NovelToon NovelToon

IKATAN PERJODOHAN

Bab 1 Ciuman Pertama

“Iya, nanti pasti aku bayar hutangku, tapi saat ini aku belum punya uang,” jawab Anna pada penagih hutang yang memaksa dirinya.

“Alasan! Dari kemarin nanti-nanti terus jawaban kamu.” Ayo cepat bayar!” bentrok depkolektor tersebut.

“Aku belum punya uang!” jawab Anna pasrah setengah memohon.

“Alasan.Ayo ikut kami menghadap bos kami, kamu bayar dengan tubuh kamu itu” Pria tinggi besar itu meraih lengan Anna memaksa dirinya ikut.

Anna ketakutan berusaha melepaskan cengkraman tangan kedua penagih hutang tersebut dari lengannya.

“Lepasin! Tolong!”

“Mau teriak juga tidak ada yang menolong kamu, tempat ini sepi, ayo cepat bawa saja Baron”

“GAK MAU!!” teriaknya berusaha melepaskan cengkraman tangan mereka

Dengan sekuat tenaga ia melawan. Anna menginjak kaki dan menendang bagian inti salah satu pria tersebut. Anna berhasil lolos dan berlari tidak tahu arah, dan kedua penagih hutang itu pun mengejarnya.

“Jangan lari kamu!”

Anna terus berlari menghindari dua pria itu, hingga ia melihat sebuah mobil terparkir di pinggir jalan. Ia lalu mencoba membuka pintu mobil tersebut dan rupanya tidak terkunci.

“Tolong aku,” ucap Anna tanpa permisi masuk begitu saja kedalam mobil.

“Hei, kamu siapa?”

Anna justru membuka sweaternya,serta jepit rambutnya dan langsung naik ke pangkuan pria tidak dikenalnya itu. “Tolong aku,aku dikejar penagih hutang, saat ini aku belum bisa membayar utang itu.” Anna panik karena penagih hutang itu ada disekitar mobil.

Anna tanpa permisi mencium bibir pria itu karena penagih hutang itu membuka pintu mobilnya. Pria itu terkejut tetapi mengimbangi ciuman Anna yang terkesan payah, seperti pertama kali melakukannya.

“Maaf, Pak,” ucap penagih hutang.

Pria itu melepaskan ciumannya.“Siapa kamu, mengganggu saja,” ucap dingin pria tersebut dengan tatapan mematikan.

“Maaf, Pak. Saya cari wanita mengenakan sweater hitam, kira-kira Bapak melihatnya tidak,” tanyanya.

“Lari ke arah barat,” jawabnya asal sambil memegang kepala Anna agar bersembunyi di lehernya agar tidak diketahui si penagih hutang.

“Terima kasih, Pak.”

Pria itu menutup pintu mobilnya. Anna mengangkat kepalanya memastikan penagih hutang itu jauh, saat sudah tidak melihat penagih hutang, ia melihat pria tersebut dengan jarak begitu dekat.

Detak jantung pria itu berdegup kencang, melihat wanita cantik ada di pangkuannya, bahkan berani menciumnya tanpa permisi. Ia berharap wanita cantik itu tidak mendengar suara detak jantungnya.

Pria dingin itu bernama Arjuna, ia terkenal dingin dan susah jatuh cinta. Tetapi kehadiran Anna sepertinya menggetarkan hatinya.

“Sampai kapan kamu berada di pangkuanku,” ucap Juna datar melihat Anna sepertinya ingin memangsa.

“Ah, maaf.” Anna bangkit dari pangkuan Juna dan merapikan rambut serta pakainya.

“Terima kasih ya sudah menolongku. Maaf soalnya ciuman tadi, anggap saja tidak pernah terjadi. Oh iya, namaku Anna, tapi orang sering manggil aku Nana.” Anna tersenyum sambil mengambil tasnya lalu keluar dari mobilnya.

Saat itu juga Juna meraih tangannya.“ Apa bisa kita bertemu lagi nanti,” ucap Juna dengan tatapan dingin tetapi penuh harap.

Anna mengira Juna meminta imbalan tetapi ia tidak mempunyai uang untuk memberikan imbalan atas bantuannya. “Ah, eum.. mungkin, tapi hari ini aku ada wawancara kerja di gedung itu. Doain aja ya aku diterima. Nanti kalau kita ketemu lagi, aku traktir deh.”

