NovelToon NovelToon

Cerita Odi

Satu

Peluh yang menetes jelas menunjukkan betapa keras Odi berusaha menampilkan yang terbaik. Sunggingan senyum terus menghiasi wajah di sepanjang tariannya. Gerakannya begitu dinamis. Selaras dengan alunan melodi musik.

Hentakkan terakhir menandakan klimaks pertunjukkan. Ditutup dengan membukukkan badan sebagai tanda penghormatan. Gemuruh tepuk tangan penonton memenuhi ruangan. Senyum sumringah mengembang dari wajah mereka. Lihat, bahkan ada beberapa orang yang mengambil gambar. Mengabadikan momen spektakuler ini di ponsel mereka. Tak dapat dipungkiri, tarian dan nyanyian itu seperti mempunyai nilai magis. Semua terhipnotis.

‘Buk’

Suara pukulan ke lengan yang dilayangkan Rani mengagetkannya. Lamunan Odi membuyar. Buru-buru mengusap sudut bibir dengan punggung tangannya. Siapa tahu ada liur yang keluar sewaktu berkhayal.

Iya, itu cuma angan-angan Odi di jam mata pelajaran Sejarah. Bermimpi jadi idol belakangan ini sering Odi lakukan, sejak Rani –teman  sebangkunya menjejalkan video K-Pop padanya. Ingat, itu cuma fantasinya saja. Karena pada kenyataannya, Odi tidak pandai bernyanyi atau menari. Suaranya sumbang. Bahkan gerakan Odi sangat kaku saat menggoyangkan badan. Ia tertawa kecil, mengingat betapa lucunya saat menari di depan cermin kamar.

Mata tajam Bu Endang –guru Sejarah menangkap basah pergerakannya.

"Maudi Wulandari. Ada yang lucu dari penjelasan saya barusan?" tanya Bu Endang penuh selidik.

"Enggak, Bu. Saya cuma mau izin ke toilet," jawabnya bingung.

"Cepat keluar! Saya tidak ingin melihat kamu ngompol di sini." Perkataan Bu Endang memancing tawa seisi kelas.

Odi beranjak dari bangku, bergegas keluar kelas. Memalukan. Meratapi kebodohannya melamun di tengah mata pelajaran si guru killer itu. Mungkin benar, dia memang harus ke toilet. Otaknya perlu dicuci.

Saat perjalanan menuju toilet, Odi melihat Rio di lapangan basket. Mengenakan seragam olahraga penuh keringat pun Rio tetap terlihat menawan. Dengan ally-ops dari salah seorang rekan se-timnya, Rio langsung melakukan slam dunk, dan bola masuk ke keranjang. Secara otomatis Odi memberi tepukan. Ah, andai seorang Mario Novandana mau jadi pacarnya. Odi yang malas ini, mungkin mau lari dua puluh satu kali putaran mengitari sekolah. Tapi mustahil. Rio tak mengenalnya, bahkan menatapnya pun tak pernah. Bagaimana mungkin Rio jadi pacarnya? Dasar pemimpi!

Sempat terbuai dengan permainan basket idolanya, Odi akhirnya melanjutkan perjalanan. Di sepanjang koridor, senyum gadis itu terus mengembang. "Kak Rio ganteng banget, sih."

Betapa beruntungnya gadis yang menjadi kekasihnya kelak. Dia pikir Rio pasti akan mencintai gadis istimewa itu dengan sepenuh hati. Jikalau Odi yang menjadi gadis itu, pasti dia akan menjadi perempuan paling bahagia di dunia. Lagi-lagi Odi berkhayal yang tidak-tidak.

Sampai toilet, Odi mendekati wastafel hendak mencuci muka. Namun, perhatiannya teralih ke arah lain. Di sebelahnya ada Nabella Agustin, Sang Queen Bee sekolah. Bella sedang menelepon sambil memoleskan lip balm di bibir tipisnya. Odi melirik dari pantulan cermin besar yang terbentang di hadapannya. Dia memperhatikan dari ujung kaki hingga kepala. Bukan ingin menguping pembicaraan Bella dengan lawan bicaranya, tapi Odi sedang mengagumi kecantikan Bella yang sempurna bak artis Korea.

