NovelToon NovelToon

Batu Rang Bunian

Deskripsi Novel

Deskripsi Novel: Batu Rang Bunian

​"Batu Rang Bunian" adalah sebuah petualangan seru yang membongkar batas antara dunia kita yang penuh cicilan dan deadline dengan alam Bunian yang misterius, katanya penuh keindahan, tapi faktanya penuh drama.

​Sinopsis Singkat:

​Ketika seorang pemuda bernama Sutan secara tidak sengaja menemukan sebongkah batu aneh di dekat pohon beringin keramat—yang seharusnya ia hindari, tapi namanya juga anak muda, rasa penasaran lebih tinggi dari harga diri—ia pun terperosok ke dunia Bunian. Bukan, ini bukan Bunian yang cuma bisa menyanyi merdu dan menari indah. Ini adalah Bunian modern yang juga punya masalah birokrasi, tetangga cerewet, dan tuntutan untuk menjaga agar permata mereka tidak dicuri.

​Sutan, yang di dunia asalnya hanya jago scroll media sosial, kini harus beradaptasi. Ia harus belajar etika Bunian (ternyata dilarang keras mengomentari jubah mereka yang berkilauan) sambil berusaha mencari jalan pulang. Belum lagi ia terlibat misi mustahil: mengembalikan batu keramat yang jadi rebutan, antara Bunian yang ingin damai dan Mak Lampir Versi Gen Z dari suku sebelah yang lebih stylish tapi jauh lebih jahat.

​Novel ini akan membawa Anda melintasi hutan lebat yang tak tercatat di Google Maps, bertemu makhluk-makhluk eksentrik, dan menemukan bahwa di dunia Bunian pun, urusan cinta segitiga dan drama keluarga lebih rumit daripada soal sihir.

​Sentuhan Humor (The Punchline):

​"Novel ini adalah bukti nyata bahwa jika Anda tersesat di alam gaib, hal pertama yang Anda butuhkan bukanlah peta, melainkan baterai ponsel yang penuh. Minimal, Anda bisa selfie dulu dengan Bunian yang aesthetic sebelum diminta untuk menyelamatkan dunia mereka. Baca sekarang dan temukan alasan kenapa Bunian tidak pernah punya akun Instagram: karena filter mereka sudah terlalu sempurna!"

BAB 1: Pohon Beringin dan Sebuah Janji yang Dilupakan

BAB 1: Pohon Beringin dan Sebuah Janji yang Dilupakan

​Dunia Sutan—atau lebih formalnya, Sultan Raja Nata Sastra—adalah dunia yang sempit dan cukup membosankan: layar ponsel 6,5 inci, sepiring nasi goreng buatan Bunda, dan sebuah kursi plastik yang selalu terasa terlalu panas di teras rumah. Pagi hari ini, di jantung kampung yang sunyi, satu-satunya konflik dalam hidup Sutan adalah memutuskan apakah ia harus scroll TikTok atau Instagram terlebih dahulu.

​Usianya dua puluh tahun, lulusan SMA tanpa gelar sarjana yang jelas, dan memiliki cita-cita yang sederhana: hidup nyaman tanpa perlu bergerak terlalu banyak.

​Namun, hari ini berbeda. Bukan karena sinyal Wi-Fi yang mendadak kuat, melainkan karena Pak Leman, tetangga sekaligus influencer lokal yang sok tahu, baru saja menantangnya dengan sebuah tantangan yang bodoh.

​“Tan, kalau kau berani ambilkan aku buah kelapa muda dari pohon di dekat Beringin Larangan itu, semua utang kopi kau di warung akan Bapak lunasin!” seru Pak Leman, sambil menyesap kopi dengan ekspresi penuh kemenangan.

​Sutan mendengus. Beringin Larangan. Di kampung ini, Beringin Larangan bukan sekadar nama pohon. Itu adalah nama batas, nama mitos, nama peringatan: Jangan Ke Sana. Pohon beringin itu berdiri sendiri di puncak bukit kecil, akarnya menjuntai seperti tirai raksasa yang menyembunyikan sesuatu. Konon, di bawah sana, terletak gerbang menuju Batu Rang Bunian.

