NovelToon NovelToon

Ziyan Hantu Tampan

Kunci dan Bisikan di Kamar Terkunci

(Kamar Ziyan, sore hari. Sinar matahari temaram menyelinap lewat celah tirai kotor, menyapu tumpukan buku yang lapuk dan foto-foto lama di meja. Pintu kamar terkunci rapat dari luar, suara klik kuncinya masih berdentang di telinga Ziyan meski sudah empat tahun silam. Ziyan duduk di kursi kayu yang berderit, badannya pucat seperti kertas yang luntur, rambut hitamnya tergeletak rapi di pelipis seperti bintang Korea yang dia kagumi dulu. Dia memegang foto ayahnya yang tersenyum lebar, jari-jari rohnya yang tembus pandang menyentuh kaca foto itu.)
(bisik penuh dendam, matanya menyala pelan)
Ziyan
Ziyan
Ziyan masih hidup, yah! Tapi dalam bayangan saja.
Dia menghela napas, napas yang tak menyentuh udara dan memandangi foto itu lebih lama. Di dalam foto, ayahnya masih memeluknya saat dia SMA, senyumnya hangat tanpa bayangan hasutan si wanita. Sekarang, ayahnya hanya menyayangi tiga anak tiri yang berlarian di taman belakang, sementara dia hanya bisa menonton dari jendela kamar ini.
(Dia berdiri, badannya melayang pelan ke jendela. Dari sana, dia melihat mama tirinya yang bernama Lina, berjalan menyusuri taman sambil memegang gelas jus. Lina masih cantik, kulitnya mulus seperti saat mereka sekampus dulu. Ziyan ingat jelas: Lina pernah menyapa dia di perpustakaan, tersenyum manis sambil meminta catatan kuliah. Tapi semuanya palsu, Lina hanya ingin mendekati ayahnya yang kaya, lalu memutar kata-kata sampai Ziyan jadi orang paling dibenci di rumahnya sendiri.)
Bisik penuh dendam, matanya menyala pelan
Ziyan
Ziyan
Seumuran aku, tapi pikirannya busuk. Selalu ngomong ke ayah bahwa aku nakal, bahwa aku mau ini itu. Padahal aku cuma mau dia perhatikan aku sekali saja.
Dia melihat ayahnya keluar dari rumah, menyambut anak-anak tirinya dengan memeluk mereka erat. Satu anak tiri memegang hp baru, yang pasti dibeli ayahnya tanpa ragu. Ziyan mengingat waktu dia meminta buku pelajaran baru, ayahnya malah memukulnya karena Lina bilang dia cuma mau boros uang.
(Dia melayang kembali ke meja, memegang buku catatan kuliahnya yang tertutup rapat. Di halaman terakhir, ada tulisan kecil: "Aku ingin ayah menyayangiku lagi." Suara tawa anak-anak tiri menyusup lewat jendela, membuat hatinya, yang sudah tak berdetak, rasa menyakitkan.)
Berbisik ke buku itu
Ziyan
Ziyan
Mereka senang, sementara aku terperangkap di sini. Kamar ini terkunci dari luar, tapi aku juga terkunci dari dunia mereka. Kapan aku bisa bebas?
Dia memandangi pintu kamar yang terkunci. Suara langkah kaki Lina mendekat, Lina sedang berjalan menyusuri koridor, menyebut nama anaknya. Ziyan menyembunyikan diri di balik lemari, matanya menatap pintu dengan pandangan penuh kemarahan. Dia tahu, Lina masih takut pada dirinya, meski dia sudah tiada karena Lina menyembunyikan rahasia besar tentang kematiannya.

Permainan Baru Dimulai

Keesokannya Ziyan duduk termenung di ruang tamu sambil menemani ayahnya yang mau siap-siap ke kantor, sang ayah tak bisa melihat Ziyan tapi Ziyan bisa melihat siapa saja
Ziyan
Ziyan
Ayah, apa ayah tidak kangen aku?
Ziyan berharap sang ayah merindukan Ziyan, karena sudah empat tahun Ziyan pergi untuk selamanya
Lalu Lina datang membawakan sarapan pagi untuk pak Fathan (ayah Ziyan) dan untuk anak-anaknya
Lina (Mama tirinya)
Lina (Mama tirinya)
Mas, ini sarapannya
Lina (Mama tirinya)
Lina (Mama tirinya)
Oiya sayang panggil Zheina yang mau berangkat sekolah ya,
Lina menyuruh Afin memanggil Zheina yang masih ada di dalam kamarnya
Afin
Afin
Baik ma
Ziyan menyaksikan mereka beraktivitas, ingin sekali Ziyan ada diantara mereka tapi kenyataannya tidak bisa meskipun sudah setiap hari berkumpul
Ziyan
Ziyan
Seandainya aku masih hidup seperti kalian pasti aku ikut merasakan kebahagiaan ini
Zheina turun dari tangga kamarnya membawa tas sekolah dengan rambut dikepang dua, Zheina sudah terbiasa hidup mandiri karena sang mama tidak menyukainya
Zheina
Zheina
Selamat pagi semuanya
Ayah, Afin, Shasa dan Ziyan yang ikut menjawab pagi sedangkan Lina tak membuka mulutnya
Ziyan
Ziyan
Sejahat itu pada putrinya sendiri, kasian kamu Zheina
Lalu ayah mereka semua mengajak anak-anaknya berangkat sekolah dan tinggal Lina yang di rumah saja
Setelah suara mobil Fathan menghilang di ujung jalan dan Lina menyegel pintu ruang tamu dengan desisan pelan. Ziyan masih membeku di kursi kayu tua di pojok ruang tamu, rohnya yang pucat seperti kain lap bersemayam diam, matanya menatapnya dengan pandangan menyengat yang tak pernah dia lupakan.
Tanpa peringatan, kue lapis yang baru saja Lina taruh di piring dan piringnya di tengah meja kayu tiba-tiba terlempar ke lantai.
Tlak!
Piringnya masih kokoh di tempat, tapi potongan kue hijau itu pecah berantakan di karpet bulu. Lina melompat mundur, tangannya menyentuh dada yang berdebar kencang.
Lina (Mama tirinya)
Lina (Mama tirinya)
Siapa?!
Teriaknya, matanya memindai ruang yang kosong selain dirinya sendiri. Udara sejuk tiba-tiba terasa mendidih, dan dia menyadari desisan angin yang tak ada sumbernya.
Ziyan tetap duduk diam, senyum sinis menyelinap di bibirnya. Dia melihat Lina memandangi tumpukan kue di lantai dengan wajah pucat ketakutan, dan bisiknya keluar seperti angin sepoi-sepoi:
Ziyan
Ziyan
Pikir kamu aman sekarang? Aku masih ada di sini, Lina. Selalu.
Lina menyambar sapu dari sudut ruang tamu dengan tangan gemetar.

