NovelToon NovelToon

VLINDERS

BAB 1 PENGKHIANATAN

Maria menatap sayu ke arah Prinsen yang memandangi dirinya dalam keheningan, disampingnya Haven tersenyum sinis kepadanya.

Dikamp konsentrasi ini, Maria tergeletak tak berdaya sedangkan nafasnya tinggal separuh lagi lenyap dari raganya seusai dia dimasukkan ke kamar gas.

Prinsen memandang iba sembari melepaskan sarung tangannya, dia berkata pada Haven.

"Ambilkan bunga sedap malam itu untukku, kau membawanya Haven !" ucapnya seraya menoleh.

"Ya, Prinsen, aku membawakannya untukmu", sahut Haven sembari memberikan seikat bunga sedap malam kepada Prinsen.

"Sayangnya, bunga secantik ini harus menemani seseorang yang tak semestinya mendapatkan kehormatan dari kita", ucap Prinsen.

"Sebagai salam terakhir dari kita berdua, bukan masalah bagi kita untuk menghormatinya, anggap saja sebuah hadiah terbaik buatnya", kata Haven.

"Aku paling tidak suka tanganku kotor karena aku malas membilasnya jika noda itu sampai mengenai tanganku, rasanya aku harus bersuci berulangkali", kata Prinsen.

Haven tertawa pelan lalu menatap sinis ke arah Maria.

"Oh, Maria, mungkin kau gadis suci namun sayangnya kau harus mati mengenaskan dikamp konsentrasi sebagai pengkhianat pemerintahan kolonial, wahai sepupuku tercinta", ucapnya mengejek.

Haven tertawa senang hingga dua pundaknya berguncang keras, dan meninggalkan suara mirip dengkuran babi.

"Ngok... Ngok... Ngok... Siapa suruh kau mengkhianati bangsamu sendiri, VOC tidak akan melepaskanmu karena pengkhianatanmu itu, sayang", ucapnya.

"Sudahlah, Haven. Dia sudah cukup menderita dan sebentar lagi dia akan mati", kata Prinsen. "Biarkan dia meninggal dalam ketenangan, jangan buat dia semakin tidak waras, sayangku !"

Prinsen meletakkan bunga sedap malam disamping Maria lalu meraih pinggang Haven.

"Berikan salam terindah bagi Maria sebelum dia menutup matanya selamanya, Haven", bisik Prinsen.

"Aku tidak sudi melakukannya, biarkan saja dia mati dalam keheningan", sahut Haven sembari merangkul leher Prinsen dan menatapnya mesra.

"Setidaknya dia tenang setelah menjemput ajalnya, berikan salam penghormatan untuk terakhir kalinya buat sepupu tersayangmu itu, Haven", kata Prinsen.

"Besok hari pernikahan kita, dan aku ingin hari ini mendapatkan hadiah terindah, tapi ternyata kau mengajakku kemari", kata Haven.

Haven cemberut kepada Prinsen, merajuk manja agar kekasihnya lebih memperhatikan dirinya.

"Bukankah ini adalah hadiah yang paling kau sukai, melihat sepupumu menghembuskan nafas terakhirnya, itu yang kau harapkan selama ini, Haven", sahut Prinsen.

"Ya, aku tahu itu, tapi tidak sebagai hadiah pernikahan kita nanti meski aku sangat menyukainya dan aku tidak memungkirinya", kata Haven.

Maria menatap sayu ke arah sepasang kekasih yang berdiri dihadapannya, dua orang yang telah mengkhianati dirinya, yang satunya tunangannya dan yang satunya lagi adalah sepupunya, dan mereka berdua sengaja memperlihatkan keromantisan mereka disaat dirinya sedang meregang nyawa.

Nafas Maria mulai terengah-engah, hampir hilang dari raganya, dadanya sesak tak karuan seusai dia menghirup banyak gas dikamar gas untuk menjalani hukuman eksekusi matinya karena dituduh berkhianat kepada VOC.

Prinsen tertawa renyah sembari menatap mesra Haven, tunangan Maria itu tidak lagi memperdulikan Maria yang saat ini sedang menghadapi sisa akhir hidupnya.

