NovelToon NovelToon

DIUJUNG IKHLAS ADA BAHAGIA

BAB 1 KEDATANGAN

Pagi itu seperti biasa, aku mengantarkan suamiku berangkat kerja sambil menggendong arkana — cinta kecil kami yang baru berumur tiga tahun.

“Mas berangkat, ya. Dada, Papa. Assalamualaikum,” ucap mas raka sambil melambaikan tangan.

“Waalaikumsalam,” jawab widurii dengan senyum lembut sebelum melangkah ke depan pagar.

Angin pagi terasa tenang, tapi semuanya berubah ketika sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan rumah. Dari dalamnya keluar seorang perempuan muda — anggun, modis, dengan pakaian branded dari ujung kepala hingga kaki. Wajahnya tampak yakin, seperti seseorang yang tahu apa yang dia mau.

“Permisi, Mbak,” ucapnya pelan tapi tegas. “Bolehkah kita... berbagi suami?”

Aku terpaku.

Apa yang baru saja dia katakan? Batin widuri

“Maaf... maksudnya apa?” tanyaku, berusaha memastikan aku tak salah dengar.

Perempuan itu tersenyum tipis. “Perkenalkan, namaku Rianty Wijaya, pemilik Rianty Boutique di Jalan Cempaka Dua.”

Dadaku terasa sesak.

Jalan Cempaka Dua? Bukankah itu tempat Mas raka bekerja?

“Butikku baru buka setahun yang lalu,” lanjutnya dengan nada ringan, seolah pembicaraan ini hal biasa.

Aku masih diam. Tak tahu harus marah atau tertawa.

“Ber-bagi suami?” suaraku bergetar. “Mbak, apa Mbak sadar apa yang baru Mbak ucapkan?”

Rianty tersenyum. “Ya. Aku mencintai suamimu, Mbak ....

widuri mba ucap nya

Ya mba widuri Dari pertama kali aku melihat Mas Raka, aku tahu... dia pria yang berbeda.”

Aku memejamkan mata, menahan amarah yang naik perlahan.

“Cinta? Itu bukan cinta, Mbak Rianty. Itu obsesi.”

“Tidak, aku sungguh mencintainya,” sahut Rianty cepat. “Aku janji akan membuatnya bahagia. Aku juga berjanji dia akan bersikap adil pada kita.”

Aku menggeleng keras. “Tidak, Mbak! Aku tidak mau berbagi suami. Kita sama-sama perempuan, seharusnya Mbak tahu rasanya dihancurkan seperti apa.”

Tangisku hampir pecah, tapi arkana tiba-tiba menangis di gendonganku. Aku membalikkan badan, menenangkan anakku. “Maaf, Mbak Rianty, tapi sebaiknya Mbak pergi. Saya masih banyak pekerjaan, dan anak saya harus tidur.”

“Tapi Mbak Widuri, aku mohon...” Rianty menangkupkan kedua tangannya, matanya mulai berair.

Aku menatapnya tajam. “Sudah kubilang, pergilah. Apa pun bujuk rayu Mbak, saya tidak akan pernah mau berbagi suami. Titik.”

Keheningan turun.

Rianty akhirnya mundur perlahan, lalu melangkah pergi dengan langkah berat.

Aku menatap punggungnya hingga mobilnya menghilang di ujung jalan.

“Huh, ada-ada saja perempuan zaman sekarang,” gumamku sambil menghela napas panjang dan menggeleng pelan.

Aku masuk ke dalam rumah, mencoba menenangkan diri. Namun langkahku langsung terhenti di ruang tamu.

Mertuaku — Ibu Ratna dan Pak Adi — berdiri di sana bersama siska, adik iparku.

Tatapan mereka jelas menunjukkan kalau sejak tadi mereka menguping.

Aku menelan ludah.

Suasana hening... lalu Ibu Ratna angkat bicara.

“Siapa tadi, Wid?

---

#tbc

Kira kira gimana ya nasib keluarga raka selanjut nya apakah hancur pantengin cerita author

🌸 Salam Hangat dari Penulis 🌸

Halo, para pembaca tersayang!

Perkenalkan, aku Zanita Nuraini, penulis dari kisah “Di Ujung Ikhlas Ada Bahagia.”

Cerita ini lahir dari potongan rasa—tentang cinta, pengorbanan, dan keikhlasan yang tak selalu mudah dijalani. Lewat kisah Raka, Widuri, dan Rianty, aku ingin mengajak kalian menelusuri arti bahagia yang sesungguhnya: bahwa tidak semua kebahagiaan datang tanpa luka, dan tidak semua luka harus disesali.

Terima kasih sudah memberi waktu untuk membaca karyaku ini.