Kulitnya putih bersih, rambut panjangnya pun terlihat terawat dan wangi. Benar kata Rani tempo hari, Bella dilihat dari dekat mirip Sowon leader girl group Gfriend, idol favoritnya. Rani bilang followers di Instagramnya hampir satu juta. Selebgram, Rani menyebutnya. Dia bahkan sering mendapatkan berbagai macam tawaran endorse dan membintangi beberapa judul sinetron dan layar lebar. Bella memang sempurna. Wajar saja jika populer di dunia maya maupun nyata. Sedangkan dirinya? Ya Tuhan, sepertinya Odi sudah mulai kehilangan akal sehat, berani sekali membandingkan diri dengan Bella yang jelas-jelas jauh di atas.

Bella mengakhiri panggilan telepon. Melirik Odi tajam. "Heh, ngapain lo liatin gue!" bentak Bella.

"Eh, maaf, Kak. Soalnya kakak cantik banget," ujar Odi salah tingkah.

Mimik wajah Bella berubah masam. "Kenapa? Lo iri sama gue? Mau ngikutin gaya gue? Atau jangan-jangan lo kepo sama gue?"

Diam. Odi mengunci bibir rapat-rapat, tak mau memperpanjang masalah. Dia hanya menunduk memandang lantai putih toilet wanita. Pantaslah Bella tersinggung. Odi memang salah, terlihat seperti penguntit. Melihat gadis cantik itu tanpa berkedip, membuatnya tak nyaman.

"Jangan suka kepo sama urusan orang!" Bella kemudian pergi.

Sepertinya Odi memang harus lebih berhati-hati dalam bertindak. Gadis itu segera membasuh wajah. Lalu mengeringkan dengan tisu yang selalu dia bawa ke mana-mana. Dia memperhatikan bayangan diri di dalam kaca. "Gue juga nggak kalah cantik, kok," gumamnya.

Odi kembali ke kelas. Bu Endang sudah menyambut dengan ekspresi tak biasa.

"Sudah puas buang airnya?" sindir guru itu.

Odi hanya menangguk canggung. "Iya, Bu." Lalu bergerak menuju bangkunya.

Rani berbisik, "Ke WC doang lama banget, ke mana aja lo?"

"Gue tadi nonton Kak Rio main basket dulu di lapangan. Gila, keren banget."

Rani melotot. "Kalo ada Kak Rio lo lupa segalanya. Jangan-jangan lo dipelet sama dia, ya?"

"Gue nggak sengaja liat dia waktu lewat lapangan. Malah keterusan nonton, deh." Odi meringis memperlihatkan deretan giginya.

Rani mencakup pipi Odi dengan kedua tangan. "Sadar, Di! Kak Rio itu lagi deket sama Kak Bella. Lo tahu sendiri Kak Bella cantiknya kayak gimana. Dia artis."

Odi melepaskan tangan Rani. "Iya, gue tahu. Tadi gue ketemu dia di kamar mandi."

"Dia cantik banget, Ran. Gue jadi minder. Kak Rio sama Kak Bella emang cocok, sih," lanjut Odi.

"Nah, makanya kalo lo nggak bisa bersaing sama Kak Bella mendingan nyerah aja, deh. Jangan ngarepin Kak Rio. Inget, Di. Lo itu cuma fans. Jadi, jangan berharap lebih." Rani berusaha memberi pengertian.

Odi mengembuskan nafas kasar lalu menganggukan kepala. "Iya, Ran."

"Maudi! Rani! Ada apa lagi?" seru Bu Endang.

Dengan senyum kikuk, mereka kompak menjawab, "Enggak apa-apa, Bu."

"Elo, sih," cicit Odi.

Tak terima, Rani berdesis, "Enak aja."

Mereka takut. Wajah guru berhijab berumur sekitar empat puluhan itu terlihat sangat tidak senang. Berharap bel istirahat menyelamatkan mereka dari hukuman Bu Endang. Rupanya Tuhan sedang berbaik hati, yang ditunggu-tunggu pun akhirnya berbunyi. Terlukis jelas perasaan lega di air muka mereka.

"Ya sudah, saya akhiri pelajaran hari ini. Jangan lupa tugas yang tadi saya berikan. Dan untuk kalian berdua, saya akan terus mengawasi kalian." Setelah mengatakan itu, Bu Endang keluar dari kelas. Di susul beberapa siswa yang hendak istirahat.

"Bu Endang sangar banget. Pantesan udah tua belum dapet jodoh." Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Odi.

Rani menasehati. "Eh, jangan gitu. Ntar kualat lo ngegibahin guru sendiri."

"Halah. Hari gini lo masih percaya hal begituan?" Odi menganggap remeh peringatan Rani.

