NovelToon NovelToon

Istri Pengganti

Anak Buangan

Anna sedang duduk di meja rias kamarnya, wajahnya sudah tampak cantik dengan polesan make up tipis. Ditambah gaun panjang berwarna biru menjuntai menutupi tubuhnya yang ramping nan mungil. Kamar gadis itu tampak sepi setelah perias keluar, dibandingkan dengan kamar kakak tirinya yang akan menikah hari ini, dipenuhi oleh orang-orang yang lihai untuk mempercantik pengantinnya. Ia berjalan ke arah jendela kamarnya yang menghadap gerbang rumah mewah orangtuanya. Rombongan pengantin pria sudah berdatangan.

Anna merasakan sedikit kelegaan di hatinya. Senyum tipis terbit di bibir merahnya. Setelah kakak tirinya menikah, ia tidak akan menerima perlakuan buruknya lagi. Memang kakak tirinya tidak akan berhenti mengolok-oloknya meski sudah menikah, tetapi setidaknya dia akan pergi dari rumah ini.

Laura, kakak tiri yang terpaut usia 5 tahun darinya. Laura adalah sosok yang menakutkan bagi Anna. Gadis dominan, tegas dan tidak bisa dibantah. Laura adalah putri sulung sekaligus pewaris seluruh kekayaan keluarga Adiguna. Laura sangat membenci Anna yang merupakan anak hasil dari perselingkuhan Baskara Adiguna, ayahnya. Bagi Laura, Anna adalah penghancur keluarganya. Ia membenci gadis itu setengah mati. Tidak ada yang dapat menghentikan perbuatan buruk Laura terhadap Anna, karena seluruh manusia yang ada di rumah itu menganggap Anna memang pantas mendapatkannya. Anna adalah anak hasil dari perzinahan yang menjijikkan. Itu adalah karma yang akan ditanggung seumur hidupnya.

Anna berdiam diri di dalam kamar beberapa saat. Meski sudah berdandan rapi, ia berencana tidak keluar sebelum disuruh untuk menghadiri upacara pernikahan. Jika ia muncul sendiri dan sebuah masalah kecil tercipta yang bahkan tidak berhubungan dengannya, maka ia akan menjadi bulan-bulanan Mariam, ibu tirinya. Serendah itulah posisinya di keluarga ini, meski dia memiliki darah keturunan keluarga Adiguna, posisinya tidak lebih tinggi dari pelayan di rumah ini.

Saat pintu kamarnya dibuka dengan tiba-tiba, ia berpikir telah mendapat perintah untuk turun menghadiri acara. Mariam berdiri dengan wajah tegang, diikuti oleh lima orang asisten di belakangnya. Anna tidak tahu kesalahan apa yang sudah dia perbuat sehingga membuat Mariam datang ke kamarnya dan meninggalkan acara pernikahan putri kesayangannya.

Wajah Mariam sangat menakutkan baginya, wanita paruh baya itu sudah terlalu banyak menorehkan luka di tubuh maupun batinnya. "Ada apa ibu?" Anna akhirnya membuka suara meski tubuhnya bergejolak ingin menghilang dari sorotan tajam Mariam.

"Urus anak ini!" Mariam mengabaikan Anna seperti biasanya. Ia memerintahkan asistennya dengan tegas. Asisten itu masuk ke dalam kamar dengan berbagai kotak peralatan make up di tangan mereka. Anna tertarik melihat gaun putih mewah yang dibawa masuk oleh salah satu asisten. Ia melihat Mariam untuk meminta penjelasan. Gaun itu adalah gaun pengantin Laura, lalu mengapa dibawa ke kamarnya.

Mariam tidak peduli dengan wajah penasarannya. Wanita paruh baya itu mendekatinya. "Ikuti apa kata mereka, jangan melawan! Hari ini kau akan menikahi Leon!" ucap Mariam dengan suara tegas yang tidak bisa dia bantah.

Ekspresi Anna berubah sekejap, ucapan Mariam semakin menambah pertanyaan dalam benaknya. Dan ia tahu Mariam tidak akan menjawab rasa penasarannya saat wanita itu pergi begitu saja dari kamarnya. Saat Anna masih berusaha mencerna ucapan Mariam, semua asisten melaksanakan tugas masing-masing. Anna terhenyak ketika penata rias menyentuh wajahnya untuk merombak make up tipis yang sudah dibuat oleh asisten sebelumnya.

