NovelToon NovelToon

Pertarungan Cinta

Bab 1 (Antara Cinta dan Negara)

"Apa tidak ada cara lain?"

Sienna Adeline Foster, bertanya dengan nada hati-hati usai mendengar permintaan tidak masuk akal dari ayahnya, Jimmy Foster.

Laki-laki berusia 63 tiga tahun yang juga seorang kepala negara Hagia. Negara kepulauan makmur yang memiliki kekayaan sumberdaya alam melimpah, tapi tidak diimbangi dengan sumberdaya manusia yang kebanyakan serakah.

Jimmy terlihat menahan air mata. Ia tidak berani menatap langsung anak perempuan satu-satunya itu.

"Perjodohan adalah solusi terbaik, Sien...."

Pandangan Jimmy mengarah lurus ke arah istana negara yang berdiri kokoh dari taman bunga halaman depan tempat mereka berbicara empat mata tanpa pengawalan.

Bangunan bergaya klasik yang berada tepat di belakang tebing pegunungan yang asri. Istana megah didominasi warna cream dengan atap berwarna biru itu terlihat tanpa celah dilengkapi puluhan kamar dan lampu-lampu yang menyala terang saat malam menjelang.

Di sisi sayap kiri adalah tempat pribadi keluarga Foster tinggal sedangkan di sisi sayap kanan adalah ruang kerja kepala negara, para menteri serta stafnya. Bagian utama bangunan dijadikan ballroom dan tempat menjamu tamu kenegaraan. Kemegahan dan kemewahan yang dibangun di atas tanah seluas 2000m³ itu adalah kebanggan negara.

Bagi keluarga Foster, bangunan itu hanyalah tempat tinggal sementara. Mereka tulus mengabdi pada negara, tapi bagi segelintir orang yang memiliki keserakahan, istana negara adalah suatu kebanggan yang patut diperebutkan dengan cara apapun sebagai lambang kekuasaan.

"Sudah delapan tahun ayah menjabat sebagai kepala negara Hagia. Ayah tahu, sejak awal semua ini tidak mudah terutama untuk kamu, ibu serta kakakmu yang harus terpaksa hidup dalam lingkup terbatas, tapi situasi kali ini terlalu berat untuk dipikul sendiri, Sienna."

Jimmy menarik napas dalam. Ekspresinya terlihat lelah, keriput di wajahnya bertambah banyak tiap tahunnya, rambutnya yang semula lebat juga kian menipis dan memutih. Sienna tahu, tahun ini adalah yang terberat karena sebagian besar masyarakat sudah mendesak pencopotan jabatan yang diemban sang ayah.

Semua karena isu yang santer terdengar setahun belakangan. Lawan politik yang haus kekuasaan dibantu oleh pihak asing yang tidak terima karena selama masa pimpinannya, Jimmy telah berhasil merebut kekayaan alam yang semula dikelola oleh pihak asing dan kini menjadi milik negara sepenuhnya. Mengakibatkan Jimmy harus menanggung fitnah keji yang semakin sulit dikendalikan.

Pemberontakan yang terjadi di bagian selatan, konon adalah atas perintah dari Jimmy yang dengan sengaja ingin membuat kekacauan agar pelan-pelan bisa menjual negara bagian pada pihak luar. Isu itu lama-kelamaan membuat Jimmy tidak lagi memiliki banyak pendukung. Masyarakat mulai membencinya dan menyerukan pencopotan jabatan.

"Sienna... kamu tahu jika ayah sangat menyayangimu, tapi ayah juga sangat menyayangi negara ini. Ayah tidak bisa membayangkan jika Hagia sampai jatuh ke tangan yang salah. Mereka orang-orang serakah hanya akan mementingkan kepentingan pribadi tanpa peduli penderitaan rakyat."

Sienna tidak menyahut. Pikirannya berkecamuk. Di satu sisi ia mengkhawatirkan posisi kepala negara yang terancam. Disisi lain Sienna tidak dapat menerima perjodohan yang ayahnya inginkan karena ia sudah memiliki kekasih.

"Sienna...." Jimmy mendekat, menatap penuh harap, tapi gadis bermata coklat madu itu malah melangkah mundur.

"Ayah, aku sudah punya kekasih."

