahnya yang kaku kini penuh dengan ekspresi terkejut.
"Elemen... Petir?" bisik Kaguya, matanya melebar tak percaya. "Bukan Petir biasa, itu... itu Raiden! Petir Surgawi yang langka!"
Katsuo dan Yuuto tampak ngeri dan iri secara bersamaan. Elemen Petir adalah elemen tercepat dan paling merusak, hampir selalu dikaitkan dengan para jenius sejati.
Penatua Goro memandang Arsaka, bukan lagi sebagai orang asing yang mencurigakan, tetapi sebagai sebuah misteri yang bergerak.
"Akar Spiritual Ganda: Tanah Tingkat Rendah dan Petir Surgawi Tingkat Tinggi!" Penatua Goro berkata dengan suara yang lebih bersemangat daripada yang seharusnya ia tunjukkan. "Kombinasi yang aneh. Tanah melambangkan stabilitas dan daya tahan, sedangkan Petir melambangkan kecepatan dan kehancuran. Siapa gurumu? Beri tahu aku kebenarannya!"
Arsaka, meskipun terkejut dengan hasil tesnya, ingat bahwa ia harus mempertahankan ceritanya. Ia harus membangun citra sebagai "jenius yang tidak tahu apa-apa."
"Aku sudah bilang, aku tidak punya guru," kata Arsaka dengan nada yang terdengar jujur, meskipun ia sedikit bergidik. "Aku tidak tahu apa itu Petir Surgawi atau Tanah Tingkat Rendah. Aku hanya... aku hanya seorang mahasiswa di negara yang jauh."
Penatua Goro memicingkan mata, menilai ekspresi wajah Arsaka. Ia melihat kejujuran di sana. Kejujuran yang aneh.
"Baiklah," kata Penatua Goro, memutuskan. "Kau memiliki potensi, tetapi kau bodoh dan lemah. Kami tidak bisa melepaskanmu ke alam liar dengan potensi Petir Surgawi. Itu akan menimbulkan bencana."
Ia menatap Kaguya. "Kaguya, ubah statusnya. Dia bukan lagi tersangka, dia adalah Tahanan-Magang. Bawa dia ke Paviliun Bawah. Beri dia buku-buku dasar tentang Kultivasi dan Geografi Reikai. Dalam tiga hari, jika dia masih hidup dan menunjukkan kemajuan, kita akan memutuskan apakah dia akan menjadi Murid Luar atau diserahkan ke Kekaisaran untuk dieksekusi sebagai anomali."
Keputusan ini memberi Arsaka waktu—dan kesempatan untuk kultivasi!
Kaguya membungkuk. "Siap, Penatua."
Saat Arsaka ditarik keluar dari Formasi, ia sekali lagi mengaktifkan Sistemnya.
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Level Reiki: 15/150.
Tingkat Kultivasi: Murid Tahap Awal (Fase 1/10).
Arsaka tersenyum tipis, senyum pertama sejak ia tiba di dimensi ini. Ia dikurung, tetapi ia masih hidup, memiliki teknik kultivasi, dan potensi Petir Surgawi.
"Jakarta... dunia ini akan segera tahu siapa diriku," gumam Arsaka dalam hati, saat ia didorong menuju Paviliun Bawah. Ia akan mengubah nasib mahasiswa teknik yang tersesat ini.
....
Paviliun Bawah Sekte Awan Guntur bukanlah tempat yang didedikasikan untuk kultivasi. Itu adalah bangunan kumuh yang terletak jauh di kaki lembah, di mana Formasi Pengumpul Reiki hanya mengirimkan sisa-sisa energi spiritual. Tempat ini berfungsi ganda: sebagai asrama untuk murid-murid luar yang memiliki bakat terburuk, dan sebagai penjara ringan untuk mereka yang sedang menjalani hukuman disipliner.
Arsaka didorong masuk ke dalam sebuah kamar kecil yang dindingnya terbuat dari batu dingin dan hanya diterangi oleh lentera minyak yang redup. Tidak ada jendela, hanya pintu kayu yang dihiasi dengan segel Reiki yang sederhana.
Kaguya, yang masih bersikap dingin namun kini tidak lagi bermusuhan secara terbuka, meletakkan setumpuk gulungan kulit binatang di atas meja kayu lapuk.
"Kau akan tinggal di sini selama tiga hari," kata Kaguya, ekspresinya serius. "Ini adalah kebaikan Penatua Goro. Di luar, kau akan menghadapi bahaya yang lebih besar daripada Serigala Merah. Pelajari gulungan-gulungan ini. Isinya adalah pengetahuan dasar tentang Reikai, tingkatan kultivasi, dan beberapa teknik pernapasan untuk orang yang lemah sepertimu."
