Orang Yang Sama (BTS X Han So Hee)
EPISODE 1: Awal yang Tak Terduga
Langit Seoul di awal musim semi tampak menggantung rendah, seolah menanti sesuatu yang besar untuk terjadi. Di balik jendela kaca gedung Universitas Seni Seoul, Han So Hee duduk terpaku di kursinya, masih mencerna kalimat terakhir dari dosennya.
“Selamat, So Hee. Kamu terpilih untuk magang eksklusif di BigHit Entertainment. Mereka sedang mencari asisten proyek khusus untuk… Bangtan Sonyeondan (BTS)”
Nama itu—Bangtan Sonyeondan, atau lebih dikenal sebagai BTS—terpental begitu saja di benaknya seperti gema yang sulit berhenti. Ia bahkan belum sempat menutup mulutnya yang menganga.
Seluruh mahasiswa dan mahasiwi menoleh padanya. Beberapa tersenyum iri, yang lain berbisik. Tapi So Hee hanya bisa menatap lurus ke depan, pikirannya melayang ke segala arah. Bukan karena ia penggemar berat mereka. Justru sebaliknya.
bagaimana tidak Ia mengenal ke tujuh member. Bukan sebagai idola. Tapi sebagai… orang biasa.
Dan sekarang, takdir menarik benang merahnya lagi.
Han So Hee
serius? ini beneran? kenapa harus bangtan? "batinnya"
(📲 saat sedang berperang dengan pikiranya sendiri tiba-tiba pesan masuk , tentu dari seseorang yang dia sudah tau siapa yang mengirim pesan)
Kim Seokjin
han, gimana? udah dapet pengumuman kan magang dimana? kabarin ya kalo udah sampe. aku tunggu
jelas dia sudah tau, bukan lain Kim Seokjin , kakak sepupunya yang merencanakan ini semua
Han So Hee
(jadi ini perbuatan mu oppa, jangan memasukkan ku dalam masalah besar. apapun yang terjadi kau yang akan bertanggung jawab penuh). balasnya
"skip"
Beberapa hari kemudian, So Hee berdiri di lobi utama gedung BigHit. Semuanya serba putih, rapi, modern, dan penuh aura profesional yang membuat napasnya terasa lebih berat.
“Han So Hee-ssi?”
Suara ramah dari seorang staf menyapanya.
“Hari ini kamu akan mulai asistensi dengan tim BTS. Kamu akan bekerja langsung di balik layar—mengatur jadwal pribadi, membantu keperluan kreatif, hingga pendampingan selama persiapan tur dunia mereka.”
ucap salah satu staff yang bernama yuri
Han So Hee
"annyeong hasseyo" nee
aku akan mencatat semuanya eonni.
jawab nya kaget, karena yuri langsung memerintahkan nya tanpa aba-aba
Nama itu kembali muncul seperti bayangan yang tak mau pergi.
Min Yoongi
Apakah dia masih mengingatnya?
Dan lebih penting lagi—apakah dia masih orang yang sama?
So Hee menarik napas panjang, menyadari satu hal: ini bukan sekadar magang. Ini adalah awal dari cerita yang pernah ia pikir telah selesai.
Langkah kaki Han So Hee menggema pelan di koridor BigHit. Setiap dinding dipenuhi pencapaian—foto BTS di panggung dunia, penghargaan yang tak terhitung, hingga kutipan inspiratif dari sang pendiri, Bang Si Hyuk.
Semuanya terasa begitu jauh dari dunia yang pernah ia kenal. Namun kini, dia ada di dalamnya.
Pintu lift terbuka. Seorang pria berdiri menunggunya di ujung lorong—berpakaian sederhana namun memancarkan aura otoritas yang tak bisa disangka
bang si hyuk
“Han So Hee?” tanyanya sambil tersenyum ramah.
“Saya Bang Si Hyuk. Selamat datang di BigHit.”
Seketika jantung So Hee melompat. Ia tak menyangka akan langsung bertemu sosok legendaris di hari pertamanya.
Han So Hee
“annyeong hasseyo pdnim,
nee, Terima kasih, … saya merasa terhormat bisa berada di sini,” jawab So Hee, sedikit gugup.
Bang Si Hyuk menatapnya sejenak, seolah mencoba membaca lebih dalam dari sekadar nama di lembaran aplikasi magang.
bang si hyuk
“Kami tidak asal pilih orang untuk mendampingi mereka,” ujarnya pelan.
“BTS adalah lebih dari sekadar grup. Mereka keluarga kami. Pastikan kamu bisa mengikuti ritme mereka.ya, selamat bergabung"
So Hee mengangguk. Ia belum tahu maksud sebenarnya dari kalimat itu. Tapi satu hal yang pasti: ini bukan sekadar magang biasa.
han so hee pun melanjutkan tugasnya
Ruang latihan berada di lantai tiga. Saat pintu dibuka, suara musik langsung menghantam udara—enerjik, penuh semangat.
