...0o0__0o0...
...“Guys! Lyra dorong cewek pickme sampai nyusruk ke tong sampah! Gara-gara sepatu baletnya di rusak terus di lempar ke situ!”...
...“Demi apa ?!”...
...“Berani banget tuh cewek pickme cari masalah sama primadona sekolah!”...
...Forum sekolah pagi itu meledak. ...
...Semua timeline dan grup obrolan di penuhi gosip panas soal Lyra Moretta Valenstein —si primadona SMA: cantik, cerdas, dan berkelas, tapi dikenal kejam kalau ada yang mengusik harga dirinya....
...0o0__0o0...
...Di taman sekolah, Lyra duduk anggun di bangku panjang. Jemarinya yang ramping memoles lip balm ke bibir tipisnya yang lembut, sementara matanya menatap pantulan wajah sempurnanya di cermin kecil....
...Tenang. Elegan. Tak tersentuh....
...“Lyra.”...
...Suara seorang cowok memecah ketenangan pagi itu. Ia datang dengan langkah cepat, wajahnya tegang, dan membawa sebuah paper bag di tangan....
...Brak!...
...Paper bag itu di lempar ke tanah, tepat di bawah kaki Lyra. Suara benturannya cukup keras untuk membuat beberapa siswa yang lewat berhenti menatap....
...Lyra diam. Gerakannya terhenti. Jemarinya menggenggam cermin kecil itu erat. Matanya perlahan turun ke arah paper bag yang kini tergeletak di tanah seperti barang murahan....
...Lyra menutup cermin itu pelan, menegakkan tubuhnya, lalu berdiri. Gerakannya lembut namun penuh wibawa, seolah seorang ratu baru saja di hina di hadapan rakyatnya....
...“Lo baru aja lempar sesuatu ke arah gue ?” tanyanya lembut, tapi nada suaranya mengandung ancaman halus....
...Cowok itu mengepalkan tangan. “Gue ganti sepatu balet lo yang cewek gue rusak,” katanya dingin. “Berhenti ganggu dia.”...
...Lyra tersenyum tipis. Tapi senyumnya dingin, tanpa kehangatan sedikit pun....
...“Lucu ya…” ujarnya lirih. “Cowok yang bahkan nggak ngerti sopan santun, tapi berani ngomong seolah harga diri ceweknya tinggi.”...
...“Cewek gue udah minta maaf, Lyra. Lo keterlaluan sampai dorong dia ke tong sampah.”...
...Lyra menatapnya tajam. “Keterlaluan ?” suaranya naik satu nada. “Dia rusak sepatu yang gue pakai buat lomba nasional. Sepatu itu hanya ada 1 dunia! Dan lo…” ia melangkah maju, menatap lurus ke matanya, “datang bawa pengganti murahan kayak gini, terus lempar seenaknya ke tanah ?”...
...Suasana taman mendadak senyap....
...Cowok itu menahan napas, rahangnya menegang. “Lo terlalu sombong dan arogan sebagai perempuan ?”...
...Lyra tertawa pelan, sinis. “Ya itu gue. Dan hanya bisa di lakukan oleh orang yang memang punya sesuatu yang pantas untuk di sombongkan.”...
...Dengan gerakan cepat dan anggun, Lyra menendang paper bag itu kembali ke arah cowok tersebut. Tidak keras, tapi cukup membuat isinya terguling keluar....
... Sepatu balet putih di dalamnya terjatuh, sedikit kotor oleh debu taman....
...“Ambil tuh,” katanya tajam. “Gue nggak butuh sesuatu yang murahan... Apalagi di kasih dengan cara yang hina.”...
...Beberapa siswa yang menonton menahan napas. Tak ada yang berani bersuara....
...Lyra melanjutkan, suaranya tenang tapi menusuk....
...“Kalau Lo mau ngeritik gue, belajar dulu caranya berlaku sopan. Gue nggak selevel dengan rakyat jelata buat di teriaki apalagi di lemparin barang murahan kayak sampah.”...
...Lyra kemudian meraih tas kecilnya, membenarkan rambutnya dengan satu gerakan anggun, dan berjalan pergi tanpa menoleh sedikit pun....
...Setiap langkahnya memantulkan keanggunan dan wibawa. Di belakangnya, Bagas hanya berdiri diam, wajahnya memucat antara marah dan malu....
...Cowok itu masih berdiri di tempat, menatap punggung Lyra yang menjauh dengan langkah tenang dan berwibawa....
...Udara pagi yang tadi sejuk kini terasa sesak di dada....
...“Lyra!” serunya akhirnya....
...Langkah Lyra terhenti. Ia tak menoleh....
...Bagas menarik napas panjang, lalu berjalan mendekat. “Lo masih kayak dulu,” katanya pelan tapi jelas. “Sombong, dingin, selalu ngerasa lo di atas semuanya.”...
...Lyra menoleh perlahan. Tatapannya tajam tapi tenang, seolah tak tersentuh oleh kata-kata itu....
...“Dan Lo masih sama,” balasnya datar. “Gampang tersulut. Nggak pernah mau belajar dari kesalahan dan selalu mengulangi kesalahan yang sama.”...
...Cowok itu menghela napas berat, menatap Lyra dalam-dalam....
...“Lo bahkan nggak tahu, kan ? Betapa sakitnya gue waktu dulu lo nolak gue.”...
...Kata-kata itu membuat sekeliling seolah berhenti bernafas....