​Sutan tahu betul mitosnya. Neneknya dulu sering bercerita sambil menganyam tikar. "Jangan sekali-kali kau berani mengambil apapun di dekat sana, Tan. Itu bukan milik kita. Itu titipan Bunian."

​Tapi utang kopi.

​"Berapa banyak, Pak Leman?" tanya Sutan, matanya menyipit.

​"Tiga ratus ribu," jawab Pak Leman santai.

​Tiga ratus ribu. Jumlah itu cukup untuk membeli voucher game baru dan beberapa bungkus rokok. Nilai moral Sutan, yang awalnya setinggi tiang bendera, kini meluncur turun secepat bola bekel yang jatuh ke sumur.

​"Baik," kata Sutan, mengambil tas ransel lusuh miliknya. "Tapi kalau saya balik, Bapak harus bayar.

Tunai. Jangan cuma janji manis seperti kampanye Pilkada."

​Pak Leman tertawa terbahak-bahak. "Siap, anak muda. Tapi jangan bawa pulang temannya Bunian, ya. Repot ngurus KTP-nya nanti!"

​Sutan hanya memutar mata. Mitos Bunian? Di zaman ini? Mana mungkin. Ini pasti hanya taktik orang tua kampung agar anak-anak tidak memanjat pohon keramat dan merusak pemandangan.

​Perjalanan ke bukit memakan waktu sekitar satu jam. Sepanjang jalan, Sutan memotret awan dan mengunggah story dengan caption sok puitis: "Menuju batas, mencari makna... atau cuma kelapa muda. Lihat di highlights!"

​Saat ia tiba di lokasi, rasa ngeri yang tidak terduga menusuknya.

Udaranya terasa dingin, meski matahari bersinar terik. Pohon beringin itu… luar biasa. Akarnya benar-benar seperti gerbang, besar, gelap, dan mengesankan. Dan benar saja, di sampingnya ada pohon kelapa muda yang buahnya tampak ranum dan menggoda.

​Sutan menyingkirkan rasa takutnya. Tiga ratus ribu, Sutan. Fokus.

​Ia memanjat pohon kelapa itu dengan lincah, mengambil tiga buah terbaik. Ketika turun, ia merasa lega. Misi berhasil. Utang lunas.

​Tapi di pangkal pohon beringin, sesuatu berkilauan. Sutan mengira itu sampah plastik yang memantulkan cahaya. Ia mendekat.

​Ternyata bukan sampah. Itu adalah sebuah batu. Tidak besar, hanya seukuran kepalan tangan, tapi permukaannya tidak seperti batu biasa. Ia memancarkan cahaya biru samar, seperti puluhan kunang-kunang yang terjebak di dalamnya. Batu itu terasa hangat, hampir berdenyut, di atas tanah yang dingin.

​"Wow," gumam Sutan, matanya melebar.

​Insting pertama Sutan—insting seorang kolektor diamond game online—langsung bekerja: Ambil. Ini pasti mahal.

​Ia mengabaikan semua peringatan Neneknya. Ia mengabaikan cerita seram yang pernah ia dengar. Tiga ratus ribu sudah di tangan, tapi batu ini… ini pasti bernilai jutaan.

​Sutan menjulurkan tangan. Saat jemarinya menyentuh permukaan batu bercahaya itu, dunia di sekitarnya mendadak sunyi. Keheningan itu begitu total, hingga suara napasnya sendiri terasa memekakkan telinga.

​Batu itu tidak terasa berat. Namun, saat Sutan mengangkatnya, cahaya biru itu memancar kuat, menerangi seluruh hutan. Akar-akar beringin di belakangnya mendadak bergetar.

​Sutan panik. Ia segera memasukkan batu itu ke dalam ranselnya, bersama kelapa muda yang sudah jadi target awal. "Lari! Lari!"

​Ia baru melangkah dua kali ketika tanah di depannya retak. Bukan retakan biasa; itu seperti ilusi optik, di mana udara dingin berpusar ke dalam. Dalam sekejap mata, pusaran angin itu berubah menjadi lubang hitam yang tampak seperti cermin pecah—namun bukan di lantai, melainkan di udara.