“Kalau gak ketemu lagi?”

“Berarti belum jodoh, kalau ketemu lagi kita jodoh,” jawab Anna dengan wajah ceria dan itu pembawaannya.

“Sudah ya, aku takut telat. Bye!” Anna berlari menuju gedung tinggi yang tidak jauh dari ia masuk mobilnya Juna.

“Eh.., minta nomor ka–” Juna tersenyum tipis melihat gadis itu berlari, ia berharap bisa bertemu gadis itu lagi.

“Anna, Nana. Nama yang bagus,” batinnya tersenyum.

Tak lama suara pintu mobil dibuka sopir Juna.“ Maaf, Pak. Saya sedikit lama di toilet. Toilet pom bensin sedikit ngantri.”

Juna hanya diam dan hanya menatap seperti biasanya. Sopir yang bernama adip itu hanya kesal dalam hati karena sang bos tidak pernah bicara sepatah katapun dengan hal yang tidak penting. Hanya dengan tatapan mata saja semua orang sudah paham maksud Juna, antara setuju dan tidak setuju. Juna akan mengaktifkan pinta suaranya jika itu dianggap penting.

Juna mengambil ponselnya dan menghubungi asistennya.“Aldo, apa hari ini ada wawancara karyawan baru?” tanya Juna datar dari sambungan ponselnya.

“Iya, Bos.Menurut info dari kepala HRD ada enam orang.”

“Suruh semua calon karyawan ke ruanganku, aku sendiri yang akan mewawancarai mereka.” Juna pun menutup sambungan ponselnya.

Anna akhirnya sampai di gedung tempat ia melamar kerja. Ia masuk dengan ceria, ia juga tidak sadar jika sweaternya dan jepit rambutnya tertinggal di mobil Juna. Ia masuk dan melihat di lobby beberapa temannya yang pertama kenal saat melamar pekerjaan dan saat ini juga akan mengikuti wawancara kerja.

“Hai Tania, hai Randi, hai semua. Aku telat gak ya?” tanyanya sambil duduk di samping Tania.

“Enggak, kok. Kami juga baru sampai.”

“Syukurlah, untung aja aku tadi berangkat pagi-pagi.”

Anna kemudian mengambil air minum di dalam tasnya dan meminumnya.“Hem… segarnya…”

“Kalian semua ikut saya,” ucap staf pada pelamar kerja,

Enam orang termasuk Anna itu pun mengikuti langkah staf kantor itu menuju lantai atas. Mereka keluar dari lift dan terus mengikuti langkah staf kantor itu hingga sampai di suatu ruang tunggu.

“Kalian tunggu disini. Ingat ya, jaga sikap. Karena yang mewawancarai kalian nanti atasan langsung, bukan kepala HRD.”

“Ouh… Ok, Mbak,” jawab Anna dengan ceria sambil mengacungkan jempol. Staf itu hanya tersenyum setuju lalu meninggalkan mereka.

Tak lama Juna dan Asistennya datang, diikuti papanya Juna, pak Hamdan. Pak Hamdan adalah pimpinan direktur utama perusahaan fashion tersebut. Mereka bertiga berhenti di ruang tunggu, melihat para pelamar kerja.

Anna terkejut saat melihat Juna.“Kamu? Kamu kerja disini juga?” tanya Anna menunjuk wajah Juna.

Semua orang ketar ketir melihat aksi Anna, terlebih pak Ramdan. Karena selama ini tidak ada yang berani menunjuk wajah putranya itu.

Namun, belum sempat Juna menjawab Anna melompat seperti anak kecil ke arah Juna karena melihat kecoa di sekitar kakinya.

“Wuaahhh, kecoa!” teriaknya.

Juna sigap menopang tubuh Anna dalam gendongannya. Anna begitu ketakutan sampai memeluk erat Juna.

“Ada kecoa, tolong usir… aku takut…” Anna terus menyembunyikan wajahnya di leher Juna.

Aldo sang asisten pun berusaha menginjak kecoa tersebut. Semua orang yang melihat Juna dan Anna masih tercengang. Sadar menjadi pusat perhatian, Juna pun berkata,“ Sampai kapan minta digendong? Turun,” ucap Juna datar dengan nada rendah.

“Gak mau turun kalau masih ada kecoa.” Anna justru mempererat pelukannya membuat Juna sedikit terhuyung.

