NovelToon NovelToon

BISIKAN DI KOTA TUA

Pengenalan Tokoh novel

[]Perkenalkan[]
NovelToon
Arula Prisha Askara Usia:16 tahun bisa merasakan aura orang dan melihat bayangan makhluk halus Sifat: cerdas tapi agak pemalu,selalu penasaran dengan hal-hal supranatural Indigo
NovelToon
Min Joon Usia: 17 tahun Sahabat Arula[di sekolah baru arula] Sifat:pintar, cepat tanggap, sedikit skeptis; kadang jadi “penguat logika” di tengah kejadian aneh
[Visual Jeon Jungkook]
NovelToon
Seo Yeon Usia:16 tahun Teman sekelas Arula(di sekolah baru arula) sifat:pemberani, suka memotret tempat-tempat misterius,punya rasa ingin tahu tinggi.
NovelToon
Park Hae Jin Usia:18 tahun Senior di sekolah di sekolah baru arula Sifat:terlihat tenang tapi punya rahasia gelap,ahli sejarah lokal
NovelToon
Bibi Sumi Usia:40 tahun Bibi Arula, yang menampungnya sejak orang tua Arula meninggal Sifat:Baik dan perhatian, tapi sering terlihat murung setiap kali hujan turun.
NovelToon
Nyonya Han Usia:60 tahun Pemilik penginapan tempat Arula tinggal Sifat:Ramah tapi sering berbicara sendiri malam-malam. Penduduk bilang dia penjaga rahasia lama kota itu.
NovelToon
Tuan Choi Usia:55 tahun Kepala penjaga museum kota tua. Wajahnya selalu pucat, dan ia melarang siapa pun masuk ke ruang bawah tanah museum setelah jam enam sore.
NovelToon
Pendeta Kang Usia:45 tahun Pemimpin gereja tua di tengah kota. Katanya, dulu ia pernah melakukan “ritual penyegelan roh”, tapi gagal.
NovelToon
Nenek So Usia:82 tahun Wanita tertua di kota itu. Jarang keluar rumah, tapi sesekali terlihat menatap Arula dari jendela dengan pandangan tajam, seolah tahu siapa Arula sebenarnya.