​Sutan tersandung. Tiga kelapa muda menggelinding pergi. Ia mencoba menarik diri, tapi ada kekuatan tak terlihat yang menariknya ke dalam lubang udara itu, seperti vacuum cleaner raksasa yang mengincar remah-remah keripik.

​"Woi! Nenek tolong! Aku janji nggak akan main game lagi!" teriak Sutan, suaranya teredam.

​Dalam detik terakhir sebelum ia tersedot sepenuhnya, Sutan merasakan Batu Rang Bunian itu di ranselnya berdenyut semakin kuat. Kemudian, semuanya menjadi gelap.

​Ketika cahaya kembali, Sutan terbaring di atas tanah yang lembut, dikelilingi oleh pepohonan aneh yang daunnya berwarna perak. Langit di atasnya berwarna ungu, dan udaranya berbau seperti campuran bunga melati dan bubble tea rasa taro.

​Ia berdiri perlahan, merasa pusing. Ranselnya masih di punggung. Ia meraba isinya. Tiga kelapa muda hilang.

​Yang ada hanyalah Batu Rang Bunian itu, bersinar lembut di dalam kain lap kotornya.

​Sutan menarik napas dalam-dalam. "Oke, Sutan. Ini bukan cosplay Halloween. Kau sudah sampai di... mana ini?"

​Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar. Suara itu cepat, seperti langkah tergesa-gesa seseorang yang sedang dikejar debt collector.

​Dari balik pohon perak, muncul seorang pria dengan jubah hijau zamrud yang berlumuran lumpur. Pria itu tampak tampan—terlalu tampan, seperti model iklan sampo—tapi wajahnya panik.

Matanya yang tajam langsung tertuju pada Sutan. Atau lebih tepatnya, pada ransel Sutan.

​"Manusia!" desis pria Bunian itu, suaranya merdu tapi penuh ancaman. "Kau... kau mencuri Permata Jantung Kedaulatan! Serahkan segera, atau kau akan menyesal bertemu dengan Kepala Prajurit Kerajaan Bunian!"

​Sutan mundur selangkah. Kepala Prajurit? Permata? Ia hanya ingin melunasi utang kopi.

​"Permisi, Mas," kata Sutan, mencoba bersikap sopan. "Ini cuma batu. Kalau mau, ambil. Tapi tolong tunjukkan jalan pulang. Google Maps saya error di sini."

​Pria Bunian itu menyeringai. "Google Maps? Lucu. Kau kira ini dunia kalian? Selamat datang, Pencuri Kecil. Kau baru saja memulai perang antar-dimensi, hanya karena sebuah janji utang kopi yang kau lupakan..."

​To Be Continued...

BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 1

BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam

​Bagian I: Pelarian di Bawah Langit Ungu

​Sutan tidak pernah berlari sejauh ini dalam hidupnya. Di dunia asalnya, lari hanya terjadi jika ia terlambat bangun sahur. Tapi sekarang, ia berlari demi nyawanya, di bawah langit ungu yang terasa berat seperti kain beludru basah, dan di belakangnya, Kepala Prajurit Kerajaan Bunian—yang tampan, tapi jelas-jelas berniat buruk—terus mengejar.

​"Berhenti, Manusia rendahan! Serahkan Permata itu dan mungkin nyawamu hanya akan dihargai dengan pengasingan!" teriak prajurit itu. Namanya Raja Pualam, Sutan sempat mendengar dari gumamannya yang penuh amarah.

​Sutan tidak berhenti. Ia berlari melompati akar-akar pohon perak yang berkilauan. Pohon-pohon itu, yang tadinya terlihat eksotis dan indah, kini tampak seperti tangan-tangan kurus yang mencoba menjebaknya.

Udara yang tadinya berbau manis, kini mulai berbau seperti tanah lembap dan sesuatu yang membusuk—seperti aroma yang muncul ketika Anda lupa membuang sampah makanan selama seminggu.

​"Permata apa?! Ini cuma batu buat ganjel pintu!" Sutan membalas, napasnya tersengal.

