NovelToon NovelToon

TERJEBAK HASRAT DOKTER TAMPAN

One Night Stand

Suara musik gemerlap oleh seorang DJ ternama di ibu kota menggema di dalam sebuah club besar exclusive khusus para selebritas dan kaum elite.

Riuh orang orang sedang menikmati pesta dansa. Di tengah keramaian ada dua orang gadis yang baru datang ke club itu.

Ariana Dewantara dan sahabatnya, Milly. "Jangan lama yah please, gue takut dimarahin papih." Lirih Ariana dengan wajah memelasnya.

"Tenang aja, kan bokap loe lagi ke Singapore, jadi kita bisa bebas. Yuk sini kita senang senang yuhuuuu." Milly jalan duluan ke lantai dansa.

"Mill...tungguin gue!"

Dengan langkah ragu Ariana mengikutinya dan merasakan sensasi yang berbeda. Selama menjadi putri bungsu dari keluarga Dewantara, hidupnya hanya untuk belajar dan belajar. Sebetulnya ini bukan kali pertama Ariana ke club malam. Namun malam ini jauh berbeda.

-

-

"CARI ANAKKU SAMPAI KETEMU!"

Papih Alarich berteriak pada semua anak buahnya. Mamih Aleesya juga tak berkutik jika suaminya sudah murka. Memang salahnya mereka membiarkan Ariana sendiri di rumah bersama pelayan.

Sedangkan ketiga kakaknya sudah berkeluarga dan mandiri. Mereka sudah tidak tinggal dirumah orang tuanya. Saudara Ariana hanya akan pulang ke rumah saat weekend. Hanya adik bungsunya inilah yang belum menikah.

Ariana Dewantara anak bungsu dari pasangan Alarich Dewantara dan Aleesya Bagaskara. Sedari dulu bercita-cita menjadi model atau artis terkenal mengikuti jejak tantenya, yaitu Janisa.

Awalnya permintaan Ariana sangat ditentang oleh papihnya. Namun mamih Aleesya membujuk suaminya agar bisa memahami keinginan anak anaknya.

"Papih jangan marah marah donk!"

"Gimana papih enggak marah mih? Ini sudah jam satu malam Ariana belum pulang, ponselnya enggak aktif. Papih khawatir mih." Ucap papih Alarich dengan menahan sesak di dadanya.

"Bukan papih aja, aku juga sama pih. Tapi papih jangan emosi gitu. Mamih jadi pusing tahu!" Gerutu mamih Aleesya yang sudah berkaca-kaca.

Awalnya keduanya ingin berangkat ke Singapore karena papih Alarich harus meninjau bisnisnya. Namun niatan itu di urungkan. Mereka kembali lagi kerumah setelah pulang dari rumah orang tua papih Alarich.

-

-

-

Gadis bermanik coklat muda itu menenggak banyak minuman yang membuatnya oleng. Entah sudah berapa gelas yang dia minum. Pandangannya buram dia berjalan gontay sambil berpegangan ke meja bar.

Tak disangka sedari tadi ada pria asing yang memantaunya. "Cantik sekali...ah shit! Brengsek! Tubuhku panas!" Ucap pria itu sambil berjalan ke arah Ariana.

Dia mendekati Ariana dan menariknya dari keramaian. Ariana pun awalnya kaget namun dia menurut saja. "Kamu siapa? Kita mau kemana?" Tanya Ariana dengan wajah sempoyongan.

"Ikut aku!"

Pria tampan berwajah belasteran dengan perawakan tinggi itu membawa Ariana ke kamar VVIP yang ada di dalam club. Karena privillege yang ia punya, dengan mudahnya ia masuk ke kamar kosong itu tanpa harus memesan terlebih dulu.

Dia mengunci pintu kamar yang mewah itu, dan membawa Ariana ke tembok dengan nafas yang tersengal akibat obat perangs*ng yang dimasukkan ke dalam minumannya oleh orang lain.

Pandangan Ariana masih buram karena minuman yang membuatnya oleng, samar samar ia melihat wajah pria tampan yang ada di hadapannya. "Kamu siapa?"