“We don’t need permission to dance~”
Di dalam, ketujuh anggota BTS sedang berlatih—berkeringat, fokus, dan bergerak dengan presisi nyaris sempurna. Tak ada kamera. Tak ada sorotan. Hanya mereka… dan tarian yang jujur.
So Hee berdiri membeku di ambang pintu. Dunia terasa melambat.
Mata Yoongi, yang paling belakang dalam formasi, menangkap sosoknya sejenak. Wajahnya berkeringat, tapi sorot matanya seolah menyipit mengenali sesuatu yang lama hilang.
Detik itu juga, kaki So Hee terasa berat. Masa lalu yang dikubur dalam tiba-tiba menggeliat bangun, meminta ruang.
Han So Hee
Orang yang sama.
Apakah dia benar-benar masih seperti dulu?
Setelah perkenalan singkat, So Hee diminta menunggu sebentar di luar ruang latihan untuk menerima jadwal resmi dari manajer tim.
Di dalam, ketujuh member BTS duduk berkeliling, mengganti kaus yang basah oleh keringat, mengusap wajah dengan handuk, dan menghela napas setelah latihan panjang. Tapi suasana jauh dari serius. Sebaliknya—perhatian mereka teralihkan pada satu hal.
"STAFF BARU"
Kim Namjoon
guys katanya ada staff baru yang bakalan handle kita
Park Jimin
cantik gak hyung?
Kim Taehyung
bisa digebet nih kayaknya
Jeon Jungkook
buat kookie lah hyung
Jung Hoseok
saingan sehat lah guys
Kim Seokjin
kalo cewek aja cepet
Kim Namjoon
diem aja nih syga hyung
Min Yoongi
ambil aja , gue gabakalan tertarik
Park Jimin
bener ya, awas aja kalo gebet
Jung Hoseok
okee , pegang kata2 nya guys
Selesai latihan, staf memanggil So Hee untuk dikenalkan.
yuri
“hay guys, Ini Han So Hee, asisten magang dari Universitas Seni. Dia akan membantu jadwal dan dokumentasi kalian.”
Anggota BTS mengangguk sopan. J-Hope tersenyum hangat. Jin melontarkan candaan. RM mengulurkan tangan lebih dulu. Tapi pandangan So Hee hanya terpaku pada satu orang—yang selama ini justru ia hindari untuk dilihat. "Min Yoongi"
(ketujuh member menatap so hee serentak)
Park Jimin
“wah, Dia cantik,” ujar Jimin santai, menyandarkan kepala ke dinding. “Tipe universitas seni banget. Kalem tapi tajam.”
Kim Namjoon
Bukan cuma cantik, tapi kayaknya pinter juga,” timpal RM sambil mengecek botol minumnya. “Kalau dia bisa atur jadwal kita tanpa bikin kita gila… aku udah mau tulis surat rekomendasi permanen.”
Kim Seokjin
Jin ikut terkekeh.
“Yah, kalau memang perlu pendamping tur, kenapa bukan dia? Aku bisa bantu dia adaptasi… secara pribadi.”
jawab jin sambil menatap dalam yoongi
Jung Hoseok
J-Hope, yang baru selesai mengganti kausnya, ikut menimpali sambil tertawa,
“Hyung, kau bilang begitu ke semua staf baru.”
Yoongi hanya duduk diam, menatap sekilas pintu yang baru saja ditutup So Hee di baliknya. Matanya tak benar-benar fokus. Sejak tatapan pertama tadi, ada sesuatu yang belum bisa ia jelaskan—perasaan yang aneh, samar… tapi tidak asing.
lalu dia pun memalingkan wajahnya keponsel
Lalu terdengar suara berat, datar, dan sedikit sinis dari sudut ruangan.
Min Yoongi
“Kalian ribut banget soal staf magang,” ucap Yoongi, tanpa mengangkat wajah dari ponselnya.
“Dia kerja di sini. Bukan buat digoda.”
Hening sejenak.
RM terkekeh.
Kim Namjoon
“Hyung, kau terdengar seperti tidak suka, atau… terlalu suka.”
Min Yoongi
Yoongi mengangkat satu alis, datar.
“Aku hanya realistis. Kalau kalian bikin dia nggak nyaman, dia akan keluar minggu depan.”
Jeon Jungkook
Jungkook akhirnya bicara, pelan.
“Mungkin dia nggak asing.”
Enam pasang mata langsung meliriknya.
Kim Taehyung
“Apa maksudmu?” tanya V, penasaran.
Jeon Jungkook
Jungkook menggeleng pelan.