“Na, kecoanya udah mati,” ucap Tiara sedikit menepuk pundak Anna.

“Hah? Beneran?” Ana sedikit melihat ke bawah dan melihat kecoak sudah tidak bergerak.

Anna pun langsung melihat Juna dan masih dalam gendongannya.“Beneran udah mati, aku takut,” desis Anna dan diangguki Juna dengan ekspresi datar.

Pak Ramdan hanya menahan tawa melihat ada orang yang berani dengan putranya. Anna perlahan turun dari gendongan Juna.

“Terima kasih ya, kamu sudah menolongku dua kali,” ucap Anna.

Pak Ramdan berdehem membuat Anna terkejut mengira pak Ramdan sakit.“ Aduh, Bapak. Bapak sakit? Minum dulu ya pak.” Ana mengambil botol air minum yang disediakan di meja lalu membukanya dan memberikan pada pak Ramdan.

“Minum dulu, Pak.”

“Aduh, Anna. Jaga sikap kamu. Ini pak Ramdan dan pak Juna. Pimpinan perusahaan,” ucap staf yang sedari syok melihat tingkah Anna.

“Hah? Ouh.” Anna sedikit belum menyadari.

“Hah? Apa? Pimpinan?” Anna syok membulatkan matanya.

“Ma–maaf, Pak!” Anna sedikit membungkuk dan menakupkan keduanya tangannya memohon ampunan atas sikapnya.

Bab 2 Senyum Itu Kembali

Juna tanpa kata menarik tangan Anna dan membawanya ke ruangannya, itu membuat semua orang melongo dan ketakutan.Anna hanya bisa memohon minta maaf pada Juna tetapi Juna terus menariknya.

“Pak, bagaimana ini. Anna termasuk kandidat kuat,” ucap staf yang membawa mereka ke lantai atas.

“Kalau sudah berurusan dengan putraku, sudah sulit. Aku pun tidak bisa membantahnya, terserah Juna saja. Oh iya, Aldo kamu urus yang lainnya,” titah pak Hamdan.

“Baik, Pak,” jawab Aldo, lalu Pak Hamdan pun melangkah ke ruangannya sendiri.

Di ruangan Juna, Anna menunduk tidak berani menatap tatapan dingin Juna yang duduk di meja kerjanya. Padahal Juna tersenyum dalam hati melihat tingkah konyol Anna.

“Pak, maaf. Saya tidak tahu kalau Bapak pimpinan juga disini? Maafkan saya,” lirih Anna.

Juna bangkit dari duduknya mengitari Anna.“Siapa nama kamu?” tanya Juna sedikit nada bicaranya menghangat.

“Anna, Pak. Tadi kan udah di kasih tahu di mobil.”

“Ok..,” jawab Juna melihat wajah takut Anna. Tetapi dimata Juna, Ana terlihat lucu dan menggemaskan.

Terdengar ketukan pintu ruangan Juna. ketukan itu mengagetkan Anna. Juna menoleh ke pintu yang terbuka, tampak seorang wanita paruh baya masuk dengan setumpuk berkas di tangannya.

“Ibu Sinta,bagaimana pelamar kerja yang lain, sudah bersama Aldo?” tanya Juna datar namun tegas.

Wanita itu mengangguk, “Iya, Pak. Sudah sama Aldo, dan beberapa poin yang perlu bapak periksa ulang mengenai kandidat yang lain setelah pak Aldo mewawancarai mereka. Tapi sebelum itu, saya ingin memastikan apakah keputusan bapak sudah final mengenai kandidat yang dibawa ke ruang ini?”

Juna menatap Anna sejenak, lalu mengangguk pelan. “Ya, saya ingin bicara langsung dengan Anna tentang sesuatu.”

Anna merasakan detak jantungnya semakin cepat. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan Juna. Dia hanya bisa berharap permohonannya sebelumnya diterima.

Wanita itu mengangguk, keluar ruangan dengan langkah tenang. Begitu pintu tertutup, Juna kembali menghadap Anna yang masih berdiri gugup.

“Anna,” Juna memulai, suaranya lebih lembut.

“Apa kamu tahu kenapa aku membawamu kesini?”

“Pasti soal kecoa tadi kan, Pak? Saya minta maaf. Saya memang takut sekali dengan kecoa.”

