Kegelapan Pegunungan Sejuta Kabut menelan setiap jejak cahaya. Di jurang yang dingin, tempat kabut beracun tidak pernah tersentuh matahari, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun dilemparkan seperti sampah. Ling Yuan, si penerus sah klan Yang, terbatuk keras saat udara dingin menusuk paru-parunya yang lemah. Punggungnya menghantam batu yang runcing; rasa sakit itu hampir tidak terasa dibandingkan dengan rasa pengkhianatan yang membekukan.
Sepasang tangan kasar, milik seorang pengawal yang dulu sering membawakan mainan, adalah yang terakhir menyentuhnya. Namun, kali ini, sentuhan itu penuh dengan ketakutan dan jijik. "Pergilah, si Pembawa Kutukan! Jika kau mati di sini, klan akan selamat!" bisikan yang mematikan itu bergema di benaknya, lebih tajam dari angin gunung.
Ling Yuan tidak menangis. Air matanya telah kering bertahun-tahun yang lalu, digantikan oleh bara api kebencian yang samar-samar. Ia ingat hari ketika ramalan itu diumumkan. Selir Sin, dengan wajah yang dihiasi kesalehan palsu, berdiri di atas altar kuno, menunjuk bayi yang baru lahir itu—dirinya sendiri.
“Anak ini membawa Racun Kehancuran,” suara Selir Sin terdengar megah dalam ingatan. “Dalam dua puluh tahun, ia akan merobohkan Klan Yang, menghapus nama kita dari sejarah. Dia adalah Kutukan yang lahir dari Darah Yang.”
Ramalan palsu. Ling Yuan tahu itu. Ia ingat kilasan singkat dari mata ibunya, Ji Yue, yang dipenuhi keputusasaan dan kasih sayang yang mendalam, sebelum kematiannya. Ji Yue, seorang kultivator berbakat, telah menguras habis energi spiritualnya sendiri untuk menanamkan segel pelindung, meskipun sia-sia, pada janinnya. Pengorbanan itu hanya menunda eksekusinya, dan mempercepat kematian Ji Yue, tak lama setelah suaminya, Jendral Yong, gugur dalam perang yang mencurigakan.
Jendral Yong, ayahnya, gugur bukan karena keberanian, tetapi karena pengkhianatan yang rapi di medan perang. Sebuah laporan palsu, umpan yang ditanamkan Selir Sin melalui jaringan mata-mata klan, memastikan Yong terperangkap di Lembah Seribu Pedang. Ling Yuan tahu, Jendral Yang—kakeknya—telah mengizinkan semua ini terjadi, takut pada ramalan dan terlalu lemah untuk melawan pengaruh Selir Sin.
“Kebencianmu adalah racun yang sama mematikannya dengan kutukan yang mereka tanamkan padamu, Nak.”
Suara itu datang dari belakangnya, berat dan serak, tetapi membawa otoritas medan perang yang tak terbantahkan. Ling Yuan tersentak, mencoba merangkak menjauh dari kabut yang perlahan membentuk sosok. Sosok itu tinggi, mengenakan baju zirah kuno yang usang, dan matanya memancarkan cahaya biru keperakan yang menembus kegelapan Pegunungan Kabut.
“Siapa... siapa kau?” Ling Yuan merintih, suaranya hampir tidak terdengar.
Sosok spektral itu berlutut, aura kekuatannya membuat kabut di sekitarnya menghilang. “Aku adalah bayangan seorang guru, Jendral Mao. Atau yang kau kenal sebagai paman dari ayahmu, yang diasingkan dan dilupakan oleh klan Yang.”
Jendral Mao, seorang kultivator yang dicurigai sebagai pemberontak karena menentang ramalan kuno, telah menghilang sepuluh tahun lalu, tepat sebelum kelahiran Ling Yuan. Kini, ia hanya berupa arwah yang terikat pada kekuatan terlarang di pegunungan ini.
“Kau tidak dibuang karena ramalan, Ling Yuan. Kau dibuang karena warisan,” Jendral Mao menjelaskan dengan nada dingin, yang menuntut perhatian penuh. “Ibunya, Ji Yue, telah menggunakan sisa hidupnya untuk menyegel energi Kutukan Agung di dalam dirimu, agar kau memiliki waktu. Dan aku, telah menunggu di sini, terikat pada Pedang Kutukan Mao, senjata yang ditakuti seluruh Kekaisaran.”