​Raja Pualam mengeluarkan desisan tajam, bukan suara manusia. "Batu? Itu adalah sumber hidup kami, keharmonisan alam kami! Kau pikir itu hanyalah ganjal pintu? Lihatlah apa yang kau lakukan!"

​Sutan tak sempat melihat. Ia merasa ranselnya bergetar hebat. Batu Rang Bunian di dalamnya kini terasa seperti bom waktu. Setiap denyutan batu itu menghasilkan gelombang energi dingin yang menjalar dari punggung Sutan ke seluruh tubuhnya.

​Tiba-tiba, pepohonan di sekitar mereka mulai berubah.

​Daun perak yang indah itu mendadak mengerut dan menjadi hitam pekat. Batang pohon perak yang mulus retak dan mengeluarkan getah kental berwarna merah gelap. Hutan itu berduka, dan kesedihan alam ini terasa sangat nyata, mencekik paru-paru Sutan.

​"Ini akibatnya, manusia bodoh! Tanpa Permata, alam Bunian menjadi marah! Ia menuntut keseimbangan!" Raja Pualam berteriak, suaranya sedikit panik. Ia sendiri harus melompat menghindari akar pohon yang mendadak bangkit dari tanah, seolah ingin mencengkeram kakinya.

​Sutan menyadari, ia bukan dikejar oleh seorang prajurit. Ia dikejar oleh seluruh alam.

​Kekuatan yang Membangkitkan Kengerian

​Sutan tersandung dan jatuh di tanah yang kini dipenuhi lumut kehitaman. Ia segera bangkit, tapi kakinya terperosok ke dalam semacam lumpur yang terasa panas.

​"Tidak! Jangan bergerak!" perintah Raja Pualam dari jarak beberapa meter.

​Sutan melihat ke bawah. Lumpur itu bukan lumpur. Itu adalah gundukan tanah yang bergerak, seperti ribuan cacing hitam besar yang berkumpul menjadi satu. Dan dari dalamnya, muncul wajah. Wajah yang terbentuk dari tanah basah dan lumut busuk, dengan mata kosong yang gelap.

​Wajah itu membuka mulutnya—mulut tak berbentuk yang hanya berupa lubang—dan mengeluarkan bisikan.

​"Kembalikan... milik kami..."

​Suara bisikan itu tidak datang dari luar, melainkan langsung ke dalam telinga Sutan, menusuk hingga ke tulang sumsum. Itu adalah bisikan kelaparan, bisikan kegelapan, bisikan dari makhluk yang terkubur ratusan tahun.

​Sutan menjerit dan melompat mundur. Ia hampir muntah melihat pemandangan itu. Ini jauh dari mitos Bunian yang diceritakan Neneknya. Ini adalah horor murni.

​Raja Pualam, meskipun marah, segera mengambil tindakan. Ia mengayunkan pedangnya yang terbuat dari kristal keemasan. Pedang itu memancarkan cahaya hangat, dan saat menyentuh gundukan tanah bergerak itu, makhluk itu mengeluarkan jeritan panjang yang menyakitkan, lalu ambruk dan kembali menjadi tanah biasa.

​"Kau membangkitkan Penunggu Tanah! Mereka tidak akan tidur selama Permata itu ada di tanganmu!" desis Raja Pualam, matanya menatap Sutan penuh kebencian. "Jalan tercepat adalah kau mati, dan kami ambil batunya."

​"Aku—aku tidak bermaksud!" Sutan terengah-engah. "Aku cuma mau kelapa!"

​"Kelapa?!" Raja Pualam nyaris pingsan karena kesal. "Demi dewa-dewa kami! Seluruh dimensi dipertaruhkan untuk tiga buah air kelapa?!"

​Hutan yang Berduka

​Mereka tidak bisa saling menyalahkan lebih lama. Suara gemerisik keras terdengar dari kanvas.

​Di balik pohon-pohon yang telah menjadi hitam, sepasang mata merah menyala terlihat. Matanya berbentuk vertikal, seperti mata reptil, dan mereka mengawasi Sutan dengan kelaparan.