“Nggak tahu. Mungkin cuma perasaan. Tapi… kayaknya aku pernah lihat dia sebelumnya.”
Park Jimin
“Mantan?” celetuk Jimin cepat, menggoda.
Jungkook tak menjawab. Tapi pandangannya kembali tertuju kepada yoongi.
Han So Hee
Di luar ruangan, So Hee bersandar di dinding, menarik napas panjang.
"kenapa aku harus bersama dengan mereka?"
Dan tanpa mereka sadari, roda yang dulu pernah berhenti… kini mulai berputar lagi.
Yuri menepuk pelan bahu So Hee sambil tersenyum, walau ada sedikit rasa khawatir yang disembunyikan di balik matanya
yuri
“Nah, sampai di sini tugasku. Mulai sekarang, kamu yang pegang kendali.”
So Hee menatapnya, seolah meminta sedikit lebih banyak waktu. Tapi Yuri hanya tersenyum lembut.
yuri
“Tenang aja, mereka nggak se-menyeramkan itu… kecuali kalau kamu salah ngatur jadwal konser mereka,” bisiknya sambil melirik Jin yang sedang bercanda dengan Jimin.
BTS tertawa pelan di belakang mereka, suasana sedikit mencair. Tapi detik itu juga, So Hee tahu: dia benar-benar sendiri sekarang.
Yuri menarik napas, lalu berbalik sambil berkata pelan,
yuri
“Lakukan dengan caramu, So Hee. Dan ingat… kamu memang ditakdirkan berada di sini.”
Langkah Yuri menjauh di lorong putih BigHit, dan pintu perlahan menutup.
Meninggalkan So Hee… bersama tujuh pria yang hidupnya terang di panggung, tapi penuh rahasia di balik layar.
Han So Hee resmi ditinggal Yuri dan kini harus menghadapi BTS seorang diri. Momen ini menjadi perkenalan awalnya secara utuh dengan keenam member yang menyambut dengan gaya mereka masing-masing—penuh candaan, godaan, tapi juga kehangatan. Sementara Yoongi, seperti biasa, tetap tenang… namun tak benar-benar acuh.
Pintu tertutup perlahan di belakang Yuri, meninggalkan Han So Hee berdiri sendiri di ruang latihan. Ada hening sejenak—bukan karena suasana canggung, tapi lebih seperti jeda antara dua bab kehidupan yang berbeda.
RM bangkit lebih dulu dan menghampirinya dengan senyum hangat.
Kim Namjoon
“Selamat datang di kekacauan kecil kami, Han So Hee-ssi,” ucapnya.
“Kalau kau bisa bertahan seminggu, kita rayakan. Kalau sebulan… kau layak dapat medali.”
Suasana langsung mencair.
Jin menyusul sambil merapikan rambutnya di cermin.
Kim Seokjin
“Aku Kim Seokjin, visual grup. Kalau butuh bantuan… tentang apa pun, silakan tanya aku dulu sebelum yang lain.”
Jung Hoseok
“Dia maksudnya: jangan percaya saran styling darinya,” sela J-Hope, tertawa. “Tapi kalau soal semangat? Aku ahlinya. Jangan ragu minta energi!
Jimin melangkah mendekat sambil menatap So Hee dari ujung kepala sampai kaki—bukan dengan cara yang membuat risih, tapi penuh rasa penasaran.
Park Jimin
“Kau kelihatan tenang banget. Apa ini wajah asli atau topeng profesional?”
Kim Namjoon
“Jimin!” tegur RM, setengah tertawa.
Park Jimin
Apa? Aku hanya kagum. Dia nggak gemetaran, padahal biasanya orang baru langsung gugup.”
V berdiri dari lantai, mengambil botol air dan ikut bicara dengan nada ceria.
Kim Taehyung
“Apa kamu suka anjing atau kucing? Ini penting. Soalnya… aku harus tahu sebelum mengenalkanmu ke Yeontan.”
Park Jimin
“Itu baru pertanyaan penting,” kata Jimin lagi, tertawa kecil.
Jungkook menyender ke dinding, mengamati So Hee sejenak, lalu berkata pelan,
Jeon Jungkook
“Semoga kamu betah di sini. Tapi hati-hati, kadang mereka ini… berisik.”
Kim Seokjin
“Hei!” protes Jin, disambut gelak tawa semua member.
Suasana begitu hidup, begitu terbuka—dan untuk sesaat, So Hee merasa seperti terseret ke dalam lingkaran yang hangat namun asing. Ia tersenyum kecil, berusaha tetap tenang, meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Tapi di tengah semua tawa itu, hanya satu orang yang belum bicara.
Min Yoongi.
Ia duduk di sudut ruangan, hoodie hitam masih menutupi sebagian wajahnya. Ia tak menoleh ke arah So Hee, tak menunjukkan ketertarikan untuk ikut bercanda seperti yang lain.