Mao mengangkat tangannya, dan kabut itu merespons, membentuk bayangan hitam dari sebuah buku tebal yang tertutup debu. “Ini adalah Kitab Seribu Kutukan. Bukan buku sihir hitam, tetapi Kitab Penebusan. Kitab ini mencantumkan sepuluh Kutukan yang mengikat darah Yang, kutukan yang membuat klanmu korup, arogan, dan akhirnya, buta terhadap kebenaran.”
Mao menatap tajam ke mata Ling Yuan yang dipenuhi trauma. “Selir Sin menanamkan kutukan ke-nol—Kutukan Racun, agar klan Yang menolakmu. Tetapi Ji Yue berhasil memutusnya, menunda kehancuranmu selama sepuluh tahun ke depan. Waktumu sudah dimulai, Ling Yuan. Sepuluh tahun, dan tidak lebih.”
“Dalam sepuluh tahun, kau harus mematahkan sepuluh kutukan itu satu per satu, menggunakan Kitab ini dan Pedang Kutukan yang akan segera kau temukan. Jika kau gagal, energi kutukan yang kau bawa akan menghancurkan jalur kultivasimu, merobek jiwamu, dan kau akan menjadi apa yang mereka sebut—monster penghancur,” suara Mao mengeras. “Dan yang lebih buruk, jika kau gagal, Selir Sin akan menggunakan energi kutukanmu untuk membuka Gerbang Dimensi Terlarang.”
Anak berusia sepuluh tahun itu, yang baru saja dilemparkan ke dalam kematian, kini diberikan tugas yang mustahil: menyelamatkan klan yang telah membuangnya, dan pada saat yang sama, menyelamatkan dirinya sendiri dari takdir yang ditentukan.
“Aku… aku tidak tahu bagaimana harus melakukannya,” bisik Ling Yuan, kedinginan mulai merenggut kesadarannya.
Jendral Mao menyentuh dahi Ling Yuan dengan jari spektralnya. Energi dingin, tetapi penuh dengan janji kekuatan yang terlarang, mengalir masuk. “Kau akan belajar. Selama sepuluh tahun ke depan, Pegunungan Kabut ini akan menjadi kuilmu, dan Pedang Kutukan akan menjadi jiwamu. Setiap tetes air mata, setiap gigitan rasa sakit, akan menjadi kekuatan. Balas dendammu bukan hanya tentang darah, Ling Yuan. Ini tentang keadilan dan penebusan.”
Tiba-tiba, arwah Mao berdiri tegak, memancarkan aura yang tak tertandingi. “Sekarang, buka matamu. Latihan dimulai. Babak pertama dari Kitab Seribu Kutukan adalah bertahan hidup. Jika kau tidak mampu bertahan dari dinginnya malam ini, kau tidak layak menjadi pewaris Pedang Kutukan Mao.”
Saat fajar mulai menyentuh puncak gunung, Ling Yuan kecil, yang hampir mati, menarik napas dalam-dalam. Di sekelilingnya, kabut mulai berputar, mengantisipasi pelatihan brutal yang akan mengubahnya dari anak yang dibuang menjadi senjata pamungkas. Sepuluh tahun, hanya sepuluh tahun, untuk menguasai Pedang Kutukan dan kembali ke Kota Kekaisaran. Dia harus melakukannya. Demi keadilan Jendral Yong dan Ji Yue. Dan demi kebencian yang masih murni di hatinya.
Ling Yuan mengepalkan tangan kecilnya, bersumpah dalam hati: Ia akan kembali. Dan ketika ia kembali, ramalan palsu itu akan menjadi kenyataan, tetapi ia akan mengarahkannya pada orang-orang yang benar-benar dan pantas menerimanya. Bukan pada orang orang yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan malangnya ini. Tapi hanya pada orang orang yang tepat dan terarah!
Ling Yuan kecil, mempersiapkan dirinya, untuk melatih fisiknya, dan membuka segel kultivasi dan kekuatan yang seharusnya mengalir dalam darahnya.