"Pengantin perempuan menghilang, tetapi upacara pernikahan tidak bisa dibatalkan karena akan mencoreng nama baik kedua keluarga." Ucap salah seorang asisten yang mengerti rasa penasaran Anna, sambil terus melakukan tugasnya.

Anna memejamkan matanya, dadanya terasa sesak akibat ketidakberdayaannya untuk melawan semua perintah itu. Lagi dan lagi ia harus melakukan sesuatu yang tidak dia sukai. Setitik air mata jatuh di pipinya yang kemudian di sapu oleh asisten tersebut. Semua orang yang ada di ruangan itu seakan sudah mengerti perasaan Anna.

Berkat kemampuan para asisten yang mumpuni, mereka berhasil merombak penampilan Anna menjadi seorang pengantin yang cantik luar biasa. Anna melihat penampilannya di cermin, tetapi ia tidak senang sama sekali. Dengan langkah berat, ia menerima tuntunan tangan asisten yang membawanya keluar dari kamar.

Ketika sampai di pintu besar menuju ruangan dimana acara diadakan, Baskara sudah menunggunya di sana. Laki-laki berumur lima puluhan itu menatap putri bungsunya dengan tatapan teduh. Ia tersenyum lembut namun Anna membuang muka. Gadis itu merasa kesal dan benci kepada ayahnya yang tidak bisa membelanya selama belasan tahun. Pria itu selalu diam ketika putri bungsunya diperlakukan seperti hewan oleh Mariam dan Laura.

Anna menerima uluran tangan Baskara dengan acuh dan mengikutinya menuju altar pernikahan. Begitu masuk ke dalam ruangan yang sudah dipenuhi oleh tamu undangan dan keluarga, Anna menitikkan air matanya. Tamu undangan yang tidak tahu mungkin akan mengira Anna menangis bahagia akan pernikahannya. Padahal kenyataannya, Anna merasakan pilu yang tidak terperi yang diberikan oleh keluarga ini.

Beberapa tamu berbisik-bisik di belakang ketika melihat Anna yang menjadi pengantinnya. Mereka mencari Laura, putri sulung Baskara Adiguna, sang pewaris tunggal. Apa yang terjadi, kenapa malah Anna, putri keduanya yang menjadi pengantin? Ribuan pertanyaan terdengar di upacara pernikahan. Tetapi kedua belah pihak keluarga menutup telinga rapat-rapat, mengabaikan pertanyaan para tamu mereka. Tidak ada yang membahas kemana perginya Laura, yang keluarga inginkan adalah pernikahan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Anna telah sampai di altar bersama Baskara. Ia hanya menundukkan kepalanya, sesekali melihat ke arah para tamu. Anna mengabaikan sosok tampan yang berdiri di sampingnya. Tangannya dan tangan Leon saling terikat, tetapi jiwanya melayang entah kemana. Anna pasrah, membiarkan waktu berlalu.

Ketika pemberkatan pernikahan dimulai, kedua pengantin diminta mengucapkan sumpah pernikahan sesuai arahan imam gereja. Anna mengucapkan janji suci itu dengan lancar tanpa ekspresi bahagia. Wajahnya datar, seolah ia menganggap pernikahan ini adalah perintah yang tidak bisa dibantahnya. Leon juga demikian, suara baritonnya menggema di ruangan itu.

Janji suci telah diucapkan dan mereka sudah diberkati. Namun satu pun manusia di dalam ruangan itu tidak merasakan bahagia sama sekali. Upacara pemberkatan itu seolah hanya simbol untuk menyatukan dua kerajaan bisnis terbesar di negara itu.

Kepala Anna terasa pusing, matanya mulai kabur dan semua terasa gelap. Bayangan Leon yang berdiri di depannya mulai menghilang perlahan. Kakinya terasa lemas, kesulitan menopang tubuhnya. Ketika kesadarannya hilang, tubuhnya terhuyung ke dalam pelukan Leon. Kericuhan terjadi kedua kalinya, para tamu mulai berbisik-bisik ketika melihat pengantin wanita pingsan di altar. Tuhan sepertinya tidak merestui pasangan itu. Begitu banyak omongan tidak pantas di antara tamu undangan.

