"Tuhan, aku ikhlas. Sangat teramat ikhlas, Tuhan. Aku akan melepasnya. Namun, sebagai gantinya bolehkah Engkau beri aku satu hadiah saja? Sesuatu yang bisa kuingat sebagai bentuk apresiasi-Mu, karena aku sudah berani untuk melepaskannya. Mungkin Engkau bisa kabulkan doaku yang paling sering aku panjatkan yaitu mendapatkan pekerjaan. Terimakasih, Tuhan. Amin."
Malam itu, entah sudah ke berapa kali Hanna mengucapkan doa yang sama.
Sudah tujuh hari sejak ulang tahunnya, Yudha kekasihnya yang sudah dia perjuangkan selama tujuh tahun hilang kabar.
Hanna berusaha meyakinkan dirinya, bahwa dia sudah ikhlas. Sudah menyerahkan semuanya pada Tuhan. "Terserah Tuhan, asal Tuhan yang atur".
Firasatnya sudah kuat : bahwa dia akan ditinggalkan.
Padahal lima hari lagi ia seharusnya menghadiri acara pernikahan kakak Yudha namun Hanna memutuskan untuk pamit.
Melalui pesan singkat, Hanna berpamitan pada Rani -- kakak Yudha dan menjelaskan semuanya mengapa dia melakukan itu.
"Maaf, kak. Hanna gak bisa dateng ke acara pernikahan kakak. Soalnya Hanna sama Yudha udah gak bareng lagi. Yudha hilang kabar udah seminggu dan Hanna sadar diri kalo dia udah gak mau Hanna lagi kak. Terimakasih buat semuanya ya kak. Maaf kalo Hanna pernah salah. Maaf juga kalau nanti Hanna blokir. Semangaaat❤️".
30 menit setelah mengirim pesan itu, Yudha mengirimkan pesan kepada Hanna.
"Han, aku gak bisa lanjut deh kayanya. Aku diam akhir-akhir ini karena merenung apakah hubungan ini emang worth untuk dilanjutkan? Tapi makin aku renungin, aku makin ragu deh. Tenang aja kita masih bisa sahabatan kok".
Seketika Hanna hanya tertawa sambil menyantap sarapan pagi favoritnya. Seporsi cakwe dengan sambel manis pedas yang segar dan secangkir teh tarik dingin. Dengan tertawa getir Hanna mengetik balasan singkat:
"PRET".
Dan begitu saja, dia melanjutkan hidupnya.
Lega? Ya, sedikit. Tapi kecewanya... Sangat dalam.
Tujuh tahun bukan waktu yang singkat hanya untuk berakhir begini. Ia pernah mencintai sekuat itu tapi tidak pernah benar-benar dicintai balik. Hanna ada, namun tidak dianggap.
Semua Hanna lakukan hanya untuk membuat Yudha merasa dicintai oleh Hanna. Berita baiknya: Yudha bahagia dan membalas kebaikan Hanna. Berita buruknya? Yudha membalas "ala kadarnya" karena dia merasa, lebih baik membalas daripada tidak sama sekali.
Selama ini Hanna sadar bahwa dia diperlakukan dengan tidak baik, namun dia selalu menunggu untuk diperlakukan dengan baik oleh Yudha. Sampai akhirnya dia terus menunggu dan berujung dikhianati dengan mudahnya.
Hingga ia bertanya, apakah selama ini ia hanya berjuang sendirian?
Dan ternyata benar.
Tapi kali ini, Hanna hebat. Ia memilih dirinya sendiri, meski itu harus melepaskan janji pernikahan yang pernah diucapkan Yudha dengan penuh yakin.
Kalian tau apa yang paling memuakkan?
Tiada kata maaf yang datang dari mulut Yudha.
Selamat, Hanna. Kamu menang karena sudah berani untuk mengasihi seorang manusia tanpa harus meminta imbalan kembali. Walaupun kamu berhak untuk dicintai kembali oleh orang yang kamu percayai.
Sejak itu, Hanna takut untuk percaya dan menunjukkan rasa cinta jika akhirnya dia harus memiliki pasangan lagi.