"Ke kantin, yuk. Gue laper," ajak Odi.

"Yuk."

***

'Prang'

"Sial! Lo udah nggak waras, ya? Rok gue jadi kotor begini!"

"Ma—maaf, Kak."

 

 

Bersambung...

 

 

Dua

'"Ran, lo nyari tempat, ya. Biar gue yang pesenin. Lo mie ayam sama es teh, kan?"

Rani mengangguk. "Oke."

Odi segera bergerak masuk kerumunan siswa di depan stan-stan penjual makanan. Kantin di jam istirahat kedua bagaikan pusat perbelanjaan di saat banjir discount. Ramai dan berisik. Maklum, ini adalah waktunya makan siang.

Setelah berhasil mendapatkan makanannya, Odi menyerahkan pada Rani yang sudah menunggu di meja paling pojok. Kemudian Odi menuju stan minuman. Dia membeli jus jeruk. Kata Rani minuman itu bisa mengobati sariawannya. Sudah beberapa hari belakangan ini dia memang panas dalam, mungkin karena kekurangan vitamin C.

  'Prang'

"Sial! Lo udah nggak waras, ya? Rok gue jadi kotor begini!" bentak gadis yang ternyata kakak kelasnya itu.

"Ma—maaf, Kak." Odi merasa bersalah. Dia mencoba membantu membersihkan dengan tisu yang selalu dibawanya. Walaupun beberapa kali tangannya ditangkis Bella.

Hari ini benar-benar sial. Kebiasaan Odi melamun, sangat berbahaya. Saat sedang membawa jus jeruk dan es teh pesanan Rani, Odi tak sengaja menabrak Bella. Menumpahkan jus jeruknya ke rok abu-abu gadis itu. Hampir seluruh bagian rok yang terkena. Belum lagi bulir-bulir jeruk yang ikut menempel, membuat Bella semakin emosi. Jelas karena dia tak membawa rok cadangan. Padahal sepulang sekolah, Bella ada jadwal sesi pemotretan foto endorse produk kosmetik remaja, yang mengharuskannya menggunakan seragam sekolah.

"Elo lagi. Lo ada masalah sama gue?" Suara Bella membuat mereka menjadi pusat perhatian.

"Nggak Kak, gue bener-bener nggak sengaja," ucap Odi lirih sambil menunduk.

"Halah, dari kemaren lo emang udah cari gara-gara sama gue. Tujuan lo apa? Lo mau tenar? Panjat sosial? Hah?!"

Bella terus meluapkan kekesalannya pada Odi. Anak-anak lain mulai mendekat, mengelilingi mereka berdua. Awalnya, makian Bella pasrah diterima Odi. Sorakan anak-anak yang berada di sana mulai terdengar. Odi tahu, ini memang salahnya. Tapi apa harus dipermalukan seperti ini? Padahal dia sudah minta maaf. Kesabarannya diambang batas.

"Jawab! Lo denger, kan?!" seru Bella.

Tak ada jawaban.

"Apa lo nggak diajarin orangtua lo sopan santun?"

Masih tak ada suara.

"Oh, gue tahu, jangan-jangan lo nggak punya orangtua?"

Perkataan Bella sukses menyulut emosi Odi. Tangannya mengepal, kemarahan memuncak. Bella mulai membawa-bawa orang tuanya. Baik, orang tuanya memang bukan orang tua yang sempurna. Mereka bercerai di usianya belum genap lima tahun. Bahkan ayahnya sudah menikah lagi dan mempunyai keluarga baru. Tapi tetap saja Odi tak terima jika orang tuanya disangkut pautkan.

Entah keberanian dari mana, Odi mendorong Bella hingga tersungkur ke lantai. Ramai tepukan dari anak-anak yang menonton. Bisikan-bisikan pun mulai terdengar. Harga diri Bella terusik. Bella bangun dan membalas, menjambak rambut lurus Odi. Tak mau kalah, Odi juga melawan. Perkelahian mereka tak terelakan lagi.

Tak ada yang memisahkan. Rani yang juga berada di sana tak berani mendekat. Suasana kantin seketika berubah seperti ring tinju. Anak-anak di kantin sibuk mengambil gambar dan video pergulatan itu. Bagi mereka, ini adalah sesuatu yang langka. Sang Queen Bee sekolah melawan si gadis biasa.

Sebelum guru datang, Rio yang baru tiba di sana, melihat keributan itu. Sebagai ketua OSIS yang masih menjabat, dia wajib melakukan tindakan apabila ada yang mengganggu ketertiban sekolah.