Juna tersenyum tipis melihat wajah imut Anna, “Salah satunya memang soal kecoa.”

Anna semakin ketakutan.“Lalu apa lagi,Pak?”

“Tidak ada.”

Anna mengusap peluh di dahi, mencoba mengatur nafas.“Jadi, Bapak membawa saya kemari untuk apa?”

Juna tersenyum tipis berdiri didepan Anna. Juna mengangkat dagu Anna.“Aku mau nagih janji traktiran kamu, kalau kamu diterima kerja, kamu mau mentraktirku, kan?”

“Hah? Bagaimana aku traktir Bapak, sedangkan aku belum tentu diterima. Lagian kalau diterima, aku gak bisa langsung traktir. Aku aja dikejar-kejar debt collector,” jawab Anna yang tiba-tiba merubah panggil ‘saya’ menjadi ‘aku’ suaranya yang tadinya lantang menjadi lirih dan terkesan lucu dimata Juna.

“Aku gak mau tahu. Terserah kamu pakai cara apa nanti waktu traktir aku, pakai ciuman juga boleh, kayak tadi,” bisik Juna sontak mendapat cubitan Anna di perutnya.

“Ouh, ouh, ouh… sakit,” desis Juna.

“Mangkanya jangan ngelunjak, mentang-mentang bos, jadi seenaknya.”

“Ya sudah, aku gak menerima karyawan kayak kamu yang suka menyiksa aku,” ucap Juna masih meringis karena Anna masih mencubitnya.

Pak Hamdan dan Aldo tercengang heran melihat Juna yang terkenal dingin menjadi hangat bersama Anna dan mereka mengira Anna dan Juna sudah saling kenal lama.

“Ahem!” pak Hamdan berdehem lalu masuk dan Aldo menutup pintunya.

Pak Hamdan berjalan menghampiri Juna yang ekspresinya kembali ke setelan pabrik, dingin, datar dan tidak enak dilihat.

“Kalian sudah saling kenal?” tanya pak Hamdan.

“Eum… tidak, Pak. Hanya kebetulan tadi pagi tidak sengaja bertemu dijalan dan Pak Juna menolong saya dari orang jahat,” jawab Anna sopan dan takut melihat pak Hamdan.

“Ouh, saya pikir kalian pacaran.” Pak Hamdan tertawa. Sedangkan Anna dan tersenyum tidak enak hati pada Juna yang ekspresi wajahnya masih datar.

“Oh iya, selamat ya. Kamu diterima di bagian desain. Saya dan Aldo sudah melihat hasil karya desain kamu. Bagus-bagus, selamat bergabung di perusahaan Adirasa fashion Grup,” ucap pak Hamdan sambil mengulurkan tangannya.

Dengan ragu Anna menyambut tangan pak Hamdan. “Serius, Pak?” Anna masih tidak percaya.

“Iya,” jawab Pak Hamdan.

“Terima kasih, Pak. Terima kasih banyak. Kapan saya mulai kerja, Pak?”

“Hari ini, kamu langsung bisa bekerja. Aldo tolong arahkan Anna ke ruangannya. Tapi sebelum itu ke ruangan HRD dulu, untuk konfirmasi identitasnya,” ucap Pak Hamdan.

“Baik, Pak. Mari, Non,” ajak Aldo.

Dengan bahagia Anna mengikuti langkah Aldo, tetapi saat hendak menutup pintu, Anna sekilas melihat Juna dan tersenyum tanda terima kasih.

Namun, Juna hanya melihatnya dengan tatapan elangnya dan seperti biasa tanpa ekspresi seperti mayat hidup.

Tetapi tak lama, kepala Anna muncul lalu menjulurkan lidahnya ke arah Juna.“Wekkk!” Anna kemudian menutup pintu rapat-rapat dan berjalan mengikuti langkah Aldo.

Juna hanya tersenyum tipis melihat Anna dari balik kaca besar ruangan. Senyum itu tidak sengaja dilihat pak Hamdan, namun pak Hamdan pura-pura tidak melihatnya.

“Syukurlah ada yang bisa membuat putraku tersenyum lagi,” ucapnya dalam hati.

Pak Hamdan menepuk pundak putranya.“Kamu ketemu Anna dimana?” tanya pak Hamdan hati-hati.

Juna hanya diam dan sekilas melihat orang tuanya, Juna merasa tidak perlu menjelaskan sesuatu yang sudah dijelaskan diawal oleh Anna.

