NovelToon NovelToon

Vanya Dan Putra

Visual Tokoh dan Karakter

Vanya Putri

Gadis sederhana, yang periang, lugu, baik, pintar dan juga mempunyai cita-cita untuk menjadi orang besar dan disegani oleh banyak orang, sehingga mampu merubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik lagi.

Putra Brawijaya Aditama

Pemuda yang sangat mengagumi sosok Vanya.Mempunyai sifat dingin, cuek, pandai, tampan, baik, namun hangat jika bersama orang-orang yang disekitarnya.

Rara Nabila Larasati

Cewek feminim dan juga riang ini adalah sahabat dari Vanya dan Ruly. Kemanapun mereka bertiga pergi, selalu bersama-sama. Layaknya saudara kandung.

Ruly Salsabila Anggraini

Cewek satu ini agak sedikit tomboy, tapi baik hati dan juga pintar, sama seperti Vanya dan juga Rara. Sahabat terbaik untuk Rara dan juga Vanya.

Daniel Mahesa

Cowok ganteng ini sangat dingin, hanya hangat pada Putra dan juga Arga, namun bisa diandalkan jika Putra dalam kesulitan.

Arga Aditya Nugraha

Sahabat dari Putra dan juga Daniel, agak sedikit berbeda dari ke dua sahabatnya, Arga ini orang yang selalu berfikir agak absurd, kocak tapi setia kawan. Mampu berkorban demi kedua sahabatnya.

**Prolog**

Hidup Vanya berubah menjadi gadis sederhana, dulunya dia adalah seorang princess dari keluarga terpandang dengan harta yang tidak akan habis. Vanya menjalani kehidupannya dari dia masih sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dari kerja keras ayah dan ibunya yang menjadi buruh tani saja. Bahkan Vanya terkadang juga membantu kedua orang tuanya tanpa rasa malu dan juga gengsi.

Vanya kecil hidup dengan mewah bersama sang Kakak yang bernama Alfiansyah Alindra. Mereka berdua adalah cucu yang akan mewarisi semua harta yang Kakek berikan. Namun karena kelalaian sang Kakek, kakak Vanya pun kecelakaan, saat menyelamatkan nyawa adiknya yang akan tertabrak oleh mobil mewah.

Tentu saja kecelakaan sang kakak bukanlah hal yang wajar, karena memang sudah terencana sejak awal. Lawan bisnis sang Kakek menggunakan cara licik, untuk menjatuhkan Kakek dari Vanya. Tak hanya itu, Vanya kecil juga menjadi korban penculikan. Sehingga Kakek Vanya langsung turun tangan dan langsung menyelidiki orang yang sudah membuat kedua cucunya menjadi korban.

Dengan bantuan kepala kepolisian dan juga mata-mata akhirnya Kakek mampu menemukan Vanya yang kekurangan cairan sehingga saat Vanya diselamatkan kakek, Vanya jatuh pingsan.

Sejak itu juga pertama kali Vanya menjadi trauma dan juga shock, membuat sifat Vanya menjadi lebih waspada dengan orang disekitarnya.

Setelah Vanya kecil sudah sembuh dan boleh pulang, Kakek memutuskan untuk menyembunyikan Vanya dari para pesaingnya. Vanya kecil dan kedua orang tuanya tinggal di desa kecil yang jauh dari keramaian kota. Kakek juga memutus komunikasi mereka, agar mereka benar-benar aman saat di tempat persembunyian.

Di desa kecil ini lah, kisah Vanya mulai. Dia berteman dengan laki-laki kecil yang sering menemaninya bermain saat dia sedang sedih dan menangis di tempat favoritnya.