"Hei, udah-udah berhenti. Kalian kenapa, sih?" Rio memisahkan mereka.

Keduanya mendadak berhenti ketika Rio datang. Memalukan bagi Odi terlihat dengan keadaan seperti ini di depan Rio.

"Buruan ikut gue ke ruang BK."

Keadaan Bella sudah tak karuan. Rambutnya awut-awutan. Ada beberapa luka cakaran menghiasi wajah mulusnya. Seragamnya juga tampak berantakan.  Bagaimana dengan Odi? Keadaannya pun tak jauh berbeda. Mereka duduk berjauhan dan hanya menunduk.

Rio melepas jaket, menyerahkannya ke Bella. "Nih, buat nutupin rok lo yang basah."

Bella menerima. "Thanks, Yo."

Odi melihat Rio menujukkan perhatiannya pada Bella. Hati Odi merasa tercubit. Harusnya dia yang berada di posisi itu.

Rio meninggalkan mereka setelah Bu Sandra –guru BK masuk. Bu Sandra menunjukan raut kekecewaan melihat kelakuan kedua siswi ini.

"Apa alasan kalian melakukan hal memalukan ini?" tanya Bu Sandra sambil membetulkan letak kacamatanya.

Diam, tak ada yang mau memulai.

"Apa karena menyukai laki-laki yang sama?" tebak Bu Sandra. Karena alasan klise biasanya tentang lelaki.

"Bukan. Saya nggak kenal dia. Dia menumpahkan jus jeruk ke rok saya, Bu." Bella angkat bicara.

"Saya nggak sengaja, Bu. Saya juga sudah minta maaf. Tapi Kak Bella terus memaki dan membawa-bawa orangtua saya, Bu. Saya nggak suka," jelas Odi seraya melirik tajam ke arah Bella.

Bella bangkit dari kursi, berdiri sambil melipat kedua tangan. "Dia dari kemaren udah ngeliatin saya mulu, Bu. Kayaknya dia iri, makanya sengaja mau ngikutin saya, Bu," tunjuk Bella mencoba membela diri.

"Enggak, Bu. Kemaren saya cuma nggak sengaja liatin Kak Bella, soalnya dia cantik." Odi memberi alasan.

"Tuh kan, bilang aja lo mau nyaingin gue! Oh, gue tau. Lo mau numpang panjat sosial sama gue, dengan cara nyerang gue?!" tuduh Bella.

Odi tak terima. "Nggak, ngapain gue nyaingin lo. Yaelah, kalo sekedar terkenal, gue juga bisa lebih terkenal daripada lo!!" balas Odi sekenanya.

"Dasar figuran! Lo adik kelas tapi nyol ...."

Belum sempat Bella meneruskan, suara Bu Sandra memotong. "Sudah, sudah. Kalian ini kayak preman. Ini sekolah, bukan pasar! Kalian ini perempuan. Tidak sepantasnya berkelahi seperti ini."

"Hanya masalah sepele saja sampai seperti ini. Lihat itu, wajah kalian babak belur. Ya Tuhan, cantik-cantik kelakuan macam berandalan."

"Tidak ada toleransi lagi. Ini sudah keterlaluan. Sebagai hukuman, kalian akan diskors satu minggu," tambahnya.

Hening. Tak ada suara.

"Nabella Agustin, dan kamu. Siapa namamu?"

"Saya Maudi Wulandari kelas sepuluh IPS satu, Bu."

"Kelas sepuluh sudah berulah. Mau jadi jagoan?" Bu Sandra menyudutkan.

"Nggak, Bu," cicit Odi sambil menunduk.

"Ya sudah, ini surat untuk orangtua kalian. Tolong, jangan melakukan hal ini lagi."

Odi dan Bella keluar dari ruang BK. Di luar, dengan senyum remeh Bella tiba-tiba berujar, "Heh, coba buktiin ke gue kata-kata lo yang tadi."

"Bisa lebih populer dari pada gue? Mimpi aja lo," lanjutnya kemudian berlalu.

"Lihat aja ntar, gue bakal buktiin ke lo!" ucap Odi.

Dengan langkah gontai Odi berjalan menuju kelas. Perkataan Bella tadi selalu berputar di kepalanya. Padahal Odi hanya asal ucap saja karena tak mau kalah dari Bella. Ya Tuhan, apa yang harus Odi lakukan? Apakah Odi bisa lebih populer daripada Bella? Memikirkannya saja sudah membuat Odi pening. Bagaimana bisa Odi mengalahkan Bella?