Atau lebih baik tidak usah punya pasangan lagi?
Ah, sudahlah.
Semoga Tuhan segera memberikan "hadiah" itu. Agar Hanna bisa kembali pelan-pelan pulih dari lukanya.
Luka yang cukup dalam bagi Hanna.
Dan harus diobati meskipun akan meninggalkan bekas yang tak akan pudar...
Sudah dua Minggu sejak pesan singkat terakhir dari Yudha. Dua minggu sejak kata "PRET" itu dikirim, dan dua minggu juga Hanna mencoba hidup tanpa seseorang yang dulu menjadi pusat orbit dunianya.
Setiap malam, Hanna selalu punya satu rutinitas baru: tangisan kecil sebelum tidur.
Bukan karena dia masih berharap Yudha kembali. Hanna tahu, laki-laki seperti itu tidak akan berubah hanya karena rasa rindu. Tapi lebih ke rasa kehilangan arah karena sudah tujuh tahun menggantungkan kebahagiaan pada satu nama.
Kadang Hanna tersenyum di sela tangisnya, karena merasa bodoh. "Tujuh tahun buat orang yang bahkan gak tahu cara menghargai perempuan" gumamnya lirih.
Lalu, tawa kecil pun keluar di antara air mata. Begitulah cara Hanna agar tidak tenggelam terlalu dalam.
Pagi-pagi berikutnya, hidup berjalan seperti biasanya.
"Ada gak ada si Kampret itu aku tetep pengangguran kok. Ngapain juga ditangisin lagi. Mending beres-beres rumah aja"
Ya, aktivitasnya tetap dijalani seperti biasanya: sarapan enak ke kedai kopi langganan bersama kedua adik laki-lakinya, lanjut berbelanja stok makanan ke pasar, memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah dan seperti itulah kehidupan Hanna.
Oh iya tidak lupa: melamar pekerjaan.
Hanna tiba-tiba teringat dahulu Yudha pernah diterima bekerja di sebuah perusahaan kontraktor jalan tol ternama di kota mereka. Yudha diterima sebagai Supervisor-HSE. Sebuah keberuntungan yang tidak pernah diduga oleh Yudha bahkan Hanna.
Hanna ingat betul bagaimana mereka bersama-sama mencari lowongan pekerjaan. Pergi berdua mengunjungi cafe sambil membawa laptop. Memilih makanan dan minuman yang terjangkau yang penting bisa "numpang wifi".
Ketika Yudha diterima bekerja, ternyata penempatannya di luar kota. Namun Hanna meyakinkan bahwa Yudha harus menerima kesempatan itu. Jangan melewatkan kesempatan. Tidak apa-apa jika harus LDR, ucap Hanna.
Tiba lah Yudha sudah bekerja hingga enam bulan namun Hanna masih belum mendapatkan pekerjaan hingga di usianya yang sudah 27 tahun kala itu.
"Bang, hari ini aku cuma dapet satu lowongan nih. Kayanya sekarang susah banget ya dapet kerja hehehe." ucap Hanna melalui pesan singkat berharap mendapatkan sebuah kata semangat dari Yudha.
"Ya, emang susah kalo kamu apply nya cuma satu. minimal satu hari apply sepuluh kek baru bisa kelirik lamaran kamu. Banyak kok lowongan di sosmed. Kamu aja yang kurang rajin nyarinya, Han"
Sebuah ucapan yang cukup menyinggung perasaan. Namun Hanna mencoba untuk tetap berpikir positif. Dia menganggap ini sebuah motivasi untuknya lebih giat lagi dalam mencari lowongan pekerjaan.
Baiklah, Yudha mungkin ada benarnya. Namun setidaknya jika dia memang ada rasa peduli kepada Hanna, dia pasti ada turut ambil peran dalam membantu Hanna mencari pekerjaan, bukan?
Ah, sudahlah jangan berharap apa pun. Itulah prinsip Hanna.
Hingga suatu hari Hanna tersadarkan bahwa Yudha memang tidak ada rasa peduli akan dirinya.
