Pagi yang dingin karena hujan yang terus mengguyur sepanjang malam sampai pagi ini. Tapi tidak untuk sepasang suami istri yang telah selesai saling menghangatkan badan dengan olahraga pagi yang mereka ciptakan. Tampak butir - butir peluh berembun dikening keduanya.
" Sayang, baby Athaya sedang aktif-aktifnya sekarang. Dia lagi aktif berjalan dan berbicara lho." cerita Arya pada istrinya sambil tak lepas memeluk tubuhnya dibalik selimut.
"Oh ya, wah nggak terasa ya udah cepat besar dia...padahal aku merasa baru kemarin lahirin dia." ujar Vita , sambil tetap menyandarkan kepala didada suaminya.
"Makanya, kamu jangan sibuk terus kerja dong...sampe sampe terlewat tumbuh kembang anak kan. Sayang, kapan kamu berhenti kerja hmmm ? Biar aku aja yang kerja toh nafkah itu kewajiban aku sebagai kepala keluarga. Aku masih mampu mencukupi kebutuhan kalian," Arya mencoba membujuk istrinya dengan intonasi yang lembut.
" Aku percaya dengan tanggung jawabmu mas. Tapi please aku belum mau berhenti kerja, karirku sedang menanjak mas...jabataanku baru aja naik, nggak enak lah sama bos. Suatu saat, aku akan berhenti kok." ujar Vita sambil mengecup pipi kanan suaminya lalu beringsut turun menuju kamar mandi.
Arya hanya bisa menghela nafas berat, setiap membahas soal ini selalu saja akhirnya tak ada sepakat. Bukannya Arya tidak mau bersikap tegas sebagai suami, tetapi dia sudah berjanji sebelum menikah saat Vita meminta untuk tidak melarangnya berkarir meskipun nantinya mereka punya anak. Ya, Arya menjanjikan itu atas dasar cinta dan sayangnya pada Vita tanpa mengolah fikiran, tanpa berfikir panjang. Masa depan pasti akan baik baik saja fikirnya.
Ceklek, suara pintu kamar mandi terbuka membuyarkan lamunan Arya. Istrinya baru keluar dengan handuk melilit tubuhnya, tampak segar dan menggoda dengan tetesan air yang jatuh dari rambut basahnya yang terbungkus handuk.
" Mas, cepetan mandi gih...keburu telat ke kantornya."
" Aku santai ke kantornya kok, bos mah bebas. Aku mau ke rumah mama dulu jemput Athaya. " Arya berkata sambil berjalan menuju kamar mandi melewati istrinya yang sedang memilih baju, tak lupa ia gigit gemas bahu mulus istrinya sehingga tercipta stempel kepemilikan.
Vita hanya bisa mendengus kesal dengan kelakuan suaminya itu. Ia bergegas memakai baju dan merias wajahnya, tak lupa menyiapkan pakaian untuk suaminya.
" Mas, aku tunggu dibawah ya siapin makan dulu." teriak Vita ke arah kamar mandi. "
" Ya, sayang," teriak Arya.
Vita segera turun ke bawah menuju ruang makan yang aksesnya dengan dapur tersekat mini bar. Rumahnya 2 lantai bercat putih mutiara bergaya minimalis modern, cukup besar dan elegan. Ada taman kecil dibagian samping depan rumahnya, berdampingan dengan teras yang cukup lebar.
" Bi, nasi gorengnya sudah siap ? tanya Vita kepada bi Idah sambil berjalan menuju dapur.
"Sudah beres neng, bibi siapin ke di meja makan ya neng."
" Ya bi, taroh dimeja aja. Saya mau buat teh dulu buat mas Arya."
Tak berselang lama Arya pun turun dan bergegas menuju meja makan. Jam menunjukkan pukul 7.30 WIB, mereka makan dengan cepat tanpa obrolan karena waktu yang mepet Vita harus masuk kantor jam 8.
" Sayang, aku berangkat sekarang. Assalamualaikum..." Selesai makan Vita buru-buru cium tangan suaminya lalu berjalan tergesa gesa ke arah depan.
" Hati-hati sayang....jangan ngebut." teriak Arya yang masih duduk di meja makan.
Druummmm...mobil Civic merah yang dikendarai Vita pun melaju keluar gerbang. Menyusuri jalan perumahan, menuju jalan raya.
****
Hai semua, kenalin aku penulis amatir yang sedang mencoba menulis sebuah cerita, dan inilah novel pertamaku.