1.Kedatangan

[Deskripsi] Di sebuah kota tua di pinggiran Korea Selatan, waktu seolah berhenti. Bangunan-bangunan berlumut, jalanan berkabut, dan lonceng gereja yang berdentang tanpa sebab menjadi keseharian warga yang jarang bicara tentang masa lalu. Arula Prisha Askara, gadis 16 tahun asal Indonesia dengan kemampuan indigo, pindah ke kota itu untuk tinggal bersama bibinya setelah kehilangan orang tuanya. Namun sejak malam pertama, ia mulai mendengar bisikan samar memanggil namanya di antara kabut, dan melihat bayangan yang mengikuti langkahnya. Bersama Min Joon, Seo Yeon, dan Park Hae Jin — tiga remaja yang tanpa sadar terikat dengan sejarah kelam kota itu — Arula perlahan mengungkap rahasia tentang ritual kuno yang gagal, roh yang terperangkap, dan kutukan yang mengikat seluruh kota. Tapi semakin dekat mereka pada kebenaran, semakin kuat suara-suara yang mencoba menenggelamkan mereka ke dalam kegilaan. “Di kota tua ini… yang mati tidak pernah benar-benar pergi.”
[Prolog] []Kota yang Tidak Pernah Tidur[] Kabut malam turun perlahan, menelan setiap sudut kota tua itu dalam keheningan yang ganjil. Lampu jalan berpendar lemah, seolah kelelahan menahan waktu yang sudah lama berhenti di tempat ini. Dari kejauhan, lonceng gereja berdentang tiga kali—padahal jarum jam baru menunjuk pukul sebelas. Di jalan sempit berbatu, langkah kaki seseorang terdengar tergesa. Arula Prisha Askara menggenggam koper kecilnya erat-erat, napasnya berpacu dengan udara dingin yang menusuk. Ia baru tiba di Korea Selatan sore tadi, dan perjalanan menuju rumah bibinya seharusnya sederhana—tapi sopir taksi yang mengantarnya menolak masuk lebih jauh ke kota ini. Katanya, “setelah jembatan itu, bukan tempat untuk orang luar.” Arula sempat mengira itu hanya takhayul, sampai ia mulai mendengar bisikan samar di sela kabut. Satu suara… lalu dua… semakin banyak. Bukan bahasa yang ia pahami, tapi nadanya seperti doa yang diucapkan terbalik. Ia berhenti sejenak di depan papan kayu bertuliskan huruf Hangul yang nyaris pudar: “Hwanghae—Kota yang Terlupakan.” Angin berembus dingin. Dari kejauhan, terlihat siluet gereja tua berdiri di puncak bukit, salibnya miring seperti hampir patah. Di bawahnya, lampu rumah-rumah redup, seperti mata yang memandangi setiap langkahnya. Tiba-tiba, di ujung jalan, ia melihat sosok perempuan berdiri diam. Rambut panjang, gaun putih, wajahnya tertutup bayangan. Arula terpaku. Perempuan itu menatap ke arahnya—lalu perlahan mengangkat tangannya, menunjuk lurus ke depan. Dan di saat yang sama, Arula mendengar suaranya untuk pertama kali: “Kau akhirnya datang, Arula…” Suara itu lembut, tapi menggema di seluruh jalan seperti datang dari dalam kepalanya sendiri. Lampu jalan padam seketika. Kabut menelan segalanya. Dan malam itu, kota tua Hwanghae kembali bernafas—setelah tidur selama dua puluh tahun.
[]
[]
Kota Hwanghae
Udara pagi di kota Hwanghae terasa berat. Kabut belum juga menghilang meski matahari sudah naik sepenggalah. Jalanan berbatu tampak basah oleh embun, dan aroma tanah tua bercampur karat memenuhi udara. Arula melangkah pelan di antara gang sempit yang dipenuhi papan toko berbahasa Hangul usang. Sebagian catnya mengelupas, dan beberapa jendela masih tertutup papan kayu. Ia menarik koper kecilnya, menatap alamat di kertas lusuh yang diberikan bibinya
"Penginapan Han. Jalan Seonhwa No. 13.”
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Nomor tiga belas *gumamnya lirih*
Di ujung gang, bangunan berlantai dua berdiri dengan atap miring dan papan nama kayu bertuliskan 한 여관 (Han Yeogwan). Di bawahnya, seorang wanita tua berambut keperakan sedang menyiram bunga dengan air dari ember besi
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Permisi, Nyonya Han?*suaranya lembut,sedikit gemetar*
Wanita itu menoleh perlahan. Matanya kecil tapi tajam, seolah bisa menembus dinding dada Arula. Lalu,senyumnya muncul hangat tapi anehnya membuat bulu kuduk Arula meremang
Nyonya Han
Nyonya Han
Ah, kau pasti keponakan Sumi*katanya dalam bahasa Korea yang lembut tapi serak*
Nyonya Han
Nyonya Han
Aku sudah menunggumu
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Menunggu… saya?*tanya Arula pelan*
Nyonya Han
Nyonya Han
Kota ini tahu kalau seseorang akan datang hari ini*Nyonya Han tersenyum tipis*
