Novel ini saya buat untuk memperkenalkan mahabarata yang diambil dari cerita wayang kulit versi Yogyakarta.
Sebagian dari cerita ini saya ambil dari kisah wayang kulit yang saya rubah sedikit untuk mendapatkan greget alur cerita(semoga bisa greget).
Sebelum kita memasuki cerita, alangkah baiknya kita mengetahui perbedaan kisah mahabarata india dengan mahabarata jawa. Ada banyak perbedaan yang tak bisa saya jabarkan satu persatu. Saya hanya akan menjabarkan perbedaan yang mempengaruhi cerita novel ini. Perbedaan itu saya bagi menjadi 2 kelompok yaitu:
A. Perbedaan cerita dan sifat karakter:
Drupadi dalam versi jawa adalah istri dari yudistira sedangkan para pandawa yang lain mempunyai istri masing-masing. Sedangkan versi india Drupadi adalah istri dari semua pandawa.
Arjuna adalah Pandawa tertampan dan mempunyai banyak istri.
Yudistira dan Kresna bisa berubah menjadi raksasa (mirip HULK).
Dewa tertinggi dalam mahabarata jawa adalah Sanghyang wenang( tapi bukan Tuhan loh ya).
Raja dari para dewa di kahyangan bernama Bathara Guru, sedangkan patihnya bernama Bathara Narada (Bathara adalah sebutan lain untuk dewa).
Karna dan Pandawa sudah saling mengetahui bahwa mereka adalah saudara.
Baladewa kakak Kresna menjadi penasehat di Astina, tapi tetap sayang dengan Pandawa.
Gendari istri Drestarastra adalah wanita licik sama seperti adiknya (Sengkuni).
Drona juga tokoh yang licik walau kadang-kadang baik(versi Yogyakarta).
Nakula dan Sadewa adalah kembar identik
11.Dan perbedaan yang lainnya.
B. Perbedaan tokoh
Dalam Mahabarata Jawa terdapat penambahan tokoh yang merupakan kreasi dari pujangga-pujangga Jawa jaman dulu, tokoh-tokoh ini tak akan ada di mahabarata yang anda lihat di TV:
Semar dan anak-anaknya.
Togog dan Mbilung.
Antasena (pada awalnya hanya ada di wayang versi Yogyakarta).
Wisanggeni.
Antareja.
Setija (anak dari Batara Wisnu).
Dan beberapa tokoh yang kurang berperan.
Sebenarnya saya sempat kesulitan dalam membuat cerita ini ke dalam bahasa indonesia, karena dalam bahasa jawa ada tingkatan bahasa yaitu bahasa ngoko(informal) dan bahasa krama. Berbeda dengan bahasa indonesia yang tak ada tingkatan bahasa.
Bahasa ngoko digunakan untuk berbicara kepada orang yang sederajat atau dibawahnya, bahasa krama digunakan untuk berbicara kepada orang yang disegani, entah itu lepada orang yang lebih tua, kepada raja atau kepada para dewa. Jadi istilah gampangnya ngoko itu bahasa biasa sedangkan krama itu bahasa sopan.
Kesulitan yang saya alami ini adalah ada 3 tokoh dalam cerita ini yang tak bisa berbicara krama, mereka adalah Werkudara(Bima), Antasena dan Wisanggeni.
Bukannya mereka tidak mengenal sopan santun, tapi mereka memang dikodratkan tak bisa berbicara krama. Mereka tak bisa berbicara krama sebagai lambang bahwa mereka itu lugu, tak memangdang derajat yang diajak bicara. Bahkan jika mereka memaksa berbicara krama pada seseorang baik itu manusia atau dewa sekalipun, maka lawan bicaranya akan menjadi gila selama beberapa hari.
Untuk mengatasi kesulitan penerjemahan itu, maka di dalam novel ini saya akan menggunakan huruf KAPITAL ketika menunjukkan mereka sedang berbicara.
Saya usahakan untuk menyertakan gambar agar kita semua bisa mengenal tokoh wayang, tapi tentu saja hanya tokoh wayang yang ada hubungannya dengan cerita novel ini.
