NovelToon NovelToon

Ketika Mantan Istri Mas Kapten, Hadir

Bab 1 Kedatangan Mantan Istri Dana

     Ketika tubuhnya baru saja tiba di depan pintu rumah, Nala merasa heran. Di teras rumah itu terdapat dua pasang sendal perempuan yang masih asing baginya. Apakah sedang ada tamu? Pikirnya.

     Suara celotehan dan cekikikan manja terdengar sangat jelas dari dalam ruang tamu rumah itu. Nala semakin mempertajam pendengarannya. Ada dua suara perempuan berbeda generasi, yakni suara perempuan dewasa dan anak remaja.

     "Raina senang liburan di sini bersama Papa." Suara anak remaja itu terdengar girang diakhiri tawa.

     "Tentu saja, karena ini libur panjang. Jadi, kamu harus menikmati kebersamaan dengan papa kamu. Selama liburan, kamu tinggal di sini bersama papa kamu," balas suara perempuan dewasa terdengar tidak canggung lagi.

     "Siapakah mereka? Dari obrolannya sih bisa ditebak kalau anak perempuan itu anaknya Mas Dana. Dan perempuan itu? Jangan katakan itu mantan istrinya," batin Nala seraya mulai melangkahkan kaki ke dalam lalu mengucap salam.

     "Assalamualaikum."

     Nala mengucap salam sembari membuka pintu depan lebar-lebar. Semua yang ada di dalam, menoleh ke arah Nala. Reaksinya berbeda-beda, ada yang terkejut ada juga yang datar.

     "Wa'alaikumsalam. Sayang, kamu baru pulang?" Salam Nala disambut Dana sang suami yang tadi sempat terkejut saat melihat kedatangan Nala.

     "Iya, Mas."

     Nala meletakkan kantong kresek yang dibawanya, di lantai. Matanya dialihkan pada dua orang perempuan berbeda generasi. Anak remaja yang duduk di samping perempuan dewasa itu, sudah Nala kenal, dia Raina anak kandung suaminya. Sementara perempuan di samping Raina, Nala yakini sebagai mantan istri dari suaminya, sebab wajah Raina begitu mirip dengan perempuan itu.

    Mantan istri Dana begitu cantik dengan dandanan sedikit menor dan gaya pakaian yang bisa dibilang modis. Maklum, mantan istri Dana merupakan seorang Guru yang sudah menjadi PNS.

     "Nala, kenalkan itu Devana mantan istriku. Dia datang kemari untuk menitipkan anak kami Raina di sini. Raina ingin liburan di sini. Jadi, selama liburan, Raina ingin tinggal bersama kita. Apakah kamu tidak keberatan, Sayang?" Dana menatap Nala dalam, meminta sebuah persetujuan dari perempuan yang baru dinikahinya setahun ini.

     "Tentu saja boleh, Mas." Nala menjawab dengan penuh senyum. Ucapan Nala disambut gembira oleh Devana mantan istri Dana.

     "Terimakasih banyak Nala. Akhirnya aku bisa tenang menitipkan Raina di sini," ujar perempuan itu. Nala kemudian menghampiri Devana, untuk menyalaminya karena sejak tadi mereka belum salaman. Namun, Devana segera mengangkat tangannya ke atas. Menangkup tangan layaknya bersalaman dengan lawan jenis. Padahal Nala sudah mengulurkan tangannya dan sedikit lagi menyentuh tangan Devana.

      "Sejenak Nala terkejut, tapi buru-buru dia menguasai keadaan, membuang rasa herannya jauh-jauh.

     "Nala." Nala pun akhirnya mengikuti gaya salaman Devana, walau dalam hati masih dilanda heran.

     "Devana," balas Devana dipenuhi senyum.

     Akhirnya Nala dan Devana saling memperkenalkan diri. Dana cukup senang melihat keakraban Devana bersama Nala, meskipun awalnya ia pun merasa heran dengan sikap Devana yang menolak salaman langsung dengan Nala.

     Sejauh ini Dana melihat sepertinya mereka akan cocok jika berteman. Begitu yang ada dalam pikiran Dana kala itu.

     Sikap Devana yang mudah akrab, membuat suasana di dalam rumah itu menjadi hangat. Kesan Nala terhadap Devana di hari pertama pertemuan mereka, cukup positif. Nala menilai sejauh ini Devana sangat asik dan baik juga ramah. Nala berpikir, seorang Guru tentu saja selalu memiliki attitude yang baik.

