"HAAHH!"
Seorang gadis terbangun dari tidurnya, mungkin. Gadis itu adalah Liana.
Liana?!
"Astaga! Aku ... a–aku masih hidup?!"
Ia memposisikan duduk sambil memegang wajahnya, Liana memandang tangannya tidak percaya. Ia yakin, dirinya sudah mat1 di Rumah sakit tapi kenapa ia malah terbaring di kasur rumah?
"A–apa yang terjadi?" gumamnya.
Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 06:10. Kemudian ia kembali memastikan hari dan tanggal di ponselnya, 10 Juli 2014.
Liana terbelalak setelah mengetahui bahwa ia berada di tahun sebelum ia mengenal 8 mafia itu. Jika ini adalah tahun dirinya hidup kembali, artinya ia memiliki kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki kekacauan seperti sebelumnya.
"Aku terlahir kembali? Ah tidak, ku rasa lebih tepatnya aku hidup kembali. Jadi aku masih punya kesempatan untuk memperbaiki segalanya!" yakin Liana.
Liana beranjak dan melihat kalender karena di sana seingatnya pernah menulis jadwal kuliahnya.
"Ujian semester? Itu artinya hari ini? Dan waktu itu Arion dan yang lain datang untuk menagih hutang Ayah?"
Tak!
Liana memukul telapak tangan dengan kepalan tangan satunya, ekspresinya seakan-akan ia bisa melakukannya dengan keyakinan.
"Baiklah! Kali ini aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini!"
"Untuk itu, aku harus kuliah dulu!"
-
Liana celingukan mencari seseorang, ia kini sudah siap untuk berkuliah.
"Ayah tidak ada?" Liana terdiam sejenak.
"Bukan kah seingat ku, seharusnya Ayah pergi kerja siang? Dan Ayah tidak menjemput ku karena kedatangan Arion dan yang lain? Apa aku melupakan sesuatu, yah?" gumam Liana.
Liana tidak ambil pusing, ia pun langsung berangkat kuliah karena hari ini ia akan ujian.
-
-
15:20 PM.
Liana melihat jam pada ponselnya, benar saja Ayahnya tidak menjemput nya itu artinya di rumah pasti Arion dan yang lain sudah ada di sana. Sepertinya ia harus bergegas dengan naik taksi, sebelumnya ia jalan kaki karena berhemat tapi kali ini ia harus mengubah segalanya walaupun hal yang kecil.
Sesampainya di rumah ia membayar ongkos, Liana melihat 2 mobil seperti dugaannya. Ia menghela nafas dalam-dalam, ia harus bersikap seolah-olah ia tidak mengenal mereka.
Liana membuka pintu rumah dan melihat beberapa pria sedang menahan Ayahnya, ketika melihat Arion dan yang lain ia jadi teringat kehidupan sebelumnya. Tidak, kali ini tidak akan terjadi!
"Ayah!"
"Liana?!"
Liana berjalan menghampiri mereka, Liana melirik sekilas ke arah seorang pria yang memiliki tatapan dingin yaitu Arion. Pria arogan itu duduk di kursi tunggal sambil menopang kaki seakan seperti pemilik rumah sendiri.
"Ada apa ini?!" tanya Liana.
"Sayang, kau masuk lah dulu Ayah ingin berbicara penting dengan mereka,"
"Oh, ini alasan yang anda berikan waktu itu demi menyekolahkan Putri kesayangan?" yang berbicara itu adalah Lucas.
Kevin mengangguk kecil.
"Kenapa kau tak bilang bahwa kau memiliki seorang gadis cantik?"
Inilah awal di mana mereka mulai tertarik padanya, ia harus membuat mereka semakin tertarik padanya. Pikir Liana.
"Liana, kamu masuklah ke kamar, yah? Ayah ingin bicara penting dengan mereka," Kevin.
Ini kata yang sama seperti sebelumnya, setelah ia meninggalkan mereka pasti akan terjadinya keributan. Tapi, Liana harus mengikuti alur ini agar berjalan sesuai keinginannya. Liana pun pergi meninggalkan mereka sekalian berganti pakaian.
Liana menggigit jarinya berjalan mondar-mandir, ia memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah akan sama seperti kehidupan sebelumnya atau berubah? Karena semua yang ia alami seakan-akan sama, apa kali ini ia akan gagal lagi?
"Tidak, tidak, tidak! Tidak mungkin! Aku harus mengubah semuanya, aku harus mengatasi ini karena mereka tidak tahu kalau aku reinkarnasi!"
Liana pun keluar dari kamar dan bergegas menemui Ayahnya.
"Bawa dia!!"
"Tunggu!"
Pandangan Arion dan yang lain serta Kevin menuju ke arah Liana yang berdiri tak jauh dari mereka, Liana berjalan menghampiri mereka.
“𝘒𝘪𝘵𝘢 𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵, 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘵𝘢-𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢?”
"Kenapa kalian ingin membawa Ayah saya?!"
"Karena dia memiliki hutang, memang salah kami menagih uang yang Ayah mu pinjam?" senyum berambut silver, Felix. Astaga, pesonanya memang tidak bisa di bandingkan.
"Hutang?" Liana melirik Kevin.