Bonus nama nama lain pandawa lima serta ksatrian(kerjaan kecil/kecamatan) yang mereka duduki. untuk menambah pengetahuan saja:
Puntadewa: Yudhistira, Samiaji,Darmawangsa Raja Amarta/Indraprasta.
Werkudara: Bima, Wijasena, Bratasena, Dandunwacana dari Ksatrian Jodipati.
Arjuna: Janaka, Permadi,Parta, Palgunadi, Dananjaya dari Ksatrian Madukara.
Nakula: Pinten dari Ksatrian Sawojajar.
Sadewa: Tangsen dari Ksatrian Bumirata.
Kerajaan Gowakintaka adalah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Dewa Kintaka, raksasa bengis yang sangat sakti. Apapun yang di inginkan harus segera dilaksanakan, jika tidak maka nyawa bawahannya akan melayang.
Disamping rajanya yang sakti, patihnya yang bernama Wisamurka juga tak kalah saktinya, dia mempunyai bisa yang mematikan, manusia biasa akan mati seketika jika terkena semburan bisanya.
Tak cukup sampai disitu, Kintakamurti yang merupakan adik dari sang raja juga sakti mandra guna. Siapapun musuh yang disentuh nya akan lemas seketika, bahkan senjata seampuh apapun akan hilang kesaktiannya ketika terkena aji-aji yang terletak di telapak tangannya.
Kintakamurti sebenarnya raksasa yang baik, tapi karena rasa sayangnya pada kakaknya, terkadang dia melakukan kejahatan yang sama sekali tak disukainya. Sifatnya mirip Wibisana adik dari Rahwana.
Hari itu prabu Dewa Kintaka memanggil patih serta adiknya untuk membicarakan tentang keinginannya yang ingin menikahi bidadari dari *kahyangan yang bernama Dewi Ratih.
*Kahyangan disini bukan dilangit seperti cerita film-film mandarin. Tapi sebuah tempat keramat yang tak bisa dimasuki sembarang orang.
"Kakang patih dan adikku Kintakamurti, kalian kupanggil kesini karena aku ingin mengutus kalian berdua untuk pergi kahyangan Jonggring Salaka" kata Prabu Kintaka Dewa.
"Maafkan saya paduka, ada keperluan apa hingga anda mengutus kami untuk pergi kesana" tanya patih Wisamurka
"Aku ingin kalian melamar Dewi Ratih untukku, karena sudah lama aku mendambakan dia menjadi permaisuriku " jawab sang Prabu Dewa Kintaka.
gbr: dari kiri Wisamurka, Kintaka murti, Dewa Kintaka
"Tapi kakang, apakah kakang tidak tahu? Dewi Ratih itu sudah bersuami Bathara Kamajaya. Tak baik merebut istri dari orang lain, bukankah wanita yang lajang masih banyak?" Kintakamurti menasehati kakaknya.
"Iya aku tahu, tapi aku sudah tak bisa menahan rasa cintaku pada Dewi Ratih, tak enak makan tak nyenyak tidur aku dibuatnya" jawab Prabu Dewa Kintaka.
"Tapi kakang, apa kata orang nanti jika kakang melakukan hal tak terpuji seperti itu?" Kata Kintakamurti.
"Aku tak peduli apa kata orang. Kalau kamu sayang dengan kakakmu ini, maka lakukan saja perintahku" Prabu Dewa Kintaka merajuk.
Kintakamurti pun dengan terpaksa menyetujui permintaan gila kakaknya tersebut. Dia sudah benar-benar hafal sifat kakaknya itu.
"Kapan kami harus berangkat paduka?" Tanya patih Wisamurka.
"Tak perlu berlama-lama hari ini juga kalian berangkat, bawalah prajurit semau kalian, jika mereka berani menolak lamaranku, ratakan kahyangan Jonggring Salaka" kata Prabu Dewa Kintaka.
"Baik paduka, ijinkan kami undur diri untuk bersiap-siap berangkat saat ini juga" patih Wisamurka dan Kintakamurti pun keluar dari keraton.