Laki-laki itu menghibur Vanya kecil yang sedang sedih. Dan setiap hari mereka selalu bermain bersama. Hingga suatu hari laki-laki itu pergi meninggalkan Vanya tanpa teman lagi. Meninggalkan sebuah kenangan di tempat favorit mereka. Di bawah pohon bunga flamboyan yang sedang berbunga dengan warna yang sangat cantik. Kisah Vanya setelah masuk sekolah taman kanak-kanak, Vanya berteman dengan Rara dan juga Ruly. Hingga Vanya dewasa bersahabat dengan mereka berdua.

Maaf baru buat pertama kali, minta saran dan juga kritik yang membangun, TerimaKasih....

Naik Kendaraan Umum

Mentari menyinari dunia dan aku pun sudah siap untuk berangkat sekolah, dengan dibekali niat, usaha serta mengingat tujuan ku untuk merubah kehidupan yang lebih baik, aku siap untuk berangkat sekolah.

"Bu! Pak! Vanya berangkat sekolah dulu ya!'' seruku kepada kedua orang tuaku saat mau berangkat sekolah.

Tak lupa aku mencium punggung tangan kedua orangtua ku tercinta dan juga cium pipi kanan dan kiri.

"Hati-hati, Nak di jalan, jangan lupa berdoa sebelum berangkat sekolah," kata ibuku mengingatkan.

"Siap, Bu!" seruku sambil berjalan meninggalkan halaman rumah.

Aku berjalan kaki sampai pertigaan jalan besar, biasanya ditemani duo R. Ruly dan Rara sahabat serta teman sekampung yang hanya disekat kebon pisang sepetak.

"Woy Vanya! Tungguin kita napa, itu jalan apa naik jet sih cepet amat sampe pertigaan, dipanggil juga ga nengok," cerocos Ruly yang berperawakan tinggi, kulit putih, rambut panjang dikepang dua, dia tomboy, dan disukai banyak lawan jenis.

"Bodoh kok ya dipelihara sih Rul, kalau dipanggil mah ngejawab bukan nengok," sambung Rara gak mau kalah.

"Dih asem amat omonganmu Ra," sahut Ruly ketus.

"Heh kalian kalau cuma mau berantem bikin ring tinju sonoh, berisik banget tau gak," keluhku.

"Pagi-pagi sudah polusi suara saja," imbuhku.

"Lah, kalau udah bikin ring tinju kita tonjok-tonjokan gitu, ogah banget," kata Ruly.

"Iya nih Vanya mah ngehalunya kelewatan tol nih, masa iya muka kita udah cakep dan kece kayak bidadari ngungsep ke semak gini disuruh tonjok-tonjokan," kata Rara ikut menimpali celotehan Ruly.

"Lah, siapa juga yang nyuruh kalian adu tonjokan, aku bilang kan bikin ring tinju biar nanti ada yang nyewa arena doang. Kalian jualan tiket dan cangcimen, lumayan 'kan, suara kalian itu berisik kayak tukang ember keliling," sambungku menggoda dua sahabat sengklekku itu.

"Lagian kalian pagi-pagi sudah konser metal bikin telinga sakit saja," keluhku. Perdebatan kami pun usai setelah terdengar teriakan Pak asisten sopir bis yang mau mendekat ke arah kami.

"Kota-kota!" seru kernet bis yang lewat depan kami.

Dengan sang sopir yang memperlambat lajunya kendaraan roda empatnya dan sang asisten yang masih setia menunggu antrian anak sekolah yang ingin naik bis dan segera pergi ke sekolah masing-masing.

Begitupun dengan kami yang rela berjubel untuk bisa masuk ke dalam bis yang ada di depan mata kami.

Namanya juga angkutan umum yang ngangkut banyak orang.

Mungkin hari ini adalah hari ter apes bagi aku dan duo R. Ya, kami berdesakan sama ibu-ibu yang bawa ayam dan juga karung besar yang berisi ketela pohon, yang baru dipetik dari ladang.

Bisa dibayangkan bukan jika kami berdiri di dekat ibu-ibu tersebut, bisa-bisa sampai sekolah rok sekolah kami akan belepotan tanah basah, serta bau ayam yang mampu membius seluruh warga kelas nanti.