"Kamu cantik...tolong bantu aku."

"Maksudnya? Hmmpt_"

Pria tampan dan mempesona itu langsung menyambar bibir Ariana penuh nafsu. Hasratnya sudah tak terbendung lagi.

"Tunggu ini pertama kalinya buat aku_" ucap Ariana yang menahan bibir pria asing tersebut dengan tangannya.

"Aku juga...ahh!" Lelaki itu menyusuri leher putih Ariana yang sangat wangi. Keduanya di mabuk kepayang. Gejolak hasrat yang kian membara semakin membakar keduanya.

Ariana di rebahkan di kasur, lalu lelaki itu membuka kemejanya dan melepaskan semua pakaian Ariana. Lalu ia melahap aset yang berharga di diri Ariana. Tangannya tak lepas meremas dua gunung kembar nan padat itu.

"Ahhh ssshh..." Ariana menggigit bibir bawahnya, jiwanya melayang ini pertama kalinya ia bersentuhan dengan lelaki. Bahkan dengan pacarnya saja, ia hanya berpelukan tak lebih.

Pria asing itu mampu mengobrak abrik lembah yang sudah Ariana jaga selama ini. "Oh my God... kamu indah sekali sayang."

"Hhhh eugh... Iya... Ahh..."

Pria itu memasukkan juniornya ke dalam Ariana. Tangan Ariana mencengkram punggung pria asing yang menj*mah dirinya. "Sa-sakit... Argh.. " Ariana tak kuasa menjerit.

"Nikmati malam ini, babe."

Suara lenguhan dan desahan yang keluar dari bibir Ariana membuat pria itu semakin menggoyangkan pinggulnya. Bahkan kuku-kuku Ariana sudah mencakar punggung pria tampan itu. Penyatuan tanpa status dan tanpa perkenalan itu membuat keduanya melayang ke nirwana.

"Ahhh... Sssh... Ahh... "

Cukup lama mereka bertempur hingga lelaki itu ambruk di ceruk leher Ariana. "Kamu harum sekali...!" Tangannya mengelus lembah berwarna pink itu dengan lembut.

"Ahhh minggir sana...!" Ariana menghempaskan tubuh pria di hadapannya. Keringat membasahi mereka. Lama kelamaan mata keduanya terpejam masuk ke alam mimpi.

-

-

-

Berbeda di rumah keluarga Ariana, orang tuanya sangat khawatir sekali sudah hampir subuh anaknya belum pulang. Dan anak buahnya belum menemukan titik terang.

Bahkan Athala dan Atharya kedua kakak lelaki Ariana ini sudah datang dari semalam ke rumah orang tuanya. Alana tak bisa datang karena harus mengurus anaknya Mikayla yang sakit demam. Tapi akhirnya ia datang meskipun sebentar.

"Sudah dapat, Jun?" Tanya Athala cemas.

"Belum bos tapi...!" Juna nampak ragu mengatakannya.

"Ada apa Juna?" Tanya papih Alarich.

"Maaf boss, tapi anak buah saya sedang menyusuri beberapa club malam. Karena...temannya yang bernama Milly sering sekali datang ke club. Saya khawatir, non Anna dibawa kesana." Ucap Juna dengan hati hati.

DEG

Dada mamih Aleesya terasa sesak. Memang benar semenjak Ariana menjadi model, tingkah lakunya sedikit berubah. Tak jarang anaknya itu membangkang pada orang tuanya. Dan pergaulannya pun sedikit bebas.

Omah Winda dan opah Arya bahkan pernah memanggil ustadz untuk meruqyah Anna. Namun Anna semakin memberontak.

Ariana dan papihnya sering sekali bertengkar. Papihnya merasa kalau Ariana sudah berubah. Dia bukan Ariana anak bungsunya yang penurut lagi.

"Pih...mamih takut terjadi apa-apa sama Anna. Firasat mamih buruk pih." Lirih mamih Aleesya.

"Kita berdoa semoga Anna baik baik saja."

Bohong kalau papih Alarich tidak cemas. Firasatnya juga mengatakan hal yang sama. Namun ia coba menampiknya. Dia yakin Ariana masih bisa menjaga dirinya.