"Ya, tidak mungkin kau tidak tahu?"
Liana melirik Kevin, sebenarnya ia tahu semuanya hanya saja ia harus berpura-pura tidak tahu.
"Ayah, Ayah hutang pada mereka? Untuk apa?!"
"Seharusnya kau tahu alasan mengapa Ayah mu berhutang?"
Ntahlah, ini termasuk bagian yang tidak Liana ingat. Lupa atau karena pembicaraan mereka memang berubah?
"Ayah ...." meminta penjelasan.
"Itu ... Ayah ...."
"Ayah tidak berhutang untuk bersenang-senang sendiri, 'kan?!"
"Tidak! Ayah gunakan untuk mu kuliah!!" jawab cepat Kevin.
"A–apa?!"
"Maafin Ayah, Liana. Ayah terpaksa berhutang demi menguliahkan dirimu, gaji yang Ayah dapat tidak mungkin cukup untuk membayar perkuliahan mu. Jadi Ayah berhutang pada mereka karena tidak ada jalan lagi," Kevin menangis.
"Kenapa Ayah tidak bilang pada Liana dahulu?! Kita bisa diskusi 'kan bersama?!"
Liana tetap sesak pada bagian ini, selama ini Ayahnya berjuang sendiri demi dirinya kuliah sampai nekat berhutang. Bod0hnya dulu ia tidak tahu kalau ini hasil pinjaman dari seorang yang berstatus Mafia.
"Jika Ayah berbicara pada mu tentang hal ini, tidak mungkin kau akan setuju. Ayah ingin kau bisa mencapai impian dan kesuksesan mu melebihi Ayah,"
Pedih sekali melihat Ayahnya menangis, Liana saja tidak bisa menahan air matanya. Padahal ia sudah tahu kalau jadinya akan begini tapi kenapa masih begitu asing?
"Demi apa? Uang yang digunakan untuk Putrinya ternyata Putrinya juga tidak tahu asal-usul dirinya bisa sekolah? Sangat membingungkan," senyum miring Carlos.
"Dia 'kan menjadi Ayah yang baik untuk Putri tercintanya, jadi wajar dong," timbal Lucas.
Baiklah, kini giliran mereka yang harus Liana tangani.
"Ayah tidak memiliki uang untuk sekarang, karena uang gajinya sudah digunakan untuk kebutuhan dapur. Jika anda masih memiliki hati, berikan kami kesempatan untuk membayar semuanya!" Liana menatap Arion.
Arion tersenyum tipis kemudian pria itu berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Liana.
"Oh ya? Kau mampu membayar semua hutang-hutang Ayahmu dengan jumlah besar? Bahkan melebihi gaji Ayahmu serta rumah ini pun tidak akan sanggup membayar hutang-hutangnya,"
Tentu saja, mana mungkin ia bisa membayar hutang dengan jumlah besar dalam 1 bulan? 1 tahun saja tidak mungkin.
"Sepertinya tidak mungkin," gumam Liana. "Lalu bagaimana caranya kita melunasi hutang-hutang Ayah saya?! Dan apa yang akan anda lakukan pada kita jika tidak membayar hutang?!"
"Liana!" sentak Kevin.
Liana tidak peduli dengan sentakan Ayahnya, karena ujung-ujungnya ia pasti akan dibawa oleh mereka.
"Menurut mu?" senyum penuh arti.
Apalagi kalau bukan dibunvh? Seingatnya Arion pernah berkata jika tidak membayar hutang akan mendapatkan konsekuensi dengan menyerahkan nyaw4 Kevin.
"Nyaw4?"
"Tepat sekali, kau pintar gadis manis,"
Tunggu, Arion beda sikap? Padahal sebelumnya Arion adalah pria yang tegas dan dingin, bahkan padanya. Tapi kenapa sikap Arion berubah seperti ini? Apa ia berhasil mengubah kehidupan?
"Anggap saja kami juga masih memiliki hati nurani karena sudah meminjamkan uang kepada orang lain, tapi perlu diingat. Kami meminjam tanpa memandang status dari si peminjam, hanya dengan syarat saja, dan syarat itu tidak sulit untuk dilakukan. Syarat pertama, membayar tepat waktu, dan syarat kedua, menyerahkan nyaw4 jika tidak sanggup membayar. Gampang, bukan?"
Gampang? Bagian mananya?!
“𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢𝘱 𝘥𝘪𝘢 𝘬𝘦𝘫𝘢𝘮 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘵𝘪? 𝘈𝘩, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢. 𝘋𝘪𝘢 ‘𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘫𝘢𝘮 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘸𝘢𝘭,”
Arion mengangkat dagu Liana dengan jari telunjuk nya. Liana terkejut, ini tidak ada bagian di kehidupan pertamanya.
"Tapi sepertinya ada 1 syarat lagi sebagai tambahan," senyum miring.
"A–apa?" Liana gelagapan, sungguh ini bukan termasuk bagian akting Liana.
"Ikut bersama ku,"
Ah, ya! Jangan lupakan bahwa dirinya juga sebagai jaminan hutang Ayahnya.