Juna duduk di kursinya tanpa menghiraukan pak Hamdan. Merasa tidak dihiraukan pak Hamdan menghela nafas panjang lalu meninggalkan ruangan putranya.

Juna duduk di kursi kerjanya berwarna hitam yang sudah sangat akrab. Pandangannya terpaku pada layar komputer yang menampilkan spreadsheet dan email yang harus segera dibalas, tapi pikirannya melayang ke senyum Anna, bahkan saat Anna menjulurkan lidah terlontar jernih di benaknya. Anna, gadis itu, dengan kepolosannya, berhasil menembus benteng keras hatinya yang selama ini tertutup rapat.

Tak lama kemudian, sebuah ketukan pintu terdengar. Aldo masuk membawa berkas-berkas.“Kamu baik-baik saja, Jun?” tanya Aldo menyebut dengan sebutan nama saja saat berdua. Aldo menyadari ada sesuatu yang berbeda pada ekspresi Juna.

Juna menggeleng kecil. dan menghela nafasnya, menatap dingin Aldo. Aldo mengangguk memahami.

Tiba-tiba, dari balik pintu, suara pelan namun menggoda di telinga Juna.“Permisi,” suara Anna terdengar ceria dan lucu.

Anna muncul dengan kepala sedikit menengok sambil tersenyum manis, “Aku baru saja selesai urusan di kantor HRD. Terus disuruh datang ke ruangan ini. Jadi, kapan aku mulai kerja?”

Juna menghela napas panjang, “Sekarang, sebaiknya kamu mulai saja di sini, supaya aku bisa ‘mengawasi’ kamu dengan benar.”

“Bukannya aku dapat ruangan sendiri ya?” tanya Anna penuh selidik dengan ekspresi humornya.

“Anak magang sepertimu harus mendapat pengawasan langsung dariku,” ucap Juna datar.

Anna tertawa kecil, lalu masuk dan menaruh tasnya di sudut. Ia mengamati ruangan Juna yang rapi namun terasa dingin. Berbeda dengan sikap Anna yang ceria dan terbuka, ruangan ini dipenuhi ketegangan dan aura misterius.

Aldo tersenyum melihat tingkah Anna, sepertinya Anna bisa diandalkan untuk mencairkan batu es yang ada didalam hati Juna.

Bab 3 Hati Yang Dingin

Anna berjalan pelan ke arah meja Juna, langkahnya terhenti tepat di depan kursi yang kosong. Ia menarik nafas panjang sebelum duduk, meletakkan kedua tangan mungilnya di bawah dagu, menatap serius wajah Juna yang terpaku pada layar laptop di hadapannya.

“Pak Bos, kamu gak istirahat? Sudah jam makan siang. Aku udah lapar nunggu izin keluar dari kamu. Bukain pintunya dong, Pak,” ucap Anna

Juna sekilas melihat Anna dengan tatapan datar lalu fokus kembali ke layar laptop.

“Aku malu keluar gara-gara kamu,” ucap Juna datar.

“Kok malu gara-gara aku, Pak? Memangnya aku salah apa?” Anna menatap Juna, alisnya terangkat, sedikit bingung.

Juna membuka kerah kemejanya, memperlihatkan tanda merah di lehernya akibat ulah Anna saat di mobil.

“Itu… aku gak sengaja. Aku–” Anna terdiam, ragu melanjutkan kalimatnya. Mana mungkin ia terus terang kalau saat kejadian di mobil ia tertarik dengan aroma tubuh Juna yang khas.

“Tapi tolong buka pintunya, cacingku sudah demo minta makan, Pak Bos..,” rengek Anna dengan nada manja, jari-jarinya meremas tangan Juna halus.

Juna menutup laptopnya lalu bangkit dari duduknya, diikuti Anna yang terlihat girang. Anna mengikuti langkah Juna keluar ruangan menuju lift

“Kenapa kamu tiba-tiba kayak gini? Kata orang -orang disini biasanya kamu cuek banget di kantor.” Anna menyeringai, melempar tatapan manja ke Juna.

Juna hanya menghela nafas pelan, menundukkan kepala sejenak.“Aku masih sama, tidak berubah.”