Namun, ketika semua perhatian mulai tertuju padanya, ia mengangkat suara. Pelan. Datar.
Min Yoongi
“Selama kamu tahu batas antara kerja dan pribadi, kamu nggak akan punya masalah di sini.”
Lalu diam.
Semua menoleh ke Yoongi, lalu ke So Hee.
Tak ada yang berani menafsirkan maksud dari kata-kata itu, tapi satu hal yang jelas—dia mengingat.
So Hee membalas lirih, suaranya hampir tak terdengar.
Han So Hee
saya juga berharap begitu
Yoongi tak merespons. Matanya tetap tertuju ke handphone. Tapi ada ketegangan samar di garis rahangnya, dan So Hee bisa merasakannya dari seberang ruangan—bahwa bukan hanya dia yang sedang berjuang menjaga jarak.
Dua orang yang pernah saling kenal.
Kini duduk di ruangan yang sama.
Tapi bertindak seolah orang asing.
Dan itulah awal dari semuanya.
Di ruangan penuh tawa dan cahaya itu, Han So Hee dan Min Yoongi adalah dua titik sunyi yang saling menghindar—seolah masa lalu mereka tak pernah ada.
Tapi dalam diam, keduanya tahu:
Perjumpaan ini bukan kebetulan.
Dan waktu… akhirnya membawa mereka kembali,
pada orang yang sama.
Episode 2: Hari yang Panjang
Pagi itu, Han So Hee berdiri di depan ruang latihan BTS sambil menatap layar tablet di tangannya. Jadwal hari ini penuh: review koreografi, meeting kreatif untuk proyek musim dingin, dan rekaman vokal untuk V dan Jungkook. Di antara itu semua, ada satu tugas kecil yang baru dititipkan padanya tadi pagi oleh manajer tim:
“Pastikan mereka makan tepat waktu. Jangan biarkan ada yang cuma minum kopi lagi.”
So Hee menarik napas dan mendorong pintu ruang latihan.
Lagu “dionysus” sedang diputar. Ruangan dipenuhi suara sepatu menghantam lantai, napas berat, dan energi yang seperti tak ada habisnya. Ia berdiri menunggu sampai lagu selesai sebelum angkat bicara.
Kim Namjoon
RM melihatnya pertama kali dan melambai.
“So Hee-ssi! Sudah datang bawa penyelamat perut?”
Kim Seokjin
Jin langsung berseru.
“Kalau kau bawa makanan, kau pahlawan nasional hari ini!”
Han So Hee
So Hee tersenyum, sedikit gugup tapi mencoba tetap tenang.
“Saya ke sini untuk ambil pesanan makan siang kalian. Tolong pilih dari menu ini,” katanya sambil membagikan tablet ke RM.
Jungkook mengambil alih dengan cepat.
Park Jimin
“Wah, ada ayam goreng. Bahaya ini, bahaya…”
“Kamu pesan dua porsi seperti biasa kan?” goda Jimin dari belakang.
Jeon Jungkook
“Tiga. Aku lagi tumbuh,” jawab Jungkook dengan wajah polos.
Jung Hoseok
J-Hope melihat menu sambil berpikir keras.
“Hmm… aku ingin yang pedas, tapi kemarin perutku…”
Min Yoongi
“Ambil yang sedang saja. Kau drama kalau sakit lagi,” sela Suga pelan dari sudut ruangan, tanpa melihat ke arah mereka.
So Hee menoleh refleks, tapi Yoongi tetap menunduk, sibuk dengan earphone di tangannya. Ia belum bicara padanya secara langsung, bahkan sejak kemarin.
So Hee mencatat satu per satu pesanan mereka, memperhatikan selera masing-masing: Jin suka sup rumput laut, J-Hope pilih makanan dengan nasi, Jimin dan V berbagi cemilan manis. Saat tiba giliran terakhir, ia ragu.
Ia menatap Yoongi dari kejauhan.
Han So Hee
“Min Yoongi-ssi… ada yang ingin dipesan?”
Yoongi tidak langsung menjawab. Ia mengencangkan tali sepatunya, lalu berdiri sambil mengambil botol air.
Min Yoongi
Apa aja yang nggak terlalu berat. Yang penting hangat,” ujarnya singkat, tanpa melihat ke arahnya
Han So Hee
“Baik,” jawab So Hee pelan, mencatat cepat.
V, yang memperhatikan interaksi mereka, menyeringai kecil.
Kim Taehyung
“Hyung biasanya picky, loh. Tapi sekarang kok gampang banget?”
Min Yoongi
“Lagi nggak mood debat,” jawab Yoongi datar, kemudian berjalan ke sudut lain ruangan.