"Van, lama-lama aku pingsan ditempat ini kalau tidak cepet sampai sekolah," keluh Rara yang memang berdiri di belakang keranjang ayam.

Otomatis Rara yang paling terluka karena liat e** ayam dan mencium aroma khas ayam.

"Sabar Rara sayang, dikit lagi sampai kok," sahutku mengomentari keluhan Rara sambil cekikikan.

"Bener kata Vanya Ra, bentar lagi nyampe ko, kalau tidak kejebak lampu merah," sambung Ruly ikut menggoda Rara.

"Pak! Pasar besar!" seru ibu-ibu yang membawa ayam dan karung ketela tadi.

Kernet bis pun juga menginterupsikan pada pak sopir dengan membuat bunyi khasnya sang kernet-membenturkan koin ke pintu kaca hingga menimbulkan bunyi.

"Kiri....Kiri....Kiri," suara kernet bis kemudian. Laju kendaraan roda empat ini seketika mulai melambat, setelah sampai di tempat tujuan ibu-ibu tadi.

Dengan memberikan sejumlah uang ibu-ibu itu akhirnya turun juga.

"Akhirnya!" seru Rara yang hampir dari tadi menahan napas karena bau ayam.

"Yah, padahal bentar lagi si Rara pasti akan jadi ratu ayam tuh, parfum bunga melati yang dipakai Rara jadi parfum ayam. Sayangnya gagal," celetuk Ruly spontan.

"Diem kenapa sih Rul! Tidak pernah suka lihat aku senang atau bagaimana sih kamu tuh! Suka banget jika aku terluka," tutur Rara dengan nada dilebihkan-lebihkan.

"Kalian ini!" Aku menjeda ucapanku.

"Kalau tidak berantem kenapa sih! Apa gatal mulut kalian itu," tambahku pada duo R.

"Kenapa kita sih," keluh duo R.

"Disini yang paling berisik kan kalian berdua, udah besok kesekolah bawa kotak," saranku pada duo R.

"Kotak, buat apa?" Rara pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Buat jualan cangcimen biar berisik kalian berfaedah," kataku lagi.

"Bisa aja nih keranjang baju," kata Rara sambil menoyor kepalaku.

***

Di sekolah. Kami bertiga berjalan di lorong sekolah masih dengan kondisi yang belum ramai dengan murid-murid yang kebanyakan akan datang hampir mendekati bunyi bel, maklum saja, kami naik angkutan umum sedangkan sebangian besar dari siswa siswi yang bersekolah di sini mengendarai mobil pribadi, ada juga motor pribadi.

Sampai kelas biasanya lima menit sebelum bel pelajaran dimulai, akan ada orasi dari salah satu murid yang paling malas mengerjakan tugas sekolah, siapa lagi kalau bukan Beni. Sahabat juga teman berantem kita yang jadi sasaran empuk jika kita lagi bad mood .

Jika Rara dan Ruly berantem bersama cowoknya, maka Beni lah yang kena imbasnya. Seperti kemarin, duo R malakin Beni, mereka berdua minta di jajanin, kadang muka pas-pasan Beni juga dibejek-bejek, di marahin tidak jelas. Kasihan sih, tapi lebih kasihan aku, kena semprot duo R kalau tidak akur.

Tawaran Olimpiade

AUTHOR POV

Bel tanda istirahat pun berdering, menandakan alarm akan kebebasan para siswa siswi di sekolah. Kebebasan bagi para pemalas, namun tidak bagi yang tekun belajar.

Di sisi lain, setiap istirahat kebanyakan dari siswi sekolah Sinar Pagi akan berkumpul di lapangan basket, hanya untuk melihat sang idola sekolah bermain basket dan mengeluarkan keringat.

Bagi para fans, itu adalah hal wajar, bersorak sorai dan menggemakan nama sang idola sekolah dengan lantang dan saling bersahutan.