Dalam perjalanan mereka menuju rumah orang tua Yudha, sebuah panggilan masuk ke nomor Yudha. Rekan kerja yang sudah resign, bernama Romi.
"Bro, minta contoh format laporan kecelakaan pekerja dong" pinta Romi.
"Wah aku lagi di jalan nih bro. Entar minta aja sama Tania. Dia admin ku yang baru. Aku kirim nomornya bentar ya"
Setelah menutup telpon itu, Hanna terkejut mendengar nama itu. Tania. Seorang wanita yang pernah disebut namanya oleh Yudha. Dan mereka bertengkar karena Yudha ternyata diam-diam sering meminjamkan uangnya ke Tania hingga ia tidak memiliki uang yang cukup di perantauannya.
Hanna tidak marah. Ia hanya diam namun Yudha menyadari bahwa Hanna kecewa.
"Kenapa sih tiba-tiba diam??!" teriak Yudha dengan nada marah namun ada rasa panik yang disembunyikan.
Dengan tenang Hanna menjawab:
"Kenapa kok kamu panik? Btw, Tania udah apply 10 lamaran makanya bisa tiba-tiba jadi admin kamu ya? Enak ya bisa dibantu pacar orang masuk kerja ke perusahaan besar. Apalagi jadi admin kamu, hehe"
Hening.
Hanya terdengar suara musik di mobil.
Yudha benar-benar tidak berani menjawab ucapan Hanna.
Dengan susah payah Hanna menahan air mata dan amarahnya karena sebentar lagi dia akan sampai ke rumah orangtua Yudha.
"Gapapa, Hanna. Sebentar lagi sampai. Semuanya akan baik-baik aja.."
Itulah kenangan terpahit yang selalu Hanna ingat. Dia benar-benar tidak dipedulikan oleh orang yang dia kasihi.
Dan sejak saat itu, dia benci mendengar nama Tania. Entah siapapun yang memiliki nama itu, ia tidak suka.
Terdengar tidak dewasa namun nama itu menjadi alasan rasa sakitnya yang bahkan mustahil untuk sembuh.
Pagi-pagi berikutnya, Hanna masih menjalani kehidupannya dengan pola yang sama.
Bangun, menatap langit pagi dan menyapa kucing-kucing peliharaannya. Sementara itu panggilan video dari mama Hanna masuk.
"Ma, Hanna pengen kerja. Sumpahin Hanna dapet kerja dong hari ini ma.." canda Hanna.
"Amin, aku sumpahin kamu diterima kerja hahaha" jawab Mama dengan tawa lepas.
Setelah 1 jam berbincang, Hanna kembali ke aktivitasnya dan tiba saatnya untuk beristirahat di kamar.
Seperti biasa Hanna membuka ponselnya. Berniat mencari peluang pekerjaan yang bisa dia dapatkan. Hingga satu notifikasi masuk ke email-nya dari sebuah rumah sakit swasta di kota nya.
"Undangan Tes dan Interview - Account Receivable / Adm Billing Klinik Corporate"
Hanna membeku. Mengingat-ingat apakah sebelumnya dia pernah mengirim lamaran ke rumah sakit tersebut?
Ya, pernah. Tepatnya 2 hari yang lalu.
Ia membaca ulang dua kali, memastikan ini bukan spam atau salah kirim. Begitu sadar email itu nyata, ia refleks berteriak kecil, "Tuhan... Ini hadiah yang aku minta waktu itu, ya?"
Tangis dan tawa kecil keluar dari bibirnya. Aneh, tapi lucu. Dulu dia berdoa agar diberi "hadiah" setelah melepaskan. Siapa sangka, bentuknya bukan cinta baru, tapi kesempatan baru.
Hari tes dan interview pun tiba. Hanna berdandan rapi sesuai dengan ide busana yang ia rencanakan semalam. Hanna berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang tampak pucat tapi juga... entah bagaimana, lebih dewasa dan anggun. Bawah matanya terlihat sembab dan menggelap namun eyeliner tipis dan eyeshadow yang lembut menyamarkannya.