"Apa?! Tidak, Tuan Arion! Jangan Putri saya! Saya yang berhutang, jadi saya yang harus bertanggung jawab! Tolong, jangan jadikan Putri saya sebagai jaminan!" Kevin memberontak karena dirinya dari tadi di tahan oleh Kenzo dan Edgar.
Arion dan Liana saling bertatapan, bagi Liana Arion ada sedikit perbedaan bahkan sangat berbeda. Apakah Arion memang seperti ini atau bagaimana?
Lalu seseorang menarik bahu Arion dan maju berhadapan dengan Liana.
"Yah, aku setuju. Gadis manis ini dari tadi membuat ku terpikat," Elvano tersenyum mencengkeram rahang Liana.
"Katakan, siapa nama mu?" tanya Elvano.
"Liana,"
"Yang lengkap!"
"Liana Veronica!"
Elvano tersenyum dan melepaskan cengkeramannya, "Liana, ya? Veronica? Nama yang bagus, cocok untuk mu yang manis," mengedipkan sebelah matanya.
Tunggu! Kenapa jadi begini?! Ia kira Elvano itu kalem, kenapa jadi KAnj1 LEMbut?!
Arion menghadap Kevin, "Saya akan berikan 2 pilihan untuk anda!"
Kevin menatap Arion.
"Saya akan melupakan hutang mu dan saya anggap hutang mu lunas, asal! Putri mu ini sebagai jaminannya,"
"APA?!" terkejut Kevin.
"Dan! Jika tidak, saya akan menyita rumah ini dan nyaw4 mu sebagai jaminannya!"
"Tu–tuan, kalau nyaw4 saya tidak apa. Tapi, tolong jangan Putri saya dan rumah ini! Rumah ini peninggalan istri saya juga, dan kalau anda sita bagaimana dengan Putri saya nanti?!"
"Ayah!!"
"Itu bukan urusan saya, saya hanya ingin uang saya kembali!" Arion dingin.
"Tidak–"
"Ayah! Apa yang Ayah katakan tadi?! Kalau Ayah tidak ada, bagaimana dengan diriku?! Itu sama saja!"
Kevin terdiam.
"Ayah lebih mementingkan keinginan Ayah daripada diriku!"
"Ayah mementingkan mu, Liana!"
"Mementingkan apa?! Dengan cara Ayah tiada?!
Dengan cara meninggalkan rumah ini untuk Liana?! Dan dengan cara meninggalkan Liana sendiri?! Ayah tidak memikirkan Liana kedepannya? Ayah tidak berpikir bagaimana jadinya kalau Liana sendiri tanpa keluarga ataupun kerabat?!"
Lagi-lagi Kevin terdiam.
"Ini juga salah Ayah karena tidak mau mengatakan yang sebenarnya pada Liana kalau uang yang dihasilkan untuk kuliah ternyata uang pinjaman! Jadi Ayah harus menanggung konsekuensinya!"
"Iya! Makanya Ayah akan membayarnya dengan nyaw4 Ayah!"
"Kenapa Ayah selalu mementingkan diriku?" tanya Liana dengan nada pelan.
"Kenapa juga Liana bertanya begitu?! Tentu saja karena Ayah menyayangi mu, Ayah akan melakukan apa saja demi dirimu agar bisa memiliki kehidupan yang kau inginkan!"
"Sepertinya tidak,"
"A–apa?"
Arion dan yang lain hanya bisa menyaksikan perdebatan antara Anak dan Ayah.
"Itu keinginan Ayah, bukan keinginan ku. Ayah terus menginginkan kehidupan ku yang bahagia dan harus menjalani seperti ini-itu, tapi Ayah tahu bagaimana prosesnya saat menjalani tanpa keinginan ku?"
"Li–liana ...."
"Liana tahu kalau Ayah memiliki niat yang positif untuk Liana, tapi Ayah tidak bisa terus menekan Liana agar bisa mencapai cita-cita. Tanpa cita-cita, tanpa sekolah asalkan hidup bersama Ayah, di samping Ayah sudah membuat Liana bahagia. Jika Ayah pergi, Ayah malah merusak kebahagiaan ku!"
"Li–liana ... Ayah ...."
"Tolong pikirkan kembali tawaran Tuan Arion ini,"
Arion mengangguk kecil, tunggu ia langsung menoleh ke arah Liana.
"Kau tahu nama ku?"
Aduh gawat! Niatnya ingin jadi bijaksana malah terperangkap ucapan sendiri.
"Tapi, itu memang nama anda 'kan?" berusaha tidak gelagapan.
"Iya, apa aku tadi menyebutkan nama ku pada mu?"
Duh, mat1lah aku. Pikir Liana.
•••
.
"Tadi, Ayah ku memanggil nama anda. Tentu saja saya ingat,"
Arion mengalihkan lirikannya ke depan, Liana menghela nafas lega ia kira Arion akan curiga.
"Jika anda membawa Putri saya, apa yang akan anda lakukan padanya?!" tanya Kevin.
"Ntahlah, karena kita juga belum mencobanya," senyum Elvano memainkan rambut Liana.
Liana sedikit bergeser karena sikap Elvano membuatnya tidak nyaman, kenapa dia jadi genit begini? Pikir Liana.
"Tuan, apakah tidak ada cara lain selain 2 pilihan ini?"