...Lyra menatapnya—sekilas saja—sebelum kembali mengalihkan pandangan....
...“Jadi sekarang lo nyalahin gue ?” tanyanya tenang, nada suaranya sarkastik namun lembut....
...Bagas mendekat satu langkah. “Nggak. Tapi gue cuma minta lo... pertimbangin ulang jawaban lo waktu itu.”...
...Suaranya serak, tapi tulus. “Gue masih punya perasaan yang sama, Lyra. Walau lo tolak, walau lo bikin gue ngerasa kecil di depan lo.”...
...Lyra menatapnya lama—senyap. Angin pelan berembus melewati taman, mengibaskan helai rambutnya yang lembut....
...“Lucu,” katanya akhirnya, senyum kecil muncul di sudut bibirnya. “Setelah semua ini, Lo masih berani ngomong cinta ? Lo pikir gue mau di jadikan selingkuhan oleh cowok sampah ?”...
...“Gue bisa putusin cewek gue,” jawabnya cepat. “Dan gue pastikan Lo bakal jadi satu-satunya.”...
...Lyra menatapnya dengan pandangan sulit diartikan antara dingin dan muak. Kemudian ia melangkah mendekat, hanya sejengkal darinya....
...“Minimal ngaca. kalau modelan Kayak Drexler...gue gak perlu mikir dua kali.”...
...Cowok itu terdiam, menelan ludah....
...Lyra menatapnya sebentar lagi, lalu berbalik....
...“Cinta tanpa rasa tulus itu cuma ilusi,” katanya lirih, tapi cukup keras untuk di dengar. “Dan Gue nggak punya waktu buat ilusi.”...
...Lyra berjalan pergi, meninggalkan Bagas yang kini hanya bisa berdiri di tengah taman—terdiam, menatap paper bag yang masih tergeletak di tanah....
...Di udara yang kembali sunyi, hanya satu hal yang tersisa....
...Amarah dan rasa kecewa....
...0o0__0o0...
...Tatapan mata Lyra terhenti pada sosok yang baru saja melewati taman sekolah....
...Drexler Vaughn Devereux....
...Cowok itu berjalan di tengah koridor bersama gengnya. Langkahnya tenang, tegap, dengan wajah datar tampan yang tak menunjukkan emosi apa pun. Tatapan matanya dingin, seolah dunia di sekitarnya tak layak di perhatikan....
...“Drexler!”...
...Suara Lyra melengking cukup keras hingga membuat suasana di sekitar seketika berhenti. ...
...Meski berteriak, pesona gadis itu tak luntur sedikit pun masih anggun, masih Lyra si primadona sekolah. Yang banyak di kagumi oleh para kaum Adam dan hawa....
...“Gila, Lyra tetap cantik walau neriakin Drexler.”...
...“Hanya Lyra yang berani manggil pangeran es kayak gitu.”...
...Bisik-bisik siswa lain terdengar di sepanjang lorong. Semua menatap adegan langka itu....
...Lyra tersenyum kecil, lalu melangkah mendekat anggun, percaya diri, dan mematikan....
...Drexler berhenti di tempat, menatapnya dengan mata tajam dan ekspresi datar....
...“Mau ke mana, Hem ?” tanya Lyra pelan sambil tersenyum tipis....
...“Minggir.”...
...Satu kata. Dingin. Datar....
...Regal, salah satu sahabat Drexler, terkekeh pelan. “Cuma Drexler yang bisa nolak pesona primadona sekolah.”...
...Lyra membalas dengan tawa halus. “It’s okay,” ujarnya santai. “Gue anggap Drexler lagi buta sementara.”...
...“Wow…” saut Mogi dari belakang. “Emang cuma Lyra yang berani gitu sama tuan muda Drexler. Cewek lain mah udah pasti di singkirin.”...
...Lyra maju selangkah. Tanpa ragu, ia mengalungkan satu tangan di leher Drexler—gerakannya lembut tapi penuh kontrol....
...Tangan mungilnya merapikan dasi dan kera seragam Drexler yang sedikit berantakan....
...“Lo pasti mau bolos, kan ?” katanya dengan nada manja tapi berwibawa. “Jangan bolos sampai jam terakhir… dan gue bakal kasih lo hadiah kecil.”...
...Lyra mencondongkan wajahnya sedikit, berbisik pelan di dekat telinganya. “Gue kasih Ciuman.”...
...Beberapa siswa langsung terkejut. Suasana seketika riuh dengan bisikan tertahan....
...Drexler menatap Lyra tanpa ekspresi—tatapan yang dingin-nya nyaris membekukan udara di antara mereka....
...“Cabut.” katanya singkat....
...Drexler lalu berbalik, melangkah pergi tanpa menoleh sedikit pun, di ikuti oleh teman-temannya....
...Lyra hanya tersenyum puas menatap punggung Drexler yang menjauh....
...“Drexler! Jangan lupa ucapan gue!” teriaknya lantang, membuat semua orang di sekitar kembali terdiam....
...Senyum lebar muncul di wajah Lyra—seindah sekaligus setajam duri mawar....
...Karena hanya Lyra yang berani menantang pangeran es dan membuatnya kehilangan ritme dinginnya, walau hanya untuk sepersekian detik....
...Langkah Drexler berhenti di ujung koridor setelah ia meninggalkan Lyra....
...Suara riuh murid-murid yang masih membicarakan kejadian tadi perlahan memudar di belakangnya....