"Dave..." Jimmy menghela napas berat. "Laki-laki itu anak baik, Ayah tahu kalian saling mencintai, tapi dia tidak tepat."

"Tapi selama ini Ayah setuju, kan?"

"Situasinya berubah terlalu cepat, Sienna. Ayah Dave memutuskan bergabung dengan partai Teratai Putih. Keluarganya mengkhianati kita, hubungan kalian tidak bisa diteruskan dan lagi—"

Ada jeda di akhir kalimat saat Jimmy melihat Sienna mulai menangis.

"Partai Teratai Putih? Dave dan keluarganya selalu mendukung kita selama ini, kan?"

"Ayah sudah bilang padamu, kondisi kali ini sudah terlalu sulit. Kita telah ditinggalkan, Sienna. Semua partai pendukung sudah mulai berkoalisi dengan Partai Teratai Putih. Ayah tidak bisa mencegah, mereka lebih takut kehilangan jabatan daripada melihat rakyat menderita kelak."

Sienna terdiam lagi.

Partai Teratai Putih.

Partai petahana yang semula mengusung ayahnya menjadi kepala negara, tapi kemudian berubah menjadi musuh dalam selimut sejak ayahnya menolak memenuhi kebutuhan para petinggi partai dan memilih memprioritaskan urusan negara.

"Namanya Ethan Alexander Martin, seorang kapten yang saat ini ditugaskan di perbatasan, usianya hanya berjarak enam tahun darimu. Dia adalah anak tunggal dari jendral purnawirawan mantan menteri pertahanan terdahulu, Jendral Jack Martin."

"Ayah berencana mengganti mantan pertahanan yang saat ini dengan Jendral Jack, sekaligus menyelidiki kasus korupsi alutsista yang melibatkan menteri pertahanan yang sekarang," imbuh Jimmy. Di balik kacamatanya, terpancar kerisauan kuat.

"Ayah, itu terlalu beresiko."

Sienna kenal siapa Mentri pertahanan yang saat ini menjabat. Dia adalah Wiran, putra sulung pimpinan Partai Teratai Putih. Mencopot jabatannya sudah sebuah penghinaan dan bahkan menyelidiki kasus korupsi yang lama tidak tersentuh sama dengan cari mati.

"Ayah sudah sejauh ini, Sienna. Ayah tidak bisa menutup mata lebih lama lagi."

"Kali ini saja, Sienna. Ini adalah permintaan pertama dan terakhir, ayah harap kamu bisa memenuhinya. Menikahlah dengan Ethan demi Ayah dan demi negara ini," sambung Jimmy sebelum meninggalkan Sienna sendirian yang hanya bisa terduduk lemas di kursi taman.

...***...

Bab 2 (Misi Penyelamatan)

Sementara itu, malam menjelang di batalion, tepatnya di kompi tempat pasukan khusus "Langit Hitam" berada menjaga perbatasan yang sedang memanas. Sikap siaga selalu diterapkan. Tiap detik berharga, setiap pergerakan memiliki arti. Tidak ada satupun yang lengah.

Sebagai komandan berpangkat kapten, Ethan Alexander Martin selalu mengarahkan pasukannya agar tidak lalai. Melindungi kesatuan negara adalah hal terpenting.

Berjuang untuk negara, mati untuk negara.

Dia dikenal dingin, tidak banyak bicara, tapi setiap pergerakannya tajam. Membebaskan warga yang diculik oleh pemberontak dengan penuh perhitungan agar tidak ada satupun yang terluka.

Sniper ghost sudah bersiap ditempat persembunyian masing-masing, mengintai diantara semak, pepohonan hingga di bawah aliran sungai. Ethan memimpin di barisan paling depan, mengarahkan prajurit lain untuk mengikuti langkahnya, mengendap-endap diantara reruntuhan bangunan yang terletak di tengah hutan.

"Sirius melapor pada Rigel, sisi kanan terkunci."

Ethan menyentuh alat pada telinganya, "Rigel pada Polaris, apa sudah siap?"

"Polaris pada Rigel, sisi kiri siap."

Sniper di atap gedung ikut menyahut, "Antares melapor pada Rigel, sisi tengah aman."

"Baiklah, aku akan mulai menyerang. Kalian semua berhati-hatilah."