"Paman Mao, aku siap!"
"Kau akan jadi guru Agung ku. Aku akan mempersiapkan diriku, seperti yang kau ingin aku lakukan. Demi nyawa kedua orang tuaku, dan orang orang yang seharusnya mendapatkan keadilan dan hukuman. Jadi... mohon bimbingannya!"
Kegelapan perlahan-lahan tersingkir, tetapi tidak digantikan oleh cahaya, melainkan oleh tirai tebal kabut asam yang melilit Pegunungan Sejuta Kabut. Udara terasa berat, penuh dengan racun spiritual yang telah merusak jalur kultivator selama ribuan tahun. Ling Yuan kecil terengah-engah, tubuhnya menggigil bukan hanya karena suhu, tetapi karena energi spektral Jendral Mao yang menyentuh inti jiwanya.
“Jangan mencari udara, Ling Yuan. Cari energinya,” perintah Mao, suaranya seperti batu granit yang dipecah. “Racun ini adalah Kutukan Racun yang ditanamkan Selir Sin di pegunungan ini untuk memastikan tidak ada yang bisa kembali. Tetapi di balik racun, ada sumber kekuatan murni—Pohon Abadi.”
Mao menunjuk dengan tangannya yang tembus pandang. Jauh di atas jurang, terlihat siluet samar sebuah pohon raksasa yang tampak menembus langit. Batangnya terbuat dari cahaya spiritual murni, tetapi akarnya terkubur dalam kegelapan. Pohon itu adalah titik nol kultivasi di tempat terlarang ini, sumber kehidupan yang terperangkap.
“Duduk,” Mao menginstruksikan. “Latihan pertama, yang akan berlangsung selama tiga tahun, adalah belajar menarik energi dari akar Pohon Abadi melalui lapisan racun di sekitarmu. Setiap napas akan terasa seperti menelan serpihan kaca. Jika kau berhenti, racun akan menang. Jika kau menangis, racun akan tertawa. Hanya kebencian yang murni dan terkendali yang akan menjadi penyaringmu.”
Tiga tahun pertama adalah neraka yang membosankan dan menyakitkan. Setiap pagi, Ling Yuan akan duduk bersila di bawah kabut tebal, mencoba meniru posisi meditasi yang diajarkan Mao. Huuuuh! Tarikan napas pertamanya akan diikuti oleh rasa sakit yang menusuk, seolah-olah jarum-jarum racun merobek paru-paru dan meridiannya. Ia jatuh berkali-kali, batuk darah kultivasi yang hampir membeku.
“Kau harus menanggungnya!” Mao akan berteriak ketika Ling Yuan ambruk. “Ayahmu, Jendral Yong, menanggung beban medan perang yang tak terhitung. Ibumu, Ji Yue, menanggung Kutukan Agung agar kau bisa hidup! Rasa sakit ini hanyalah bisikan kecil dibandingkan pengorbanan mereka!”
Di tahun keempat, Ling Yuan akhirnya bisa menahan posisi duduk selama sehari penuh. Tubuhnya, yang dulunya kurus dan lemah, kini dihiasi bekas luka bakar spiritual dan otot yang liat. Ia tidak lagi hanya bertahan; ia mulai *mengambil*.
“Bagus, Ling Yuan,” Mao mengangguk, sedikit kepuasan dalam suara spektralnya. “Kini, kau tidak hanya menarik energi murni Pohon Abadi, tetapi kau juga harus menyerap dan mengendalikan sisa-sisa Kutukan Racun di udara. Kutukan bukanlah kejahatan, Nak. Kutukan adalah energi yang disalahgunakan. Tugasmu adalah mendefinisikannya kembali.”
Fase kedua pelatihan, yang berlangsung hingga tahun ketujuh, berfokus pada asimilasi. Jendral Mao mulai menjelaskan prinsip-prinsip yang tertulis dalam Kitab Seribu Kutukan, sebuah manuskrip yang tidak dapat dilihat secara fisik oleh Ling Yuan, tetapi yang ayat-ayatnya diukirkan ke dalam pikirannya oleh Mao.