So Hee pura-pura tidak terganggu. Tapi kenyataannya, ada sesuatu dalam nada suara Yoongi—datar, dingin, tapi justru membuat dada terasa sesak.
Setelah semua pesanan dicatat, So Hee membungkuk sedikit.
Han So Hee
“Saya akan pastikan makanannya datang sebelum latihan selesai.”
Kim Namjoon
“Terima kasih, So Hee-ssi,” kata RM dengan tulus. “Kamu kerja cepat, ya. Padahal baru hari kedua.”
Kim Seokjin
Jangan bikin kami terlalu nyaman, nanti kami manja,” tambah Jin, tertawa.
So Hee membalas dengan senyum kecil, lalu keluar dari ruangan sambil memesan makanan lewat ponselnya. Tapi langkahnya sempat terhenti di depan pintu.
Dari celah kecil kaca, ia bisa melihat Yoongi sedang duduk sendiri, earphone masih terpasang, matanya menatap lantai.
Dia tak pernah benar-benar menatapnya. Tapi So Hee tahu—diamnya bukan karena lupa.
Justru karena dia ingat.
Sambil menunggu pesanan makanan BTS selesai, So Hee duduk di bangku koridor lantai dua. Ponselnya bergetar pelan di tangannya. Sebuah notifikasi dari grup WhatsApp yang namanya terlalu absurd untuk dihapus—“Gantengnya So Hee”.
Ia tersenyum kecil. Grup itu hanya berisi dua pria yang terus-menerus ingin menghiburnya, mengingatkannya untuk bertahan… dan menyebalkan dengan cara masing-masing.
So Hee membuka chat itu, dan seperti biasa—isi pesannya tidak pernah gagal membuatnya merasa hangat… dan sedikit geli.
Jin 🍜
(09:23)
🧎🏻♂️🌸 Kepada sepupuku tercinta, ratu mental baja dari BigHit…
APA YOONGI MASIH JADI ES BATU PAGI INI???
⸻
RM 🧠
(09:24)
Hyung, please 😅
⸻
Jin 🍜
(09:24)
Dia bukan cuma dingin. Dia SIBERIA.
Kamu tuh udah ngatur jadwal, pesenin makan, dateng pagi-pagi…
APA SUSAHNYA SENYUM SEDIKIT, HAH MIN YOONGI?
⸻
So Hee 🌸
(09:25)
Kalian bisa jangan drama sebentar nggak 😅
Aku cuma pesen makanan. Biasa aja, kok.
⸻
RM 🧠
(09:25)
Nggak biasa buat kami. Kami lihat sendiri tadi…
Kamu kerja keras, tapi dia tetap dingin.
Jangan simpan sendiri perasaanmu, So Hee.
⸻
Jin 🍜
(09:26)
Betul.
Kalau dia terlalu cool, biarin.
Kamu tetap jadi dirimu. Manusia paling tahan banting yang aku kenal. 💪🏻💗
⸻
RM 🧠
(09:27)
Satu hal lagi…
Kalau suatu saat kamu capek, ingat:
Ada kami di grup “Gantengnya So Hee”.
Penyemangat 24 jam. Termasuk jasa kirim bubble tea, ramen, dan pelukan virtual 🤓
⸻
So Hee 🌸
(09:27)
😌
Terima kasih, kalian berdua.
Kalau kalian bukan Jin oppa dan Namjoon… mungkin aku udah kabur tadi pagi.
⸻
Jin 🍜
(09:28)
JANGAN BERANI KABUR.
Gue udah siapin drama internal keluarga kalau kamu resign tanpa bilang.
⸻
RM 🧠
(09:28)
Hehe… tetap semangat, So Hee.
Kamu lebih kuat dari yang kamu pikirkan.
Dan dia—
akan sadar juga, cepat atau lambat.
⸻
So Hee 🌸
(09:29)
Kalian terlalu manis. Sekarang diam…
Aku mau masuk lagi, pura-pura nggak peduli sama es batu itu 😌
⸻
Jin 🍜
(09:29)
🔥 Kirim sinyal api, kalau perlu bala bantuan visual ganteng.
⸻
RM 🧠
(09:29)
Atau cukup kirim titik (.)
Kami tahu itu kode darurat 😎
So Hee tertawa pelan, lalu mematikan layar ponsel. Dunia di luar ruang latihan mungkin terasa dingin… tapi di balik layar, ada dua orang yang selalu siap menyalakan kembali hangatnya hari.
Beberapa menit setelah memesan makanan, So Hee kembali dengan dua kantong besar berisi kotak-kotak makan siang yang masih mengepulkan uap. Ia mendorong pintu ruang latihan dengan pelan, menahan kantong di lengannya.
Suara musik berhenti. Tujuh kepala menoleh bersamaan.