Kaguya menatap Arsaka dalam-dalam, pandangannya beralih dari mata Arsaka ke jaket hoodie-nya yang aneh. "Potensimu adalah Raiden (Petir Surgawi) Tingkat Tinggi, sesuatu yang hanya muncul seratus tahun sekali di Reikai. Jangan sia-siakan. Jika kau lolos Ujian Tiga Hari, kau akan menjadi Murid Luar. Jika kau gagal, nasibmu ada di tangan Kekaisaran."
Ia berbalik untuk pergi, tetapi berhenti di ambang pintu. "Penatua Goro memberimu batas waktu. Gunakan waktumu. Makanan akan dikirim dua kali sehari. Jangan coba-coba mematahkan segel Reiki di pintu. Kekuatanmu tidak cukup, dan kau hanya akan melukai dirimu sendiri."
Pintu ditutup dengan suara gedebuk keras, dan segelnya bersinar sebentar. Arsaka Adyatma kini resmi menjadi tahanan-magang.
Strategi Kultivasi: Mugen Kyūki
Arsaka segera mendekati meja dan mulai memeriksa gulungan-gulungan itu. Insting insinyurnya langsung mengambil alih; ia perlu melakukan reverse engineering pada dunia ini.
Gulungan pertama membahas Tingkat Kultivasi:
Tingkat Murid (Fase 1-10): Tahap awal di mana Reiki dikumpulkan dan disimpan di Dantian. Kekuatan fisik meningkat, tetapi belum bisa memanipulasi elemen secara signifikan.
Tingkat Prajurit Spiritual (Reishi): Setelah Dantian penuh dan diperkuat, Kultivator dapat memadatkan Reiki menjadi energi ofensif sederhana.
Tingkat Master Roh (Reijin): Mampu terbang, memanifestasikan Elemen dalam skala besar, dan memperkuat tubuh ke tingkat superhuman.
(Dan seterusnya, hingga tingkatan yang lebih tinggi seperti Kaisar dan Dewa.)
Arsaka berada di Fase 1 Tingkat Murid, dengan Reiki 15/150. Ia adalah titik terendah.
Gulungan kedua membahas Elemen Spiritual. Ternyata, elemen yang paling umum adalah Lima Elemen Dasar (Tanah, Air, Api, Angin, Kayu). Elemen ganda (seperti yang ia miliki) jarang terjadi, dan Elemen Petir Mutasi (Raiden) adalah anomali langka yang menandakan bakat besar, tetapi juga kesulitan dalam mengendalikan energi yang begitu liar.
"Baiklah, jadi aku punya potensi Porsche, tapi skill mengemudi becak," Arsaka menyeringai tipis. "Sistem, aktifkan Mugen Kyūki secara otomatis. Prioritaskan penyerapan Reiki di atas segalanya."
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Mugen Kyūki (Dasar - Lvl 1) diaktifkan. Mode: Intensif.
Kenaikan Reiki diperkirakan: 1 Reiki per 10 menit. (Karena kepadatan Reiki rendah dan tubuh yang belum terbiasa.)
Arsaka tahu ia tidak bisa membuang waktu. Tiga hari (72 jam) adalah batas waktunya. Dengan laju 1 Reiki per 10 menit, dalam 72 jam ia hanya bisa mengumpulkan sekitar 432 Reiki—yang seharusnya cukup untuk mencapai Fase 3 atau 4 Tingkat Murid.
Ia duduk bersila di lantai dingin. Ia menutup matanya dan mengikuti instruksi Mugen Kyūki yang tertanam di otaknya: tarik napas dalam, rasakan Reiki masuk, visualisasikan Dantian sebagai wadah, dan putar energi itu searah jarum jam untuk memurnikannya sebelum disimpan.
Satu jam berlalu. Tubuhnya mulai terasa hangat.
[PEMBERITAHAN SISTEM]
Reiki +6. (21/150)
Dantian sedikit diperkuat.
Arsaka tidak makan atau minum. Ia hanya berkultivasi. Malam pertama, ia merasakan sensasi menyakitkan yang datang dan pergi. Reiki dari luar terasa seperti pasir kasar yang menggores bagian dalam dirinya sebelum dimurnikan oleh Mugen Kyūki.
Pagi hari, setelah hampir 12 jam kultivasi tanpa henti, ia membuka mata.
[PEMBERITAHAN SISTEM]
Kultivasi Selesai (12 Jam). Reiki +72.