Meski begitu pihak keluarga tidak peduli akan ocehan mereka. Ibarat kata keluarga Winston dan Adiguna sudah tidak tahu malu lagi.

Istri yang tidak dianggap

Leon Winston, putra tunggal dari Baron Winston, seorang pengusaha legendaris yang memulai bisnisnya sejak masih muda. Namun begitu putranya mulai bergabung di perusahaannya, bisnis Baron kini berada pada masa jayanya. Sejak kecil Leon memang dididik untuk menjadi seorang pengusaha yang akan menjadi penerusnya.

Menjadi seorang pengusaha, tentu Leon tidak memiliki waktu untuk bermain-main dengan teman-temannya. Terkadang saat merasa jenuh baru ia akan menghubungi teman-temannya. Ditambah kehadiran Laura sebagai kekasihnya membuat dunianya hanya berputar antara Laura dan perusahaan. Leon dan Laura terkenal sebagai pasangan yang serasi. Semua orang menunggu momen dimana mereka meresmikan hubungan. Tetapi tidak ada yang menyangka Laura akan kabur dari pernikahannya.

Tubuh Leon tergeletak dengan lunglai di atas sofa. Sorot matanya tajam dan merah, seperti menahan amarah yang hampir meledak. Jas pengantin yang dipilih oleh Laura sebulan lalu sudah terhempas tak berharga di atas lantai.

Kenapa? Kata itu memenuhi isi kepalanya. Laura-nya pergi meninggalkannya di hari pernikahan mereka. Apa yang salah dari dirinya? Apakah dirinya melakukan kesalahan yang membuat Laura sangat marah? Tanpa pesan wanita kabur begitu saja. Dalam ingatannya, Laura sangat mencintainya. Mereka menikmati kemesraan yang tercipta dalam hubungan. Laura adalah ratu dalam hidupnya, seluruh permintaan gadisnya itu selalu dituruti. Lalu mengapa?

Mulut Leon terkunci sejak upacara pernikahannya dengan Anna selesai. Ia menghilang dari pandangan keluarganya dan melajukan mobilnya menuju apartemen rahasianya. Tidak seorang pun tahu tempat ini kecuali Laura. Di tempat inilah keduanya memadu kasih ketika perasaan rindu dan cinta memuncak dalam diri mereka.

Keesokan harinya, Leon terbangun saat matahari tepat di atas kepala. Mengingat apa yang terjadi kemarin membuat hatinya bergejolak. Rasa sakit terus menyerang ulu hatinya. Pertama kalinya dia merasakan sakit hati karena seorang perempuan.

Leon membuka ponselnya untuk menghubungi asistennya agar Laura segera ditemukan. Leon cukup kuat menahan rasa sakit hatinya karena Laura. Sejak kemarin satu tetes air mata tidak sudi lolos dari matanya. Amarah dan kerinduan menguasai hatinya. Ketika Laura ditemukan, ia akan mencecarnya dengan ribuan pertanyaan.

Anna sudah terbangun sejak pagi tadi, dan ia memilih berdiam diri di kamar yang terasa asing baginya. Mulai sekarang statusnya sudah menjadi seorang istri. Istri yang tidak dianggap lebih tepatnya. Hal itu terbukti, karena di malam pernikahannya, ia tertidur sendirian dan suaminya pergi entah kemana. Jelas Leon sedang mencari kekasih hatinya. Namun Anna tidak peduli Leon di sini atau tidak, bahkan ia berharap tidak usah bertemu dengannya ke depannya.

Hal lain yang membuktikan bahwa dirinya bukan istri yang diidamkan adalah ketika tidak seorang pun datang ke kamar untuk mencarinya. Sudah hampir tengah hari, pelayan pun tidak datang untuk memeriksa dirinya.

Jika saja bukan karena perutnya kelaparan, ia tidak akan keluar dari kamarnya. Rumah besar ini tampak sepi. Orang tua Leon dan pelayan rumah seolah tidak menyambut kehadirannya. Kaki Anna terasa pegal setelah menelusuri rumah itu. Ia tersesat ke beberapa ruangan demi menemukan dapur. Kebetulan sekali ketika sampai di dapur, seorang pelayan sedang bekerja di sana.