Usai memberi kode pada para tentara yang semula berdiri dibelakangnya, Ethan memulai pergerakan dalam misi menyelamatkan warga. Tidak ada ketakutan sedikitpun dari raut wajahnya. Dia beserta timnya tangguh dan berani. Menembak dan memukul jatuh satu-persatu pemberontak yang menyerang.

"Semuanya berlindung!" teriak Ethan saat hujan peluru melesat dari berbagai penjuru. Para pemberontak yang menjaga gedung penyekapan tidak terlatih. Mereka menembak dengan membabi-buta, tapi Ethan beserta timnya berhasil menembak balik tepat pada sasaran.

Musuh berjatuhan, dua orang tentara di perintahkan untuk membawa warga yang diculik ke tempat yang lebih aman sementara Ethan menyisir setiap sudut bangunan.

Kedua matanya jeli dan selalu waspada, membuka satu-persatu ruangan, mencari kemungkinan ada warga yang disekap di ruangan berbeda dan betapa terkejutnya ia melihat seorang gadis belia yang tergeletak tidak sadarkan diri dengan kondisi yang memprihatinkan.

Gadis itu terlihat masih berusia belasan tahun, dia tidak dilaporkan sebagai salah satu korban penculikan, tapi kondisinya yang nyaris tidak berbusana membuat Ethan mengepalkan tangan menahan amarah. Sebagai seorang prajurit yang bertugas melindungi warga, ia merasa gagal.

Ethan lantas meletakkan senapan AK-47 miliknya ke lantai lalu melepaskan rompi anti peluru serta kemejanya. Usai membungkus tubuh gadis belia itu dengan kemejanya, Ethan lantas membawanya keluar dari dalam gedung terbengkalai yang dijadikan lokasi penyekapan oleh para pemberontak.

Saat keluar dari dalam gedung, tiga orang rekan satu tim Ethan sudah menunggu. Ethan melangkah dengan pasti sambil menggendong gadis belia itu dengan raut memendam amarah lalu menyerahkan gadis itu pada tim medis yang baru saja tiba.

"Mereka tidak hanya memberontak, tapi bahkan menodai gadis tidak bersalah. Apa jadinya tempat ini jika jatuh di tangan mereka?" ujar Iyan alias Sirius, seorang letnan satu yang juga adalah wakil komandan. Dia terlihat sama marahnya dengan Ethan.

"Sayang sekali jika tidak ada kejadian seperti ini, kita dilarang menembak mati para pemberontak itu," sahut Harry yang memiliki julukan sebagai Polaris. Kopral berpangkat bintara yang bertugas sebagai sniper ghost itu tidak kalah kesal.

"Bagaimanapun mereka masih warganegara kita. Kepala negara melarang membunuh mereka tanpa alasan, tapi bukankah itu konyol?" Lenan Dua Gion a.k.a Antares terlihat sama geram. "Jelas-jelas mereka adalah pemberontak, bukankah itu juga alasan?"

Sebagai sniper utama, tangan Gion sudah gatal sejak lama ingin menembak mati para pemberontak itu. Sayangnya sebagi prajurit dia tidak bisa membantah aturan.

"Jangan-jangan isu tentang kepala negara itu benar?" celetuk Iyan penuh curiga.

"Sudahlah, saat ini yang bisa kita lakukan hanya memperkuat pertahanan. Arahkan lebih banyak prajurit untuk melindungi pemukiman warga. Kejadian ini tidak boleh terulang lagi," perintah Ethan seraya menepuk bahu Iyan.

Ethan, Iyan, Gion serta Harry kemudian kembali ke batalion, sampainya di sana pihak keluarga korban sudah menunggu, tapi bukan ucapan terima kasih yang didapatkan melainkan sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ethan.

"Kalian tidak berguna!"

Semua orang terkejut atas aksi seorang wanita tua berpakaian lusuh yang menangis hingga wajahnya sembab itu.

"Jika saja kalian menjalankan tugas dengan benar, cucuku tidak akan bernasib sial seperti ini!" teriaknya sambil menunjuk ke arah gadis belia yang sebelumnya Ethan selamatkan.

"Cucuku yang malang... Dia kehilangan kehormatannya karena kalian tidak becus melindungi kami!"