"Tugas kita kali ini berat kakang patih, aku tak yakin jika para dewa akan memberikan Dewi Ratih, sepertinya mau tak mau kita akan berperang dengan para dewa" kata Kintaka Murti.
"Anda benar raden, tapi mau bagaimana lagi, ini adalah perintah dari sang prabu" jawab patih Wisamurka.
Setelah menyiapkan segala keperluan, maka berangkatlah mereka menuju Kahyangan Jonggring Salaka.
*Kahyangan Jonggring Salaka*
Seperti biasa para dewa berkumpul di kreraton pusat dari segala kahyangan. Keraton yang dipimpin oleh Bathara Guru dan Bathara Narada sebagai patihnya.
Batara Narada adalah patih yang sangat bijaksana, pemikirannya cemerlang dan jasanya pada kahyangan sangatlah besar.
"Kakang Narada, bagaimana kabarmu?" Tanya Bathara Guru.
"Baik-baik saja dik" jawab Batara Narada. Bathara Narada memang suka memanggil Bathara Guru dengan sebutan adik.
"Silakan kalian semua menikmati hidangan yang tersedia" kata Bathara Guru kepada para dewa yang hadir hari itu.
Setiap sebulan sekali para dewa yang sudah mempunyai kahyangan sendiri akan berkumpul ke kahyangan Jonggring Salaka untuk rapat dan makan bersama menjalin silaturahmi, hanya beberapa dewa yang sedang bertugas yang tak hadir disitu.
Setelah makan maka biasanya akan ada acara laporan tentang tugas-tugas para masing-masing dewa kepada Bathara Guru selaku pemimpin para dewa. Setelah itu mereka akan membubarkan diri pulang ke kahyangan masing-masing.
Tapi terkadang ada beberapa dewa yang saling tukar cerita, ada yang curhat tentang pekerjaan, ada yang curhat tentang rumah tangga dan lain-lain.
Hari itu setelah acara laporan selesai, sebelum para dewa membubarkan acara tersebut, tiba-tiba datanglah patih Wisamurka. Dia memasuki ruang rapat para dewa.
Para dewa pun terkejut, karena tak sembarang makhluk bisa masuk kahyangan seenaknya. Kebanyakan makhluk yang memaksa masuk akan segera gepeng terhimpit pintu gerbang kahyangan yang akan menutup otomatis ketika ada tamu tak diundang memaksa masuk.
Hari itu, pintu gerbang seakan tak berfungsi. Padahal jelas-jelas yang masuk kedalam ruang rapat adalah raksasa yang tinggi besar.
"Dia pasti bukan orang sembarangan" kata Bathara Narada dalam hati.
"Maaf *pukulun, kedatangan saya mengganggu ketenangan kahyangan" kata Wisamurka.
*Pukulun adalah panggilan manusia kepada para dewa
"Iya, tak mengapa. Siapakah kamu ini dan Ada perlu apa berkunjung ke kahyangan?" Tanya Bathara Guru.
"Perkenalkan, nama saya wisamurka, saya adalah patih di kerajaan Gowakintaka" Kata Wisamurka.
"Maksud kedatangan kami adalah karena kamu diutus oleh raja saya yang bernama Dewa Kintaka untuk melamar Dewi Ratih" lanjut Wisamurka.
"Melamar Dewi Ratih???" Bathara Guru terkejut dengan maksud tujuan tamunya itu.
"Benar pukulun" jawab Wisamurka
"Apakah rajamu tak mengetahui jika Dewi Ratih itu sudah mempunyai suami?" Tanya Bathara Guru.
"Sekali lagi maaf, raja saya sudah mengetahuinya,tapi beliau tetap bersikukuh mempersunting Dewi Ratih" jawab Wisamurka.
"Bagaimana kakang Narada?" Bathara Guru meminta pendapat Bathara Narada karena biasanya Bathara Narada mempunyai banyak akal.
"Wisamurka" kata Batara Narada.
"Saya pukulun" jawab Wisamurka.
"Untuk permintaanmu, kami harus mengadakan rapat dulu. Kamu tunggu saja di alun-alun kahyangan. Nanti kami akan memberi kabar" kata Bathara Narada.