Semoga setiap halaman yang kalian buka membawa hangat di hati, juga pelajaran kecil tentang ketulusan. 🌼

Dengan cinta,

Zanita Nuraini 💌

---

jangan lupa vote komen dan subscribe biar ga ketinggalan cerita author

kasih krisan yang positif ya

papayyy

BAB 2 RAKA TERKEJUT

Malam itu, setelah makan malam, keluarga Pak Adi berkumpul di ruang tengah. Suasana awalnya hangat—tawa kecil Arka yang baru berusia tiga tahun memenuhi ruangan, sementara Raka dan Widuri duduk bersebelahan di sofa.

Ibu Ratna memberi kode halus pada suaminya, berharap Pak Adi memulai pembicaraan tentang kejadian pagi tadi. Namun, Pak Adi hanya menggeleng pelan. Siska pun ikut menunduk, ia bisa merasakan luka di hati Widuri yang masih hangat.

Namun Ibu Ratna tetap bersikeras.

> “Tidak bisa terus begini,” gumamnya dalam hati. “Masalah ini harus dibicarakan, Raka harus tahu.”

“Bu…” Siska menahan lembut, “lihat mereka sekarang. Keluarga Mas Raka sedang bahagia. Arka bahkan belum berhenti tertawa dari tadi.”

Arka berlari kecil ke arah ayahnya sambil menunjukkan mainan di tangannya.

> “Papa, lihat! Mainan Arka bagus, kan?”

“Iya, sayang,” jawab Raka sambil tersenyum. “Mainan Arka paling keren!”

Tawa kecil itu seketika mencairkan suasana. Tapi di balik senyum hangatnya, Raka sempat melirik istrinya. Widuri tampak melamun, pandangannya kosong ke arah televisi yang menyala tanpa suara.

> “Sayang, kamu kenapa?” tanya Raka lembut. “Dari tadi kelihatan melamun terus.”

“Ah… iya, Mas…” Widuri tersentak, buru-buru tersenyum. “Tadi cuma kepikiran sesuatu.”

“Kepikiran apa? Cerita aja, jangan dipendam.”

Widuri baru hendak membuka suara.

> “Anu, Mas, A…”

Namun tiba-tiba suara tegas Ibu Ratna memecah keheningan.

> “Raka!”

Semua menoleh.

“Tadi pagi, Widuri kedatangan seorang perempuan… yang meminta kamu menjadi suaminya.”

Hening.

Waktu seakan berhenti.

Raka menatap ibunya tak percaya.

"Apa...?"katanya dengan nada pelan tapi penuh tekanan

"APA IBU BILANG?!"

Widuri menunduk. Siska menatapnya cemas, sementara Pak Adi menarik napas panjang, mencoba menenangkan suasana yang mulai memanas.

---

Raka berdiri mendadak, napasnya berat.

> “Bu… maksud Ibu apa?”

Nada suaranya bergetar, antara tidak percaya dan takut mendengar kelanjutannya.

Ibu Ratna menatap menantunya sekilas, lalu kembali fokus pada Raka.

> “Perempuan itu datang dengan pakaian mewah, dengan percaya diri—mengaku mencintaimu dan tak peduli kau sudah beristri!”

Raka membeku. Ia mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari bibir ibunya.

> “Perempuan itu…” suaranya hampir tak terdengar, “siapa, Bu?”

Widuri yang sejak tadi hanya diam, menahan napas dalam, akhirnya menjawab lirih.

> “Namanya… Rianty.”

Nama itu menggema di ruang tengah yang sunyi.

Raka memejamkan mata sejenak—ia tahu nama itu, dan itu cukup untuk membuat lututnya lemas.

> “Tidak mungkin…” bisiknya. “Dia—dia nggak mungkin sampai datang ke rumah…”

Pak Adi menatap menantunya lekat.

> “Tapi kenyataannya dia datang, Nak,” katanya tenang namun tegas. “Dan dia bilang semua itu atas kemauannya sendiri.”

Raka mengusap wajahnya kasar, perasaan malu dan marah berbaur jadi satu.

> “Saya… saya nggak pernah minta dia datang! Saya nggak tahu kalau dia sampai seberani itu!”

Widuri menunduk makin dalam, menahan perih yang mulai menyesakkan dada.

Ibu Ratna melangkah mendekat, nada suaranya lembut tapi tajam.

> “Nak, kami tahu kamu pria yang baik. Tapi hal seperti ini, kalau dibiarkan, bisa merusak rumah tangga kalian. Widuri sudah cukup sabar.”pak adi

Raka menatap istrinya, pandangan mereka bertemu untuk sesaat—cukup lama untuk membuat hatinya terasa hancur.

> “Aku… aku janji akan jelaskan semuanya, Wid," ucapnya terbata.

Namun Widuri hanya tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip luka yang disembunyikan.

“Nggak usah, Mas… aku udah tahu batasnya di mana.”

Siska yang sedari tadi diam, menggenggam tangan kakaknya kuat-kuat.

> “Kak Raka, tolong jangan biarkan Kak Widuri berjuang sendirian.”

Raka menatap mereka satu per satu, lalu menunduk.

Widuri hanya menatap punggung Raka yang kini berjalan keluar rumah.