Arula tidak mengerti maksudnya, tapi memilih diam. Ia mengikuti Nyonya Han masuk ke dalam penginapan. Bau kayu tua bercampur dupa memenuhi udara. Lantai berderit setiap kali mereka melangkah. Di ruang tamu, tergantung foto hitam-putih besar...potret sekelompok warga tersenyum di depan gereja tua di atas bukit. Tapi ada sesuatu yang membuat Arula terpaku: di pojok kiri bawah foto, samar-samar terlihat sosok kabur seperti bayangan manusia, tanpa wajah
Nyonya Han
Nyonya Han
Foto lama*ujar Nyonya Han tanpa menoleh*
Nyonya Han
Nyonya Han
Diambil sebelum,kejadian itu
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Kejadian apa?*Arula mengerutkan dahi*
Namun wanita tua itu hanya menatapnya, lama, lalu berkata pelan
Nyonya Han
Nyonya Han
Lebih baik kau tidak menanyakan hal-hal yang membuat kota ini terjaga
[]
🌛🌃
Malam harinya, ketika Arula berbaring di kamar kecil di lantai dua, suara langkah kaki terdengar di lorong. Langkah pelan… teratur… tapi berat, seperti menyeret sesuatu. Ia menahan napas, menatap celah pintu yang remang. Tidak ada siapa-siapa. Tapi kemudian, dari luar jendela, terdengar bisikan pelan dalam bahasa asing.
“...Arula…”
Arula membeku. Itu suara yang sama seperti di malam ia tiba di jembatan. Ia menatap ke luar jendela hanya kabut putih pekat. Lalu samar-samar, di pantulan kaca, tampak sosok perempuan bergaun putih berdiri di belakangnya. Namun saat ia menoleh… tak ada siapa pun. Dan dari meja di sisi ranjang, lilin yang padam tiba-tiba menyala sendiri.
Tok...tok...tok...
Ketukan di pintu kamar membuat Arula tersentak dari lamunannya
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Arula?*suara lembut itu memanggil, agak serak tapi hangat*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Ini Bibi Sumi,boleh Bibi masuk?
Arula bergegas membuka pintu. Di ambang, berdiri seorang wanita berusia empat puluhan dengan wajah lelah tapi ramah. Rambutnya disanggul rapi, dan ada lingkar hitam samar di bawah matanya. Saat melihat Arula, senyumnya muncul perlahan
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
*membuka pintu kamar*
Krek🚪
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Kau sudah besar sekali*katanya dalam bahasa Indonesia yang fasih tapi beraksen Korea*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Terakhir Bibi lihat, kau masih kecil… waktu itu…
Suara Bibi Sumi tiba-tiba terputus. Ia menghela napas pelan dan menatap Arula, matanya seolah menyimpan banyak hal yang tak terucap
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Waktu Mama dan Papa…
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Ya,jangan dibicarakan dulu malam ini kau pasti lelah*ucapnya sambil Ia menepuk bahu Arula lembut*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Besok pagi Bibi antar ke sekolah barumu kota ini memang agak berbeda tapi lama-lama kau akan terbiasa
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
*arula hanya mengangguk*
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Terimakasih bik
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Aku lupa sudah dibiarkan di sini*gumamnya sedikit cemas*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Kalau bisa, jangan terlalu sering menatap cermin itu malam-malam
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Kenapa?*Arula menatapnya heran*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Cermin lama milik pemilik penginapan sebelumnya katanya,kadang memantulkan sesuatu yang bukan dari dunia ini*Bibi hanya diam sejenak,lalu tersenyum samar*
[]
Setelah Bibi Sumi keluar, Arula duduk di tepi ranjang. Ia memandangi cermin itu lama-lama. Bingkainya terbuat dari kayu gelap, penuh ukiran simbol asing. Permukaannya sedikit retak di ujung, tapi cukup jernih untuk memantulkan bayangannya sendiri
Untuk beberapa detik, semuanya terlihat normal… Sampai Arula menyadari bayangannya tersenyum, padahal ia tidak
Ia mundur cepat, jantungnya berdegup keras cahaya lilin di meja kembali bergetar,nyalanya menipis,lalu padam dan di tengah kegelapan itu, Arula mendengar suara napas seseorang pelan, di belakang punggungnya
"Selamat datang kembali…”
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
*Arula menoleh, cermin di sudut kamar bergetar pelan*
…seolah sesuatu di dalamnya sedang berusaha keluar....
[]
[]
 "Suara itu datang dari dalam dinding, bisikan lirih yang memanggil namanya, menjanjikan pengetahuan terlarang dan kengerian abadi jika ia berani menjawab"
📲
💬