"Masih untung kau saya beri pilihan! Apa kau tahu?! Orang lain jika tidak langsung membayar tanpa ada syarat, sayasudah membunvhnya detik itu juga! Seharusnya kau beruntung karena saya beri kau pilihan bagaimana cara melunasi hutang tanpa bekerja keras!" angkuh Arion.
Kevin menunduk dan menduduki kedua kalinya, tidak tahu harus bagaimana, ia merasa bersalah pada Liana. Ia tidak tahu ternyata serumit ini untuk melunasi hutang-hutangnya.
Liana menghampiri Kevin dan mengusap bahu Ayahnya.
"Ayah, tolong izinkan Liana yang berkorban kali ini," bisik Liana.
"Tapi ...."
"Liana akan baik-baik saja, percaya pada Liana! Jika Ayah sayang Liana, Ayah pasti percaya pada Liana!" memegang kedua tangan Kevin.
"Liana, kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti," Kevin menangis.
Liana memeluk Kevin, "Asalkan Ayah percaya pada Liana, Liana akan berusaha semampu Liana dan demi Ayah juga,"
Kevin juga membalas pelukan Liana, ia merasa tidak terima dengan ini semua tapi mau bagaimana lagi ini adalah akibatnya jadi harus ditanggung.
"Jadi bagaimana?"
Liana melepas pelukan kemudian berdiri, Liana berbalik menghadap Arion.
"Saya terima! Bawa saja sebagai jaminan, asal jangan mengganggu Ayah saya!"
"Pilihan yang tepat!" bukan Arion yang berbicara, melainkan Carlos.
Kevin memegang tangan Liana, gadis itu menunduk melihat Kevin menggelengkan kepalanya dan masih belum merelakan Putrinya.
"Maaf, maafin Ayah! Kau jadi terlibat karena Ayah!"
Liana berjongkok dan mengusap bahu Kevin, "Tidak, Liana yang sangat beruntung memiliki Ayah seperti Ayah ini," bisik Liana sambil tersenyum.
"Baiklah, kesepakatan sudah di buat. Sekarang, kau ikut aku!" Arion menarik tangan Liana.
"Ta–tapi–"
"Ingat! Jika kau tidak menepati syarat ku, pikirkan nasib Ayah mu!" ancam Arion.
"LIANA!!"
"Ayah!"
-
-
Ia tahu ini akan terjadi, setidaknya ini hampir sama dengan kehidupan sebelumnya. Kali ini ia harus melakukan apa, apa Arion akan mengurungnya seperti waktu itu? Seharusnya tidak karena dirinya tidak memberontak dan tidak kaget lagi.
Liana dan 8 Mafia sampai di Villa sewaan mereka sesuai dugaannya. Liana tidak begitu ingat kejadian sebelumnya, namun setiap ia melakukan hal ini-itu ia mengalami 𝘋𝘦𝘫𝘢 𝘷𝘶, mungkin itu salah satu kegiatan yang ia lakukan pada kehidupan pertamanya.
"Kau tidak memberontak?" tanya Arion memberikan tatapan datar.
"Untuk apa?"
Arion menatap Liana kemudian tersenyum tipis.
"Tidak, itu memudahkan pekerjaan ku,"
Berarti waktu itu dirinya menyusahkan Arion saat ia memberontak? Tapi itu sesuatu yang wajar karena mana ada orang yang terima saat orang itu dibawa paksa oleh orang yang tidak dikenalnya.
"Aku akan memperkenalkan kembali, aku Arion Fernando," datar Arion.
"Aku Kenzo Fernandez,"
"Aku, Lucas Wilbert," senyumnya.
"Edgar Januartha," datarnya.
"Elvano Keanu Winata, panggil saja Elvano atau Vano,"
"Carlos Marquel,"
"Aku Revan Franklin,"
"Felix Alteeza,"
Mereka memperkenalkan nama mereka sesuai ekspresi mereka masing-masing, tidak apa ia hanya memainkan peran sebagai seorang gadis yang baru pertama bertemu dengan mereka. Juga ia tidak perlu memperkenalkan diri lagi, yang tadi juga sudah cukup.
Lalu Felix tiba-tiba menarik tangan Liana membuat Liana terkejut.
"Eh, ada apa? Lepasin!"
"Langkahkan saja kaki mu!" ujar Felix tanpa menoleh kearahnya.
Rupanya Felix membawa Liana ke kamar, kamar yang tidak asing baginya. Apakah ini kamar yang sama seperti saat ia di kurung? Pikir Liana.
"Ini kamar mu untuk sementara, karena ini bukan Villa kami," kata Felix.
Liana jadi penasaran, mengapa mereka harus menyewa Villa padahal mereka memiliki Mansion besar? Apakah karena jarak Mansion mereka jauh dari sini?
"Oh, karena itu kalian menagih hutang Ayah ku untuk membeli rumah?" tanya Liana tanpa ragu.
"Apa yang kau katakan?!" mata memincing.
"Ya~ 'kan siapa tahu. Kalian tinggal di sini sementara karena kalian akan menagih hutang Ayah ku, setelah mendapatkan uang kalian kembali baru beli rumah–"
𝘚𝘦𝘦𝘵𝘵!