...Drexler menatap lurus ke depan, wajahnya tetap datar tapi jemarinya mengepal pelan di saku celana....
...Regal menatap sahabatnya heran. “Bro, lo beneran nggak marah tadi Lyra nyentuh lo di depan semua orang ?”...
...“Lyra pengecualian,” jawab Drexler singkat. Suaranya tenang, tapi ada nada samar yang tak bisa di jelaskan....
...Mogi terkekeh. “Kalau suka ngomong jangan diem-diem.” ...
..."Betul" Timpal Regal. "Lo kemarin ngehajar cowok yang deketin Lyra sampai babak belur. Minimal jadian dulu, brother."...
...Drexler tidak menjawab. Ia berjalan lagi, tapi tatapannya kosong, pikirannya melayang jauh....
...Banyak yang tak tahu—setiap kali gosip miring tentang Lyra muncul di forum sekolah, Drexler selalu yang pertama menekan tombol report anonim....
...Setiap kali ada cowok iseng yang mencoba menghina dan mendekati Lyra di sekolah, mereka mendadak berubah diam… karena Drexler sudah menghajar mereka lebih dulu....
...Drexler adalah bayangan yang menjaga Lyra dari kejauhan. Tanpa pamrih. Tanpa di ketahui oleh gadisnya....
...Sekarang, setelah mendengar suara Lyra yang lantang memanggil namanya tadi—melihat tatapan tajam namun berkilau itu begitu dekat—ada sesuatu di dadanya yang kembali bergerak....
...Sesuatu yang selama ini ia tekan di balik ekspresi datarnya....
...Regal memecah keheningan. “Lo tau kan, kalo Lyra ngelakuin itu bukan cuma buat gaya ? Kayaknya dia mulai beneran tertarik, bro.”...
...Drexler hanya menatap ke arah taman tempat Lyra tadi berdiri. Senyum tipis nyaris tak terlihat muncul di sudut bibirnya....
...“Kalau dia mau main api,” katanya pelan, “gue pastikan nggak ada yang berani menyentuh-nya selain gue.”...
...Drexler lalu melangkah pergi, meninggalkan dua sahabatnya yang saling pandang....
...Aura dingin khas Drexler kembali menyelimuti sekelilingnya, tapi di balik mata hitam nya—ada bara kecil yang mulai menyala lagi....
...0o0__0o0...
...0o0__0o0...
...Cahaya sore menembus jendela besar studio balet, memantulkan semburat keemasan ke lantai marmer yang mengilap....
...Di tengah ruangan yang sunyi, hanya terdengar dentingan lembut musik klasik yang mengalun dari speaker — irama Swan Lake versi piano....
...Lyra berdiri di depan cermin panjang yang membentang dari ujung ke ujung ruangan. Tubuhnya tegak, dagu sedikit terangkat, rambut pirangnya tergulung rapi dalam sanggul balerina yang sempurna....
...Bayangan dirinya di cermin tampak anggun, seolah sedang menatap balik dengan tatapan penuh tekad....
...Lyra menarik napas dalam-dalam, lalu mulai berputar — pirouette....
...Sekali... dua kali... tiga kali......
...Rok balet putih susu miliknya berputar lembut mengikuti gerakan tubuh yang lentur dan terlatih....
...Namun di putaran keempat, kakinya sedikit goyah. Musik berhenti....
...Lyra membuka mata, menatap bayangannya di cermin dengan kesal....
...“Tidak stabil lagi…” gumamnya lirih, menyentuh dada yang naik-turun karena napasnya yang berat....
...“Kau bisa lebih baik dari ini, Lyra.”...
...Ia mengambil posisi lagi — kali ini lebih mantap....
...Kedua lengannya di buka, gerakannya lembut tapi kuat, setiap langkah menyatu dengan nada piano yang kembali mengalun. Tatapannya penuh konsentrasi, tapi di baliknya tersimpan sesuatu — kegelisahan kecil yang tak bisa dia sembunyikan....
...Dari balik pintu kaca, beberapa siswi lain berhenti untuk menonton diam-diam....
...“Lihat, itu Lyra…” bisik salah satu....
...“Primadona sekolah… Dia bahkan latihan sendirian tiap sore begini.”...
...Lyra tidak menyadari mereka. Ia hanya menatap cermin, seolah di sana ada lawan yang harus ia kalahkan — bukan orang lain, tapi dirinya sendiri....
...Gerakannya semakin cepat, semakin hidup....
...Sampai akhirnya ia berhenti di posisi akhir, satu kaki terangkat tinggi, tubuh tegak sempurna, dan mata menatap lurus pada bayangannya....
...Sunyi....
...Hanya detak jam dinding dan napasnya yang terdengar....
...Di detik itu, Lyra tersenyum kecil....
...Bukan karena puas, tapi karena tahu — dirinya semakin dekat dengan kesempurnaan yang ia kejar....
...Lalu tanpa sadar, dari kaca jendela sisi kanan, bayangan seseorang sempat tampak memperhatikan — seorang pria tinggi berseragam sekolah, bersandar di dinding luar studio....
...Tatapannya dingin, tapi tak bisa menyembunyikan satu hal… kekaguman....
...Drexler....
...Tanpa suara, ia berbisik pelan, “Masih keras kepala seperti dulu.”...
...Lalu Drexler berbalik, meninggalkan koridor sebelum gadis itu sempat tahu bahwa sejak tadi ia tidak benar-benar sendirian....