Reiki Saat Ini: 87/150.
Tingkat Kultivasi: Murid Tahap Awal (Fase 2/10) - Peningkatan Level!
Hadiah Level: Kekuatan Fisik +5. Stamina +10.
Arsaka merasakan perubahan instan. Tubuhnya terasa lebih ringan, dan kelelahan dari 12 jam duduk menghilang. Ia menyentuh lengannya; otot-ototnya sedikit lebih kencang, meskipun ia tidak berolahraga.
"Luar biasa," gumam Arsaka. Ini adalah kekuatan kultivasi!
Pintu terbuka, dan Katsuo, si murid berotot, masuk dengan nampan makanan. Katsuo melihat Arsaka duduk bersila dan mendengus.
"Kau terlihat agak segar, Asing. Jangan berpikir kultivasi itu semudah duduk dan bernapas. Paviliun Bawah ini punya Reiki yang tercemar. Kebanyakan orang membutuhkan setidaknya dua hari hanya untuk mendapatkan 5 Reiki murni di sini." Katsuo melemparkan nampan itu ke meja. "Makan dan istirahat. Jika kau sakit saat Ujian Tiga Hari, Penatua Goro akan membiarkan Binatang Setan memakanmu."
Katsuo keluar dan mengunci pintu lagi.
Arsaka mengabaikan ancaman Katsuo. Ia memiliki Mugen Kyūki dan Sistem, yang jelas memberinya buff yang tidak diketahui oleh orang lain.
Ia makan bubur nasi yang dingin dan meminum air. Meskipun makan, ia tetap mempertahankan pernapasan Mugen Kyūki yang kini menjadi naluri kedua.
Tantangan Internal: Elemen Petir
Arsaka menyadari ia tidak hanya harus meningkatkan Reiki, tetapi juga menguji Elemennya. Ia melihat gulungan yang menjelaskan cara memanifestasikan elemen: dengan mengarahkan Reiki di Dantian ke pembuluh darah yang spesifik dan melepaskannya melalui telapak tangan.
"Sistem, aku ingin mencoba mengaktifkan Elemen Petir," pikir Arsaka.
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Peringatan: Elemen Petir Mutasi (Raiden) sangat agresif. Dengan Reiki 87, memanifestasikannya secara paksa memiliki risiko 45% menyebabkan Dantian retak.
Saran: Cobalah memanifestasikan Elemen Tanah (Primer) terlebih dahulu, untuk mendapatkan stabilitas.
Arsaka mempertimbangkan risikonya. Ia tidak bisa mengambil risiko merusak Dantiannya.
Ia memutuskan untuk mengikuti saran Sistem. Ia memejamkan mata dan mengarahkan Reiki yang baru dikumpulkan ke pembuluh darahnya, membayangkan warna cokelat, warna tanah yang stabil.
Hening.
Tidak ada yang terjadi. Arsaka mencoba lagi, kali ini dengan paksaan yang lebih besar.
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Elemen Tanah Gagal Memanifestasi. Energi Dantian: 87/150.
Alasan: Elemen Tanah Anda terlalu lemah (Tingkat Rendah) dan tertekan oleh Elemen Petir (Tingkat Tinggi).
"Sial," Arsaka mengutuk. Ia harus menggunakan Petir.
Ia memikirkannya lagi. 45% risiko retak. Ia hanya punya satu kesempatan. Ia harus meningkatkan Reiki-nya setidaknya hingga 100 sebelum mencoba.
Ia kembali berkultivasi selama sisa hari itu, hanya berhenti ketika Katsuo datang membawa makan malam.
Akhir Hari Kedua (48 Jam Berlalu):
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Kultivasi Selesai (24 Jam Total). Reiki +144.
Reiki Saat Ini: 150/150. Dantian Penuh!
Tingkat Kultivasi: Murid Tahap Awal (Fase 2/10). Reiki Maksimum Baru: 200. Peningkatan Level!
Hadiah Level: Kelincahan +5. Kecepatan Mugen Kyūki +10%.
Arsaka kini telah mencapai batas Dantiannya di Fase 2. Ia merasa penuh energi, tubuhnya terasa ringan dan kuat. Ia merasa bisa berlari maraton tanpa kelelahan.
"Sekarang waktunya mencoba Petir," pikir Arsaka dengan tekad yang membara.
Ia duduk di tengah kamar. Ia mengarahkan semua Reiki yang ada (150/200) ke telapak tangannya. Kali ini, ia membayangkan warna ungu-biru, membayangkan guntur yang ia lihat di langit Jakarta saat musim hujan—liar, tak terkendali, dan mematikan.