“Kitab ini adalah warisan terlarang, diciptakan oleh leluhur kita yang memahami bahwa keadilan sejati membutuhkan kekuatan di luar hukum Dewa dan hukum fana,” jelas Mao, berdiri di samping Ling Yuan saat anak itu berlatih formasi tangan. “Kutukan pertama yang kau patahkan saat kau turun gunung, Kutukan Racun yang kau bawa sejak lahir, harus menjadi fondasimu.”
“Guru, energi kutukan ini… terasa dingin, berat, dan selalu mendorongku untuk menghancurkan,” kata Ling Yuan, suaranya sudah berubah menjadi bariton yang dalam, tetapi masih penuh pergulatan.
“Itulah nalurinya,” jawab Mao. “Bayangkan klan Yang. Mereka arogan, haus kekuasaan, dan takut pada ramalan. Mereka adalah wadah yang kotor. Kutukan Seribu Kitab ini membersihkan wadah. Kau tidak menggunakannya untuk membunuh. Kau menggunakannya untuk *membalikkan* kesalahan yang telah dilakukan.”
Mao kemudian memperkenalkan latihan fisik yang brutal, yang ia sebut ‘Tarian Bayangan’. Ling Yuan dipaksa bertarung melawan bayangan spektral Mao sendiri, yang bergerak dengan kecepatan dan presisi mematikan dari seorang jendral perang sejati.
SWIING! KRAK! Pedang kayu Ling Yuan patah berkeping-keping. Bayangan Mao terlalu cepat. “Kecepatan, Ling Yuan! Kecepatan menyembunyikan kekuatan! Jika mereka tidak dapat melihat pedangmu, mereka tidak dapat melihat kutukan yang kau bawa!”
Ling Yuan jatuh lagi, lumpur dan kabut menempel di jubahnya. Frustrasi menggerogotinya. “Aku tidak bisa menembus pertahanannya, Guru!”
“Bukan pertahanan yang kau tembus, Ling Yuan, tetapi ilusi! Seluruh Kekaisaran hidup dalam ilusi bahwa klan Yang adalah mulia dan suci. Kau harus menggunakan bayanganmu sendiri untuk menunjukkan kebohongan mereka. Pedang Kutukan tidak menyerang daging, tetapi menyerang *takdir*!”
Pada tahun kesembilan, Ling Yuan telah mencapai tingkat kekuatan yang luar biasa. Ia mampu bergerak secepat bayangan Mao, bahkan dalam kondisi kabut tebal yang mengurangi jarak pandang. Namun, ada satu masalah besar: energi kutukan yang ia kumpulkan mulai mengancam segel pelindung Ji Yue, yang telah memberinya sepuluh tahun waktu.
Mao membawa Ling Yuan ke sebuah batu obsidian besar, yang memancarkan energi spiritual yang sangat padat.
“Waktumu hampir habis, Yuan'er,” kata Mao, nadanya kini penuh ketegasan. “Kutukan Racun yang berhasil kau netralkan telah digantikan oleh Kutukan Penguasaan. Kau telah menguasai energi dasar, tetapi jika kau turun gunung sekarang, aura kultivasimu akan berteriak kepada setiap kultivator di Kota Kekaisaran: ‘Aku adalah Penerus Pedang Kutukan Mao!’”
“Aku harus menyegelnya?” tanya Ling Yuan, ia sudah tahu jawabannya. Kekuatan ini terasa seperti bagian dari dirinya, melepaskannya terasa seperti merobek kulitnya sendiri.
“Ya. Segel itu harus diperkuat dengan teknik yang kau pelajari dari Kitab Seribu Kutukan—Teknik Penyamaran Jiwa. Kau harus kembali sebagai orang biasa, Ling Yuan. Sebagai sampah yang mereka buang. Kau harus menjadi pemulung misterius yang bisu, tak terlihat, tak penting.”
Ling Yuan menghabiskan sisa tahun kesepuluh, berlatih teknik penyegelan paling menyiksa. Ia harus menggunakan energi kutukan yang baru saja ia kumpulkan untuk menekan aura bangsawan Yang dan aura kultivasinya sendiri, menyimpannya dalam inti spiritualnya, siap untuk dilepaskan kapan saja.