Silahkan tinggalkan jejak Like, komen, Vote.
Terima kasih
Arya masih duduk di meja makan, sambil menyesap dalam teh tawar kesukaannya. Tampak menikmati, tapi sebetulnya hatinya mendesah berat. Pikirannya sibuk menyelami kehidupan pernikahannya dengan Vita.
Hampir setiap hari suasana rumah lengang seperti ini. Setiap pagi Arya dan Vita berangkat kerja, terkadang keluar bersama dengan mobilnya masing-masing, terkadang Arya mengantarnya, terkadang juga seperti saat ini Vita berangkat sendiri karena Arya akan ke kantor siang.
Mereka bertemu lagi dirumah jam 6 sore, ya itu paling cepatnya. Terkadang Arya menjemput ke kantor jika istrinya harus pulang malam karena lembur.
Ringtone "memories" Maroon five dari hp nya mengagetkan Arya yang sedang melamun. Tampak dilayar Mama is Calling.
"Assalamualaikum ma...iya ma, Arya berangkat sekarang."
Setelah sambungan terputus, Arya bergegas ke depan rumah. Tak lupa sebelumnya mewanti wanti bi Ida untuk mengunci setiap pintu demi keamanan dirumah.
" Pak Wahyu, ayo berangkat. Sebelum ke kantor antar ke rumah mama dulu menjemput Athaya."
Pak Wahyu yang sedang mengelap mobil Pajero hitam bos nya tampak menganggukan kepala.
Arya berjalan menuju pintu kiri penumpang samping kemudi. Tanpa menunggu dibukakan pintu, Arya bergegas masuk. Ya, Arya tidak suka dilayani seperti tuan-tuan, dia sangat low profile meskipun dirinya seorang bos besar pemilik jaringan Galaksi Dept. Store dengan puluhan cabang yamg tersebar di 7 provinsi di Indonesia.
Arya selalu bekerja dengan setelan semi formal. Celana jeans dipadu kemeja slimfit, atau celana jeans berpadu kaos plus jas semi formal adalah setelan favoritnya. Setelan jas formal hanya dipakai jika ada undangan atau pertemuan penting. Pokoknya, bos mah bebas.
" Pak Wahyu, gimana kabarnya bu Desi ?" Arya memecah keheningan dengan obrolan nenanyakan kabar istrinya pak Wahyu.
" Alhamdulillah, sehat dan selalu bahagia den." Pak Wahyu menjawab sambil fokus menyetir dengan kecepatan sedang.
" Pak, saya kan sering bilang jangan panggil aden segala cukup Arya aja karena pak Wahyu saya anggap bapak kedua setelah papa." Arya berujar sambil mencebik kesal.
" Hehe..nggak den ah..bapak nggak mau manggil nama langsung. Bapak segan dengan kebaikan aden selama ini sudah membantu banyak untuk keluarga bapak. Sekarang Andina, anak pertama bapak Alhamdulillah sudah selesai wisuda. Anak bungsu si Zaki, naik kelas 12. Kalau bukan karena bantuan dari aden mana mampu bapak menyekolahkan anak-anak sampe lulus kuliah." Pak Wahyu berkata panjang lebar dengan parau karena haru, terkenang akan segala kebaikan Arya yang selalu membantu biaya pendidikan anak-anaknya.
" Wah...Andina sudah lulus kuliah ternyata. Syukurlah pak, saya ikut senang. Oh ya, saya sudah lupa rupa Andina seperti apa sekarang pak. Dulu ketemu terakhir tuh dirumah papa dia masih kelas 6 SD dan saya SMA kelas 3. Inget dulu setiap minggu Andina datang dan saya suka jahilin dia colok-colok lesung pipinya." Arya terkekeh membayangkan kejahilannya dulu sampe-sampe Andina menangis karena diusilin terus sama Arya.
" Apa lesung pipinya masih ada pak ?" lanjut Arya sambil terkekeh pelan.
" Masih dong den...nggak mungkin hilang. Malahan bapak setiap saat khawatir karena senyum manisnya jadi pemikat, banyak cowok yang naksir. Tapi tak ada satupun cowok yang nyantol kehatinya. Duh, pengennya cepat dapat jodohnya biar bapak tenang.
Tak terasa mobil pun sampai dihalaman rumah mamanya Arya.
" Eh sudah sampai nih, ntar lanjut lagi ngobrolnya pak."