Ia mendorong.
Reiki di dalam dirinya berteriak. Itu bukan lagi sensasi hangat; itu adalah sensasi listrik statis yang tak tertahankan, merangkak di bawah kulitnya.
Tiba-tiba, telapak tangan Arsaka mulai bersinar samar dengan warna biru safir.
KZZZT!
Sebuah percikan kecil, seukuran korek api, melompat dari telapak tangannya dan menghantam dinding batu, meninggalkan bekas hangus kecil.
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Elemen Petir Mutasi Berhasil Dimanifestasi!
Keahlian Baru Diperoleh: Manifestasi Petir (Tidak Terlatih).
Reiki Digunakan: 50.
Reiki Saat Ini: 100/200.
Arsaka tersentak. Ia berhasil! Ia adalah seorang kultivator Petir! Rasa euforia membanjiri dirinya.
Ia segera mencoba lagi. Kali ini ia lebih mengontrolnya. Percikan itu muncul lagi, lebih besar, bertahan selama dua detik. Ia mengarahkan percikan itu ke sudut ruangan.
KZZZT! POP!
Percikan itu menghantam sudut ruangan, dan batu itu retak.
Arsaka menghela napas. Petir Surgawi benar-benar luar biasa. Hanya dengan Reiki Level Murid Fase 2, ia sudah bisa merusak batu dengan mudah.
Malam Ketiga: Konfrontasi di Paviliun Bawah
Arsaka menghabiskan sisa malam kultivasi dan melatih Manifestasi Petirnya secara diam-diam. Dengan latihan, ia berhasil menurunkan biaya Reiki menjadi hanya 5 per manifestasi.
Pagi Hari Ketiga (72 Jam):
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Reiki Saat Ini: 200/200. Dantian Penuh!
Tingkat Kultivasi: Murid Tahap Menengah (Fase 3/10) - Peningkatan Level!
Hadiah Level: Ketahanan +5. Reiki Maksimum Baru: 250.
Tingkat Keahlian: Manifestasi Petir (Terlatih - 5%).
Tepat setelah matahari terbit, sebelum Katsuo datang, Arsaka sudah mencapai Fase 3. Ia merasa percaya diri.
Namun, kultivasi di Paviliun Bawah memiliki konsekuensi.
Tiba-tiba, pintu kamar Arsaka didobrak terbuka, bukan dari luar, tetapi dari dalam!
BLARR!
Tiga pemuda berwajah keras yang mengenakan jubah murid luar yang lusuh, yang tampak lebih tua dan lebih besar dari Katsuo, masuk. Wajah mereka penuh kemarahan.
"Kau! Orang asing!" teriak pemimpin mereka, seorang pemuda bertato naga di lengan. "Kau berani mencuri Reiki di Paviliun Bawah ini?"
Arsaka menyadari apa yang terjadi. Reiki di Paviliun Bawah sangat tipis, dan dengan Mugen Kyūki yang sangat efisien, Arsaka telah menyerap semua yang tersisa, membuat kultivasi mereka yang sudah lambat menjadi mustahil.
"Aku tidak mencuri," jawab Arsaka, berdiri tegak, berusaha terlihat percaya diri. "Aku hanya berkultivasi."
"Bohong!" teriak pemuda lain. "Tadi malam, aku tidak bisa menyerap setetes pun Reiki! Aku tahu kau yang melakukannya, anak aneh dengan pakaian dari dimensi rendah! Kami akan memberimu pelajaran!"
Mereka adalah Murid Luar, mungkin di Fase 5 atau 6. Mereka jauh lebih kuat dari Arsaka.
Pemimpin mereka melangkah maju, memanifestasikan Reiki Api di kepalan tangannya. "Ayo, Asing. Tunjukkan keahlian Tech-User-mu, sebelum kami menghancurkan Dantianmu!"
Arsaka tahu ia tidak bisa melawan ketiga Fase 5 dan 6 dengan Reiki Fase 3. Ia hanya punya satu kesempatan.
Ia menoleh ke belakang, melihat pecahan pintu yang terbakar, sisa Manifestasi Petir latihannya tadi malam.
"Kalian ingin melihat Tech-User?" Arsaka menyeringai. Ini bukan hanya pertarungan kultivasi; ini adalah pertarungan kecerdasan.
Ia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan 30 Reiki di tangannya, siap untuk memanifestasikan Petir, tetapi tidak melepaskannya.
Ketika pemimpin itu menerjang dengan tinju Api-nya, Arsaka tidak menghindar. Ia justru berteriak:
"Sistem, Analisis Fisika dan Kelemahan Struktural Pintu Ini!"