"Mih, pih, Athar ikut Ray. Kakak tunggu disini jaga mamih dan papih." Tutur Atharya dengan cemas. Semuanya setuju.

Ray dan Atharya beserta anak buah papihnya yang lain pergi mencari ke beberapa club malam yang ada di ibu kota itu.

"Ray, sisir semua club exclusive di kota ini. Anna tidak mungkin ke club biasa, pasti dia ada di salah satu club khusus orang orang terkenal." Ucap Athar.

"Oke boss siap!"

Semua mencarinya hingga pagi hari namun kabar Ariana belum juga di temukan. Terlalu banyak tempat hiburan malam di kota ini. Tidak mungkin mencarinya dalam semalam. Orang tua Ariana tidak tidur sama sekali.

Pagi pagi sekali Alana datang sendiri ke rumah orang tuanya. Kakak kedua dari Ariana itu sangat khawatir sekali. Dia memeluk mamih dan papihnya. Anak-anaknya dirumah bersama suaminya.

"Jadi Anna belum ketemu? Terus dia dimana ya Tuhan." Lirih Alana.

-

-

-

Mereka menunggu hingga jam 10 pagi, tak lama mobil Ariana masuk ke dalam halaman rumahnya. Semua orang berdiri menuju pintu. Ariana turun dari mobil sambil menenteng high heels-nya dengan keadaan berantakan.

"Dari mana kamu? Ya Tuhan Anna... kamu habis mabuk?" Tanya Athala yang sudah sangat marah.

"Apasih kak? Udah deh, aku udah gede bukan anak tk lagi. Bawel banget." Ariana kesal menanggapi kakaknya dia juga tak perduli jika orang tuanya akan marah.

"ANNA." Papih Alarich membentak anak bungsunya itu. Seketika Ariana diam mematung dengan nafas yang tersengal.

"Kenapa lagi papih?"

PLAK

Siapa Dia ?

"Kenapa lagi papih?"

PLAK

Semua yang ada di sana melongo, papih Alarich tak segan segan menampar dengan keras pipi Ariana. Tangan mamih Aleesya menahan badan suaminya yang tersulut emosi.

"Udah pih...jangan mamih mohon!" Lirihnya.

Anna memegang pipinya yang panas akibat tamparan dari papihnya. Pertama kali dalam hidupnya papihnya menampar dirinya. Tubuhnya bergetar hebat, seakan akan ada b*m yang akan meluap.

"TAMPAR LAGI PIH, TAMPAR! ANNA UDAH CAPEK HIDUP DIBAWAH ATURAN PAPIH. ANNA UDAH BESAR, PIH. Anna juga butuh kebebasan." Suara Anna semakin melemah.

"An, leher kamu ? Apa kamu habis_?" Kata Atharya, ia melihat beberapa tanda kissmark di leher adiknya. Dan itu membuat papihnya semakin marah.

"Kebebasan? Kebebasan apa yang kamu mau hah? Party sama teman teman bangs*at kamu itu? Dugem, mabuk mabukkan, itu yang kamu maksud kebebasan?! JAWAB ARIANA." Papih Alarich tak kalah murka membentak anak bungsunya.

Selama ini ia sudah mengalah demi anaknya, namun semakin hari kelakuan Ariana tidak bisa di tolerir lagi. Bahkan Athala menitikan air matanya ia tak menyangka jika Ariana akan berani melawan papihnya.

"Kakak kecewa sama kamu, An. Kamu kebanggaan papih dan mamih. Lihat mereka Anna! Papih dan mamih selalu menjadi garda terdepan buat kamu. Di saat ada orang yang menghina kamu, papih orang pertama yang melindungi kamu." Athala membentak Ariana.

Hati ibu mana yang tidak terluka melihat anak perempuan yang sangat ia sayangi kini membangkang. "Mih, kita ke kamar yah." Celetuk Alana yang merangkul mamihnya. Ia tahu mamihnya akan rapuh.

Isak tangis mamih Aleesya begitu menyayat hati. Ia menatap anaknya yang amat ia sayangi sepenuh hati.