" Iya den, to be continue."
Arya tergelak mendengar jawaban gaul pak Wahyu, sambil bergegas turun membuka pintu mobil.
Arya berjalan cepat mamasuki rumah mama nya tak lupa mengucapkan salam. Tampak anaknya Athaya sedang bermain-main dengan Marisa adiknya.
" Assalamualaikun jagoan papi....lagi main apa hmm." Arya mengangkat tinggi anaknya sambil mencium seluruh wajah sampai Athaya tergelak kegelian.
" Kak, gara-gara ngurus Atha aku bolos kuliah nih." adunya Marisa sambil cemberut.
" Ulu-ulu...nggak ikhlas banget sih adikku yang imut ini. Subsidi uang jajannya mau distop ya." Ancam Arya sambil mengacak rambut adiknya gemas.
Marisa mencebik kesal " Ngancem aja kebiasaannya." Arya terkekeh melihat adiknya yang kesal.
Dari arah belakang rumah tampak mama Rita dan papa Robby datang menghampiri mereka. Wajah dan badannya tampak berkeringat habis olahraga. Ya, orangtua Arya meskipun usianya sudah setengah abad tapi tetap terlihat bugar karena disiplin menjaga kesehatan.
" Arya, besok mama sama papa mau ke Lembang mau memantau panen sayuran, tadi malam mang Oni ngasih kabar. Jadi Athaya jangan diantar kesini, adikmu juga harus kuliah besok." ujar mama Rita.
"Kapan sih Ar, istrimu resign ?. Jangan sampai menyesal nantinya mengabaikan keluarga demi ambisi karier. Contoh mama mu nih, fokus mengurus keluarga, suami dan anak-anak terurus, papa kan jadi tenang bekerja karena anak-anak tidak kurang perhatian dan kasih sayang. Kamu dan adikmu bisa merasakannya kan. Kalau dirumah damai bahagia, seorang anak nggak akan cari perhatian diluar rumah dengan berbuat nakal. Jadi mumpung Athaya masih kecil, mumpung belum mengerti segeralah ambil keputusan. Papa bicara seperti ini karena sayang sama kalian."
Arya hanya bisa terdiam mendengarkan ceramah papa nya yang entahlah sudah keberapa ratus kali diulang, yang pasti bikin panas kuping.
"Iya pa, nanti Arya akan bicarakan lagi dengan Vita." Arya memilih tidak mendebat papa nya karena akan tahu nantinya berlanjut ceramah panjang lagi.
" Kalau gitu Arya pamit dulu ma...mau ajak Atha ke kantor. Ayo sayang salim dulu sama oma, opa dan onty." Arya selalu mengajarkan anaknya bersikap sopan pada siapapun. Tidak hanya pada keluarganya, tapi juga pada orang-orang yang bekerja padanya tanpa memandang status.
" Dadah ganteng...." Marisa mencium pipi gembil keponakannya itu dengan gemas. Dibalas ocehan tidak jelas Athaya karena masih belajar bicara.
" Arya pergi ma pa...Assalamualaikum "
" Waalaikumsalam " dijawab serempak.
Arya melangkah keluar menuju mobilnya, tangan kanannya memangku dan tangan kirinya menenteng tas perlengkapan anaknya. Athaya ia dudukkan dikursi belakang yang sudah terpasang baby car seat.
" Ayo pak Wahyu...lanjut ke kantor !"
" Siap den, lets go den kecil...." sambil pak Wahyu menoleh ke arah Athaya yang dibalas anak itu dengan tertawa senang.
Mobil pun berjalan perlahan keluar gerbang rumah besar orangtua Arya, menyusuri jalan perumahan yang asri dan rindang dengan pepohonan yang berjejer sepanjang jalan. Kemudian menuju jalan besar membelah jalan raya kota Bandung yang hiruk pikuk dengan berbagai kendaraan.
Butuh waktu 45 menit menuju kantor yang berpusat di Galaksi Dept Store yang berlantai 5. Bangunan pertama yang dirintis dari nol oleh papa nya, bermula berupa toko kelontongan, atas ketekunannya merangkak menjadi mini market, lalu seiring berjalannya tahun ke tahun melebarkan bangunan dengan membeli tanah dan disekitarnya hingga dilebur menjadi bangunan supermarket yang besar dan terkenal karena ciri khas arsitektur depannya yang bergaya histori.
*****
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!