Felix langsung menghadap Liana dengan tatapan datar, duh gawat apakah ia salah bicara? Liana memalingkan pandangannya dengan melirik kearah lain.
"Apa aku semiskin itu?!"
Mana mungkin! Kalian lebih kaya dari semua orang di sini!
"A–ah aku tidak bermaksud merendahkan mu, i–itukan cuma tebakan," senyum paksa
"Tebakan mu jauh dari perkiraan!"
“𝘎𝘢𝘸𝘢𝘵, 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘢𝘬𝘶 𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘪𝘯𝘪?! 𝘚𝘦𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘥𝘦𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪 𝘥𝘦𝘩!”
Felix mendekatkan wajahnya pada Liana, Liana membulatkan mata dan memundurkan kepalanya.
"Aku suka ekspresi mu ini, semakin menarik," senyum penuh arti.
Padahal bagi Liana ini ekspresi spontan karena Felix tiba-tiba mendekatkan wajahnya, sangat tampan dan itu membuat Liana berdebar.
Felix memposisikan berdiri tegak, "Tetap lah di sini dahulu, aku akan keluar karena ada urusan lain. Jika kau mencoba kabur, ingat nasib Ayah mu juga dirimu!"
Setelah itu Felix pun pergi dari kamar, Liana mulai geram pada diri sendiri sampai ia mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Ternyata sesulit ini menghadapi pria seperti dia!" Liana berjalan mondar-mandir.
"Ini masih Felix, belum yang lain. Duuhh! Pantas saja waktu itu aku takut pada mereka," menggigit kuku ibu jarinya.
"Kira-kira setelah ini apa yah? Aku harus mengingat kejadian di kehidupan sebelumnya agar aku bisa mengatasi bagian yang tidak bisa ku atasi!"
Beberapa jam kemudian.
Pintu kamar Liana terbuka nampaklah seorang pria yang ternyata Felix lagi, Liana menoleh ke arah pintu kemudian berdiri dari duduknya yang di ujung kasur.
Terlihat Felix membawa 𝘱𝘢𝘱𝘦𝘳 𝘣𝘢𝘨, Liana mengingat samar-samar bahwa yang ada di dalam tas kertas yang bermerek isinya adalah pakaian lengkap dengan 𝘮𝘢𝘬𝘦-𝘶𝘱.
Felix meletakkan 𝘱𝘢𝘱𝘦𝘳 𝘣𝘢𝘨 di atas meja kaca kemudian menatap Liana.
"Malam ini aku akan mengajak mu ke suatu tempat, jadi pakai ini dan berdandan layaknya wanita!"
Benar saja, dan tempat yang di maksud Felix adalah pelelangan.
"Baiklah,"
"Kau harus sudah siap pada pukul 21:30!"
Liana mengangguk paham.
-
-
Malamnya Arion dan yang lain sudah siap menggunakan pakaian rapih mereka, tampan semua dan berkelas. Oh tentu saja karena mereka memiliki segalanya jadi tidak pernah kekurangan kebutuhan.
"Mana gadis itu?!" kesal Edgar melihat jam tangannya.
"Biar aku lihat," Felix melangkah lebar meninggalkan mereka.
Sesampainya di kamar Liana, Felix membuka pintu dan mendapati seorang gadis duduk di depan cermin sembari membenarkan hiasan anting di telinganya.
Gaun yang terlihat seperti kurang bahan sampai memperhatikan pah4 mulus, belah4n dad4 dan membentuk lekukan tubvh Liana. Tak lupa hiasan wajah dari hasil 𝘮𝘢𝘬𝘦-𝘶𝘱 membuat Liana sangat lah cantik sampai-sampai Felix tidak bisa mengedipkan matanya.
Sebenarnya Liana tidak nyaman dengan dress ini tapi mau bagaimana lagi, ini pakaian yang ia miliki dan tidak ada pilihan lain karena Felix hanya membeli satu dress saja.
Jantung Liana semakin berdetak kencang kala Felix melangkah mendekatinya.
“𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘪𝘯𝘪?! 𝘎𝘢𝘸𝘢𝘵! 𝘎𝘢𝘸𝘢𝘵! 𝘎𝘢𝘸𝘢𝘵! 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨, 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘴𝘪𝘢𝘱!!” teriak Liana dalam hati.
Spontan Liana menutup mata kala tangan Felix menyentuh pinggangnya, dan Felix menghirup aroma ada bagian bahu Liana yang telanj4ng. Felix mencivm aroma yang sangat wangi serta kelembutan kulit milik Liana, rasanya ingin ia terkam.
"A–anu ... a–aku ...."
"Apa?"
Oh tidak, kenapa Liana baru sadar sekarang kalau suara Felix mengg0da? Tatapan sayu Felix semakin membuat pria ini sangat seks1. Tidak, tidak, tidak, ia tidak boleh berpikiran macam-macam, ingat sebelum semuanya berubah ia jangan tergoda dahulu.
"A–apa ... yang ... ka–kau ... la–lakukan?" gugup Liana, mana ia juga bisa mencivm aroma parfum serta minyak rambut Felix yang sangat menggugah selera wanita mana pun.