"Baik pukulun, saya pamit keluar menunggu jawaban pukulun" kata Wisamurka sambil berangsut meninggalkan ruang para dewa.
"Bagini dik, menurut pendapatku, lita tak bisa memenuhi permintaan Dewakintaka. Seorang dewi tidak boleh mempunyai suami yang bukan golongan dewa. Apalagi Ratih sudah bersuami, ini merupakan penghinaan" kata Bathara Narada setelah melihat Wisamurka keluar ruangan.
"Lalu mau kakang bagaimana?" Tanya Bathara Guru.
"Bayu" Narada memanggil Bathara Bayu
"YA" jawab Bathara Bayu.
"Pergi ke Kahyangan Cakra Kembang, beritahukan ini semua pada Kamajaya" kata Bathara Narada
"BAIKLAH" Bathara Bayu pun terbang menuju ke Kahyangan Cakra Kembang tempat tinggal Dewi Ratih dan suaminya.
"Para dewa yang disini, segera temui Wisamurka dan suruh pulang saja" perintah Bathara Narada kepada para dewa yang ada disitu.
Bathara Brama, Bathara Indra, Batara Surya, Bathara Masna, Bathara Penyarikan,Yamadipati dan para dewa lainnya segera keluar ruangan menemui Wisamurka.
hanya tertinggal Bathara Guru dan Narada di ruangan tersebut.
" Sekarang kita tunggu perkembangan selanjutnya dik" kata Bathara Narada.
"iya kakang" jawab Bathara Guru.
sementara itu di alun-alun kahyangan , Kintaka Murti sedang duduk dibawah pohon yang ada di alun-alun. Dia sedang menunggu Wisamurka yang sedang menghadap para dewa. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Wisamurka pun menampakkan batang hidungnya.
" Bagaimana kakang? apakah permintaan kita dikabulkan?" tanya Kintakamurti.
"Mereka sedang merapatkannya raden, mereka akan mengabari kita nanti, sementara kita tunggu disini" jawab Wisamurka.
"Baiklah kalau begitu, aku mau jalan-jalan dulu keliling kahyangan" kata Kintakamurti.
"Silakan raden" jawab Wisamurka
Alun-alun para dewa sangat luas, disana ada para dewi yang belajar tari, dan beberapa anak dewa yang berlari kesana kemari. saat sedang asyik-asyiknya menikmati pemandangan alun-alun, datanglah para dewa menemui mereka.
Tak lama setelah kepergian Kintakamurti, maka para dewa keluar menyusul Wisamurka. Batara Brama, Indra, Surya, Masna, dan Penyarikan menyusul Wisamurka ke alun-alun kahyangan.
"Kakang Brama, bagaimana jika Wisamurka tak mau pulang"? Tanya Penyarikan kepada Bathara Brama yang merupakan dewa api di dunia perwayanggan.
"Kita paksa, kalau dia melawan kita juga harus melawan, tapi mudah-mudahan saja dia akan menurut pulang" jawab Brama.
" Kita temui dia satu persatu saja, kalau beramai-ramai seperti ini rasanya tak etis". Kata Batara Surya.
"Iya, kalau begitu aku dulu yang akan menemuinya." Usul Penyarikan, dewa yang paling muda.
"Hati-hati penyarikan, dia bukan bukan manusia biasa. Buktinya dia bisa sampai ke kahyangan yang tak mungkin dijangkau oleh manusia" saran Bathara Surya.
"Iya kakang, aku minta doanya" Penyarikan pamit.
"Kami akan mengasawimu dari sini dik" kata Masna.
Penyarikan pun bergegas menemui Wisamurka yang sedang duduk dibawah pohon beringin. Sosok Wisamurka begitu besar, 5 kali lipat dari besar badan Penyarikan. Bahkan Bathara Bayu pun kalah besar dibanding Wisamurka.
"Wisamurka. Aku datang" kata Penyarikan. Wisamurka pun membungkuk hormat pada Penyarikan.
"Begini tak usah basa basi, aku sebagai salah satu dewa disini tak bisa memenuhi permintaan rajamu. Jadi aku minta, kamu segera pulang" kata Penyarikan.