     Setelah beberapa jam Devana berada di rumah Dana, perempuan yang masih belum menikah setelah bercerai dari Dana lima tahun lalu itu, berpamitan. Dia datang ke rumah Dana, hanya untuk menitipkan Raina selama liburan di rumah Dana. Devana segera keluar, lalu menuju mobil yang diparkir di depan pagar rumah.

     "Oh, ternyata mobil yang diparkir di depan pagar itu, milik Mbak Devana." Nala berbicara di dalam hati seraya menatap kepergian mobil Devana yang mulai menjauh. Setelah melihat kepergian mantan istri dari suaminya itu, Nala membalikkan badan, menyambut Raina sang anak sambung.

    "Raina, mari mama tunjukkan kamar untuk kamu," ajak Nala sembari bermaksud meraih lengan Raina. Sayangnya gadis remaja yang baru beranjak 12 tahun itu menghindar. Dia langsung berdiri lalu menempel di tubuh Dana, sang papa.

     "Papa, nanti aku tidur sendiri dong?" ujarnya bernada protes seraya menatap Dana manja.

     "Ya iya dong, Sayang. Kamu, kan sudah gede dan beranjak remaja. Paling kalau kamu takut tidur sendiri, biar Bi Marni menemani kamu tidur," ujar Dana sembari mengusap bahu Raina.

     "Sayang, antarkan Raina ke kamarnya," titah Dana mengalihkan pembicaraan pada Nala. Nala segera mengangguk.

     "Ayo, ikuti mama Nala. Raina akan diantar ke kamar Raina," ujar Dana seraya menggiring tubuh Raina mendekati Nala.

     "Ayo, biar mama Nala antar Raina ke atas. Kamar Raina ada di lantai atas," ujar Nala sembari menyodorkan tangannya untuk meraih lengan Raina seperti tadi.

     "Aku tidak mau diantar Tante. Biarkan Bi Marni yang antar," tampik Raina membuat Nala terkejut.

     "Jangan panggil tante dong Sayang, panggilnya Mama Nala," sela Dana tidak setuju dengan sikap Raina yang tidak mau memanggil Nala dengan sebutan Mama Nala.

     "Mama aku, kan, cuma satu, hanya Mama Devana," kelit Raina membuat hati Nala tiba-tiba dirundung sedih. Nala tidak masalah dengan kemauan anak sambungnya itu, yang ia tidak suka adalah, sikap Raina seakan-akan menolak kehadirannya. Raina juga kesannya terlihat kurang ramah. Tapi Nala berusaha memaklumi sikap Raina yang polos dan ceplas-ceplos, Nala menganggap Raina hanya gadis beranjak remaja yang emosinya masih belum stabil.

     Bi Marni yang namanya sempat disebut, segera menghampiri majikannya yang masih di ruang tamu.

     "Ayo Non Raina, bibi antar ke kamar." Bi Marni meraih tas ransel milik Raina lalu berjalan duluan menuju tangga, diikuti Raina.

     Nala diam menatap kepergian Bi Marni dan Raina yang berjalan menuju lantai dua.

     "Sayang, kamu tidak apa-apa? Bagaimana di toko, apakah tadi ramai pembeli?" Dana meraih bahu Nala sembari membawanya ke dalam, menaiki tangga yang sama yang dinaiki Raina dan Bi Marni.

     "Alhamdulillah Mas, seperti biasa. Tapi lumayan," jawab Nala.

     "Syukurlah." Dana terlihat senang dengan jawaban Nala. Nala merupakan salah satu pemilik toko kecantikan di kota ini. Sejak Nala menikah dengan Dana, Nala dilarang Dana untuk bekerja. Sebagai kompensasinya, Dana memilih memberikan modal usaha untuk Nala, untuk mendirikan sebuah toko sebagai usahanya.

     Dana melarang Nala bekerja, dia lebih suka Nala banyak menghabiskan waktu di rumah. Sementara usaha toko kosmetiknya, Nala pasrahkan pada beberapa pekerja untuk dijaga dan dikelola. Nala sesekali datang hanya untuk menerima laporan keuangan dan hasil penjualan.

     "Kamu tidak apa-apa, kan, selama liburan Raina tinggal bersama kita?" ulang Dana setelah mereka berada di dalam kamar.