"Menurut mu?"
𝘊𝘶𝘱.
Felix mengecvp bahu Liana. Liana sudah tidak sanggup menahan detakan jantung, saat ini jantungnya ingin meledak detik ini juga. Wajah Liana memerah padam, lututnya jadi lemas akibat Felix yang mengg0danya tanpa keraguan.
𝘊𝘶𝘱.
Kini giliran leh3rnya yang jadi sasaran kedua.
Liana mendorong Felix karena terpaksa tidak mungkin ia terus menerima semuanya, apalagi keadaan Liana sudah tidak bisa di ungkapkan.
"He–hentikan!"
Felix menatap Liana tanpa ekspresi kemudian tersenyum.
"Baiklah, jika sudah siap kita harus pergi," Felix mengulurkan tangannya.
Liana menatap tangan Felix yang putih, besar serta berurat. Jangankan orangnya, tangannya saja ganteng.
Liana menerima uluran kemudian keduanya keluar dari kamar.
Liana melihat pria-pria lainnya sedang berdiri di tengah ruangan, mereka sudah rapih dan tampan semua. Bod0hnya mengapa dirinya tidak hidup bersama mereka saja? Minusnya mereka 8 orang, jadi masih tidak mungkin bisa hidup selamanya bersama mereka apalagi sampai menikah. Jangan di bayangkan seperti apa, sudah jelas Liana adalah pawang buaya betina.
Tatapan mereka mengarah padanya dan Felix, ya ampun Liana jadi malu apalagi pakaiannya ini selalu saja membuatnya terus-terusan menutupi bagian d4danya.
"Baiklah, kali ini ku maafkan. Sekarang kita pergi!" Arion memalingkan wajahnya kemudian pergi mendahului.
Kenapa Arion begitu? Apa karena malu? Benarkah?
Tapi mungkin iya, karena mereka memalingkan wajah saat Liana menatap mereka dan melirik diam-diam saat Liana tidak melihat ke arah mereka.
-
-
Tempat pelelangan yang sama seperti sebelumnya, Felix terus menuntun Liana sampai masuk ke dalam.
"Selamat malam, para Tuan-tuan," sapa seorang pria buncit pada Felix dan yang lain sembari memegang gelas berisi minuman.
Felix dan yang lain mengangguk menerima sapaan.
"Lama tidak bertemu, apakah kalian datang ingin membeli barang lelangan?"
"Tentu saja, jika tidak kita tidak akan datang ke sini,"
"Hahahaha, iya-iya ...." kemudian pria itu melirik ke arah Liana yang tersenyum tipis, karena sekarang ia paham bagaimana cara bersikap anggun dan menawan.
"Wah, siapa Nona manis ini?"
Felix melirik ke arah Liana, sekarang ia tahu lirikan Felix hari ini. Dulu ia tidak paham dan Felix lah yang mengenalkan dirinya pada mereka.
"Halo Tuan, saya Liana Veronica," senyum Liana.
Felix tersenyum tipis.
"Halo juga Nona Liana, nama yang sangat manis seperti orangnya. Saya tidak pernah melihat anda dan masih terlihat asing. Dan anda terlihat sangat muda di kalangan wanita di sini,"
"Terima kasih, anggap saja saya pendatang baru di tempat ini," kekeh Liana.
"Ya~ selamat bergabung," serunya.
Seluruh tatapan orang-orang di sini membuat Liana merasa tidak nyaman.
“𝘋𝘶𝘩~ 𝘪𝘺𝘢 𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘱𝘢𝘬𝘢𝘪𝘢𝘯 𝘬𝘶 𝘬𝘶𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯, 𝘵𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘵𝘢𝘱 𝘬𝘶 𝘥𝘰𝘯𝘨! 𝘉𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯!" batin Liana walaupun dirinya masih tersenyum.
Lebih tepatnya mereka melihat Liana datang karena bersama 8 pria tentu saja mendapatkan perhatian dari orang-orang disekitarnya.
•••
Acara pelelangan pun di mulai, acara ini berlangsung ketika sang MC mulai pembukaan. Dirinya duduk paling tengah diantara 8 mafia, banyak sekali tatapan dan lirikan yang kurang mengenakkan di sana. Bagaimana bisa gadis yang berbau minyak telon bisa duduk berdampingan dengan 8 Mafia itu? Mana duduk di kursi yang di khususkan untuk atau bisa di bilang VIP.
"Angkat papan nomor mu jika kau tertarik dengan barang yang di pamerkan," bisik Felix.
Tentu saja, tapi apakah ia akan membeli sebuah benda yang sangat mahal itu? Sewaktu itu ia menerima kalung permata jadi apakah kali ini juga ia akan membeli kalung itu juga? Sebenarnya ia tidak tertarik, hanya saja waktu itu ia kepikiran untuk membayar hutang Ayahnya.
Mereka pun akhirnya menunjukkan kalung permata merah yang ternyata terbuat dari batu Ruby. Berkilau dan sangat mahal, tapi daya tariknya tidak membuat Liana goyah seakan-akan ia sudah bosan pada akhirnya kalung itu hilang ntah kemana ia simpan. Sayang sekali, kalung semahal itu hilang karena kecerobohannya yang lupa ia simpan.