...0o0__0o0...
...Studio balet yang tadi tenang kini berubah riuh dalam sekejap. Musik yang baru saja Lyra matikan membuat ruangan seakan semakin jelas memperdengarkan setiap nada suara yang naik satu per satu....
...Lyra melangkah mendekat ke arah Giva yang duduk santai di sudut studio sambil menatap layar ponselnya dengan ekspresi terpukau....
...“Gila… ini mah definisi cogan sempurna,” seru Giva dengan nada setengah berbisik, matanya tak lepas dari layar. “Tampan, kaya, tubuh kekar, dan nggak suka main perempuan. Drexler, calon pacar idaman.”...
...Lyra langsung merebut ponsel itu cepat. Seketika, matanya membelalak, lalu senyum lebarnya muncul seolah cahaya sore ikut menyorotinya....
...“Ah… nikmat mana yang kau dustakan. Pacar gue memang tampan dan menggoda.”...
...“Woy! Pacar kita, bukan pacar lo doang!” protes Giva sambil menarik pelan ujung roknya dengan ekspresi kesal setengah malu....
...Lyra mengangkat dagunya tinggi, tatapannya penuh percaya diri....
...“No, no. Drexler hanya milik gue,” katanya tegas, lalu mengambil tas baletnya yang tergantung di kursi....
...“Lo balik duluan aja, Gue mau nyamperin pacar masa depan ke kolam.”...
...Giva menatapnya heran....
...“Bukankah jadwal lo padat hari ini ?” tanyanya, nada suaranya setengah menegur....
...Lyra memutar tubuhnya santai, senyum licik di ujung bibir....
...“Drexler lebih penting dari jadwal gue yang membosankan,” jawabnya ringan, seperti ucapan itu hal paling wajar di dunia....
...Namun langkah Lyra terhenti saat suara sinis terdengar dari belakang....
...“Dih… dasar gak punya harga diri,” celetuk seseorang tajam....
...Lyra menoleh perlahan....
...Di depan pintu, Dina berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada, ekspresi menyebalkan khasnya terpampang jelas....
...Di sampingnya, Sinta — kekasih Bagas — berdiri dengan tatapan benci, sementara dua anggota klub balet lain ikut menyeringai....
...“Gue yakin tuh cewek rayu cowok lo biar di beliin sepatu balet baru,” kata Dina sambil mendengus ke arah Sinta....
...Sinta langsung menunduk, mencoba menenangkan suasana....
...“Udah Din, jangan di perpanjang. Gue nggak apa-apa kok,” katanya lembut. “Anggap aja cowok Gue amal.”...
...Lyra mendecak, matanya menyipit penuh kesal....
...“Kalian gak ada bosannya ya cari masalah ? Atau jangan-jangan ngiri ?” ucapnya ketus, bahunya tegap menantang....
...Giva berdiri, menatap mereka dengan tatapan tajam....
...“Lo semua gak usah sok Keras. Kalo iri, bilang aja iri,” katanya dengan nada sinis....
...Dina mendengus keras. “Lo gak usah ikut campur, dasar babu!”...
...Ruangan langsung hening....
...Giva terdiam sepersekian detik, tapi Lyra justru tersenyum tipis. Tatapannya dingin, seperti ada badai yang mulai berputar di balik matanya....
...Lyra menurunkan tasnya perlahan, melangkah maju hingga berdiri tepat di depan Dina....
...“Ulangi,” katanya pelan tapi tegas. “Siapa yang lo panggil babu ?”...
...Nada musik klasik yang tadinya lembut kini seolah tergantikan oleh ketegangan yang menggantung di udara....
...Dina tersenyum miring, sengaja menatap balik dengan tatapan menantang....
...“Kenapa ? Tersinggung ?”...
...Giva mulai panik, berusaha menahan Lyra, tapi sudah terlambat — Lyra bukan tipe yang diam saat harga dirinya di injak. Apalagi mem-bawah sahabatnya....
...Suasana di studio balet mendadak menegang....
...Cermin besar di dinding memantulkan bayangan para gadis berseragam latihan yang kini saling berhadapan — Lyra berdiri tegak di depan Dina dan Sinta, sorot matanya tajam namun masih tenang....
...Udara sore yang masuk lewat jendela seolah ikut menahan napas....
...“Ulangi, siapa yang lo panggil babu ?” suara Lyra pelan, tapi berwibawa. Tak perlu meninggikan nada, karena setiap katanya terdengar jelas dan mantap....
...Dina sempat ingin menjawab sinis lagi, tapi Sinta lebih dulu melangkah maju.Tatapannya penuh emosi, tapi di baliknya ada sesuatu yang lain — iri yang selama ini ia sembunyikan di balik senyum lembutnya....
...“Udah cukup, Lyra. Jangan sok berkuasa,” ucap Sinta pelan tapi menusuk. “Cuma karena lo jadi ketua klub, bukan berarti lo paling hebat di sini.”...
...Lyra mengangkat alis, tidak terpancing. Ia mendekat dua langkah, lalu menatap Sinta melalui pantulan di cermin anggun, elegan, namun penuh wibawa....
...“Gue gak pernah bilang gue paling hebat, Sin,” katanya tenang, suaranya lembut tapi berisi. “Gue cuma berusaha jadi versi terbaik dari diri gue setiap hari. Kalau itu bikin orang lain tersinggung… mungkin mereka harus mulai berusaha juga.”...