KRRRT! Rasa sakit menyebar di sekujur tubuhnya setiap kali segel itu diperketat. Ini adalah rasa sakit yang jauh lebih buruk daripada racun, karena rasa sakit ini datang dari penolakan diri sendiri.
“Jangan gunakan emosi. Gunakan tekad,” Mao memperingatkan. “Ingatlah mengapa kau melakukan ini. Bukan hanya balas dendam, tetapi untuk mendapatkan kebenaran yang terkubur. Selir Sin memiliki Pedang Kutukan Mao yang asli, tetapi ia tidak tahu cara menggunakannya. Ia hanya memiliki kulit luarnya.”
“Pedang Kutukan yang asli?” Ling Yuan mengangkat alis, berhenti dari proses penyegelan.
Mao tersenyum, senyum yang membawa beban ribuan tahun kebijaksanaan. Metafora ini harus sempurna untuk mengarahkan dan membimbing Ling Yuan dengan tepat, “Aku mengatakan kau akan segera menemukannya, tetapi aku tidak mengatakan kau harus mencarinya di Pegunungan ini. Pedang itu terikat pada energi warisan klan Yang yang paling gelap, tersembunyi di tempat yang paling tidak terduga di Kota Kekaisaran.”
“Kota Kekaisaran…” bisik Ling Yuan. Tempat yang membuangnya, kini memegang kunci penyelamatannya.
Jendral Mao, kini terlihat lebih tipis dan spektral, menatap Ling Yuan. “Latihan telah selesai. Tubuhmu sudah siap. Segelmu akan bertahan selama sepuluh tahun ke depan, sampai kau mematahkan sepuluh kutukan. Setelah itu, kau akan mencapai Godhood, atau kau akan musnah. Aku tidak bisa menemanimu lagi dalam wujud ini.”
Energi Mao mulai berputar, berkumpul di satu titik, meninggalkan Ling Yuan sendirian untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun. Kabut mulai bergeser, dan jalan keluar dari Pegunungan Kabut yang berbahaya itu terbuka, seolah-olah alam sendiri tunduk pada penguasaan Ling Yuan.
Ling Yuan berdiri tegak, tingginya kini melampaui rata-rata. Tubuhnya adalah kuil yang menampung kekuatan yang terlarang, terbungkus dalam segel kultivasi yang sempurna. Ia melihat ke arah jalan setapak yang menuruni gunung, menuju ke dunia yang telah melupakannya. Dalam hatinya, ia merasakan dorongan kuat untuk segera beraksi, namun ia menahannya, mengingat ajaran terakhir Mao.
“Aku akan kembali,” Ling Yuan berbisik ke dalam kabut. Ia tidak lagi merengek, melainkan menyatakan janji yang akan mengubah takdir seluruh Kekaisaran. Ia bukan lagi Ling Yuan, si anak yang dibuang. Ia adalah Pemulung Misterius yang membawa Pedang Kutukan, jauh di dalam jiwa murninya yang sangat pekat....
Energi spektral Jendral Mao yang selama sepuluh tahun menjadi satu-satunya penghuni Pegunungan Kabut, kini mulai bergolak. Titik-titik cahaya biru-keabu-abuan berputar kencang di sekelilingnya, menghasilkan suara frekuensi tinggi yang memekakkan telinga, seolah-olah ruang itu sendiri sedang terkoyak.
WUUUUSH! KRAK!
Kabut racun yang biasanya terasa dingin dan asam, kini terasa hangat oleh energi yang memancar dari Jendral Mao. Ling Yuan, berdiri tegak di samping batu obsidian, memandang gurunya yang kini tidak lagi menyerupai hantu prajurit, tetapi sebuah pusaran kekuatan murni.