"Tapi aku udah besar, kak! Aku juga punya keinginan sendiri. Aku ingin jadi diri sendiri. Selama ini semua harus kehendak papih kan? Aku capek pih! Papih selalu mengawasi aku dua puluh empat jam. Aku bukan anak kecil lagi, pih." Lirih Ariana.

"CUKUP! Anna kalau kamu ingin kebebasan, silahkan angkat kaki dari rumah ini. Athala, ambil semua fasilitas yang sudah papih dan mamih kasih untuk Anna." Geram mamih Aleesya.

"Dan... karir kamu berhenti sampai di sini. Kamu tahu power keluarga kita kan? Silahkan kamu cari kerja sendiri tanpa nama Dewantara." Ucap mamih Aleesya pasrah. Hatinya sakit melihat anak bungsunya jadi seperti itu.

Mamih Aleesya memegang dada kirinya dan berjalan ke kamarnya dengan tatapan kosong. Alana menyusulnya. Sementara Athala melakukan perintah yang mamih Aleesya berikan.

"PUAS KAMU MENYAKITI HATI IBUMU?" Teriak papih Alarich.

Anna tidak menyangka jika mamihnya akan bicara seperti itu. Perkataan mamihnya sangat menohok. Dia masih diam membeku. Atharya pergi menyusul mamihnya ke kamar.

Memang benar apa yang di dapat Ariana selama menjadi model dan pemain film adalah berkat privillege dari keluarganya. Siapa yang tidak tahu nama Dewantara. Nama itu sudah melanglang buana ke penjuru negeri bahkan sampai international.

"Pih, Anna_"

"Mulai sekarang papih enggak akan pernah perduli sama kamu. Mau kamu jungkir balik sekali pun silahkan. Jika ingin bebas, keluar dari rumah ini. Tapi...kalau kamu masih mau tinggal disini, ikuti aturan papih."

Papih berjalan ke kamarnya. Didalam ia melihat istrinya menangis sesegukkan. Athala dan Atharya termenung di sofa. Lalu Alana masih mendekap mamihnya.

"Sayang...!" Papih Alarich mengambil alih mamih Aleesya dari pelukan Alana. Anak keduanya itu turun dari kasur dan bergabung dengan kedua saudaranya, Athala dan Atharya.

-

-

Lalu Ariana dengan langkah gontay masuk ke kamarnya dan menuju kamar mandi. Dia menyalakan shower dan mengguyur tubuhnya. "Maafin Anna, mih hiks hiks hiks."

Ariana sebenarnya tak bermaksud menyakiti hati orang tuanya. Namun kejadian semalam yang menimpanya membuat ia tertekan. Terbangun dari tidurnya dengan seorang pria yang tak ia kenal dalam keadaan polos tanpa sehelai benang.

Flashback

"Eugh... Jam berapa ini?" Ariana menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal. Dia masih belum menyadari bahwa dirinya tak memakai baju sama sekali. Dia menoleh ke sebelahnya dan betapa terkejutnya, dirinya bersama seorang pria yang masih tidur.

Ariana reflek membuka selimutnya. "Ya Tuhan apa yang sudah aku lakukan? Dia siapa?" Ariana justru menjambak rambutnya kasar, dia bangun perlahan memunguti bajunya yang berserakan di lantai dan memakainya. Sebelum ia pergi, ia melihat wajah pria disampingnya.

"Semoga kita tidak bertemu lagi."

Dia juga meneteskan air matanya tak kala ada noda cairan merah yang ada di sprei putih itu, yang menandakan jika ia sudah tak suci lagi. Sebelum pergi ia menulis di secarik kertas.

"Jangan mencari diriku, anggap saja tidak terjadi apa apa. Ini bayaran mu, kamu bisa mencairkannya di bank."

Ariana memberikan cek berisi 300 juta pada pria itu. Dia pergi dari sana dengan hati yang berkecamuk. Sepanjang jalan dia menangisi nasibnya.

"Aku kotor... Aku kotor...!"