1.B.2

[]
🌃malam🌃
Malam itu, setelah makan malam sederhana bersama Nyonya Han, Arula memutuskan berjalan ke rumah bibinya yang hanya berjarak beberapa gang dari penginapan. Kabut mulai turun lagi, lebih tebal dari sebelumnya. Setiap lampu jalan seperti terbungkus selimut putih, dan udara dingin menusuk tulang Ia mengikuti petunjuk arah yang diberikan Nyonya Han,melewati toko obat herbal, belok kiri di gang sempit, lalu menuruni anak tangga batu menuju rumah kecil di bawah pohon ginkgo tua Rumah itu berdiri tenang, dindingnya terbuat dari kayu gelap dan jendela-jendelanya berbingkai kertas tipis seperti rumah tradisional lama. Tapi anehnya, semua jendela tertutup rapat, bahkan pintu utamanya pun tampak seperti tidak pernah dibuka
Rumah Bibi Sumi
Tok...tok...tok...
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Bibi Sumi?*arula mengetuk pelan*
Tidak ada jawaban
TOK...TOK...
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Bibi? Ini Arula…*Ia mengetuk lagi, sedikit lebih keras*
Pintu berderit terbuka perlahan tidak sampai setengah, hanya cukup untuk memperlihatkan lorong gelap di dalam rumah. Dari dalam, tercium aroma dupa dan obat herbal bercampur sesuatu yang lebih aneh seperti logam berkarat
Arula?*Suara Bibi terdengar lembut dari dalam*
Masuklah
Arula melangkah masuk. Lampu gantung kuno menyala redup, cahayanya kekuningan dan bergetar seperti lilin hampir padam di dinding,tergantung beberapa foto lama keluarga termasuk foto kedua orang tuanya. Tapi wajah-wajah dalam foto itu tampak… kabur. Seperti terhapus sebagian
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Maaf,rumah Bibi berantakan*ucap Bibi Sumi sambil tersenyum lemah*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Aku jarang dapat tamu malam-malam
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Tidak apa*jawab Arula*
Matanya arula tertuju pada satu foto di atas meja altar kecil foto seorang gadis muda berpakaian tradisional hanbok, wajahnya mirip dengan Arula
NovelToon
Foto yang di lihat arula
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Siapa dia, Bi?
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Itu…nenek buyutmu,dia juga pernah tinggal di sini, lama sekali lalu Katanya,dulu dia bisa melihat hal-hal yang tak seharusnya terlihat*jawab sang bibi pelan*
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Seperti aku?*ucapnya*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Darah kita memang tak pernah lepas dari penglihatan itu*menjawab sambil menatap keluar jendela*
Tiba-tiba, jendela bergetar keras angin malam bertiup kencang, meniup dupa di altar hingga apinya padam lalu terdengar suara berbisik dari luar pelan tapi jelas
“...Kau kembali ke rumahmu, Arula…”
Bibi Sumi berdiri cepat, wajahnya pucat
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Jangan dengarkan*katanya tegas*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Kalau kau dengar mereka memanggilmu, jangan jawab,apa pun yang terjadi jangan jawab
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Mereka siapa, Bi?*arula menatap bibinya bingung*
Tapi sebelum sempat mendapat jawaban, seluruh lampu rumah padam serentak. Dari kegelapan, terdengar bunyi langkah kaki di atap… pelan… menyeret… seolah seseorang berjalan dengan kaki terikat
Srek... srek...
Ting...Tang
Lalu, di luar rumah, lonceng gereja tua berdentang..berbunya hingga 4x
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Lonceng itu*bisik Arula*
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
kenapa berbunyi tengah malam?
Bibi Sumi
Bibi Sumi
*Bibi Sumi menggenggam tangan Arula erat-erat*
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
*tangan di genggam sang bibi*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
Karena ada yang baru saja bangun *katanya pelan*
[]
Arula kembali ke penginapan setelah kunjungan malam kerumah sang bibi
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
*Mengingat kata-kata sang bibi*
Bibi Sumi
Bibi Sumi
“Kalau mereka memanggilmu… jangan jawab.”
Kabut makin tebal ketika Arula berjalan pulang ke penginapan. Setiap langkah menimbulkan gema aneh di antara gang berbatu yang basah oleh embun,dari kejauhan lonceng gereja tua masih berdentang pelan seolah mengikuti langkahnya, menandai setiap detik yang lewat
“Kalau mereka memanggilmu… jangan jawab.”
Namun di tengah jalan yang sunyi itu, bisikan halus terdengar lagi di telinganya begitu dekat, seolah berbisik langsung dari balik rambutnya.
"...Arula..."
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
*langkahnya terhenti*
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Siapa…?*suaranya bergetar, nyaris tak terdengar*
Tak ada jawaban. Hanya kabut yang bergulung pelan seperti hidup
Ia menunduk, mempercepat langkah. Tak lama kemudian, papan kayu bertuliskan Han Yeogwan muncul di depan matanya lega sesaat mengalir, tapi entah kenapa hawa di sekitarnya terasa lebih dingin dari sebelumnya
Penginapan tampak gelap
Arula Prisha Askara
Arula Prisha Askara
Bu Han....*panggil arula pelan*
Tak ada jawaban. Hanya suara jam dinding berdetak lambat
Ia menaiki tangga, langkahnya nyaris tanpa suara. Di ujung lorong, kamarnya terlihat setengah terbuka dari celah pintu,cahaya redup lilin berkedip-kedip Padahal sebelum ia pergi, lilin itu sudah padam Arula menelan ludah dan mendorong pintu perlahan cahaya lilin di meja bergetar lalu berhenti, nyalanya stabil Dan di depan cermin tua di sudut kamar tampak seorang perempuan bergaun putih berdiri membelakanginya
NovelToon
anggap aja begitu ya
Lilin di ruangan itu padam semua
“Aku sudah menunggumu sejak malam pertama kau lahir“
Sebelum arula menjerit..... cermin itu retak....
[]
📲
💬

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!