“Yuan'er,” suara Mao datang dari pusaran itu, seribu kali lebih tegas dan lebih berat dari sebelumnya. Itu bukan suara yang didengar telinga, melainkan suara yang merasuk langsung ke dalam sumsum tulang. “Ini adalah transmisi terakhir. Kau telah melalui api dan racun, tetapi neraka yang sesungguhnya menantimu di Kota Kekaisaran. Berhati hatilah, jangan mudah percaya pada siapapun,latihlah kepekaan, jadilah cerdas tapi tak terlihat, maka kau akan bisa menjadi pengamatan yang sempurna, yang akan bisa mengatur langkah yang harus kau ambil dan keputusan yang harus kau putuskan, semua adalah bagaimana kau akan menuliskan takdirmu sendiri. Hanya kau yang bisa memahami jiwamu sendiri,”
Mao mulai memproyeksikan citra-citra spiritual ke dalam pikiran Ling Yuan. Sebuah jam pasir raksasa yang berisi pasir hitam, dan setiap butirnya adalah waktu yang tersisa. Yang harus dipergunakan dengan tepat oleh Ling Yuan.
"Aku harus bisa menyelesaikan semua ini dengan cepat, sebelum jam pasir besar ini akan habis," tekad baja di dalam hati Ling Yuan.
“Sepuluh tahun,” kata Mao. “Itu adalah masa yang kuberikan padamu. Tapi kau harus memahami, itu juga adalah waktu yang disisakan oleh segel ibumu, Ji Yue. Jika kau gagal mematahkan sepuluh kutukan warisan klan Yang sebelum jam pasir itu kosong, kutukan terakhir—Kutukan Penghapusan Jiwa—akan aktif. Kau tidak hanya akan mati, Ling Yuan. Keberadaanmu akan terhapus dari Takdir, tanpa kesempatan reinkarnasi.”
Wajah Ling Yuan tampak tegang. Ia telah melatih diri untuk menahan rasa sakit fisik, tetapi ancaman spiritual ini adalah beban yang berbeda. “Aku mengerti, Guru. Sepuluh tahun, sepuluh kutukan. Aku akan mematahkannya.”
Mao, kini hanya tersisa seberkas cahaya yang berdenyut, melanjutkan penjelasan tentang warisan terlarang yang akan ia bawa.
“Kitab Seribu Kutukan bukanlah manual sihir gelap,” jelasnya, filosofi yang mendalam tertanam dalam setiap kata. “Itu adalah Kitab Seribu Penyeimbang. Di mata dunia, kutukan adalah kejahatan. Tapi di mata Kosmos, kutukan hanyalah energi yang diikat oleh karma buruk. Klan Yang dikutuk oleh keserakahan dan kebodohan mereka sendiri. Tugasmu adalah membalikkan energi itu, mengubah kutukan menjadi penebusan.”
“Tapi Pedang Kutukan Mao…” Ling Yuan ragu. “Namanya sendiri terdengar menakutkan.”
Mao tertawa, suara spektralnya terdengar seperti dentingan bel perunggu kuno.
“Pedang itu, nak, diciptakan olehku setelah aku melihat korupsi yang tak terhindarkan dalam sistem Kekaisaran. Aku menyadari bahwa hukum Dewa terlalu lambat, dan hukum fana terlalu mudah dibeli. Pedang Kutukan adalah instrumen penghakiman yang cepat dan tidak bias. Ia hanya bisa digunakan oleh orang yang memiliki keseimbangan sempurna antara cahaya kebencian dan kegelapan tekad. Jadi... siapapun yang sekarang memegangnya itu adalah barang rongsokan, yang tidak bisa dipakai dan tidak bisa diaktifkan, jadi kau harus segera temukan pedang tersebut, supaya pedang itu bisa digunakan dengan bijaksana, hanya pewaris sah yang memiliki darah yang unik yang bisa mengaktifkan pedang tersebut, maka segera temukan pedang itu, Yuan'er!”
Mao menjelaskan bahwa ketika Ling Yuan menemukan Pedang yang berkarat di Kota Kekaisaran, itu hanyalah wadah. Pedang itu tidak dapat berfungsi tanpa Kitab Seribu Kutukan, dan yang lebih penting, tanpa panduan spiritualnya. Dan darah murni klan Yang ~ yang terpilih yang bisa memakai dan mengaktifkannya.
“Selir Sin, ia tahu Pedang itu ada, dan ia mencarinya. Tapi ia hanya mencari kulit luarnya. Ia tidak pernah bisa menguasainya, karena ia tidak memiliki darah Yang yang murni, dan ia tidak memiliki Kitabnya,” kata Mao, energinya semakin terkonsentrasi.