"Silahkan tunggu di meja makan Nona, pelayan lain akan mengantar makanan Anda." ucap pelayan wanita itu, seperti sudah tahu bahwa Anna tengah kelaparan.

Tidak sampai lima menit, meja makan sudah tersedia beberapa menu makanan yang masih hangat dan tampak lezat. Anna menyantapnya dengan lahap karena perutnya sudah sangat lapar.

Setelah makan ia kembali ke kamar sebelumnya. Anna kebingungan berada di rumah ini. Ia tidak bertemu keluarga Winston untuk memperjelas pernikahan yang tidak diinginkan itu. Tetapi semua orang masih trauma akibat perbuatan Laura. Mereka masih sangat malu menghadapi berita yang beredar di media sosial saat ini.

Tentu saja, pernikahan antara keluarga Adiguna dan Winston yang penuh kontroversial menjadi trending topik di berbagai platform online. Berita itu sangat menggemparkan membuat kedua keluarga itu malu bukan kepalang.

Anna mengeratkan kepalan tangannya ketika membaca komentar orang-orang tentang dirinya. Beberapa orang menghinanya yang terlahir sebagai anak haram dan sebagian lagi mengasihani dirinya yang tidak berdaya karena harus menuruti perintah keluarganya.

Menjelang malam, pintu kamarnya diketuk pelayan dan memintanya turun ke bawah. Ini yang dia tunggu, Baron Winston pasti ingin bicara dengannya terkait pernikahan palsu tersebut.

Di ruang keluarga yang mewah itu, sepasang suami istri duduk dengan elegan dan raut wajah yang datar. Anna dipersilahkan duduk di sofa, berhadapan langsung dengan wanita paruh baya yang terlihat masih cantik dan segar. Wanita itu memilki aura yang mendominasi karena matanya berbentuk siren, membuat Anna tidak berani menatapnya langsung. Diana Winston, ibu Leon. Mata tajam pria itu rupanya diwariskan oleh ibunya.

"Saya tahu kau masih syok atas kejadian kemarin." Suara Baron memecah keheningan di antara mereka. "Namun kami tidak punya pilihan lain untuk menyelamatkan perusahaan keluarga kami." lanjutnya lagi sambil membaca wajah Anna.

Anna mengangguk pelan, "Saya mengerti Paman. Saya juga akan menerima semua keputusan kalian." Anna menjawab dengan santai. Anna menganggap semua ini adalah perintah yang tidak bisa dibantah.

Baron tidak menyangka jawaban Anna. Gadis itu terlihat santai dan tidak masalah sama sekali. Anna memang sudah di stel untuk menutupi setiap celah keburukan dari keluarga Adiguna.

Baron mengangguk tipis, "Untuk saat ini kami belum punya keputusan apapun, keadaan di luar masih sangat kacau. Leon masih belum bisa dihubungi begitu juga kakakmu. Untuk sementara tinggallah di rumah ini dan bersikap baik, karena rumah ini sedang dikelilingi wartawan untuk mencari informasi."

"Baik Paman, saya mengerti." jawab Anna.

Begitulah pertemuan singkat dengan mertua barunya. Tidak ada obrolan hangat, melainkan peringatan agar dirinya tidak berbuat macam-macam.

Satu bulan berlalu, Anna menunggu kabar dari Baron. Dia berharap Laura segera ditemukan agar ia bisa pergi dari rumah ini. Tetapi semua orang sibuk dengan dunia sendiri. Ayahnya pun tidak pernah menghubunginya. Sejak pertemuan malam itu, ia tidak lagi bertemu mereka, begitu juga Leon tidak pernah pulang selama satu bulan ini. Anna sangat stres dalam suasana yang tidak menyenangkan ini. Satu bulan penuh ia berada dalam rumah itu. Meski ia dilayani dengan baik, ia ingin melakukan kegiatannya seperti biasa.

Gadis itu sangat muak atas keegoisan semua orang di keluarga ini. Kenapa malah ia yang menderita karena kebodohan Laura? Kenapa malah dirinya yang terkurung dalam sangkar emas ini.

Anna mengambil ponselnya, mengetik pesan pada seseorang.