"Kenapa kau tidak mengangkat papan mu?" tanya Edgar.
"Ah, tidak apa-apa,"
"Apakah pemerannya tidak ada yang menarik?"
"Bukan begitu, hanya saja ... aku tidak begitu tertarik dengan ini semua," senyum paksa Liana sambil mengusap leh3rnya.
“𝘓𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘤𝘶𝘮𝘢-𝘤𝘶𝘮𝘢.” sambung Liana dalam batin.
"Lalu apa yang kau inginkan?"
"Ntahlah, aku tidak memiliki kemauan,"
Edgar dan Felix saling melirik.
Acara pelelangan pun akhirnya selesai, mereka pun akhirnya memutuskan untuk kembali apalagi Liana yang sudah lelah dan sakit menggunakan sepatu hak tinggi.
Liana masuk ke dalam mobil dan duduk di tengah-tengah Arion dan Kenzo.
Kruuukk~
Semua pandangan langsung mengarah ke arah Liana yang sedang membenarkan rambutnya, Liana juga langsung terdiam kala perutnya berbunyi.
"Seharusnya kau bilang jika kau lapar," senyum Felix menopang pipinya menatap Liana, karena Felix duduk di depan jadi ia harus membalikan setengah badannya.
Liana langsung malu.
“𝘗𝘦𝘳𝘶𝘵 𝘴𝘪4𝘭𝘢𝘯! 𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘢𝘵-𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘯𝘪!” maki Liana dalam hati.
"Kita ke Restoran sekarang!" Arion.
Edgar mengangguk karena dirinya yang mengemudikan mobil.
Setelah sampai di Restoran.
Astaga, Restoran ini bukannya Restoran termahal di kota ini? Satu porsinya saja sudah setara dengan harga ponsel. Tapi yang Liana harapkan adalah semoga porsinya sesuai dengan ia makan biasanya.
Mereka masuk ke dalam Restoran dan memilih duduk di sofa, karena ada 2 pilihan tempat. Ada yang di kursi ada juga yang di sofa, sesuai pesanan yang kita inginkan.
"Pilih makanan apa saja yang kau inginkan," Kenzo.
Liana melihat menu makanan, astaga!
“𝘈𝘴𝘵𝘢𝘨𝘢! 𝘏𝘢𝘳𝘨𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪𝘵 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘱𝘰𝘳𝘴𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘭𝘪𝘵! 𝘐𝘯𝘪 𝘮𝘢𝘩 𝘨𝘢𝘬 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘬𝘶 𝘬𝘦𝘯𝘺𝘢𝘯𝘨! 𝘛𝘢𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘱𝘦𝘴𝘢𝘯 𝘰𝘯𝘭𝘪𝘯𝘦 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘭𝘪 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘱𝘪𝘯𝘨𝘨𝘪𝘳 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯. 𝘗𝘰𝘳𝘴𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘨𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘭𝘪𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘨𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘯𝘨𝘪𝘳𝘪𝘵 𝘥𝘰𝘮𝘱𝘦𝘵!” protes Liana melihat menu dan harga makanannya.
“𝘗𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪 𝘤𝘶𝘮𝘢 𝘣𝘪𝘢𝘳 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘦𝘭𝘢𝘴, 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘳𝘢𝘬𝘶𝘴!” sambungnya.
"Kau bingung memilihnya?" tanya Carlos bersandar sambil bertumpang kaki menatap Liana.
"A–ah i–iya ... kenapa tidak membeli makanan di tempat lain?"
"Memang kenapa?"
"I–itu ... harganya mahal," “𝘋𝘢𝘯 𝘱𝘰𝘳𝘴𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘶𝘳𝘢𝘯𝘨!”
"Ini harga biasa, kalau begitu kita pesan saja semua–"
"Tidak, tidak, tidak! Baiklah, baiklah, baiklah! Aku akan pilih!" Liana kembali mencari menu yang porsinya lumayan.
Mereka terkekeh melihat tingkah Liana yang gemas.
"Ini saja deh," menunjukan menu pesanan.
"Ada lagi?"
"Emm, tidak ini saja,"
"Minumannya?"
"Emm ... yang ini aja deh!"
"Baiklah," Kenzo memanggil pelayan penerima pesanan tamu dan menyebutkan menu yang mereka pesan.
“𝘐𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘨𝘢𝘯𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘶𝘵, 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘫𝘢. 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘴 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘰𝘱𝘪, 𝘢𝘪𝘳 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘨𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘳𝘢𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘵𝘢!”
-
-
Setelah selesai makan, Liana ingin mengeluh lagi karena belum kenyang tapi mau bagaimana lagi masa ia mau bilang kalau dirinya masih kurang dan mau tambah? Memang di rumah sendiri? Lagian makanan di Restoran bagi Liana tidak enak, menang tempatnya saja yang elegan, setelah ini ia tidak mau lagi makan di tempat seperti itu walaupun mereka mentraktirnya.
Saat di mobil, Liana sudah tidak tahan rasa sakit di kakinya. Ia pun melepaskan sepatu hak tingginya, Arion dan Kenzo melirik Liana yang tengah sibuk dengan sepatunya itu.
"Kenapa kau lepas?" tanya Arion.