Kim Taehyung
“Wah, makanan datang!” seru V, langsung melompat dari lantai.
“Kau penyelamat hidup kami, Noona!”
Kim Seokjin
Lebih tepatnya: penyelamat mood kami,” sahut Jin sambil berdiri dramatis dan mengambil satu kantong.
“Sungguh… inilah cinta sejati.”
So Hee tersenyum sopan, meletakkan makanan di meja panjang yang ada di sisi ruangan. Ia dengan cekatan membagikan kotak-kotak sesuai pesanan, mencatat dengan akurat siapa yang memesan apa.
Han So Hee
“RM-ssi, ini daging tanpa nasi, saus terpisah.
Jin-ssi, sup rumput laut.
Jungkook, ayam goreng pedas, tiga level.
Jimin, camilan manis dan salad.
J-Hope, nasi goreng telur dengan kimchi.
V, bulgogi set.”
Kim Namjoon
“Wah, kamu mengingat semuanya?” tanya RM kagum.
“Baru hari kedua, lho.”
Park Jimin
“Aku bahkan lupa aku pesan apa tadi,” tambah Jimin sambil tertawa.
Han So Hee
“Aku hafal, karena kalian berisik banget tadi,” ujar So Hee, mencoba santai.
Mereka tertawa bersama, suasana mencair begitu mudah. So Hee duduk sedikit menjauh, memandangi mereka makan dengan antusias seperti anak-anak.
Tapi satu orang belum bergabung.
Min Yoongi.
Ia masih duduk di dekat speaker, hoodie hitamnya menutupi sebagian wajah. Ia tidak bergerak, bahkan tidak menoleh saat makanan dibagikan.
So Hee ragu. Ia mengambil satu kotak terakhir—sup hangat dengan nasi putih lembut dan lauk sederhana, persis seperti yang ia tahu Yoongi suka dulu. Ia menghampirinya perlahan.
Han So Hee
Min Yoongi-ssi,” ucapnya lembut.
“Ini untuk Anda.”
Min Yoongi
Yoongi menoleh sebentar, menerima kotaknya tanpa ekspresi.
“Terima kasih,” ucapnya singkat, tanpa melihatnya.
dan So Hee mengangguk, lalu kembali ke tempat duduknya.
V memperhatikan interaksi itu dari kejauhan, lalu menyenggol Jimin.
Kim Taehyung
Masih dingin banget, ya.
Park Jimin
Iya, padahal tadi bilang makannya bebas. Tapi sikapnya kayak dipaksa,” balas Jimin sambil mengunyah
Kim Namjoon
Sudah biasa,” RM bergumam. “Itu Yoongi-hyung. Butuh waktu. Mungkin satu dekade.”
So Hee berpura-pura tak mendengar. Tapi sejujurnya, ia mendengar semuanya. Ia mencoba fokus pada makanannya, mencicipi sedikit-sedikit sambil mendengarkan obrolan para member yang mulai mengalir hangat.
Jung Hoseok
So Hee-ssi, kamu belum cerita,” ujar J-Hope. “Kenapa pilih BigHit buat magang?”
Han So Hee
So Hee tersenyum kecil.
“Awalnya bukan pilihan. Lebih ke… ditarik paksa karena nilai tinggi di manajemen acara. Tapi sekarang… aku nggak nyesal.”
Kim Seokjin
Yah, tentu saja tidak,” Jin menyahut sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Kau dikelilingi oleh wajah-wajah surgawi seperti kami.”
Jeon Jungkook
Surgawi tapi cerewet,” timpal Jungkook sambil menyeruput minuman.
Mereka tertawa. Bahkan RM ikut tergelak.
So Hee merasa… hampir nyaman.
Namun saat matanya tak sengaja melirik ke arah Yoongi, ia menemukan pria itu masih makan dalam diam. Tatapannya kosong, hanya tertuju ke makanan. Ia tidak berbicara. Tidak tertawa. Tidak terlibat.
Seolah kehadiran So Hee… terlalu biasa. Atau terlalu rumit untuk diakui.
Di tengah suara tawa dan sendok-sendok yang bersentuhan dengan kotak makan,
Han So Hee duduk diam—dikelilingi kehangatan,
namun dihantui satu dingin yang paling ia kenal.
Karena tak ada yang lebih menyakitkan daripada diabaikan oleh seseorang yang dulu begitu mengenalmu.
Episode 3: Yang Tak Pernah Terucap
Hujan mulai turun di luar gedung latihan saat So Hee berdiri sendirian di lorong. Suara tawa dari dalam ruangan masih terdengar samar. Ia menggenggam ponsel erat di tangan, tak membuka chat apa pun. Hanya memandangi layar kosong.
Dan tiba-tiba, kenangan lama yang telah lama ia kunci… terbuka perlahan.