"Gila cantik juga aku kalo lagi patah hati ceilaaah" ujarnya pada diri sendiri sambil terkekeh. Ia mengenakan kemeja putih, vest berwarna abu-abu yang senada dengan celana panjang bahan yang formal.
Dengan semangat Hanna menyemprotkan parfum wangi favoritnya yaitu parfum beraroma buah melon. Namun tiba-tiba dia berhenti dan berucap "percuma juga sih, yang mau aku temuin kan bukan calon suami ngapain banyak-banyak pake parfum sih, Han. Hadeh.."
Hanna berangkat lebih awal. Ia naik ojek online dan tiba di pintu masuk belakang rumah sakit tepat pukul delapan.
Rumah sakit itu tampak seperti bangunan lama namun sedang proses renovasi karena rumah sakit itu sudah diakuisisi oleh rumah sakit ternama lainnya.
Udara di dalam terasa sejuk dan sedikit harum antiseptik, bau khas rumah sakit yang entah kenapa membuat Hanna merasa tenang. Mungkin karena adanya hint aroma sereh yang menyegarkan untuk dihirup.
Saat duduk di kursi tunggu, Hanna memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang dengan seragam biru tua, putih bahkan biru muda, pasien datang silih berganti, dan di antara keramaian itu, ia merasa kecil..tapi hidup.
Ia berpikir, "Mungkin harus kehilangan sesuatu dulu, baru bisa nemuin tempat di mana aku seharusnya berada.. walaupun sekarang aku udah ga ada lagi tempat untuk ngabarin kabar bahagiaku haha.. Gapapa.. Yang penting sekarang aku udah dikasih hadiah sama Tuhan.."
Suara panggilan dari security membuyarkan lamunannya. "Permisi, Bu. Untuk peserta tes sudah boleh naik ke lantai 5 untuk mengikuti tes. Mari saya antarkan."
Hanna berdiri, merapikan bajunya dan melangkah dengan mantap.
Ruang interview itu sederhana, tapi rapi. Khas ruangan meeting pada umumnya. Ada lima orang peserta yang hadir bersama Hanna.
"Silahkan bagikan kertas tes psikotest berikut ke rekan lainnya dan mohon untuk tidak melihat ponsel selama tes berlangsung. Jika sudah selesai, boleh menunggu di ruang tunggu untuk panggilan interview, terimakasih", ucap HRD kepada mereka yang hadir saat itu.
Setelah selesai mengikuti tes psikotest, tiba waktunya Hanna mengikuti tahap interview.
Sangat menegangkan bagi Hanna karena sudah dua tahun Hanna menganggur sejak dia memutuskan resign dari pekerjaannya yang sebelumnya. Saking tegangnya, Hanna lupa nama rumah sakit itu.
"Jadi, apa motivasi kamu melamar disini?", tanya Kadept HRD kepada Hanna saat proses interview berlangsung.
Sayangnya, ingatan Hanna buyar. Dia tiba-tiba lupa nama rumah sakit itu. Astaga, memalukan hahahaha.
"Motivasi saya bekerja di rumah sakit graha.. graha.. m-maaf bu, rumah sakit apa ya namanya? saya lupa hehe.. Aduh mampus deh bikin malu aja pake acara lupa segala lagi"
Dengan sabar Kadept HRD menjawab Hanna dengan singkat "Rumah Sakit Graha Sehat"
Dengan cepat Hanna menjawab, "Nah, iya. Baik, Bu. Motivasi saya bekerja disini adalah.."
Belum selesai Hanna menjawab, Kadept HRD itu memutus jawaban Hanna. "Oke, waktu habis. kita review hasil kamu hari ini selama 30 hari ke depan ya karena kan ini hari terakhir puasa artinya setelah lebaran kita review. Oke terimakasih atas waktunya, Hanna. Boleh sampaikan ke rekan yang lain untuk masuk ya."
Dan ya, Hanna takut dan kecewa. Sepertinya dia tidak diterima.
Setelah itu Hanna pulang dengan tubuh yang sangat lelah namun dia memutuskaan untuk tetap percaya bahwa Tuhan akan menyertai perjalanan hidupnya dalam mencari pekerjaan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!