"Maaf pukulun, aku tak bisa pulang jika belum tercapai tujuanku kesini" jawab Wisamurka.
"Apa perlu aku harus menggunakan kekerasan?" Penyarikan mengancam Wisamurka.
Tapi bukan Wisamurka namanya kalau lari dari medan perang. Gayung bersambut, ancaman Penyarikan malah ditantang balik oleh Wisamurka.
"Kalau niatmu memang mau berkelahi denganku, tak perlu lagi aku bersopan santun padamu, maju sini" tantang Wisamurka.
Dengan gesit penyarikan menyerang Wisamurka, Wisamurka berbadan besar tapi ternyata cukup gesit menghindari pukulan-pukulan Penyarikan. Penyarikan terbang hendak mendaratkan pukulan ke wajah Wisamurka, tapi dengan sigap Wisamurka menangkap tangan Penyarikan dan membantingnya ke tanah.
Penyarikan terbanting keras di tanah. Para bidadari dan anak para dewa yang tadinya sedang bermain di alun-alun membubarkan diri melihat ada pertarungan sengit tersebut.
"Rasakan ini" Wisamurka mengeluarkan semburan berbisanya.
Penyarikan yang belum sempat berdiripun terkena semburan bisa mematikan dari Wisamurka. Rasa panas menjalar ke seluruh tubuhnya, walaupun para dewa makhluk abadi tapi tetap saja bisa merasa sakit.
"Jadi hanya begini kekuatan dewa?" Teriak Wisamurka melihat Penyarikan mulai terdesak melawannya.
Merasa tak mampu melawan Wisamurka, maka Penyarikan pun terbang meninggalkan medan pertempuran.
"Hahahaha. Larilah suruh para kakakmu kesini" sumbar Wisamurka melihat Penyarikan kabur meninggalkannya.
Penyarikan menemui Batara Brama dan lainnya yang dari tadi mengawasi nya dari jauh.
"Wah wah wah. Penampilanmu benar-benar acak-acakan dik" Masna meledek Penyarikan.
"Iya, maafkan aku. Aku tak menyangka kalau Wisamurka mempunyai kadigdayan yang begitu hebatnya. Seluruh ilmu sudah ku kerahkan tapi tak mempan padanya" kata Penyarikan.
"Duduk, lihat kakakmu ini" kata Masna yang segera terbang menemui Wisamurka.
Wisamurka ternyata sangat kuat, Masna pun terpaksa malu di ledek ganti oleh Penyarikan.
Satu persatu dewa menemui Wisamurka dan semuanya bukan tandingan Wisamurka.
"Kita hajar dia bersama-sama" usul Penyarikan yang kemudian disetujui para dewa yang lain.
Para dewa pun mengeroyok Wisamurka dengan kekuatan penuh. Wisamurka pun menyemburkan bisanya pada mereka. Tapi saat terkena bisa, para dewa yang kesakitan segera sembuh.
"Gawat kalau begini, lama-lama tenagaku akan habis" kata Wisamurka dalam hati.
Bathara Brama pun merubah wujudnya menjadi api terbang hendak menyambar Wisamurka. Namun tiba-tiba Kintaka Murti datang membantu Wisamurka.
Kintakamurti mengeluarkan ajian andalannya, saat Bathara Brama dipegang olehnya, mendadak api padam. Bathara Brama pun lemas seketika tak punya kekuatan bahkan untuk sekedar berdiri.
Para dewa yang tadinya mengeroyok Wisamurka segera beralih ke kintakamurti. Tapi mereka pun senasib dengan Bathara Brama. Mereka terkena ajian Kintakamurti, lemas seketika.
" Kalau kalian tak menuruti permintaanku, maka kahyangan ini akan ku obrak abrik" teriak Wisamurka.
gbr: kiri Bathara Narada, kanan Bathara Guru.
"Hentikan kekacauan ini" Bathara Guru dan Narada terbang menemui Wisamurka dan Kintakamurti.
"Kalian tenangkanlah emosi kalian, dengarkan apa yang mau dikatakan Bathara Guru" kata Narada.