...Beberapa murid yang menonton di belakang langsung terdiam....
...Dina melotot, sementara Sinta menggigit bibir bawahnya tersinggung tapi tak mampu membalas....
...“Jangan sok bijak deh, Lyra,” kata Sinta akhirnya, nada suaranya meninggi. “Lo tuh cuma beruntung. Semua guru suka lo, semua cowok ngejar lo. Lo pikir gampang buat orang lain yang kerja keras tapi gak pernah di lihat ?”...
...Ucapan itu membuat Lyra menatapnya lama. Lalu ia tersenyum kecil — bukan senyum sombong, tapi senyum sinis yang menunjukkan bahwa ia mengerti....
...“Sinta…”...
...“Gue juga kerja keras. Gue datang paling pagi, pulang paling malam. Gue jatuh berkali-kali di lantai ini sampai lutut gue biru.”...
...“Kalau perhatian orang datang karena itu, bukan karena keberuntungan. Tapi karena usaha yang gak berhenti menghianati hasil.”...
...Ruangan seketika sunyi....
...Sinta menunduk, genggaman tangannya gemetar. Dina melirik ke arahnya, mulai terlihat tidak nyaman....
...Lyra melangkah ke depan, lalu menepuk bahu Sinta pelan....
...“Gue tahu Lo juga punya bakat, Sinta. Tapi kalau Lo terus sibuk benci orang lain, Lo gak akan pernah sadar betapa berharganya diri Lo sendiri.”...
...Setelah itu, Lyra menoleh ke arah sahabatnya. “Ayo, Giv. Kita pergi. Udara di sini udah mulai terkontaminasi bakteri.”...
...Lyra berjalan anggun melewati mereka, langkahnya ringan tapi penuh kepercayaan diri....
...Giva menatap Sinta dan Dina sekilas, lalu mengekor sambil mengangkat dagunya — seperti berkata tanpa suara, “lihat kita beda kelas.”...
...Begitu pintu tertutup, beberapa murid yang masih di dalam studio hanya bisa terdiam....
...Sinta berdiri mematung, menatap pantulan dirinya di cermin tapi yang ia lihat bukan Lyra, melainkan bayangan kekurangan-nya sendiri yang selama ini ia benci....
...0o0__0o0...
...Cahaya jingga senja memantul di permukaan air kolam yang tenang. Daun-daun pohon kamboja berguguran pelan, menari bersama semilir angin....
...Di tepi kolam, beberapa siswa duduk santai, sebagian bercanda, sebagian sibuk dengan ponselnya....
...Langkah kaki Lyra terdengar lembut di atas jalan batu kecil yang mengarah ke kolam. Seragam latihan baletnya kini ia tutupi dengan cardigan tipis warna krem, rambutnya masih di gulung rapi dalam sanggul balerina....
...Giva berjalan di belakangnya, masih kesal mengingat peristiwa di studio tadi....
...“Gue gak nyangka Sinta seberani itu ngomong kayak gitu,” gumam Giva....
...“Dia iri, Giv. Dan orang iri biasanya nyerang bukan buat menang, tapi buat di lihat,” jawab Lyra tenang, matanya fokus mencari seseorang di sekitar kolam....
...Beberapa detik kemudian, pandangan Lyra berhenti....
...Di ujung kolam — di bawah bayangan pohon flamboyan — berdirilah sosok pria berseragam putih abu-abu dengan wajah tenang, tatapan dingin, dan aura tak tersentuh....
...Drexler....
...Cowok itu bersandar di pagar kolam, satu tangan memasukkan kunci mobil sport ke saku, sementara angin sore meniup lembut rambut hitamnya....
...Tatapan matanya tajam, menatap permukaan air yang berkilau seolah sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri....
...Lyra tersenyum samar. “Ketemu,” bisiknya pelan....
...Tanpa ragu, ia berjalan mendekat....
...Giva di belakang hanya mendesah pelan sambil bergumam lirih, “Ya ampun... cewek bucin kelas atas banget.”...
...Langkah Lyra ringan dan elegan. Setiap gerakannya begitu teratur dan memikat — bahkan hanya untuk mendekati pria itu....
...“Cowok cuek emang selalu punya cara nyebelin buat bikin jantung berdebar,” gumam Lyra ketika jarak mereka tinggal beberapa langkah....
...Drexler perlahan berbalik. Tatapan matanya tajam menembus pandangan Lyra, membuat gadis itu refleks mundur selangkah....
...Bodoh....
...Dialah yang menggoda duluan, tapi sekarang justru panik sendiri....
...“Kenapa mundur ? Takut, hem ?” suara Drexler terdengar rendah dan berat....
...Tangan kekarnya menarik pinggang ramping Lyra, membuat jarak di antara mereka lenyap....
...“Gue gak bolos hari ini. Dari jam awal sampai akhir,” bisiknya sambil menyeringai....
...“Ehm…” Lyra berdehem pelan. Lidahnya tiba-tiba kelu, seluruh kata yang di siapkannya menguap begitu saja....
...Drexler mengangkat dagu Lyra dengan lembut, memaksa gadis itu menatap matanya....
...Wajah Lyra langsung memanas, pipinya memerah seperti kepiting rebus....
...“Lyra,” ucap Drexler lirih. “You promise remember ?”...
...Glek..!...
...Wajah Lyra semakin panas....