     "Kan sudah aku bilang tadi, Mas. Aku tidak apa-apa. Apalagi Raina anak kandung kamu, masa aku larang liburan di sini." Jawaban Nala membuat Dana bahagia, dia memeluk Nala dan mengecup keningnya sebagai ungkapan terimakasih.

     "Sayang, nanti kalau Raina minta jalan-jalan, kamu harus mau menemani, ya. Kita jalan-jalan bertiga," lanjut Dana.

     "Asikkk, tentu saja dong, Mas. Aku pengen juga jalan-jalan bareng kamu. Kita, kan, jarang jalan-jalan, karena kamu selalu sibuk bekerja," celoteh Nala bahagia sembari memeluk lengan Dana erat.

Bab 2 Raina Minta Jalan-jalan

    Lima tahun yang lalu perceraian Dana dan Devana terjadi. Semua dipicu oleh pendapatan Dana. Saat itu Dana masih berpangkat Sersan Mayor.

Meskipun dia kala itu punya pekerjaan sampingan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun bagi Devana, penghasilan yang diberikan Dana begitu pas-pasan. Baginya tidak cukup untuk beli skin care, shoping dan jalan-jalan. Devana sering ngomel tiap hari dan sempat pergi dari rumah. Devana mengungsi ke rumah orang tuanya dengan membawa Raina anak semata wayang yang saat itu masih kelas dua SD.

Devana merupakan seorang Guru, dia sudah diangkat menjadi PNS. Gajinya yang lumayan, menjadi perbandingan dengan uang yang diberikan Dana untuknya setiap bulan. Devana masih saja merasa kurang. Keadaan ekonomi yang menurutnya kurang membuat Devana lari dari rumah.

Devana merasa apa yang diberikan Dana saat itu tidak cukup. Terlebih Devana berasal dari keluarga berada, apabila kekurangan, maka dia akan meminta bantuan pada orang tuanya. Namun, lama-kelamaan Devana jenuh dengan keadaan itu, sehingga ia lebih memilih menggugat cerai daripada nafkah lahir kurang.

     Isu miring saat Devana mengajukan gugatan cerai mencuat, yaitu Devana terlibat cinta terlarang dengan Kepala Sekolah di sekolah lain, sehingga menjadi buah bibir.

Berita itu santer jadi pembicaraan, dan bukti itu benar-benar kuat. Sehingga pengajuan gugatan cerai yang dilakukan Dana, bisa mudah dilakukan. Akhirnya perceraian itu terjadi. Ketok palu hakim menyatakan Dana dan Devana resmi bercerai.

Saat itu, reaksi Devana biasa saja. Malah terlihat cenderung senang.

     Satu tahun setelah bercerai dari Devana, Dana lebih giat lagi bekerja. Usaha sampingannya lahan sawit di tanah Sumatera, penghasilannya selalu ia tabung, sehingga menjadi besar.

Setiap bulan dia tidak pernah absen mengirimkan nafkah untuk Raina yang diminta Devana sebesar lima juta per bulan.

Sebetulnya Dana tidak habis pikir, penghasilannya selama ini sebetulnya cukup, bahkan kalau dipikir-pikir tidak kekurangan. Sebab selama ini, hasil dari panen sawit selalu ia berikan pada Devana. Tapi, entah kenapa bagi Devana masih kurang.

Dan kini, setelah tabungan itu terkumpul banyak, satu tahun kemudian, Dana memutuskan ambil sekolah Capa, yaitu sekolah kenaikan pangkat menuju Perwira.

Usaha Dana membuahkan hasil. Dana ternyata lulus Secapa dengan nilai yang sangat memuaskan. Pangkat dia yang dulu Serma, berubah menjadi Letnan Dua, tanda pangkat kuning garis satu di pundak. Pencapaiannya itu membuatnya bangga.

Beberapa tahun kemudian, Dana juga menerima kenaikan pangkat menjadi Kapten atas sebuah prestasi gemilang. Jabatan Dana pun semakin meningkat dan cemerlang.

Kenaikan pangkat yang diterima Dana, sampai di telinga Devana satu tahun terakhir ini. Devana yang masih menjanda pasca lima tahun bercerai dengan Dana, tiba-tiba mendatangi Dana dan berusaha mendekatkan kembali Raina yang sebelumnya tidak pernah diperbolehkan Devana untuk bertemu papanya.

Devana hanya menuntut mantan suaminya mengirimkan uang setiap bulan kepada Raina, tanpa membolehkan Raina bertemu dengannya.