"Tadi kami hanya menguji seberapa seriuskah kalian melamar Dewi Ratih, sekarang aku sudah percaya jika kalian serius" kata Bathara Guru.
Mendengar penjelasan Bathara Guru, Wisamurka dan Kintakamurti pun teredam emosinya. Mereka pun membungkuk hormat pada kedua dewa di depannya.
"Lalu apakah lamaran raja saya ditrima pukulun?" Tanya Wisamurka.
"Iya. Tapi dengan syarat" jawab Bathara Guru.
"Aku akan menerima lamaran kalian jika kalian melamar pada hari jumat kliwat, bulan jumadilawas" kata Bathara Guru yang tentu saja berniat mengelabuhi Wisamurka dan Kintakamurti.
"Jadi kalian pulanglah dan datanglah saat hari yang sudah ditentukan." Lanjut Bathara Guru.
"Baiklah pukulun. Kalau begitu kami mohon pamit" kata Kintakamurti.
"Obati dulu kami" kata Bathara Brama
"Baiklah pukulun" Kintaka Murti kembali menyentuh para dewa yang tadi dilumpuhkan. Mereka pun sembuh seketika. Sebenarnya dosis ajian yang dikeluarkan Kintakamurti hanya berlangsung selama satu jam saja efeknya.
Kintakamurti dan Wisamurka membungkuk kembali dan keluar dari wilayah kahyangan. Sebenarnya Kintakamurti sudah mengetahui hari yang dijanjikan Bathara Guru itu tak pernah ada. Dia tahu Bathara Guru hanya mengulur waktu. Tapi dia setuju dengan usul itu.
"Mudah-mudahan kakang Dewa Kintaka tak menyadarinya". Kata Kintakamurti dalam hati.
"Apa rencanamu dik?" Tanya Narada ke Bathara Guru.
"Kita harus meminta tolong kepada Kresna kakang, mungkin dia punya solusi" kata Bathara Guru.
"Ayo kita berangkat" ajak Narada.
"Kalian perketat penjagaan selama kami pergi" perintah Narada kepada para dewa sebelum dia dan Bathara Guru melesat terbang menuju ke Amarta.
***
Para prajurit Gowacintaka yang seluruhnya berupa raksasa menunggu di depan gerbang kahyangan. jumlahnya puluhan, mereka adalah prajurit yang terpilih. Prajurit elit untuk melaksanakan tugas berat.
"Bagaimana tuan patih?apakah berhasil?" tanya salah seorang prajurit.
"Kita disuruh pulang dan menunggu hari yang tepat untuk melamar Dewi Ratih lagi" jawab Wisamurka.
"Sekarang siapkan kereta untuk pulang" perintah Wisamurka
Para prajurit segera menyiapkan kereta kuda yang super cepat untuk untuk junjungan mereka. Perjalanan mereka dari kahyangan ke Gowacintaka memakan waktu tiga bulan perjalanan manusia normal, tapi karena kesaktian mereka, mereka bisa menempuh perjalanan hanya dengan dua hari saja.
***
Di Kahyangan Cakra Kembang, Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih sedang kedatangan Bathara Bayu. Bathara Bayu pun menjelaskan apa yang terjadi di Jonggring Salaka.
"Kakang, lebih baik aku mati jika harus melayani Dewa Kintaka" kata Dewi Ratih.
"Iya dinda, kakang juga tak rela melepaskan mu dengan pria lain" jawab Kamajaya.
"MENURUT PERASAANKU, PARA DEWA DI JONGGRING SALAJA TAK AKAN BISA MELAWAN WISAMURKA" kata Bathara Bayu.
"Kalau begitu aku akan meminta tolong *romo ku, mungkin beliau punya saran" kata kamajaya.
*romo: ayah
"IDE BAGUS,KALAU BEGITU KITA KESANA BERSAMA-SAMA" usul Bathara Bayu.
"Baiklah ayo kita segera menemui rama ku" kamajaya, Dewi Ratih dan Bayu pun berangkat.
Mereka bertiga pun menuju ke kediaman ayah Bathara Kamajaya yang tak lain adalah Ki Semar Badranaya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!