Ethan hanya bisa diam sambil menundukkan kepala, mengakui kesalahan yang bukan sepenuhnya salahnya, tapi sebagai pimpinan pasukan khusus, ia bertanggung jawab atas apa yang terjadi di perbatasan.

.........

"Obati pipimu," Siren—kekasih Ethan yang bekerja sebagai dokter tentara lantas duduk di sebelah laki-laki tampan berusia 28 tahun itu yang memilih menyendiri di bawah pohon besar yang berada di bagian belakang batalion.

"Ini tidak sakit, hanya saja aku merasa sangat gagal," ucap Ethan menarik napas dalam.

Siren kemudian menyentuh punggung tangan Ethan lalu tersenyum lembut. "Ini bukan salahmu, Eth..."

Ethan tahu, hanya Siren yang mampu menenangkan hatinya. Gadis cantik berambut coklat sebahu itu sudah menemaninya selama tiga tahun terakhir, dia bahkan tidak ragu untuk meminta dipindahkan ke perbatasan agar mereka tetap bersama.

"Saat pemberontakan ini usai, aku pasti akan menikahimu, Siren."

"Aku mungkin keberatan jika harus menunggu lebih lama lagi, Eth."

Senyuman di wajah Ethan seketika memudar.

"Tapi, Ethan... aku tidak akan keberatan jika kita menikah di sini."

..........

Bab 3 (Pilihan Sulit)

Hari ini begitu berat, tapi Ethan tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan saat Siren akhirnya setuju menikah dengannya di tempat ini.

Sebelumnya Ethan sudah berkali-kali membahas tentang pernikahan pada Siren, tapi gadis itu selalu mempunyai cara untuk menolak dengan alasan tempat ini tidak cocok untuk menggelar pernikahan.

Ethan tahu, dia mengerti dengan baik jika seorang wanita pasti menginginkan pernikahan impian. Tempat ini jelas bukanlah tempat yang cocok, tapi semakin hari, perasaannya pada Siren semakin dalam.

"Kenapa begitu senang?" tanya Iyan menghampiri saat Ethan terus tersenyum sambil mencari sesuatu di dalam lemari pakaiannya.

"Siren setuju menikah denganku," jawab Ethan membuat Iyan seketika tertegun, tapi setalah itu langsung berseru girang.

"Akhirnya tim kita ini akan punya Ibu Persit juga. Selamat Kapten."

Ethan mengulas senyum tipis, tapi kemudian senyumannya perlahan memudar. "Apa aku keterlaluan jika menikahinya disini?"

"Asalkan kamu tidak memaksanya. Di manapun akan terasa membahagiakan." Jawaban Iyan menyingkirkan semua keraguan Ethan.

Setelah berhasil menemukan kotak beludru berwarna merah yang ia sembunyikan diantara tumpukan pakaiannya, Ethan kemudian berpamitan.

"Aku akan melamar Siren sekarang."

"Apa perlu aku membawa pasukan untuk menjadi pemandu sorak?"

"Ck. Jangan menodai acara lamaranku dengan yel-yel mengerikan kalian."

Iyan hanya bisa tertawa usai menerima penolakan dari komandan pasukannya. Namun, tawa itu perlahan menghilang usai Ethan meninggalkan kamar mereka berdua.

"Sepertinya aku memang tidak memiliki harapan lagi," gumam Iyan tersenyum kecut.

Jauh sebelum Ethan dan Siren saling mengenal dan menjalin kasih, ia telah lebih dulu mengagumi Siren. Namun, sepertinya kali ini ia harus mengubur habis perasaannya sepenuhnya.

.........

Ethan melangkah melintasi lorong terbuka penghubung antara bangunan batalion dan ruang medis dengan ekspresi datar cenderung dingin, menyembunyikan perasaan berdebar dalam hatinya yang sudah tidak sabar ingin melamar Siren.

"Kapten," panggil salah seorang tentara yang berlari pelan menghampirinya.

"Lapor, Kapten. Jendral Purnawirawan Jack Martin baru saja tiba dan beliau mengatakan ingin segera bertemu dengan Anda."

"Baiklah, katakan aku akan segera ke sana."

Ethan mendongak, menatap jutaan bintang yang bertebaran di langit malam. "Sepertinya semesta berpihak padaku," gumam Ethan senang.