     Sementara Dana, setelah melewati masa duda kurang lebih empat tahun. Ia kembali mempersunting seorang gadis muda. Saat dinikahinya Nala masih berusia 20 tahun. Nala bersedia menerima Dana dengan status duda beranak satu.

Nala kala itu bekerja sebagai pelayan toko kecantikan. Perjumpaan Dana dan Nala secara sering dan tidak sengaja, menimbulkan benih-benih cinta, dan pada akhirnya Dana berhasil meminang Nala.

     Setahun berlalu, Nala yang kini sudah menjadi Nyonya Dana, belum juga diberikan momongan. Padahal Nala tidak mengikuti program KB. Nala saat itu memutuskan ingin segera hamil, tapi ternyata takdir belum mau menyapanya untuk hamil.

    Dana tidak mempermasalahkan Nala yang belum hamil, dia tidak pernah menuntut Nala untuk segera hamil. Bahkan Dana sempat memberi ijin jika Nala ingin ber KB, mengingat usia Nala masih sangat muda. Tapi Nala menolak, ia justru ingin segera memiliki anak.

     "Papa, ayo. Mama sudah menunggu di depan," teriak Raina kepada Dana. Dana muncul di ujung tangga dengan tubuh yang sudah siap berangkat.

     Nala berlari menghampiri Dana dan mempertanyakan akan ke mana mereka, kenapa Nala tidak diberi tahu?

     "Mas, kamu mau pergi ke mana bersama Raina? Dan kenapa dengan mamanya Raina?" tanya Nala heran seraya mendongakkan tubuhnya keluar jendela di lantai dua, dan mengintip halaman rumah.

     Benar saja, di luar pagar sebuah mobil Avanca sudah terparkir cantik. Tidak lama dari itu seorang perempuan cantik berumur 30 tahunan keluar dari mobil. Setelah dia keluar, mobil itu berlalu meninggalkan pagar depan rumah Dana.

     "Ternyata Mbak Devana diantar supir. Sepertinya Mbak Devana memang orang kaya." Nala membatin seraya terus menatap Devana yang mulai menghampiri halaman rumah.

     "Raina ingin jalan-jalan, tapi dia ingin sama mamanya, aku dan Raina," sahut Dana.

     "Lalu aku?" tunjuknya pada dirinya sendiri.

     "Ini permintaan Raina, Sayang. Raina hanya ingin bertiga. Kamu harus maklum, aku dan Raina jarang bertemu. Hanya baru tahun-tahun ini kami bisa bertemu. Itupun atas kemurahan hati Devana. Apalagi saat ini, Raina ingin merasakan kembali moment di mana kedua orang tuanya bisa menyertainya jalan-jalan," terang Dana.

     "Kenapa tidak bersama aku saja? Maksud aku, aku juga ikut sama kalian. Masa iya, kalian bertiga, tidak etis banget Mas Dana menyertai Raina jalan-jalan hanya bertiga saja, layaknya keluarga yang utuh. Lalu aku gimana, duduk diam di rumah atau harus pergi ke toko mandorin pekerja?" protesnya tidak suka.

     "Tapi ini kemauan Raina, Sayang. Toh keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Setelah liburan Raina usai, pasti dia tidak bisa liburan bersama kami berdua," alasan Dana.

     Nala diam mendengar alasan Dana, sebetulnya dia masih ingin protes. Akan tetapi suara salam dari perempuan berparas cantik itu, membuyarkan fokusnya.

     Nala menuruni tangga mengikuti Dana, lalu menghampiri ruang tamu.

     "Mbak Devana. Waalaikumsalam, Mbak. Silahkan duduk dulu," sambut Nala bersikap ramah karena Devana tamunya.

     Devana duduk di sofa, tidak lama dari itu Raina datang memeluk Devana dengan gembira.

     "Akhirnya Mama sudah datang. Ayo, Ma, kita segera menaiki mobil Papa saja," ujar Raina tanpa peduli di depannya ada Nala sang ibu sambung.

     "Mbak Devana akan ikut menemani Raina jalan-jalan juga?" lontar Nala kepada Devana.

     "Huuh," jawabnya pendek.

     "Tunggu sebentar, aku juga ikut. Mas tungguin, aku bersiap-siap dulu," ujar Nala seraya berlari kecil menuju tangga dan masuk ke dalam kamarnya untuk berdandan.