Ariana menghentikan mobilnya dipinggir jalan, ia menangis sejadi-jadinya di setir mobil. "Brengsek Milly! Harusnya aku enggak ikutin dia. Mamih, papih...Anna hancur." Tangisannya semakin kencang dan menyayat hati.

Cukup lama hampir satu jam Ariana ada disana. Ponselnya mati dari semalam. Dia mengaktifkannya lagi, dan banyak sekali pesan masuk dari keluarganya terutama dari orang tuanya.

"Aku harus bilang apa ke mamih dan papih? Pasti mereka marah...ya Tuhan maafkan aku!"

Ariana memukul mukul setir mobilnya, sungguh ia menyesal sekali. Tapi nasi sudah jadi bubur. Ia harus merelakan kesuciannya pada pria asing.

Sesampainya ia dirumah, ternyata ia mendapatkan tamparan dari papihnya. Ariana tidak bermaksud menyakiti hati orang tuanya. Dia sangat menyayanginya. Namun entah kenapa Ariana nampak kacau saat itu.

Jadi apa yang terlontar dari bibir Ariana, bukanlah yang sebenarnya. Dia merasa berdosa dan bersalah pada orang tuanya.

-

-

-

"Mau kemana kak?" Tangan Alana menahan Athala yang berdiri.

"Ke kamar Anna!" Jawab Athala ketus.

"Buat apa kak? Yang ada dia semakin keterlaluan. Aku enggak mau kakak berantem lagi sama Anna. Udahlah kak!"

Athala duduk kembali, ia mengusap wajahnya kasar. Cukup lama mereka terdiam hingga tangisan mamihnya berhenti dan menatap suaminya.

"Maafin aku pih, aku gagal mendidik Anna, aku gagal menjaganya, aku_"

"Ssst...kita sudah mendidiknya dengan benar. Kalau ada yang harus di salahkan, itu papih."

Muka mamih Aleesya sudah sembab, hidungnya merah sekali kepalanya terasa pusing. Seketika dia teringat ketika dirinya melahirkan Ariana.

"Mih, kita harus kuat. Sudah banyak ujian yang keluarga kita hadapi. Kalau mamih rapuh, nanti Alana, kak Atha dan Athar berlindung kemana?" Ucap Alana dengan suara seraknya sambil memegang tangan mamihnya dan menciumnya.

-

-

-

Ketiga saudara kandung Ariana sudah pulang ke rumah masing masing sore tadi. Hari sudah malam, Ariana yang biasa dipanggil Anna itu masih melamun di balkon kamarnya. Dia tidak berani keluar kamar setelah apa yang terjadi tadi pagi.

TOK TOK TOK

"Non Anna buka pintunya. Si mbok bawain makan malam." Si mbok Sum teriak dari luar pintu kamar Anna. Namun sang empu yang dipanggil tak kunjung menjawab.

Mbok Sum menaruh nampan berisi makanan tepat di meja nakas depan pintu kamar Anna. Sementara Anna masih dengan lamunannya.

Ia samar samar mengingat kejadian bersama pria asing itu. Tangannya terulur mengelus lehernya. Dia masih bisa merasakan kelembutan yang diberikan pria itu.

"Siapa dia?" Gumamnya.

Hamil ?

Anna benar benar merasa bersalah pada orang tuanya setelah kejadian yang menegangkan itu ia merasa jika mamih dan papihnya mengacuhkan dirinya seperti sekarang.

"Ehm...mamih, papih. Anna lapar." Ucap Anna dengan suara lemahnya. Ternyata semalam ia tak memakan makanan yang dibawa mbok Sum.

Mamih Aleesya tak menjawab namun ia mengalaskan makanan ke piring Anna tanpa berkata apapun. Begitu juga papihnya, ia sama sekali tidak menoleh ke wajah anaknya.

Anna memberanikan duduk di meja makan bersama orang tuanya. Ada kecanggungan diantara mereka. Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu. Mamih Aleesya duluan pergi dari sana, disusul suaminya.

"Mamih sama papih pasti masih marah sama aku."