Dengan tajam, dengan lembut. Dengan perih.
💭 Flashback: 5 Tahun Lalu – SMA Musik Seoul
Musim gugur datang dengan warna jingga dan aroma kayu basah.
So Hee duduk di bangku taman sekolah, mengenakan hoodie abu-abu, tangannya memeluk buku catatan yang tidak pernah ia isi dengan hal penting—kecuali satu: nama Min Yoongi, yang ia tulis diam-diam di sudut-sudut halaman.
Di hadapannya, tiga pria berdiri di bawah pohon maple, tertawa kecil.
Jin, sepupunya. Namjoon, pria tenang yang selalu mengantar pulang tanpa diminta.
Dan Yoongi… pria yang membuat waktu So Hee berhenti sejak hari pertama mereka duduk bersebelahan di kelas teori musik.
Kim Seokjin
“Jangan bilang kamu nungguin dia lagi,” gumam Jin sambil duduk di sebelahnya.
Han So Hee
So Hee mengerjapkan mata.
“Aku cuma lewat.”
Kim Seokjin
Jin mendengus.
“Kamu selalu ‘lewat’ setiap sore, setiap kali dia main piano di aula kosong.
Kamu pikir aku nggak tahu?”
Kim Seokjin
Jin melanjutkan, nadanya lembut.
“Dari semua orang di dunia… kenapa harus dia, Hee?”
Han So Hee
“Karena dia diam… tapi aku bisa dengar,” jawab So Hee pelan.
Kim Seokjin
Jin terdiam.
Beberapa menit kemudian, suara piano terdengar samar dari aula kecil di ujung koridor. So Hee berdiri, hampir secara refleks.
“Kamu mau ke sana?” tanya Jin.
“Hari ini… dia nggak sendiri.”
So Hee tetap melangkah. Pelan. Tapi pasti.
Di Dalam Aula Musik
Yoongi duduk di depan piano, tubuhnya tenang, jemarinya bergerak ringan di atas tuts. Lagu yang ia mainkan bukan komposisi besar—hanya melodi kecil yang sederhana. Tapi So Hee mengenalinya.
Itu lagu yang mereka buat bersama… di studio kecil dua bulan lalu.
Di sampingnya, Yerin duduk dengan wajah penuh senyum. Tangannya menyentuh bahu Yoongi dengan lembut.
Dan saat Yoongi selesai, ia menoleh ke Yerin dan… tertawa.
Tawa yang ringan. Jujur. Hangat.
Tawa yang belum pernah So Hee lihat saat bersamanya.
So Hee berdiri di balik pintu, tidak masuk. Tidak mengetuk. Hanya diam.
Dan saat Yerin memeluk Yoongi—tanpa ragu, tanpa rasa bersalah—So Hee pun tahu.
Cintanya sudah kalah. Bahkan sebelum sempat dimulai.
Di Tempat Sekarang
Kilatan memori itu membuat dada So Hee terasa sesak.
Ia tak sadar, RM sedang berjalan ke arahnya dari ujung lorong, membawa dua botol minuman dingin.
Kim Namjoon
Kau baik-baik saja?” tanya Namjoon, suaranya hati-hati.
Han So Hee
So Hee menoleh.
“Aku hanya… mengenang.”
Namjoon menatapnya dalam. Ada sesuatu di matanya—yang selalu sama sejak dulu. Lembut, sabar… dan penuh penyesalan yang tak pernah sempat ia ucapkan.
Kim Namjoon
“Kalau waktu bisa diulang…” katanya pelan,
“Aku berharap kamu memilih seseorang yang tak akan membuatmu menunggu terlalu lama.”
Han So Hee
So Hee tersenyum, pahit.
“Tapi hatiku… tidak tahu cara memilih. Itu masalahnya.”
Lorong itu sepi. Hanya suara pendingin ruangan dan langkah pelan yang menemani.
Namjoon berdiri di hadapan So Hee, botol minuman dingin masih di tangannya. Ia menyodorkannya tanpa banyak kata, dan So Hee menerimanya, meski tidak langsung diminum.
Kim Namjoon
Apa kamu masih menyalahkan diri sendiri?
So Hee menoleh, pelan.
“Bukan soal menyalahkan, Joon.
Hanya… kadang aku masih bertanya-tanya,
kenapa aku harus ada di sana saat itu.”
Kim Namjoon
Namjoon menatap lantai, seperti menimbang kata-kata.
“Kalau kamu nggak ada di sana, kamu nggak akan tahu.
Tapi kamu juga nggak akan sakit.”
Han So Hee
(senyum kecil)
“Sakit itu bukan karena aku lihat mereka.
Tapi karena aku telat menyadari…
aku nggak pernah jadi ‘pilihan’ sejak awal.”