     "Papa, ayo cepat, Pa. Raina hanya ingin ditemani Papa sama Mama saja, tidak mau ada Tante Nala," paksanya seraya menarik baju Dana dan berhasil membawa Dana keluar. Dana sempat menahan langkahnya, akan tetapi Raina terus menariknya.

Sementara itu, Nala buru-buru menyelesaikan dandanannya. Merias wajahnya tipis, meraih jaket dan tas sampir. Setelah itu, ia segera keluar kamar dan menuruni tangga.

     Mobil Dana mulai bergerak, sementara Nala baru saja keluar dari pintu. Nala berlari menghampiri mobil Dana yang mulai keluar pagar rumah.

     "Mas Dana, tunggu, Mas. Masssss," tahan Nala berteriak sembari memukul ekor mobil. Mobil Dana berhenti, kepala Dana keluar dari jendela mobil. Ada perasaan bersalah di wajah Dana ketika ia melihat sang istri menatapnya setelah memukul ekor mobil.

Bab 3 Jalan-jalan

    "Naiklah, Sayang."

     Dana akhirnya mempersilahkan Nala masuk ke dalam mobil, tapi sayang posisi duduknya yang biasa di depan, justru sudah ditempati Devana.

     "Aku duduk di mana, Mas?"

     "Hmmm. Devana, kamu pindah ke belakang, ya. Biar Nala yang duduk di depan bersamaku," usir Dana halus kepada Devana. Sebenarnya, tadi tanpa izin Dana, Devana langsung masuk dan duduk di depan di samping Dana, membuat Dana tidak enak jika mencegah.

     "Baiklah, aku pindah," balas Devana dengan wajah terlihat kesal, seraya menurunkan kakinya dari mobil dan pindah ke jok belakang. Nala kini masuk dan duduk di depan samping suaminya. Sejenak Nala melihat ke samping lalu ke belakang sekedar memberikan senyuman pada Devana maupun Raina, akan tetapi kedua orang beda generasi itu tidak membalas senyumannya. Hati Nala sedikit ngilu dan merasa kalau Devana tidak terima posisi duduknya terusir. Tapi Nala tidak peduli, baginya yang berhak duduk di samping Dana, hanya dia.

     Setelah semuanya siap, mobil Dana akhirnya berjalan dan melaju menapaki jalanan kota itu yang kini mulai ramai pengunjung.

     Sepanjang perjalanan, batin Nala bertanya-tanya penuh rasa heran. Dari sini perasaannya mulai was-was dan dilanda cemburu. Nala cemburu dan was-was terhadap keberadaan mantan istri dari suaminya, yang terlihat tidak canggung berada di samping suaminya, padahal mereka sudah mantan. Tapi, untuk sejenak, Nala berusaha mengembalikan perasaannya supaya kembali tenang dan tidak menaruh curiga berlebihan.

     "Mas, nanti mampir dulu di supermarket untuk beli makanan buat bekal di tempat wisata," pinta Devana tiba-tiba, terdengar seperti bukan orang lain, melainkan bak seorang istri yang meminta kepada suaminya. Hal ini membuat Nala dilanda kesal.

Nala menoleh ke samping melihat reaksi suaminya. Dana terlihat mengangguk. Perasaan dalam hati Nala semakin berkecamuk, harusnya dia yang mengatakan itu bukan Devana, tapi Devana dengan beraninya meminta Dana seperti itu.

"*Mbak Devana ini seperti tidak canggung lagi dengan Mas Dana, padahal mereka sudah mantan. Minimal tahu diri. Apakah dia tidak sadar kenapa perceraian mereka terjadi*?" dumel Nala dalam hati begitu kesal.

Mobil Dana pun tiba di sebuah swalayan, ia menoleh ke belakang seakan memberi kode pada Devana untuk turun, karena perempuan itu tadi yang mengatakan ingin membeli makanan untuk camilan di tempat wisata.

"Ayo, Pa. Kita sama-sama turun. Kita belanja dulu makanan," rengek Raina meminta sang papa untuk ikut turun belanja makanan di swalayan.

Nala menoleh dan menatap ke arah Dana lalu menahan lengannya untuk tidak turun. Dana paham dengan kode yang diberikan istrinya itu.