...Drexler menunduk sedikit, jaraknya kini begitu dekat, hingga Lyra bisa merasakan hembusan napasnya....
...Cup..!...
...Ciuman itu datang pelan. Lembut, tapi tegas. Ciuman yang tak butuh izin — hanya keheningan dan degup jantung yang saling bersahutan....
...Lyra membeku, matanya membulat....
...Dua menit berlalu sebelum Drexler akhirnya menarik diri. Ia menatap bibir Lyra, lalu mengusapnya lembut dengan ibu jarinya — sentuhan penuh kepemilikan....
...Cup..!...
...Sebuah kecupan singkat menyusul, lalu Drexler melangkah pergi begitu saja....
...Lyra berdiri diam. Masih mematung di tempat, jemarinya menyentuh bibirnya pelan....
...Drexler... mencium dia ? Untuk pertama kalinya ?...
...“DREXLER!!” Pekiknya tiba-tiba. “First kiss gue... BALIKIN GAK ?!”...
...Drexler berhenti sejenak, lalu menoleh sambil menyeringai....
...Ia kembali mendekat, menunduk, dan mencium Lyra lagi....
...“Bales ciuman gue. Kesempatan gak datang dua kali,” bisiknya....
...Lyra melotot terkejut, namun langsung membalas dengan kikuk, wajahnya merah padam....
...Ciuman itu hanya berlangsung sepuluh detik, sebelum Drexler menarik diri lagi....
...Lyra manyun. “Baru juga icip tipis-tipis… belum sempat gigit udah selesai aja,” dumelnya....
...Cetak..!...
...Drexler menyentil pelan bibir Lyra, ekspresinya tetap datar....
...“Pulang bareng cewek Mogi,” katanya tegas. Ia melepaskan jaket kebesaran-nya, lalu mengenakan-nya di tubuh Lyra yang ramping....
...“Dan jangan keluar pakai baju balet lagi... kalau lo gak mau gue telanjangi,” bisiknya datar. Tangannya menarik naik resleting jaket itu perlahan....
...Drexler kemudian berbalik, meninggalkan Lyra yang masih terpaku....
...Gadis itu melotot sebentar, lalu tersenyum lebar....
...“Dasar pangeran es kutub,” bisiknya sambil tertawa kecil. “Tapi gue makin suka.”...
...Lyra memutar tubuhnya kegirangan, membiarkan jaket kebesaran Drexler menggantung longgar di tubuh mungilnya....
...0o0__0o0...
...0o0__0o0...
...Lyra berjalan sambil memegangi bibirnya, masih sulit percaya dengan apa yang baru saja terjadi....
...Drexler benar-benar menciumnya. Dan… bahkan memberikan jaketnya....
...Cowok itu benar-benar sulit di tebak. Padahal Lyra tahu betul seperti apa sikap Drexler padanya—dingin, tajam, dan selalu menjaga jarak....
...“Sumpah, demi apa…?” gumamnya lirih, separuh malu, separuh senang. Ia terus melangkah menuju parkiran sambil senyum-senyum sendiri....
...Tin! Tin!...
...Lyra tersentak....
...Matanya langsung tertuju pada mobil sport hitam terbaru yang berhenti tak jauh darinya....
...Sudah jelas siapa pemiliknya — Drexler....
...“Lyra!” suara familiar memanggil. Dari balik kaca yang turun, muncul wajah Vika, kekasih Mogi—salah satu sahabat Drexler....
...“Masuk! Drexler nyuruh gue nganterin lo pulang. Mereka lagi ada urusan… biasa masalah cowok.”...
...Lyra mendengus kecil tapi tetap membuka pintu dan masuk. Wajahnya masam, bibirnya manyun....
...“Kenapa ? Kusut amat ?” tanya Vika sambil melajukan mobil....
...“Drexler ngambil first kiss gue, terus tinggalin gue gitu aja. Ngeselin banget!” dumelnya sambil melipat tangan....
...Vika terkekeh. “Udah gue bilang, Drexler itu berbahaya. Gayanya aja udah kelihatan. Masih aja lo ngejar cowok kanebo itu ?”...
...Lyra menatap cermin di dashboard, memoles sedikit bedak, lalu tersenyum miring....
...“Tentu. Modelan kayak Drexler gak mungkin gue lewatin begitu aja.” Dengan santai, ia menaruh bedaknya di laci mobil Drexler....
...Vika geleng-geleng kepala sambil tertawa. “Lo bener-bener gila, Lyr.”...
...“Yes, I am,” jawab Lyra ringan. Ia menyilangkan kaki, matanya berbinar penuh rencana....
...“Lo tau gak nanti malam Drexler nongkrong di mana ?”...
...“Kata cowok gue, di klub. Jangan bilang lo mau nyamperin ke sana ?”...
...Lyra tersenyum lebar, menatap ke luar jendela....
...“Gotta go where Drexler goes, ’cause Lyra’s got to be where he is.”...
...0o0__0o0...
...Ruangan VIP di selimuti cahaya temaram keemasan. Dentuman musik dari bawah terdengar samar, teredam kaca tebal dan gesekan es di dalam gelas kristal....
...Drexler duduk di ujung sofa panjang, bahunya bersandar santai tapi matanya tampak jauh—menatap kosong ke arah lampu gantung....
...Di hadapan-nya, Mogi dan Regal saling lempar komentar iseng sambil meneguk minuman....