-

-

Anna menjalani hari harinya hanya di dalam rumah saja. Semenjak kejadian tempo hari, semua anggota keluarganya mendiamkannya. Mungkin Anna sudah tidak dianggap di sana. Semua kontrak kerjanya pun dibatalkan. Semua fasilitasnya di tarik.

Gadis nakal itu benar benar menerima semua ganjarannya. Dia sudah tidak punya kegiatan apapun selain merenung dikamarnya. Orang tuanya pun sudah mengacuhkannya.

Waktu berlalu terasa cepat, sudah sebulan lebih ini Anna mengurung diri dikamarnya. Ketika ingin ke kamar mandi, kepalanya terasa sakit sekali dan perutnya sangat mual.

HUEEK HUEEK HUEEK

Anna memuntahkan semua isi perutnya, badannya terasa sangat pegal sekali. Tangannya memegang perutnya yang sakit, pandangannya kabur. Dia mencoba meraih segelas air putih di meja kasurnya.

PRANK

BRUK

Anna pingsan setelah tak sengaja menjatuhkan gelasnya. Wajahnya pucat pasi seperti orang tidak makan berhari-hari. Ketika bibi masuk ke kamar Anna, betapa syoknya bibi melihat anak majikannya pingsan.

"Ya ampun non Anna. Nyonyaaa.... tuan... Non Anna pingsan. Non bangun ini bibi." Bi Inah menepuk nepuk pipi Anna yang sudah dingin.

Tak lama orang tua Anna, juga ketiga kakaknya bergegas ke atas. "Biar Alana periksa pih."

Meskipun Anna di abaikan, namun rasa sayang orang tuanya sangat besar pada anak bungsunya. Papih segera membawa Anna ke kasur, dan menyuruh bibi membereskan pecahan gelas itu.

"Kita bawa kerumah sakit aja." Ucap Athar.

"Jangan! Aku periksa dulu." Alana berlari ke rumahnya dan membawa stetoskop dan lanjut memeriksa adiknya. Dia menekan perut Anna sedikit keras. Sebagai dokter kandungan dia tahu ciri ciri orang hamil seperti apa.

"Kenapa, Al ?" Tanya mamih Aleesya.

Alana menekan lagi perut Anna dan merabanya. "Anna bangun Anna...!" Dia menepuk nepuk pipi adiknya sedikit keras supaya bangun.

Ternyata cara itu berhasil membuat Anna bangun dari pingsannya. "Mih, pih. Kakak dan Athar keluar dulu." Alana menyuruh anggota keluarganya menunggu di luar karena ada hal yang akan dia pastikan.

"Ada apa Alana ?" Tanya papih Alarich penasaran.

"Alana harus memastikan sesuatu dulu, pih. Nanti Alana panggil papih. Alana janji."

Papih Alarich mengangguk pelan dan menuruti Alana. Semuanya menunggu di luar kamar dengan cemas. Di dalam kamar, Alana menarik Anna ke dalam kamar mandi. Alana masih menyimpan tespack bekasnya dulu di tas kerjanya yang ia bawa.

"Apa ini kak?"

"Pakai ini, kakak harus memastikan sesuatu. kakak ajarin cara pakainya." Alana memberikan tespack itu ke adiknya.

Anna menegang ketika membaca benda itu. "Kak, aku_"

"Cepat Anna, kakak tunggu disini."

Mau tak mau Anna yang masih lemas menuruti kakaknya. Alana mengajari adiknya cara memakainya. Alana mengambil tespack itu dan melihat hasilnya. Anna masih diam lemah tak berdaya.

DEG

Air mata Alana hampir tumpah, ia mendekati adiknya dan memeluknya erat. "Kakak janji akan ada di samping kamu, percaya sama kakak yah."

Anna menganggukkan kepalanya lemah, dia mengikuti kakaknya keluar dan duduk di ujung kasurnya.

Alana membuka pintu kamar Anna dan menyuruh orang tuanya masuk. Dia memberikan tespack ke papihnya tanpa bicara sepatah katapun.

Semuanya jelas saja syok, mereka tahu apa yang Alana berikan pada papih Alarich. Perlahan mamih Aleesya yang mengambil tespack itu dengan tangan bergetar.