Ia kemudian melanjutkan langkahnya, tapi tiba-tiba saja terpikirkan mungkin lebih bagus menemui ayahnya terlebih dahulu agar ayahnya juga ikut bisa membujuk Siren bila gadis itu mendadak berubah pikiran.

Dengan tergesa-gesa, Ethan melangkah menuju kantor tempat ayahnya menunggu. Ini bukanlah kali pertama ayahnya berkunjung sejak ia ditempatkan di perbatasan. Laki-laki tua itu selalu berdalih merasa rindu pada masa-masa memimpin pasukan khusus.

"Ayah," sapa Ethan dengan sopan, tapi kali ini Jack tidak terlihat seperti biasanya. Wajah laki-laki berusia 65 tahun itu tampak muram.

Ethan menduga jika ayahnya mungkin sudah mendengar tentang misi penyelamatan sore tadi. Senyumannya seketika menghilang.

"Hormat, Jendral... Kapten Ethan Alexander Martin melapor," ucap Ethan dengan sikap tegap seorang tentara profesional.

"Ethan...."

"Siap. Lapor, Jendral. Hari ini ada penyelamatan dan kami gagal melindungi satu warga. Saya siap menerima hukumannya."

Namun, lagi-lagi Jack malah menghela napas berat. "Sudahlah, duduk dulu. Aku datang bukan sebagai jenderal melainkan sebagai ayahmu."

Ethan tidak lantas duduk, ia menunggu ayahnya duduk lebih dulu barulah ia duduk tegap di hadapan ayahnya.

"Ayah sudah mendengar tentang kejadian sore ini. Para pemberontak itu semakin hari semakin sulit dikendalikan."

"Kepala negara memberikan perintah agar kami tidak memburu para pemberontak, sedangkan jumlah tim kami juga terbatas. Kejadian penculikan kali ini terjadi karena kami kalah jumlah sehingga tidak mampu melindungi seluruh warga yang tinggal di area perbatasan," jelas Ethan.

"Kamu yakin itu sungguh perintah kepala negara?"

"Surat resminya dikirimkan sejak tim kami ditempatkan disini," jawab Ethan dengan penuh keyakinan. "Menurut Ayah, apa mungkin isu yang beredar selama ini benar adanya? Sejujurnya, kepala negara terkesan sangat melindungi para pemberontak."

Sebagai seorang prajurit, Ethan tidak ingin bicara buruk tentang pimpinan tertingginya, tapi selama satu tahun menangani polemik di perbatasan, pemerintah jarang sekali mengirimkan bantuan pada warga yang terkena dampak, tapi justru beberapa prajurit yang berpatroli kerap kali melihat mobil bantuan keluar masuk area terlarang—markas besar pimpinan pemberontak.

"Mungkin saja melengserkan kepala negara adalah salah satu tindakan yang tepat," ucap Ethan dengan hati-hati.

"Ethan, nyatanya dalam politik segala kemungkinan bisa terjadi. Yang terlihat salah, adakalanya justru dia lah yang paling baik."

"Maksud, Ayah?"

"Membuat rakyat membenci pimpinannya sendiri adalah hal paling mudah untuk memecah-belah suatu negara."

Hening sejenak. Ethan bukannya tidak mengerti maksud dari ayahnya. Dulu ayahnya kalah dalam pemilihan kepala negara melawan Jimmy Foster karena isu membelot. Rumor yang berembus kencang tanpa bisa dihentikan itu mengatakan jika ayahnya adalah keturunan seorang pembelot.

Masyarakat percaya, dukungan besar yang semula digadang-gadang akan mendapatkan kemenangan telak, rupanya berakhir dengan kekalahan yang menyakitkan.

"Kepala negara meminta Ayah untuk menjadi menteri pertahanan kembali," ucap Jack setelah beberapa saat terdiam.

Tentunya hal itu membuat Ethan terkejut setengah mati. Meski tidak terlihat, tapi permusuhan diantara keluarga Martin dan keluarga Foster adalah nyata.

"Apa sebenarnya rencana kepala negara? Kenapa tiba-tiba beliau memberikan jabatan yang bisa semakin menggoyahkan kedudukannya?" tanya Ethan bingung. "Jika Ayah menjabat kembali sebagai menteri pertahanan, itu artinya Ayah masuk dalam empat orang yang bisa menggantikan posisinya, bukan?"