...“Lo keliatan gak fokus, Bro,” kata Mogi sambil mencondongkan badan. “Biasanya lo paling cepet abisin minum, sekarang malah diem aja.”...
...Drexler menoleh sekilas. “Capek liat muka lo.”...
...Regal tertawa kecil. “Aduh, sarkas banget. Tapi lo gak bisa bohong. Tatapan lo jelas lagi mikirin seseorang.”...
...Mogi ikut menyeringai. “Gue tebak… Lyra. Si primadona sekaligus balerina dengan sejuta pesona.”...
...Nama itu membuat Drexler terdiam sejenak. Ia memutar gelas di tangannya, lalu berkata tenang, “Lo kebanyakan denger gosip, Mog.”...
...“Gosip dari siapa ? Dari lo sendiri, Bro,” balas Mogi cepat. “Dari cara lo ngomongin dia waktu itu aja udah ketahuan. Biasanya lo nyebut nama cewek ogah, tapi Lyra ? Lo nyebutnya pelan..kayak nyebut merek mobil kesayangan.”...
...Regal menimpali, separuh bercanda, separuh serius. “Kita semua tahu Lyra itu beda. Lo gak perlu pura-pura.”...
...“Beda apanya ?” tanya Drexler datar....
...“Beda karena dia satu-satunya cewek yang lo biarin nembus tembok lo,” jawab Regal santai. “Cewek lain baru lima meter aja udah lo cuekin.”...
...Mogi mengangkat gelas. “Dan lo bahkan kasih jaket lo ke dia. Lo pikir kita gak notice, hah ?”...
...Senyum tipis muncul di wajah Drexler—lebih seperti upaya menutupi sesuatu. “Jaketnya cuma kebetulan.”...
...“Sure,” ujar Mogi menggoda. “Kebetulan banget, padahal itu jaket yang selalu lo pake biar orang gak ganggu Lo.”...
...Regal menatapnya penuh arti. “Gue rasa ‘kebetulan’ itu bakal datang lagi malam ini.”...
...Drexler mengangkat alis. “Maksud lo ?”...
...“Lyra bakal datang,” jawab Regal yakin. “Cewek kayak dia gak akan diem setelah lo cium.”...
...Drexler menatap cairan amber dalam gelasnya, lalu berucap pelan, hampir seperti gumaman....
...“Kalau dia datang, berarti dia siap main di level gue.”...
...Mogi menyeringai. “Dan lo siap kalau dia yang menang ?”...
...Drexler tak menjawab. Ia hanya bersandar tenang, tapi sorot matanya memantulkan sesuatu yang jarang muncul ketertarikan yang tak bisa ia sangkal....
...0o0__0o0...
...Lampu-lampu kota berpendar di antara mobil-mobil mewah di depan pintu klub. Musik dari dalam memantul lembut lewat dinding kaca tebal....
...Sebuah sedan hitam elegan berhenti di depan....
...Vika turun lebih dulu, memegang clutch silver, lalu menoleh ke arah penumpang di belakang....
...“Lo yakin mau masuk ?” tanyanya, setengah kagum, setengah khawatir....
...Pintu belakang terbuka perlahan....
...Dari dalam, Lyra melangkah keluar—anggun, menawan. Gaun satin berwarna champagne gold melingkupi tubuh rampingnya dengan potongan elegan. Rambut hitam bergelombang jatuh lembut di bahu....
...Semua kepala di antrean langsung menoleh....
...Beberapa cowok di dekat pintu menganga, tak yakin sedang melihat bidadari atau perempuan dengan sejuta pesona yang mampu memikat mata yang menatap'nya....
...Lyra menyipitkan mata, senyum tipis tersungging....
...“Gue gak cuma yakin, Vik,” katanya lembut, “gue udah siap bikin Drexler kehabisan alasan.”...
...Vika terkekeh. “Lo gila. Tapi sumpah, gila lo cantik banget malam ini.”...
...Lyra hanya tersenyum. “Gila itu bagian dari rencana. Sedangkan Cantik ? Itu bawaan lahir.”...
...Penjaga pintu langsung memberi jalan. Nama Lyra memang bukan nama asing di kalangan mereka....
...Begitu pintu kaca terbuka, aroma parfum mahal dan dentuman musik pelan langsung menyapa....
...Vika menatap sekeliling, sementara Lyra mengarahkan pandangan-nya ke lantai dua — area VIP di balik tirai hitam....
...Dan di sana… duduk sosok yang tak mungkin salah....
...Drexler....
...Kemeja hitam, lengan tergulung, postur kekar tapi tajam....
...Lyra menarik napas pelan. “Found you.”...
...“Lo beneran mau nyamperin dia ?” bisik Vika....
...Lyra tersenyum. “Please. Gue dandan kayak gini bukan buat liat dari jauh.”...
...Dengan langkah mantap, Lyra menaiki tangga menuju area VIP. Setiap langkahnya menarik tatapan iri dan kagum di sekelilingnya....
...0o0__0o0...
...Musik lembut menggema, cahaya biru keunguan menyelimuti ruangan....
...Drexler duduk bersandar di sofa kulit, jari-jarinya mengetuk sisi gelas whiskey....
...Tiba-tiba langkah sepatu hak terdengar pelan dari arah pintu....
...Tap… tap… tap…...
...Percakapan di ruangan VIP langsung terhenti....