GLEG

Tenggorokannya tercekat, bulir bulir air mata jatuh ke pipinya. Bibirnya tak mampu untuk bicara. Dia memberikan itu pada suaminya. Anna berdiri dan mendekati orang tuanya.

"Papih_"

PLAK

Tamparan yang kedua kalinya mendarat di pipi Anna. Tangan papih Alarich menonjok dinding kamar Anna keras hingga rusak, dengan murka dan berteriak histeris.

Mamih Aleesya hampir tumbang, namun Atharya segera menahannya dan membawa mamihnya keluar. "Kita ke kamar ya mih."

Athala melihat hasil tespack itu, ia pun sama terkejutnya. Dia merogoh ponselnya dan menghubungi Ray. "Kemari." Dengan suara beratnya Athala murka pada adiknya.

"Siapa, An ? JAWAB !"

"Cukup kak, jangan buat Anna semakin tertekan." Lirih Alana. Ia merangkul Anna di sampingnya.

Dengan isak tangisnya Anna berlutut di kaki papihnya dan meminta maaf berkali kali. "Maafin Anna, pih. Anna salah, Anna enggak nurut sama papih." Dibawah kaki papihnya, dia meraung memohon maaf.

Air mata papih Alarich pecah. Begitu pun Alana. Bagai disambar petir pagi itu mereka semua harus menerima mimpi buruk.

"Ini kebebasan yang kamu mau, Anna ? Sudah puas ? Siapa lelaki itu ?" Tanya papih Alarich sambil melempar tespack itu ke muka Anna dengan begitu marahnya.

"Anna enggak tahu pih, maafin Anna pih." Jawab Anna dengan isak tangisnya yang menyayat hati.

"Apa kamu bilang ? Kamu enggak tahu siapa ayah kandungnya ? Jawab Anna!" Teriak Athala.

Athala makin membentaknya. Zena baru datang ke kamar Anna, dan memeluk suaminya yang emosi.

"Mas udah, biar aku sama Alana yang bicara dengan Anna." Sahut Zena, ia menahan tubuh suaminya yang sudah di liputi emosi.

"Sudah berapa pria yang menyentuhmu, Anna? Apa selama ini kasih sayang papih dan mamih kurang untukmu? Apa uang yang kami berikan untukmu tidak cukup? Apa kami harus mati dulu supaya kamu bisa merasakan kebebasan?" Lirih papih Alarich.

Perkataannya papihnya membuat Anna semakin terluka. "Papih, demi Tuhan Anna hanya tidur dengan satu pria. Itu pun Anna enggak tahu dia siapa. Sewaktu Anna bangun, Anna udah_" Anna tak sanggup lagi melanjutkannya tubuhnya bergetar hebat tak kala ia mengingat kejadian kelam itu.

Alana membawa Anna duduk. Opah Arya dan omah Winda baru datang kerumah mereka. Keduanya menghampiri kamar Anna. Mereka mendengar keributan di atas.

"Ada apa ini suara kalian terdengar sampai ke bawah." Tanya opah Arya dengan suara beratnya.

Athala keluar dari kamar adiknya dengan amarah yang memuncak, di ikuti istrinya. Zena membawa suaminya ke kamarnya. Di kamar Anna, papih Alarich memberikan tespack pada orang tuanya.

"Siapa yang hamil? Alana hamil lagi toh, Alhamdulillah." Ucap omah Winda.

"Anna yang hamil, mah !" Jawab papih Alarich datar.

DEG

Opah Arya reflek memegang dadanya. Harusnya papih Alarich tak bicara seperti itu, mengingat opah Arya punya penyakit jantung.

"Apa benar, Anna ? Jawab opah nak ? Anna sayang opah kan ?"

"Iya opah, maafin Anna."

"Argh...!" Opah Arya pingsan karena serangan jantungnya, semuanya panik. Alana memanggil kakaknya juga Atharya. Mamih Aleesya pun keluar dari kamarnya.

"Papah, bangun papah." Omah Winda meraung menangisi suaminya. Mereka membawa opah Arya ke rumah sakit saat itu juga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!