"Mas berikan saja uangnya pada Mbak Devana. Biarkan Mbak Devana dan Raina belanja makanan, agar mereka lebih santai belanjanya, bukankah mereka lebih tahu apa yang mau dibeli?" ujar Nala menahan Dana. Dana sepertinya setuju, lalu dia meraih dompetnya dan memberikan tiga lembar uang merah pada Devana.

"Raina belanja sama mama saja, ya? Papa tunggu di mobil," ujarnya seraya memberikan uang itu pada Devana. Raina merengut terlihat marah. Dibalas Devana yang memainkan bibirnya tanda protes dengan ucapan Dana. Terpaksa Devana meraih uang itu, lalu mengajak Raina turun menuju swalayan.

Setelah Devana dan Raina menjauh dan menuju swalayan, Nala segera berbicara di depan Dana sebagai bentuk protes.

"Mas, kok bisa-bisanya Mbak Devana bersikap seolah-olah antara kalian tidak pernah terjadi apa-apa. Bahkan Mbak Devana tidak canggung lagi berbicara dengan Mas Dana. Bukankah antara kalian hanya mantan istri, dan Mas bilang perceraian kalian juga dipicu Mbak Devana yang banyak menuntut dan terbukti selingkuh?" protes Nala dengan wajah ditekuk.

"Sayang, jangan berprasangka buruk dulu. Sikap Devana seperti tadi, hanya untuk memperlihatkan kepada Raina bahwa kami tetap menjalin komunikasi yang baik meskipun hubungan kami sudah mantan. Dan lagi kalau aku bersikap kaku, aku tidak mau Raina merajuk dan selamanya menolak bertemu aku. Raina anak satu-satunya yang selama ini tidak Devana bolehkan bertemu aku. Jadi, saat inilah kesempatan aku untuk berusaha meraih hati dan memanjakannya."

"Raina sudah kehilangan sosok papa akibat perceraian kami, dan kali ini aku tidak ingin Raina merasa kehilangan papanya lagi. Untuk itu, inilah kesempatan aku untuk meraih hatinya, agar dia tidak kembali menjauh dari aku. Aku sudah merindukannya selama lima tahun, dan baru kali ini dia mau tinggal bersamaku," lanjut Dana mengharapkan pengertian Nala sang istri.

Nala setuju dengan apa yang dikatakan Dana barusan, tapi ada hal lain yang dia tidak setuju, yaitu mengenai sikap Devana yang menurutnya harus tahu batasan. Walaupun semua demi Raina anak mereka, tapi Nala ingin Devana tetap bersikap sewajarnya dan tidak berlebihan, sebab Nala tidak suka.

"Aku setuju dengan sikap Mas Dana. Yang tidak aku suka ialah, sikap Mbak Devana yang sok akrab sama Mas Dana. Mas juga harus tegas dong Mas, jangan merasa senang saat sengaja didekati Mbak Devana. Mas itu seorang aparat, harusnya tegas dan punya batasan. Dia itu mantan, dan mantan tidak boleh sok akrab sepeti tadi. Terlebih tadi dia duduk di samping Mas Dana, seolah-olah dia istri Mas Dana," protes Nala lagi tidak suka.

"Sayang, kamu jangan salah paham dulu. Sikap aku seperti tadi hanya demi Raina, masa iya di depan Raina aku harus jutek dan judes pada mamanya. Lagipula Devana tadi duduk di samping aku, justru tanpa sepengetahuan aku. Padahal aku sudah menyuruhnya di belakang bersama Raina, tapi aku tidak ...." Ucapan Dana terpotong, karena Nala terlanjur memotongnya.

"Karena merasa tidak enak untuk mengusirnya? Begitu, kan?" Nala mendengus lalu memalingkan muka.

Tidak berapa lama dari perdebatan Nala dan Dana, Devana dan Raina sudah menuju mobil, lalu memasukinya. Di dalam mobil, Devana melihat Dana dan Nala seperti terlibat perang dingin. Hati Devana senang, bahkan dia berharap situasi ini berlanjut sampai nanti.

Senyum tipis tersungging di bibir Devana, dia gembira melihat Nala dan Dana yang diam-diaman.

"Mas, uangnya habis, tadi dibelikan makanan kesukaan Raina semua," lapor Devana membuat Nala yang mendengar malah muak. Entah kenapa, Nala menjadi sensitif ketika mantan istri Dana tiba-tiba harus hadir kembali, terlebih jika ingat akan dirinya yang belum bisa memberikan anak untuk Dana, perasaan sedih itu semakin merajalela.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!