 

 

Bersambung...

 

 

TIGA

Jam pulang sekolah sudah lima belas menit berlalu. Tapi Odi tetap berada dibangkunya sambil menempelkan kepala di atas meja. Nyeri luka cakaran di wajahnya masih terasa. Dia masih mencari alasan untuk dikatakan pada nenek agar beliau tak marah. Pulang dengan keadaan babak belur dan berantakan seperti ini, bukan keputusan yang tepat. Nenek pasti akan merasa khawatir. Belum lagi surat skors dari sekolah, jelas menambah rasa bersalahnya pada nenek. Odi tak pernah sekalipun berulah, apa lagi sampai mendapat sanksi seperti ini.

Rani tahu isi hatinya. Dia yang sedari tadi menemani Odi berkata, "Yuk, pulang ke rumah gue aja, Di."

Odi menatap Rani. Mendengar ajakan Rani, dia tersenyum dan mengangguk pelan. "Makasih, Ran."

Rani dan Odi bergegas keluar kelas. Di koridor arah pintu keluar sekolah, terlihat Gery sedang menunggu seseorang. Pandangan laki-laki berkacamata itu menabrak mata Odi kemudian menghampirinya. Melihat keadaan Odi yang kacau, dia tahu bahwa kabar itu memang benar. Gery yang sudah menganggap Odi seperti adik, tampak cemas.

"Eh, Bang Ger," sapa Odi.

"Gue dengar lo berantem sama Bella. Kirain hoax, ternyata beneran, ya?" komentar Gery.

Odi mengangguk beberapa kali. "Iya seperti yang lo liat, Bang." Odi memasang wajah kusut.

"Tapi lo nggak apa-apa, Di?" sambung Gery sembari mengecek badan dan wajah Odi.

Odi meringis. "Iya, hehehe. Gue nggak apa-apa, Bang. Cuma lecet-lecet doang, kok."

"Tapi jangan bilang nenek, ya, gue abis berantem," tambahnya lagi.

"Iya, gue enggak bilang ke nenek. Tapi emang nenek enggak curiga? Liat aja wajah lo, tuh."

"Gue enggak pulang ke rumah dulu, Bang," ujar Odi.

Gery mengerutkan pelipis. "Lho, terus lo mau pulang kemana, Di? Lo mah kabur dari rumah?"

"Odi mau ke rumah gue." Bukan Odi, tapi Rani yang menjawab. "Udah, deh. Pokoknya Bang Gery kalo ditanyain nenek, bilang aja Odi lagi di rumah gue. Lagi ada kerja kelompok," imbuhnya.

Gery melepas kacamata, membersihkan kedua lensa menggunakan kain khusus yang dikeluarkan dari saku celana, kemudian berkata, "Berarti gue bohong, dong." Lalu memakainya kembali.

"Please, Bang Ger. Bohong buat kali ini aja. Gue nggak mau nenek khawatir," pinta Odi memelas.

"Iya, deh. Kenapa lo berantem sama Bella, sih? Lo di-bully? Cepet cerita sama gue."

"Nggak." Odi mengibaskan tangan. "Udah, ah. Nggak usah bahas itu. Gue lagi nggak mood. Ntar kalo udah baikan gue ceritain."

"Ya udah, kalo lo ada apa-apa bilang aja sama gue. Oke?"

"Siap, Bang."

"Ya udah. Pulangnya ati-ati." Gery mengelus pucuk kepala Odi.

Odi tersenyum. "Iya, Bang. Udah sonoh buruan masuk kelas."

Gery meninggalkan mereka karena masih ada kelas tambahan. Maklum saja, Gery kelas dua belas. Persiapan Ujian Nasional katanya.

Ketika sedang menunggu angkutan kota, dia melihat Bella bersama Rio. Mereka tampak akrab. Sepertinya Rio hendak mengantar Bella pulang. Lihat, Rio membukakan pintu mobil untuk Bella. Romantis. Mereka sangat serasi, sama-sama populer. Terbesit rasa iri dalam hati Odi. Dia juga ingin seperti itu. Apalagi perlakuan itu dari Rio.

"Uh, lama banget angkotnya." Rani beberapa kali menyeka keringat. "Di, kayaknya kita naik taksi online aja, deh."

Tak ada jawaban.

"Di, kita pesen taksi online aja, deh," ulangnya sedikit menaikan volume suara.