"Putra, ampun dia keren banget sih, cuman lihat dia berkeringat kayak begitu saja, aku hampir meleleh."

"Sama! Aku juga ngefans banget sama Putra, paket komplit dia, beruntung banget yang bisa mendapatkannya."

"Putra, I LOVE YOU."

Teriakan-teriakan histeris siswi yang berkumpul di lapangan.

Saat yang bersamaan Vanya dan duo R pun berjalan di koridor, mereka berbeda dengan siswi lainnya yang tidak suka dengan cara lebay teman-temannya mengagumi Putra. Fokus Vanya hanya pada beasiswa untuk meringankan biaya sekolah.

"Ke perpustakaan yuk," ajak Rara.

"Boleh juga tuh, kayaknya materi yang tadi agak sulit, gimana kita cari referensi lainnya saja, biar mudah kita mencerna materi tadi," sahutku antusias pada duo R.

"Ok, ayuk cuss plend."

Sesampainya di pintu masuk perpustakaan, Vanya dikejutkan oleh tepukan pundak seseorang.

Saat Vanya berbalik ternyata Pak Guru Dito yang mengagetkan Vanya.

"Eh! Bapak! Ada apa?"

"Begini Vanya, bulan depan sekolah kita akan ikut partisipasi olimpiade matematika, berhubung kamu adalah salah satu anak yang berprestasi di sekolah ini, maka kami sepakat akan mengirim kamu dan juga Putra untuk mewakili sekolah kita."

"Duh, kenapa harus dengan Putra Pak? Tidak ada kandidat lainnya ya Pak?"

"Hanya saja kandidat lainnya sudah bapak kirim ke perwakilan olimpiade lainnya, Nak. Tidak apa-apa 'kan, Nak, nanti bimbingan olimpiade sepulang sekolah saja bersama guru mata pelajaran terkait," ucap pak guru Dito menjelaskan.

"Bagaimana ya Pak? Vanya bi..."

"Begini Vanya, jika kamu bisa lolos olimpiade ini, maka sekolah akan memberikanmu beasiswa tambahan bahkan sampai kamu lulus sekolah ini, bagaimana? Masih bingung!" tawar pak Dito.

"Wah! Beneran Pak! Saya mau Pak!" jawabku reflek dengan mata berbinar semangat.

"Ok! Nanti sepulang sekolah kumpul di perpustakaan lagi ya Van".

"Siap, Pak!" jawab Vanya dan tak lupa dengan gaya hormat upacara.

AUTHOR POV END

Setelah kepergian pak guru Dito, aku dan duo R langsung jingkrak-jingkrak kesenangan bagaikan menang undian lotre, sampai-sampai penjaga perpustakaan dan pembaca yang ada didalam perpustakaan merasa terganggu karena kegiatan kami yang mengundang kebisingan.

"Maaf ya semua! Maaf jika berisik," seruku pada pengunjung perpustakaan dan penjaga perpustakaan.

"Sssssssttttttt berisik, bisa diam tidak sih kalian itu," ujar salah satu siswi yang merasa terganggu.

Aku mengatupkan tangan dan sambil bilang maaf tanpa suara, agar tidak mengganggu pengunjung yang sibuk dengan kegiatan membacanya.

Akhirnya aku dan duo R hanya meminjam buku soal-soal matematika saja, dan keluar dari perpustakaan, karena nanti pasti duo R bakalan berisik kayak pasar malam jika menyangkut tentang idola siswi di sekolah, dan benar saja belum juga ada beberapa meter dari perpustakaan Rara dan Ruly sudah histeris kayak kerasukan pedagang sayur.

"Van, aku gak mimpi kan, coba kamu cubit aku biar aku bangun Van!" seru Rara mulai mendrama, mirip pemain sinertron azab.

"Sumpah Van, aku juga gak nyangka kamu bakal duet sama Putra, secara kan dia ganteng banget, pasti kamu bakal betah lama-lama deket sama dia," seru Ruly tak kalah histeris.