"Cepat cari Kakakku! Jangan jadikan aku korban dari kepentingan kalian semua! Atau setidaknya pulang dan berikan penjelasan padaku!!!" pesan itu terkirim kepada Leon.

Menuruti semua perintah

Ketika Anna tertidur dengan pulas di kamar yang temaram, sesosok pria jangkung muncul dari pintu kamar. Mata pria itu menatap Anna lekat-lekat sambil melangkah ke dalam kamar. Tidak sampai lima menit pria itu keluar dari kamar.

Keesokan paginya ketika Anna turun ke bawah untuk sarapan seperti biasa, ia cukup kaget melihat tiga orang duduk di meja makan. Ketiga orang itu memiliki aura masing-masing, kharismatik dan aura intimidasinya sangat terasa. Anna memilih mundur dan kembali ke kamar, ia tidak akan sanggup makan bersama orang-orang itu. Anna tidak menyangka karena pesan singkat kemarin, Leon akhirnya muncul juga.

Tetapi, sebelum ia berbalik Baron melihatnya, "Kemarilah Anna, ikut sarapan bersama kami." perintah Baron. Sementara Leon dan Diana tetap menyantap sarapannya meski tahu Anna ada di sana, bahkan melirik pun tak sudi. Anna melangkah kakinya dengan berat, tetapi ia tidak bisa menolak karena ia tahu ucapan Baron adalah perintah. Dan mungkin pada saat ini ia memiliki kesempatan untuk meminta penjelasan mereka.

Setelah sarapan yang menegangkan dan tidak hikmat itu, suasana menjadi hening. Tidak ada yang bergerak, itu artinya akan ada sesuatu hal yang harus dibahas.

"Anna, kami sudah mempertimbangkan beberapa hal. Saat ini keluarga Adiguna dan Winston sedang menjadi sasaran publik. Kejadian waktu itu membuat saham perusahaan turun drastis, tetapi pada akhirnya sudah normal kembali. Oleh karena itu, agar hal sama tidak terjadi dua kali, kami memutuskan agar kau tetap menjadi istri Leon." terang Baron.

Ini bukan jawaban yang Anna bayangkan. Selama sebulan menunggu ia tetap tidak mendapatkan kebebasannya.

"Satu tahun, bertahanlah selama itu, setelah itu kau bisa meninggalkan rumah ini." lanjut Baron.

Anna benar-benar tidak habis pikir dengan keluarga ini. Apakah mereka menganggap dirinya adalah lelucon? Mereka seenaknya memperlakukannya.

Baron diikuti Diana yang bahkan tidak meliriknya pergi meninggalkan meja makan. Kini hanya ada Leon bersamanya yang juga membalas tatapannya. Anna merasa gugup berada sedekat ini dengan Leon. Sebelumnya mereka pernah bertemu beberapa kali ketika Leon datang menjemput Laura ke rumah atau saat ada acara di rumahnya. Mereka juga tidak pernah bicara sebelumnya, hanya kontak mata yang singkat yang langsung diakhiri oleh Leon, seolah pria itu tidak sudi menatapnya.

Meski begitu, ia begitu berani mengirimi Leon pesan yang sangat membangkang. Semua itu karena kemarahannya yang sudah memuncak.

Anna menunggu Leon bicara, sesekali memalingkan muka karena tidak sanggup menatap mata elang pria itu.

"Kau sudah mendengar Ayah bukan? Jadi bersikaplah dengan baik. Dan tidak perlu menunggu satu tahun, setelah Laura ditemukan kau harus angkat kaki dari rumah ini." ucapnya dengan nada datar.

Anna tahu posisinya, tapi kenapa semua orang selalu mengingatkannya bahwa dirinya hanyalah pengganti. Anna begitu muak dengan ini semua.

Tidak menunggu respon dari Anna, Leon bergegas meninggalkan dirinya.

Seperti kesepakatan yang sudah disetujui oleh sebelah pihak, Anna tinggal di rumah keluarga Winston. Leon jarang pulang, Baron juga sibuk di perusahaan dan orang yang sering dia temui di rumah ini adalah Diana, ibu mertuanya yang tidak pernah memandang dirinya.