[PEMBERITAHUAN SISTEM]
Analisis Selesai. Pintu Terbuat dari Kayu Hinoki Tua. Kelemahan Struktural: Kerapuhan Tinggi di Sekitar Engsel Logam. Kayu Hinoki mudah terbakar.
Arsaka melompat ke sisi engsel pintu yang sudah miring, tepat saat tinju Api musuhnya meleset dan menghantam dinding batu.
"Kau lambat!" ejek Arsaka.
Pemimpin itu marah, berbalik dan menyerang lagi. Kali ini, Arsaka mengarahkan tangannya ke engsel pintu yang baru saja dianalisis.
KZZZT! BLARR!
Arsaka melepaskan Manifestasi Petir yang terfokus, bukan ke musuh, tetapi ke engsel logam dan kayu di sekitarnya. Logam itu berfungsi sebagai konduktor yang sempurna. Listrik Petir menyebar secara instan, dan kayu kering itu segera terbakar.
Api Petir yang kecil itu tidak melukai musuh secara fisik, tetapi memberikan kejut listrik ringan yang cukup untuk membuat para murid terkejut dan menghentikan serangan mereka.
"Apa-apaan itu? Reiki petir!" seru pemuda bertato itu.
Arsaka memanfaatkan kebingungan mereka. Ia tahu Penatua Goro akan datang. Ia hanya perlu menahan sebentar.
"Aku bukan Tech-User," kata Arsaka, menunjukkan tangannya yang masih memancarkan aura Petir. "Aku adalah Kultivator yang kalian remehkan! Jangan sentuh aku, atau Raiden-ku akan menghanguskan kalian!"
Tepat pada saat itu, langkah kaki yang berat dan teratur terdengar di koridor. Penatua Hirano Goro tiba, wajahnya gelap.
"Apa yang terjadi di sini?!" raung Penatua Goro.
Pemimpin murid-murid luar itu segera membungkuk ketakutan. "Penatua! Orang asing ini menyerang kami dan mencuri Reiki di Paviliun Bawah!"
Penatua Goro melihat ke dalam kamar. Ia melihat Arsaka berdiri tegak, tangannya masih memancarkan sisa-sisa Petir, dikelilingi oleh tiga murid luar yang tampak kaget dan sedikit hangus.
Penatua Goro tidak melihat Arsaka yang lemah. Ia melihat seorang Kultivator Petir Fase 3 yang mampu melawan tiga Murid Fase 5-6 dan menyebabkan kekacauan.
"Diam!" Penatua Goro membentak murid-murid luar itu. "Kalianlah yang melanggar aturan dengan masuk ke kamar tahanan! Kembali ke kamar kalian sekarang! Kalian akan dihukum membersihkan Formasi Pertahanan selama satu bulan!"
Ketiga murid itu lari ketakutan.
Penatua Goro kemudian menatap Arsaka dengan tatapan yang sangat kompleks: kejutan, kekaguman, dan kecurigaan.
"Tiga hari sudah habis, Arsaka Adyatma," kata Penatua Goro. "Ujianmu selesai."
Penatua Goro melangkah maju dan, yang mengejutkan, membungkuk sedikit—sebuah gerakan hormat yang jarang ditunjukkan Penatua.
"Dalam tiga hari, kau telah mencapai Fase 3 dan mampu memanifestasikan Raiden yang begitu murni. Kau bukan Tahanan-Magang lagi. Mulai sekarang, kau adalah Murid Luar Resmi Sekte Awan Guntur. Aku sendiri akan menjadi gurumu."
Arsaka merasakan lonjakan kegembiraan. Ia berhasil, menggunakan akal dan cheat Sistemnya. Ia telah mendapatkan pijakan di dunia kultivasi yang kejam ini.
"Terima kasih, Penatua Goro," jawab Arsaka, membungkuk formal.
Penatua Goro mengangguk. "Jangan berterima kasih padaku. Berterima kasihlah pada bakatmu, dan jangan pernah membuat dirimu lemah. Kultivasi adalah tentang kekuatan. Dan sekarang, kau memiliki kekuatan yang harus kau pelihara."
"Sekarang, mari kita bicara tentang potensi Petir dan Tanah Ganda itu. Kau membutuhkan teknik pertempuran. Aku akan memberimu Teknik Tinju Tanah Naga dan Jurus Pedang Petir Pertama."
Masa-masa menjadi tahanan telah usai. Masa-masa kultivasi yang keras baru saja dimulai.
...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!