Dalam hati kecilnya, ia tahu, langkah itu bukan untuk dirinya—melainkan untuk sesuatu yang ia belum siap kehilangan.

Dan malam itu, pintu rumah keluarga Pak Adi menutup dengan suara yang berat—seolah menandai awal dari badai yang baru akan dimulai.

---

#tbc

Assalamualaikum readers!

Like,komen and vote

BAB 3 RAKA MENOLAK

Flashback on

“Siapa tadi, Wid?” tanya Bu Ratna dengan nada penasaran, meski tubuhnya tampak lemah bersandar di kursi.

“Anu, Bu… a-anu…” Widuri tergagap. Jelas kegugupan menyelimuti wajahnya.

“Tenang, Nak. Bicara saja pelan-pelan,” ujar Bu Ratna lembut, mencoba menenangkan.

“Tadi itu Nona Rianthy, Bu. Pemilik Rianthy Boutique,” jawab Widuri akhirnya, suaranya masih agak bergetar.

“Oh…” Bu Ratna mengerutkan kening. “Mau apa dia datang kemari?”

Widuri menarik napas panjang, mencoba menata kata.

“Dia... dia datang untuk meminta Mas Raka menjadi suaminya,” katanya akhirnya, meski suaranya nyaris tak terdengar.

Seketika ruang tamu menjadi sunyi. Pak Adi menoleh cepat. Siska membelalak.

“Apa maksudmu, Wid?” tanya Bu Ratna, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Iya, Bu. Nona Rianthy datang... meminta Mas Raka untuk jadi su—”

“Mbak!” potong Siska tajam. “Ini nggak masuk akal! Masak Mas Raka harus nikah lagi? Poligami segala?”

Wajahnya memerah, jelas menolak keras.

Bu Ratna menoleh pada Widuri. “Emang Mas Raka kenal dengan Nona Rianthy, Wid?”

“Aku nggak tahu, Bu…” Widuri menjawab lirih, menundukkan kepala.

Flashback off

Raka mematung. Ucapan sang ibu terasa seperti kilat yang menyambar benaknya.

“Bu…” Raka menarik napas dalam. “Raka nggak mungkin menikah lagi. Kami... kami sudah cukup bahagia, Bu.”

“Ibu tahu.” Bu Ratna menatap anaknya dengan mata teduh. “Tapi nggak ada salahnya mempertimbangkan. Poligami itu halal, Nak. Bisa jadi ladang amal juga.”

“Bu,” Pak Adi menyela lembut, “jangan paksa Raka. Rumah tangganya bahagia. Jangan goreskan luka hanya karena ambisi sesaat.”

Namun Bu Ratna tetap bertahan.

“Pikirkan, Nak. Keluarga kita sedang kesulitan. Suami Siska baru saja di-PHK. Kalau Raka menikah dengan Rianthy, siapa tahu bisa membantu kita semua…”

“Sudah,” potong Pak Adi tegas, tapi tetap tenang. “Sudah malam. Istirahatlah. Besok kita bahas lagi kalau memang perlu.”

Dengan berat hati, Bu Ratna mengangguk. Malam pun menelan percakapan yang belum selesai itu.

Di dalam kamar, keheningan menggantung seperti kabut. Biasanya, Raka dan Widuri selalu berbincang sebelum tidur — tentang pekerjaan, tentang Arka, bahkan tentang hal-hal sepele.

Tapi malam ini, hanya suara detik jam dinding yang menemani.

“Wid…” Raka akhirnya bersuara, pelan.

“Iya, Mas?” sahut Widuri, nyaris berbisik.

“Mas nggak akan pernah menduakan kamu. Mas cinta sama kamu. Perjuangan Mas buat dapetin kamu nggak kecil, Wid…”

Ia tersenyum samar, menatap istrinya dengan kasih.

“Dulu, meyakinkan Abi dan Umi kamu itu perjuangan. Apalagi abangmu… setiap ketemu Mas, matanya kayak elang mau menyambar.”

Widuri tertawa kecil, akhirnya senyum tersungging juga di wajahnya.

“Sudah malam, Mas. Yuk, tidur. Arka juga udah pulas,” ucap Widuri, membenahi selimut.

Raka mengangguk. “Iya. Selamat tidur, Sayang.”

“Selamat tidur, Mas.”

Mereka pun berbaring, saling memeluk. Tapi di balik pelukan hangat itu, ada kegelisahan yang tak terucap. Diam-diam, mereka sama-sama takut... jika esok hari membawa badai yang tak mampu mereka hindari.

#TBC

Kira kira badai besar ini bisa mereka lewati atau kandas di tengah tengah

Tunggu kelanjutan nya di bab selanjut nya jangan lupa komen like vote supaya author makin semangat buat lanjut cerita ini

subscribe biar ga ketinggalan up terbaru dari author papayyy readers!!

Maaf kalau alur nya masi beratakan soal nya author masih pemula .

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!