Mereka keluar dari lift, berjalan menyusuri koridor kantor, melewati beberapa karyawan yang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Beberapa ada yang melirik mereka dengan pandangan tertahan, terutama saat Anna sedikit merapat ke sisi Juna sambil menggenggam tangannya sendiri.

Merasa Anna terlalu jauh darinya, Juna berhenti tiba-tiba, membuat Anna menabrak dirinya.

“Aduh, kenapa berhenti sih, Pak.” Anna mengusap keningnya dengan ekspresi kesal.

Tanpa kata, Juna meraih lengan Anna dan menariknya hingga Anna kewalahan mengimbangi langkah Juna yang kini mengarah ke taman menuju kantin khusus petinggi perusahaan.

“Pak, pelan dong. Ih … sakit,” rengeknya sambil mencoba melepas genggaman Juna.

Namun beberapa karyawan yang kebetulan melewati mereka, menatap tajam sambil bergumam. Mereka mengira Anna masih dihukum Juna karena ulahnya pagi tadi yang melompat ke gendongannya.

Juna menarik kursi untuk Anna membuat beberapa petinggi perusahaan menatap heran karena Juna paling anti menarik kursi untuk orang lain. Apalagi ini sampai membawa Anna ke kantin khusus.

“Duduk, mau makan apa?” tanya Juna datar sambil menggulung lengan kemejanya.

“Menunya apa? Aku gak tahu,” ucap Anna sambil mengusap lengannya.

Juna menatap Anna lalu pergi kebagian prasmanan. Juna melihat menu makanan, ia mengambil dimsum, udang tepung, nasi, sayur tumis, potongan buah. Juna membawanya untuk Anna.

Beberapa staf berbisik,“ Mimpi apa aku semalam, lihat pak Juna ngambilin makanan untuk karyawan baru, jangan-jangan Anna itu pacarnya? Kalau gak kok perlakukannya istimewa? Sampai dibawa ke kantin staff penting? Diambilin makanan pula.”

“Sudah, jangan campuri urusan pribadi pak Juna, bisa berabe nanti,” jawab yang lainnya.

“Ini makan? Habiskan,” ucap Juna pada Anna.

“Wouhhh…, banyak banget,” ucap Anna dengan ekspresi khasnya.

“Punya kamu mana?” tanya Anna tidak melihat piring milik Juna.

“Aku gak makan, masih kenyang.”

Anna melihat jam tangannya yang usang.“ Pak Bos, ini sudah jam dua. Kita istirahat saja sudah terlambat. Yakin gak makan..? Nanti kalau pingsan aku gak mau angkat,” ucap Anna lalu mengambil sumpit dan mulai memakan makanannya.

Juna hanya diam melihat ponselnya, sekali melirik Anna yang sedang makan dengan lahap. Ia sedikit merasa bersalah membiarkan karyawan barunya itu kelaparan.

Merasa diperhatikan, Anna sejenak melihat Juna yang tertangkap basah memandangnya, tetapi Anna mengira Juna ingin makan makanannya juga.

“Tuh, kan pengen. Ini cobain.” Anna menyodorkan sumpit berisikan dimsum kearah mulut Juna.

Juna melihat Anna dengan tatapan berbeda, tatapan penuh haru karena diperhatikan. Juna dengan ragu menerima suapan Anna.

“Enak, kan? Kalau ada lagi aku mau lagi, haha,” ucap Anna apa adanya.

Juna sedikit tersedak, Anna reflek memberikan minum dari gelasnya yang belum ia minum.“ Minum, ini belum aku minum.” Juna mengambil gelas dari tangan Anna.

Juna meletakkan gelasnya dimeja, matanya mencari pegawai kantin.“Pak Rahmat,” panggilnya.

Pak Rahmat menghampiri Juna dengan sopan.“Dimsumnya masih ada?”

“Masih, Pak Bos.”

“ Tolong bungkus dua porsi untukku,” pinta Juna.

“ Baik, Pak Bos.”

“Katanya gak mau makan, tapi minta dibungkus, humm, dasar,” desis Anna.

“Kamu bilang apa?” tanya Juna mendengar Anna bergumam.

“Gak ada.” Anna melanjutkan makannya sedikit takut, takut Juna mendengar ucapannya.

“Juna, Anna,” panggil Aldo tiba-tiba datang menghampiri.

Seperti biasa tatapan Juna begitu dingin dan datar pada Aldo. Walau begitu Aldo sudah paham dan melanjutkan kalimatnya.