Yuan_Ziyan

(Siang hari, sesudah Lina menyelesaikan menyapu tumpukan kue yang terjatuh, suara langkah ringan menyusuri batako depan rumah. Ziyan masih membeku di kursi ruang tamu, matanya menyusuri bayangan yang menyapu tembok, tiba-tiba dia mendengar desisan koper yang menggelinding di lantai teras depan. Dia melayang pelan ke arah suara itu, hati yang pucat tiba-tiba berdenyut saat melihat Yuan mendekat dengan tangan memegang rangsel dan boneka beruang warna silver.)
lalu Lina membuka pintunya dan menyuruh Yuan masuk, Lina memberi tau kamar Yuan.
Yuan meletakkan koper di depan pintu kamar yang baru disediakan Lina, napasnya sesak karena naik tangga. Dia mengusap keningnya, lalu memandangi pintu sebelahnya yang terkunci rapat, kamar Ziyan, dengan tatapan penasaran.
Yuan
Yuan
Wah, kamar ini kok dikunci kayak simpanan harta
Bisiknya ke diri sendiri, memegang boneka silver itu lebih erat.
Ziyan yang berdiri di dekat Yuan dengan tertegun: ini pertama kalinya ada orang yang memandangi kamarnya dengan rasa ingin tahu, bukan ketakutan.
Tiba-tiba Lina muncul dari balik tangga, wajahnya memerah marah.
Lina (Mama tirinya)
Lina (Mama tirinya)
Yuan! Apa kamu lagi lihat kamar itu?
Teriaknya, mendekat dengan langkah cepat.
Yuan berbalik, senyumnya memudar.
Yuan
Yuan
Iya, kak Lina. Cuma penasaran aja kok.
Lina menggenggam lengannya dengan kekuatan, matanya menyala membara.
Lina (Mama tirinya)
Lina (Mama tirinya)
Dengarkan baik-baik, kamar itu ada larangan masuk! Hanya Pak Fathan yang punya kuncinya. Kamu tidak boleh mendekatinya, tidak boleh memegang gagangnya, bahkan tidak boleh bicara tentang kamar itu. Paham?
Yuan mengangguk pelan, dengan memandangi lantai.
Yuan
Yuan
Paham, kak Lina. Tapi kenapa kok…
Lina (Mama tirinya)
Lina (Mama tirinya)
Jangan tanya banyak!
Potong Lina, melepaskan tangannya dengan kasar.
Lina (Mama tirinya)
Lina (Mama tirinya)
Kamu kuliah di Gunadarma, kan? Fokus ke kuliah saja. Jangan jelajahi rumah sembarangan, atau aku akan kirim kamu pulang ke mamamu.
Setelah Lina pergi, Yuan masuk ke kamarnya dan duduk di tepi ranjang kasurnya sambil memeluk boneka silver itu. Dia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipinya, seperti angin yang tak ada sumbernya dan mengernyit.
Yuan
Yuan
Aduh, kok dingin banget ya?
Bisiknya, memandangi sekeliling kamarnya. Ziyan yang sedang menatap di depannya tertegun: yuan tidak bisa melihatnya, tapi bisa merasakan kehadirannya.
Ziyan kembali ke kamarnya, memegang foto ayahnya yang masih dia bawa. Dia melihat yuan dari jendela kamar yang bersebelahan, yuan sedang membuka rangsel dan mengeluarkan buku kuliah Gunadarma. Ziyan mengingat masa lalu: dia juga pernah kuliah di kampus itu, kampus yang sama dengan Lina karena masih temannya sekampusnya. Namun sekarang, Lina sudah mengubah segalanya.
Ziyan
Ziyan
Dia kuliah di Gunadarma juga?
Bisik Ziyan,
Ziyan teringat matanya yang menatap yuan yang sedang menulis catatan, barusan. Dia merasa sesuatu yang asing menyentuh hatinya, rasa senang yang belum dia rasakan selama ini. Tapi dia juga ingat larangan Lina: yuan tidak boleh mendekati kamarnya. Jadi dia memutuskan untuk tidak keluar dari kamarnya.
Sore hari, yuan keluar ke taman untuk minum jus. Ziyan melihatnya memegang boneka silver itu, dan bisiknya keluar seperti angin sepoi-sepoi.
Ziyan
Ziyan
Kenapa kamu bawa boneka itu? Apa ada cerita di baliknya?
Yuan mengernyit dahi, seolah mendengar suara itu, lalu memandangi arah kamar Ziyan, tapi kosong.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!