​Makhluk itu adalah Lindu Hening, pemangsa di hutan Bunian yang hanya muncul ketika keseimbangan alam terganggu parah. Tubuhnya seperti bayangan, tinggi dan kurus, dengan tangan yang terlalu panjang dan kuku yang tajam seperti belati obsidian.

​Lindu Hening itu tidak bergerak cepat, tapi ia bergerak dengan niat pasti. Gerakannya menghasilkan suara desahan pelan, seolah udara di sekitarnya tersedot habis.

​"Dia datang untuk energi batu itu. Dan dia harus melewati kita berdua," kata Raja Pualam, tanpa memandang Sutan. Untuk pertama kalinya, nada suaranya mengandung sedikit keputusasaan.

​Sutan memeluk ranselnya erat-erat. Ia melihat Raja Pualam menyiapkan pedangnya.

​"Hei, prajurit model!" panggil Sutan. "Bisa kau mengurus yang itu? Aku akan lari ke arah yang berlawanan dan... umm... mencari bantuan!"

​"Bantuan? Siapa di sini yang akan membantumu, manusia tolol? Kau adalah wabah yang membawa kehancuran!" Raja Pualam meludah dengan jijik. "Bunian tidak mengenal belas kasihan, terutama pada pencuri yang mengganggu tidur para arwah!"

​Lindu Hening melangkah maju. Cahaya dari Batu Rang Bunian itu semakin terang, seolah memprovokasi makhluk itu.

​Sutan merasakan dorongan aneh. Energi dari batu itu tidak hanya dingin, tapi juga… memberikan kekuatan. Tiba-tiba, ia tidak merasa takut lagi. Sebaliknya, ia merasa marah. Marah karena ia, seorang yang hanya ingin hidup damai, kini terperangkap dalam drama kerajaan makhluk gaib.

​Ia mengeluarkan batu itu dari ranselnya. Batu itu berdenyut di tangannya.

​"Baiklah, kalau mau perang, kita perang!" teriak Sutan, entah pada siapa.

​Ia mengayunkan batu itu tanpa sadar. Tiba-tiba, seberkas cahaya biru tipis melesat dari batu itu dan menghantam pohon di dekat Lindu Hening. Pohon itu tidak hancur, tetapi... membeku. Getah merahnya berhenti mengalir, dan seluruh batang pohon menjadi kristal es biru.

​Lindu Hening berhenti. Ia mengeluarkan suara mendesis yang mirip tawa mengejek.

​Raja Pualam menoleh, terkejut. "Kau... kau bisa mengaktifkan Permata itu?!"

​Sutan sendiri terperangah. Ia menatap batu itu, lalu Lindu Hening yang kini berhati-hati.

​"Aku... aku cuma mengayunkan," bisik Sutan.

​"Jangan hanya mengayunkan! Kau harus menguasainya!" Raja Pualam mendadak berubah pikiran. "Dengarkan aku, Manusia. Kau mungkin penyebab kehancuran, tapi kau satu-satunya yang bisa menggunakan kekuatan ini untuk saat ini. Kita tidak punya waktu. Bumi Bunian sedang berbalik melawan kita. Kau harus ikut denganku, sekarang! Kita harus mencapai Ratu sebelum kehancuran ini menjadi permanen!"

​Sutan melihat ke belakang. Bukan hanya Lindu Hening. Di kejauhan, hutan mulai memutar. Pepohonan yang tadinya tegak kini miring ke sudut yang mustahil. Hukum fisika Bunian mulai runtuh.

​Dengan Batu Rang Bunian di tangan, Sutan tidak punya pilihan. Ia mengangguk.

​"Baik! Tapi kalau ini berakhir buruk, utang kopi Pak Leman tetap tanggung jawab Kerajaan Bunian!"

​Di tengah kengerian yang mencekik, humor Sutan masih ada. Raja Pualam hanya bisa mendesis frustrasi dan memimpin jalan, berlari lebih cepat dari sebelumnya. Sutan mengekor, siap menghadapi kengerian yang lebih besar, memeluk batu yang perlahan-lahan mengubahnya dari anak muda biasa menjadi anomali yang membawa bencana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!