Kim Namjoon
Namjoon menggigit bibir bawahnya, menahan sesuatu.
“So Hee… selama ini kamu nggak pernah lihat ke arah lain.
Bahkan ketika ada orang yang—”
(ia berhenti sejenak)
“—yang mungkin bisa memperlakukanmu lebih baik.”
Han So Hee
So Hee menatap Namjoon dengan pandangan yang rumit. Lelah, lembut, dan bersalah.
“Aku tahu.
Tapi kamu juga tahu, perasaan itu… nggak bisa dipindahkan semudah itu.”
Kim Namjoon
Namjoon mengangguk, meski jelas hatinya berat.
:
“Aku nggak pernah nunggu kamu balas apa-apa, Hee.
Tapi aku cuma berharap, kamu nggak terus menyiksa diri.”
Langkah kaki terdengar dari arah belakang. Jin muncul dengan ekspresi bingung, melihat dua orang itu berdiri dalam keheningan yang terlalu dalam untuk disebut kasual.
Kim Seokjin
Wah, ini ruang konsultasi pribadi?
Atau kalian sedang syuting drama di belakang punggung kami?”
Namjoon berdeham, sedikit kaku. So Hee tertawa kecil, meski tidak sepenuhnya lepas.
Kim Seokjin
Jin: (menyipitkan mata)
“Kalian bahas Yoongi lagi, ya?”
Keduanya saling pandang, tapi tidak menjawab.
Kim Seokjin
Hee… kamu tahu, aku selalu ingin kamu bahagia.
Tapi kadang… aku bingung,
kamu tetap bertahan karena cinta—
atau karena kamu belum bisa melepaskan rasa sakitnya?”
So Hee menunduk. Pertanyaan itu seperti menusuk langsung ke tempat yang paling rapuh.
“Mungkin… dua-duanya.
Aku mencintainya. Tapi aku juga mencintai kenangan yang menyakitkan.”
Kim Seokjin
Jin mendesah, menepuk bahu adiknya itu.
“Yoongi memang orang yang rumit.
Tapi kamu lebih rumit dari yang dia kira.”
Kim Namjoon
Namjoon tersenyum miris.
“Dan aku lebih sabar dari yang kalian tahu.”
Ketiganya tertawa pelan. Tidak ada yang benar-benar lucu, tapi tawa itu seakan menjadi jembatan untuk bertahan. Di balik masing-masing senyum, tersimpan rasa yang tak pernah benar-benar selesai.
Dan dari dalam ruang latihan, terdengar suara piano samar.
Lagu yang sama.
Lagu dari lima tahun lalu.
Dalam diam, mereka tahu…
beberapa melodi tak pernah berubah—
bahkan ketika orang-orang di sekitarnya mulai saling melupakan nadanya.
Lorong studio terasa makin sempit setelah suara piano itu mengalun dari balik pintu.
Lagu itu sederhana, tidak panjang. Tapi bagi So Hee, itu bukan sekadar nada—itu pengingat.
Akan hari yang pernah menghancurkan hatinya.
So Hee membeku. Tangannya mencengkeram botol minum.
Han So Hee
So Hee (pelan)
“Dia masih ingat lagu itu…”
Kim Namjoon
Namjoon (nyaris berbisik)
“Tentu saja dia ingat. Itu lagu kalian, kan?”
Han So Hee
So Hee
“Tapi kenapa dia mainkan sekarang
Kim Seokjin
Jin bersandar di dinding, ekspresinya berubah serius.
“Mungkin dia lagi bersih-bersih kenangan… atau malah membuka yang dia kira sudah terkunci.”
Kim Namjoon
Namjoon menatap Jin sejenak, lalu menatap So Hee.
“Atau mungkin… dia ingin kamu dengar.”
Han So Hee
So Hee menoleh cepat.
“Untuk apa? Dia bahkan belum bicara padaku, Joon.”
Kim Namjoon
“Kadang orang kayak Yoongi… nggak tahu cara minta maaf dengan kata-kata.”
Kim Seokjin
Jin menyelipkan tangan ke saku.
“Kalau kamu masih mau dengar, masuklah.
Tapi kalau tidak, aku bisa ajak kamu pulang sekarang juga.”
Han So Hee
So Hee menatap pintu itu. Jemarinya gemetar.
“Aku nggak tahu harus berharap apa lagi darinya.
Tapi kalau aku terus menghindar… aku juga nggak akan tahu, kan?”
Mereka bertiga berdiri dalam diam, sampai akhirnya…
So Hee menarik napas panjang.
Han So Hee
So Hee:
“Aku akan dengarkan… kali ini, sampai habis.”
Dan dengan langkah pelan, ia mendekati pintu studio.
Melodi piano masih mengalun, kini lebih lembut.
Lebih ragu. Lebih… penuh rasa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!