Juna tersenyum senang melihat Anna yang juga melihatnya.“Anna, minggu depan seperti biasa, satu bulan sekali, kantor membebaskan semua karyawan untuk mengenakan pakaian cosplay,” jelas Aldo.

“Cosplay? Maksudnya?”

“Iya, Cosplay. Terserah kamu mau pakai apa? Kantor ngadain ini biar suasana kantor gak jenuh dan ada hiburannya.”

“Serius?” tanya Anna tidak percaya ada perusahaan yang unik.

“Hem, ini sudah berlangsung tiga bulan terakhir sih, ini juga masukan karyawan lainnya. Katanya biar gak jenuh kerjanya.

“Ok, aku mau jadi permaisuri kerajaan Tiongkok, karena aku suka drama-dramanya,” balas Anna senang.

“Pak Bos, jadi apa?” tanya Anna yang tidak tahu selama ini Juna tidak pernah ikut acara yang menurutnya tidak penting.

“Na, jangan tanya dia. Dia gak pernah ikut. Ya sudah kalau gitu aku mau jadi panglima perangnya. Kebetulan aku sudah siapkan kostumnya.

“Wah, keren. Aku pikir mau jadi kaisarnya, tapi gak apa-apa. Panglima melindungi permaisuri yang ditinggal kaisar perang, haha,” keduanya tertawa tetapi tidak dengan Juna yang masih diam tanpa ekspresi.

Juna diam-diam mencari informasi tentang kaisar Tiongkok di Internet dan setelah tahu ia diam dan memikirkan bagaimana mencari pakaian yang dimaksud Anna, mana mungkin ia membuat baju sendiri.

“Cepat habiskan makananmu, aku masih banyak pekerjaan,” ucap Juna.

“Iya, iya.” Anna melanjutkan makannya.

“Ya sudah, aku balik ke atas dulu ya,” pamit Aldo.

“Huem,” Anna mengacungkan jempolnya.

“Kamu akrab banget sama Aldo, suka ya?” selidik Juna tidak suka Anna terlalu akrab dengan asistennya.

“Huam? Suka, siapa sih ya gak suka sama pak Aldo, orangnya humoris, gak kaku kayak kamu,” jawab Anna asal.

Juna mengeratkan rahangnya, walau baru pertama kenal dengan Anna, entah mengapa ia merasa ada ikatan sendiri dan merasa tidak suka jika Anna dekat dengan pria lain

Juna bangkit dari duduknya lalu melangkah meninggalkan Anna yang masih makan. Anna melongo dengan makanan yang masih didalam mulutnya.

“Kok ditinggal!” teriak Anna lalu ia minum dan bangkit dari duduknya.

Anna mengejar Juna tetapi pak Rahmat menghentikannya.“Non, ini dimsumnya,” ucap pak Rahmat sambil membawa kantong plastik.

Anna berhenti lalu putar balik mengambil dimsum dari tangan pak Rahmat.“Terima kasih, Pak. Besok lagi ya. Dimsumnya enak,” jawanb Anna lalu buru-buru berlari mengejar Juna.

“Pak Bos! Tunggu!” teriaknya sambil berlari.

Anna berlari mengejar Juna dan akhirnya ia terjatuh.“Aduh,” jerit Anna membuat Juna menoleh.

“Aduh… sakit,” cicit Anna mengusap tangannya lalu lututnya.

Juna menghela nafas panjang menghampiri Anna.“Kalau jalan hati-hati,” ucap Juna sambil mengulurkan tangannya.

“Siapa yang jalan, jelas-jelas aku lari ngejar kamu.” Anna meraih tangan Juna.

Saat hendak melangkah, Anna hampir terjatuh. Tentu saja Juna sikap meraih tangannya.“Kakiku kayaknya kekilir,” Gumam Anna.

Juna hendak membopong Anna tetapi Anna menolak.“ Gak mau,” tolak Anna.

“Terus?” jawab Juna kesal menatap tajam Anna.

Anna menggerakan telunjuknya menginstruksikan Juna agar berbalik. Setelah Juna berbalik, Anna naik ke punggung Juna.“Gini aja, jadi aku gak lihat muka jutek kamu. Ayo jalan,” titah Anna. Walau begitu Juna tidak marah,dan justru tersenyum dalam hati melihat tingkah Anna.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!