Jack mengangguk pelan. "Waktu silih berganti, Ethan. Permusuhan yang semula terjalin masih bisa berubah menjadi hubungan lain."

"Tapi, Ayah... mereka-"

"Tidak ada yang lebih penting dari kedamaian negara, Eth...."

Ethan terdiam, ia masih tidak mengerti mengapa ayahnya terus terkesan membela kepala negara.

"Saat ini kedamaian negara terancam. Ayah tidak bisa hanya berpangku tangan dan menyaksikan kehancuran negara yang nenek moyang kita dulu perjuangkan. Kita harus mengambil sikap sebelum semuanya terlambat."

Raut wajah Jack terlihat penuh beban. Ia menarik napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya, "Di antara semua penjahat itu, kepala negara adalah yang paling peduli dengan rakyat. Pemberontakan ini disengaja agar rakyat marah dan melengserkan jabatan kepala negara. Jika sampai itu terjadi, maka kita akan kehilangan segalanya. Semua perjanjian tertulis akan otomatis batal."

"Pertambangan, pengelolaan minyak mentah, berbagai sektor sumber daya yang bisa mensejahterakan rakyat akan kembali diambil alih oleh pihak asing. Pada akhirnya kita hanya akan kembali menjadi pengemis di negara sendiri," imbuh Jack.

"Maksud Ayah rumor tentang Kepala Negara yang melindungi para pemberontak adalah bohong?"

Jack mengangguk, "Polanya sama."

Ethan kembali terdiam. Jika benar apa yang dikatakan oleh ayahnya maka ini adalah hal yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.

"Baiklah, aku tidak akan menentang jika Ayah ingin kembali menjadi menteri pertahanan."

Jack mengulas senyum tipis, anaknya yang pemberani akan selalu ada di belakangnya. Namun, senyuman itu kembali memudar. Ia menarik napas lagi. Beban di pundaknya masih terlalu berat.

"Ayah juga akan menyelidiki tentang korupsi pengadaan alutsista yang dilakukan menteri pertahanan saat ini."

"Ayah, kita semua tahu apa yang akan terjadi pada orang-orang yang berani mengusik ketenangan anggota Teratai Putih. Ayah yakin ingin menanggung resikonya? Kita berdua mungkin tidak akan selamat."

"Kamu takut mati untuk negara?"

"Tentu saja tidak," jawab Ethan tegas. "Hidup dan matiku adalah untuk negara, tapi keselamatanmu-"

"Hidup dan matiku juga untuk negara, Eth...."

Jack tersenyum bangga, tapi raut wajah sedih tidak mampu ia sembunyikan apalagi saat melihat kotak berudu yang sejak tadi berada dalam genggaman putranya. Wajahnya kembali murung.

"Kalau begitu, apa kamu mau berkorban lagi untuk negara?"

Ethan tidak lantas menjawab, ia membaca ada yang salah dengan sorot mata ayahnya saat ini. Biasanya sang ayah selalu terlihat mantap dengan apapun yang ia ucapkan dan lakukan, tapi kali ini dia terlihat penuh perhitungan seolah masih ada hal yang membuatnya ragu.

"Katakanlah, Ayah... aku akan mendengarkan."

"Sebaiknya kamu simpan cincin itu. Ayah tidak merestui hubunganmu dengan Siren."

Deg!

Ucapan ayahnya kali ini lebih mengejutkan daripada saat menyatakan akan berkoalisi dengan kepala negara.

"Kenapa Ayah tiba-tiba saja berubah pikiran? Aku pikir selama ini Ayah menyukai Siren."

"Ayah sudah bilang padamu, situasinya telah berubah, Ethan."

Perasaan tidak nyaman langsung memenuhi relung hati Ethan. Firasatnya mengatakan jika akan ada hal besar lain yang akan ayahnya katakan selain penolakan Siren.

"Menikahlah dengan Sienna, dia adalah putri bungsu kepala negara."

Kotak berudu di tangan Ethan seketika terlontar ke lantai hingga cincin yang berada di dalamnya terpental jatuh ke bawah kaki Jack.

Jack kemudian memungut cincin itu lalu mematahkannya.

"Ethan, Ayah tahu ini berat untukmu, tapi Ayah hanya bisa mengandalkan kamu sekarang."

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!