"Kalian itu cuma ngehalu, mana ada duet, dikira kita lagi kontes paduan suara apa," keluhke sebal.

"Ah! gini ya Van, yang penting kamu lolos saja di olimpiade ini, pasti lah kami dan orangtua mu akan mendoakanmu selalu," ucap Ruly sok bijak.

"Tumben Rul, waras, abis makan apa tadi waktu sarapan pagi," canda Rara.

"Abis makan ati mantan, rasanya tuh lompat ke masa lalu," sahut Ruly.

"Apaan sih gak jelas!" seruku dengan nada bingung.

"Rasanya tuh tak enak," jawab Ruly menjelaskan.

"Dih, ada-ada aja sih," sahutku.

"Makanya Van, jangan polos-polos banget, jomblo aja di pertahanin, gimana tahu rasanya punya mantan, pacar aja otewe kamunya yang gak mau," kelakar Rara.

"Lah, kayak kamu punya mantan saja, pacar aja satu kek layangan gitu, putus dikejar nyambung lagi, putus nyambung lagi, gitu saja terus sampai nenek-nenek pakai rok tutu," seruku tak kalah sewot.

Setelah perdebatan ringan kami yang absurd dan unfaedah, kami melanjutkan membaca buku di taman baca seperti biasa, maklum saja, kami bertiga masih memikirkan nilai dan juga prestasi, karena jika prestasi kami naik, otomatis kami bisa mendapat beasiswa lagi, seperti sebelum-sebelumnya. Sekolah kami memiliki sistem bagi siswa siswi yang berprestasi ataupun siswi kurang mampu. Siswa siswi dengan peringkat paralel satu sampai tiga akan memdapat bebas SPP selama lima bulan.

Siswa dengan peringakat satu dalam satu kelas akan mendapat keringanan SPP dua bulan, sedangkan yang mendapat peringkat dua dan tiga diberi keringanan SPP satu bulan. Karena itu kami bertiga selalu membaca buku pelajaran, agar kami masuk dalam peringkat paralel antar kelas. Sehingga kami mampu meringankan sedikit beban sekolah orangtua kami.

"Vanya! Makan dulu yuk dikantin," ajak Rara dengan nada memaksa.

"Bukannya kamu tadi sudah makan ya, bekal makan siangmu juga sudah kami makan tadi," ujar Ruly sambil menggeleng kepala melihat kelakuan Rara.

"Aku juga heran sama Rara, makannya banyak, nambah terus, tapi tubuh gak bisa gemuk sama sekali, itu tubuh apa tempat parkir sih," lakarku menggoda Rara.

"Bilang saja kalian iri sama aku," sahut Rara menyombongkan diri.

"Hah! Aku iri! Kan aku gak gendut, kenapa juga harus iri," ucapku santai.

"Sama-sama berbadan triplek dilarang menghina, apalagi mengejek," ucap Rara ketus.

"Stttttt Rara lagi PMS," godaku yang di hadiahi tatapan mata tajam oleh Rara.

Saat kami mau melangkah menuju kantin, bel pelajaran pun berbunyi. Tanda kami harus masuk ke kelas.

"Belnya ngeselin, berbunyi dengan situasi dan kondisi yang sama sekali tidak tepat," gerutu Rara sambil berjalan melewati kelas demi kelas, hingga sampai pada kelas kami.

"Sabar Ra, setelah pulang kita ke kantin, makan yang banyak," ucap Ruly menenangkan Rara dengan kata-kata makanan.

"Beneran ya!" pinta Rara pada Ruly.

Ruly hanya mengangguk mengiyakan.

Selang beberapa menit guru pun datang ke kelas kami, sambil membawa tumpukan buku ulangan kemarin. Dari yang ku tangkap, semua teman-temanku mengeluh karena soalnya terlalu sulit. Padahal bagiku soalnya tidak sulit sama sekali, yang sulit adalah jawabannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!