Mao tiba-tiba menembakkan seberkas energi ke dahi Ling Yuan. ZING! Ling Yuan merasakan ledakan informasi, yang jauh lebih kuat daripada pelajaran meditasi sebelumnya. Itu adalah semua peta, semua rahasia kultivasi kutukan tingkat tinggi, dan kunci untuk memecahkan segel Pedang Kutukan yang sebenarnya.
“Kutukan pertama yang akan kau patahkan saat kau memasuki Kota Kekaisaran adalah ‘Anak Pembawa Kematian’—ramalan palsu Selir Sin,” Mao menekankan. “Untuk mematahkannya, kau harus menetralkan energi yang pernah ia gunakan untuk membuangmu. Kau harus membuktikan bahwa kau adalah pembawa kehidupan, bukan kehancuran.”
Pusaran energi Mao kini hanya seukuran kepalan tangan, melayang di udara. Itu adalah inti spiritualnya, yang telah ia jaga selama sepuluh tahun.
“Aku tidak bisa lagi menemanimu dalam wujud ini. Aku akan menjadi benih spiritual, Ling Yuan. Aku akan tertanam di dalam dirimu, menunggu saatnya kau menemukan Pedang Kutukan yang asli. Ketika kau menyentuh Pedang itu, aku akan menyatu dengannya, dan aku akan menjadi panduan fisik yang kau butuhkan,” janji Mao.
Ling Yuan mengulurkan tangan, dan pusaran cahaya itu perlahan melayang ke telapak tangannya. Rasanya dingin, padat, dan membawa beban sejarah yang tak terhingga.
“Guru, apakah aku harus benar-benar menyamarkan diri sebagai pemulung bisu? Apakah kekuatanku tidak cukup untuk menghadapi mereka secara langsung?” tanya Ling Yuan, nada emosi sedikit terlihat.
Mao menjawab dengan tegas, “Kekuatanmu sudah mencapai Peak Mortal, tapi itu belum cukup untuk melawan seluruh jaringan Sekte Bayangan Hitam dan intrik Kekaisaran. Kau harus menjadi tak terlihat. Mereka harus meremehkanmu. Biarkan mereka mencari 'Pahlawan Bertopeng' atau 'Pewaris Terkutuk', sementara kau, Pemulung Misterius, mengumpulkan sampah mereka—informasi, kekayaan, dan yang terpenting, kelemahan mereka.”
“Ingatlah selalu, Ling Yuan: Kau tidak mencari balas dendam. Kau mencari penebusan. Balas dendam hanya akan memperkuat kutukan. Penebusan akan mematahkannya,” kata Mao, sebelum inti spiritualnya melesat dan menembus dada Ling Yuan. DUUM! Rasanya seperti menelan matahari yang beku.
Kini, Pegunungan Sejuta Kabut menjadi sunyi. Jendral Mao telah pergi. Ling Yuan merasakan benih spiritual gurunya bersemayam di inti jiwanya, memberinya peta spiritual menuju Pedang Kutukan Mao di suatu tempat di Kota Kekaisaran.
Ia menoleh ke jalan setapak yang baru saja terbuka. Segel kultivasinya terasa menekan, membuatnya kembali menjadi Ling Yuan yang tampak lemah dan tidak berbahaya. Ia mengatupkan gigi, menanggung rasa sakit penolakan diri ini demi tujuan yang lebih besar. Matanya, yang dulunya polos, kini memancarkan cahaya gelap yang terkontrol, penuh dengan tekad yang dingin.
Waktu mundur telah dimulai. Sepuluh tahun. Ia harus menemukan Pedang itu, mematahkan sepuluh kutukan, dan menuntut keadilan. Jika tidak, ia akan lenyap tanpa jejak.
Ling Yuan melangkah keluar dari Pegunungan Kabut, meninggalkan satu-satunya tempat yang pernah ia kenal sebagai rumah, menuju ke sarang ular yang membuangnya. Ia bukan lagi penerus kutukan. Ia adalah Pemulung Misterius, dan ia akan segera tiba di Kota Kekaisaran.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!