Rani mengibas-kibaskan tangan ke arah wajah, berharap mengurangi hawa panas. "Ntar gue yang bayar, deh. Panas, nih."

Lagi-lagi Odi tak merespon.

Rani melirik lalu menyenggol tangan Odi. "Di, lo denger nggak, sih?"

Odi tersentak. "Iya gimana, Ran?"

"Lo kenapa, sih?" Rani melihat arah pandangan Odi. "Hm, Kak Rio lagi."

"Sorry, Ran. Tadi lo bilang apa?"

Rani cemberut. "Tadi gue bilang, kita pesen taksi online aja."

"Oh, iya gue pesenin, nih."

***

Setelah berganti pakaian, Odi membersihkan dan mengobati luka  di wajahnya. Dia tak habis pikir. Gadis secantik dan selemah lembut Bella, jika sedang dalam keadaan marah, bisa berubah menjadi seberingas itu. Cakaran dan pukulan Bella benar-benar meninggalkan bekas di wajah Odi.

Odi memandang lurus ke luar jendela. Dia masih memikirkan tantangan dari Bella. "Apa gue bisa ngalahin Kak Bella?"

Tak sengaja Odi menyentuh luka itu terlalu keras. Nyerinya malah makin menjadi. "Aw!"

Rani datang dengan membawa banyak cemilan. Amunisi menonton youtube dan vlive katanya. Idol K-pop favorit mereka, BTS mengeluarkan video klip baru. Mereka wajib menonton music video serta mendengarkan lagu terbarunya.

"Nih, daripada lo ngelamun nggak jelas." Rani menyodorkan sebungkus keripik kentang. "Lo udah telepon nenek?"

"Udah. Tadi gue bilang lagi di rumah lo. Nginep sampe besok."

"Terus nenek bilang apa?"

"Untung nenek nggak curiga, jadi ngebolehin. Lagian besok weekend."

"Ran, sebelum nonton, coba browsing, deh. Cari gimana caranya jadi populer secara instan," ujar Odi.

"Nggak ada yang bener-bener instan, Di. Mie instan aja harus direbus dulu," celoteh Rani.

"Iya gue tau, tapi gue kepikiran terus, nih."

"Ya elah, dari tadi lo mikirin itu? Santai aja, gue cariin artikelnya."

Setelah menekan tombol enter, keluarlah beberapa artikel. Dipilihlah artikel yang teratas. Lalu Rani membacanya.

"Nih, lo harus aktif kegiatan ekskul. Emang lo ikutan ekskul apa? Kayaknya lo nggak ikut ekskul apa-apa deh, Di," ujar Rani sambil mengunyah keripik kentang.

"Iya belum ikut, bukan nggak ikut."

"Iya sama aja. Berarti gue nggak salah, dong?"

"Iya-iya."

"Terus lo mau ikut ekskul apa?"

"Harus yang banyak anggota hitsnya. Menurut lo ekskul apa, Ran?"

"Di, gimana kalau ekskul cheers aja?"

"Wah, ide bagus. Kebetulan Kak Rio anggota tim basket, siapa tahu bisa lebih deket. Kalo ada tim basket pasti ada tim cheers juga, dong."

"Ih, Kak Rio mulu, sih. Lagian Kak Rio lagi PDKT sama Kak Bella. Kalau lo deketin Kak Rio, sama aja lo cari perkara lagi. Belum cukup lo babak belur dan diskors kayak gini?" Rani memberi nasehat.

"Nggak apa-apa, dong. Gue jadi cepet tenar."

"Iya, lo emang cepet tenar. Tapi sama aja lo membenarkan tuduhan Kak Bella. Lo cuma mau panjat sosial lewat dia."

"Terus gue harus gimana, Ran?"

"Lo harus bener-bener diakui, buktiin ke Kak Bella. Lo tuh bisa jadi populer secara prestasi bukan sensasi, Di."

"Caranya?"

"Nah, itu yang perlu lo pikirin."

"Gue bingung, Ran." Odi mengambil sebungkus keripik kentang di depannya.

"Mikirnya ntar aja, deh. Mendingan fokus streaming BTS dulu."

"Tapi lo bantuin gue kasih ide biar gue bisa ngalahin Kak Bella."

"Iya-iya. Gue yakin lo bisa ngalahin dia, kok."

"Oke. Pokoknya gue harus bisa populer!" seru Odi bersemangat.

 

 

Bersambung...

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!