"Emm, aku tidak bisa nahan sakit lagi jadi aku lepas saja," jawab Liana tanpa menoleh karena ia sedang memijat kakinya.
Kenzo memasukan ponselnya dan ia mengubah posisi Liana untuk membelakangi Arion dan mengangkat kaki Liana ke pah4nya untuk dipijat.
Liana sangat terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Kenzo.
"Tu–tunggu ... a–apa–"
"Kenapa kau tidak bilang dari awal?" tanya Kenzo.
Liana malah bengong.
Di banding dengan Arion, Kenzo lebih peka. Arion peka juga namun terlambat tidak secepat Kenzo.
Arion menghela nafas kemudian ia mengangkat tubvh Liana dan memangku Liana, Liana bukan terkejut lagi namun syok berat. Dan Kenzo malah menaikan kedua kaki Liana ke pah4nya. Untung saja mobil ini luas dan sedikit besar jadi tidak begitu sempit seperti mobil biasanya.
"Tu–tunggu! A–apa yang kalian lakukan?!" histeris Liana.
Yang lain langsung lihat ke arah Liana yang tiba-tiba histeris, Edgar melirik dari kaca depan mobil.
"Ada apa sih?!" tanya Elvano memiringkan kepalanya untuk melihat kursi depan di mana tempat Arion, Liana dan Kenzo.
Kenzo dan Arion tidak menjawab malah menatap Liana, Liana menutup mulutnya karena tidak sadar. Sangking malunya jadi terbawa suasana.
"Ma–maaf, a–aku cuma ...."
"Sekali lagi kau berteriak aku akan membungkam mulut mu!" Arion memberikan tatapan dingin.
Liana memalingkan pandangannya, Kenzo terkekeh.
Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan, Liana tidak berani bergerak sedikitpun karena ia berada di pangkuan Arion, kedua kakinya berada di pah4 Kenzo. Gerak sedikit saja pasti akan ada kesalahpahaman.
Arion menopang kepalanya menggunakan tangan yang ia tancapkan sikunya pada jendela mobil sembari memainkan rambut Liana, dan Kenzo ... bukannya Liana ingin di pijat tapi Kenzo bukan memijat melainkan malah mengelus kakinya. Kalau begini Liana ingin pergi ke tukang pijat saja deh.
Posisi Kenzo juga sama seperti Arion. Tangan Kenzo mengusap jari-jari kaki Liana yang putih, ia melirik Liana yang tengah gugup. Melihat itu Kenzo ingin menjahilinya, ia pun mencubit kuku jari kaki Liana.
"Aaww ...."
Arion melirik Kenzo, si4lan!
"Aku suka des4h4n mu," senyum Kenzo sambil melirik.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan!" kesal Liana serta malu.
Kenzo terkekeh, sedangkan Arion melirik tajam ke arah Kenzo.
"Si4lan! Seharusnya kau lihat posisinya, bod0h!" Arion.
"Kenapa? Seharusnya dia yang terangs4ng bukan kau," senyum Kenzo tanpa dosa.
"Diam kau, si4lan!"
"Hentikan! Aku ingin duduk di sini saja! Geser!" Liana berusaha menggeser Arion dan Kenzo agar mereka memberikan celah untuk dirinya duduk seperti sebelumnya.
"Diam lah di sini!" Arion menahan Liana.
"Wah, bagus juga ide mu," Kenzo.
"Kau ini diam saja!!"
Kenzo terkekeh.
Sedangkan yang di belakang menyipitkan matanya melihat keributan di kursi depan, sepertinya dari tadi mereka selalu mendengar keributan di depan.
"Sebenarnya apa yang mereka lakukan, ribut sekali?!" kesal Carlos.
"Ntahlah," Revan menghela nafas.
-
-
Sesampainya di Villa, Liana malah tertidur di pangkuan Arion jadi Arion menggendong Liana tanpa membangunkan Liana, Arion membawa Liana ke kamar untuk di tidurkan.
Kenzo membuka selimut tebal agar Arion bisa merebahkan Liana di kasur, setelah di rebahkan Kenzo menutup sebagian tubvh Liana menggunakan selimut yang ia pegang.
Yang masuk ke kamar Liana hanya Arion dan Kenzo, Arion menggendong Liana dan Kenzo membawa sepatu Liana.
"Kenapa kau tidak bereaksi tadi?" senggol Kenzo.
Arion melirik tajam, "Ini salah mu, si4lan! Karena kau aku jadi tidak fokus!"
Kenzo tertawa kecil, "Itu artinya ada kemajuan,"
"Kemajuan apa yang kau maksud, bod0h! Aku hampir kelepasan gara-gara kau!" Arion menggoyang-goyangkan kerah baju Kenzo.
"Duh~ apaan sih?!" Kenzo mulai pusing.
"Aku peringatkan kau yah, sampai kejadian tadi terulang, aku ambil nyaw4 mu!"
"Ssstt! Jika kau berisik Liana akan bangun! Tapi, kita lihat situasinya," senyum Kenzo.
"Tidak ada situasi terulang lagi!" Arion melepaskan cengkeramannya kemudian langsung pergi meninggalkan tempat, Kenzo malah terkekeh geli.
•••
TBC.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!