Anna paham betul perasaan Diana. Diana dan Laura sangat dekat dahulu layaknya ibu dan anak. Diana mengidamkan Laura menjadi menantunya. Putri sah dan pewaris tunggal keluarga Adiguna, adalah kesempurnaan yang pas bagi Laura menjadi pasangan putra tunggalnya. Ekspektasi Diana jatuh sejatuh-sejatuhnya. Dari pewaris turun kepada anak haram yang tidak dianggap. Jelas Diana tidak akan memandangnya.

Dalam sekali seminggu keluarga itu akan berkumpul di meja makan, pada kesempatan itu Anna ingin menyampaikan keinginannya.

"Paman, apakah saya bisa membuat permintaan?" Anna bertanya setelah makan malam selesai. Mereka belum beranjak dari kursi masing-masing, itu artinya akan ada sebuah pembicaraan.

Ini pertama kalinya Anna membuat permintaan sejak dua bulan tinggal di rumah ini. "Katakan saja." jawab Baron.

Baron adalah orang yang bisa Anna ajak bicara di rumah ini. Karena Diana dan Leon tidak pernah memandangnya.

"Saya sudah tinggal di rumah ini selama dua bulan lebih. Apakah menurut Paman saya tidak bosan? Kalau Paman masih memiliki perasaan, izinkan saya melakukan rutinitas saya seperti sebelum menikah. Saya berjanji tidak akan melakukan hal yang akan mempermalukan atau menimbulkan masalah di keluarga ini." tutur Anna panjang lebar. Ia sudah memikirkan kalimat ini sejak satu bulan yang lalu.

Baron terpukau dengan cara bicara Anna. Gadis itu percaya diri ketika bicara di hadapannya. Sangat berbeda ketika ia melihat Anna beberapa kali di rumah keluarga Adiguna. Terlihat layu, pucat dan tidak berani mengucapkan sepatah kata pun. Mereka tahu betul bagaimana Anna diperlakukan di rumah itu. Anna sudah rusak secara mental akibat kekejaman ibu tiri dan saudara tirinya.

Kalimat Anna barusan sangat sempurna. Baron adalah orang yang tegas dan berjiwa netral. Keseimbangan dan keadilan adalah prinsip hidupnya. Anna tahu hal itu, dia sudah mempelajari sifat Baron selama beberapa waktu terakhir. Ia akan membuat Baron tidak dapat menolak permintaannya.

"Baiklah kalau itu permintaanmu. Sebenarnya cukup beresiko bagi keluarga, tetapi saya akan memberimu kepercayaan." jawab Baron.

Anna senang akhirnya dia bisa mengakhiri kebosanan ini. Tanpa sadar Leon menatapnya lekat. Sama seperti Baron, Leon juga terkesima melihat cara bicara gadis ini. Terkesima karena pada akhirnya tikus penakut ini ternyata bisa berlagak seperti kucing.

Hari pertama Anna keluar dari rumah itu, Anna bergegas menuju panti asuhan yang sudah sering ia kunjungi. Sebenarnya dua bulan lalu ia akan melaksanakan acara amal untuk membangun panti asuhan tersebut.Tetapi karena pernikahan palsu itu, membuat semuanya tertunda.

Tidak banyak yang tahu apa yang Anna lakukan di luar rumah keluarga Adiguna. Anna adalah ketua dari sebuah komunitas amal, yang berfokus untuk membantu anak-anak terlantar dan keluarga yang berasal dari kelas bawah. Tidak ada yang tahu hal itu karena Anna mengatasnamakan kelompok mereka dan memilih mengontrol dari belakang.

"Anna, akhirnya kau datang juga." seorang pria dan beberapa teman komunitas Anna menyapanya. Sebelumnya Anna sudah mengonfirmasi kehadirannya, maka dari itu teman-temannya hadir di panti asuhan untuk rapat dengan kepala panti terkait pembangunan panti tersebut.

Anna tersenyum cerah membalas sapaan mereka. Teman-temannya tahu kejadian yang terjadi pada Anna dan tidak menanyakan lebih karena tidak mau menyinggung perasaannya.

Setelah diadakan rapat, ternyata pembangunan tidak dapat dilaksanakan dalam tahun ini. Semua itu karena dana yang harusnya untuk pembangunan panti telah dialihkan kepada korban bencana alam di luar kota. Hal itu membuat Anna harus memutar otak untuk mencari uang sebanyak itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!