...Lyra muncul di ambang pintu, berbalut cahaya neon yang memantul di gaunnya. Rambutnya jatuh lembut, matanya tajam menatap lurus ke arah Drexler....
...Setiap langkahnya terasa seperti tantangan yang dibungkus elegansi....
...Begitu sampai di depan meja, Lyra tersenyum kecil, meletakkan clutch-nya di atas meja marmer, lalu duduk santai di sofa kosong di sebelah Drexler....
...“Good night, my ice boys.”...
...Suaranya tenang tapi menguasai ruangan....
...Mogi menahan tawa. “Gue udah bilang, dia bakal dateng.”...
...Regal mengangkat gelas. “Kehadiran yang tidak di sangka tapi menyenangkan.”...
...Lyra hanya menatap mereka sekilas, lalu beralih pada Drexler yang masih diam. “Lo gak kaget liat gue di sini ?”...
...Drexler menatapnya lama. “Harusnya gue yang nanya. Lo gak takut main di wilayah gue ?”...
...Lyra menyandarkan punggungnya santai. “Kalau wilayahnya lo, kenapa harus gue harus takut ?”...
...Regal tertawa kecil. “Gila. Buat ukuran cewek..Lo terlalu berani. Tapi gue salut, Lyr.”...
...Mogi ikut terkekeh. “Kalian berdua kayak main api. Tapi api yang elegan.”...
...Drexler mengabaikan mereka, pandangannya tak lepas dari Lyra. “Lo selalu nyari masalah.”...
...Lyra mencondongkan tubuh sedikit, matanya bersinar. “Gue gak nyari masalah, Drexler. Cuma nyari alasan biar lo ngelihat gue.”...
...Sunyi....
...Drexler menatap dalam, sorot matanya tajam tapi hangat....
...“Lo sadar gak,” gumamnya rendah, “semakin lo deket, semakin bahaya.”...
...Lyra membalas lirih. “Bahaya gak selalu harus di hindari. Kadang… justru di cari.”...
...Drexler terkekeh tipis. “Dan kalau lo terjebak ?”...
...Lyra menegakkan tubuh, senyumnya tajam. “Gue akan terjebak kalau lo nutup semua celanya.”...
...Beberapa detik hening....
...Lalu Drexler tersenyum kecil — senyum yang jarang muncul. “Welcome to the fire, Lyra.”...
...0o0__0o0...
...Suasana makin cair....
...Musik jadi latar lembut bagi tawa kecil di ruangan itu....
...Vika duduk di samping Mogi, menyender manja. “Bosen banget, ah,” keluhnya sambil melirik Lyra dan Drexler yang masih saling menatap penuh tensi....
...“Gimana kalau kita main game ?”...
...Regal langsung menegakkan badan. “Game ? boleh juga, tapi game apa ?"...
...“Permainan klasik aja,” ujar Mogi. “Truth or drink.”...
...Lyra menaikkan alis. “Serius ? Biasanya truth or dare.”...
...“Versi upgrade,” kata Vika jahil. “Kalau gak mau jawab, harus minum satu shot.”...
...Semua setuju....
...Lyra tersenyum santai. “Oke, tapi jangan kaget kalau gue jujur.”...
...Botol berputar. Ujungnya berhenti di Lyra....
...“Ladies first!” seru Mogi. “Pertanyaan dari gue: dari semua cowok yang lo kenal, siapa yang paling bikin lo mikirin dia sampai kebawa mimpi ?”...
...Lyra terdiam. Semua mata tertuju padanya....
...Drexler tetap bersandar, tapi jari-jarinya berhenti mengetuk gelas....
...Lyra tersenyum tipis, menatap langsung ke arah Drexler....
...“Kalau gue jawab, ruangan ini bakal kebakar,” ujarnya lembut. “Jadi… gue pilih minum.”...
...Sorak kecil terdengar. ...
...Vika menuang vodka ke gelas kecil dan mendorongnya ke depan Lyra....
...“Tuh, peraturannya jelas. Minum.”...
...Lyra mengangkat gelasnya, tapi sebelum sempat meneguk, sebuah tangan menahan pergelangan-nya....
...Drexler....
...Gerakannya tenang, tapi tegas. Ia mengambil gelas itu dari tangan Lyra, menatapnya tanpa kata....
...Tatapan mereka bertemu—tajam, intens, dan sulit di alihkan....
...“Gak perlu,” ucap Drexler rendah. “Lo gak boleh minum ini.”...
...Lyra mengerutkan kening. “Serius, Drex ? Ini cuma permainan. Dan aturannya sudah jelas.”...
...Drexler tak menjawab. Ia menatap gelas itu sejenak… lalu meneguk habis isinya....
...Semua terdiam....
...Bahkan Regal terpaku....
...“Bro… itu double shot,” kata Mogi akhirnya....
...Tak..!...
...Drexler meletakkan gelas di meja....
...Nada suaranya berat, tapi mengandung ancaman yang tidak terbantah. “Biarin. Jangan coba kasih dia minuman lagi.”...
...Vika menatap Lyra sambil tersenyum kecil. “Gue bilang juga apa. Lyra ini emang spesial.”...
...Lyra menatap Drexler lama, lalu berkata pelan tapi tegas. “Lo sekarang jadi suka ngatur gue, ya ?”...
...Drexler menatap Lyra lama — terlalu lama. Sorot matanya gelap, seperti menyimpan sesuatu yang tak bisa di jelaskan dengan kata....
...0o0__0o0...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!