Tunangan macam apa dia, begitu teganya mencelakai Maria padahal Maria sangat mencintai Prinsen bahkan rela mengorbankan segala-galanya teruntuk laki-laki jahat itu.

Maria bahkan rela menyerahkan seluruh hartanya kepada Prinsen untuk mengembangkan usaha perkebunan kopi tunangannya itu.

Namun semua pengorbanan Maria justru dibalas dengan pengkhianatan oleh Prinsen yang ternyata berselingkuh dibelakangnya dengan Haven padahal Haven adalah sepupu perempuan dari Maria.

Tragisnya mereka berdua bekerjasama untuk memfitnah Maria telah berkhianat kepada pemerintahan kolonial.

Haven menoleh ke arah Maria, dia tersenyum manis kepada sepupu perempuannya itu lalu dia berkata.

"Kami berdua akan menikah, besok adalah hari pernikahan kami, tidakkah kau mengucapkan kata selamat buat kami berdua", ucapnya.

"Haven, sudahlah, jangan goda dia, kasihanilah Maria, dia sekarat, sayangku", ucap Prinsen.

"Setidaknya dia memberikan ucapan selamat sebelum nafasnya berhenti, dan kita telah memberikan kesempatan terakhir untuknya, kenapa harus kita sia-siakan, Prinsen", sahut Haven.

"Ya, terserah padamu saja, yang terbaik untukmu karena kita hanya punya hari ini bersamanya", ucap Prinsen.

Haven melepaskan pelukannnya dileher Prinsen lalu berjalan mendekati Maria yang terbaring tak berdaya di lantai kamp konsentrasi yang lembab.

"Bukannya aku tidak sudi membimbingmu dalam doa, hanya saja aku tidak ingin sisa gas dalam tubuhmu menular kepadaku", ucapnya.

Haven menendang tubuh Maria yang sudah lemah lalu meludahinya.

"Aku sangat muak karena selama ini harus berpura-pura baik terhadapmu bahkan keluargamu selalu mengucilkan diriku", ucapnya.

Haven menatap dingin ke arah Maria yang tubuhnya mulai membiru.

"Kau tahu, Maria... Siapa yang menyebabkan kehancuran keluargamu dan kenapa ayahmu tewas...", lanjutnya.

Nafas Maria semakin tersendat-sendat ketika Haven mengajaknya bicara, hatinya bergemuruh kesal, seolah-olah dia ingin bangkit kembali.

"Yah, semua itu adalah perangkap bagi ayahmu, Grand Duke Herman agar dia dituduh sebagai pemberontak Belanda, sama sepertimu, dan dieksekusi mati", ucap Haven.

Haven tersenyum sinis ke arah Maria yang melotot kepadanya.

"Yah, semua itu adalah rencanaku sehingga keluargamu hancur", kata Haven. "Mengapa ? Karena aku sangat membencimu yang telah mencuri hati semua orang bahkan keluragamu telah menyebabkan ayahku harus dimutasi dari Batavia !"

Haven memicingkan kedua matanya, tampak kebencian tergambar jelas di raut wajahnya.

"Bahkan ibuku harus menanggung derita pernikahannya sepanjang hidupnya dan terus menangis tiap malam karena ayah menikahi wanita pribumi bangsat lantaran dia kesepian harus jauh dari keluarganya", ucapnya.

Haven mendongak kesal, menahan emosinya yang meletup-letup.

"Yah, sebab itulah aku membalasmu, agar putri bangsawan belanda sepertimu ini bisa merasakan kepahitan yang sama dirasakan oleh kami", ucapnya.

Haven tertawa keras, suaranya melengking diruangan sepi ini, Prinsen mendekatinya lalu memeluknya dari belakang.

"Jangan tertawa sendirian, ajaklah aku bersenang-senang bersamamu, sayang", bisiknya.

"Oh, Prinsen sayangku, aku hampir tak kuasa menahan luapan hatiku yang bahagia ini", sahut Haven.

"Aku mengerti itu, Haven... Tapi cobalah lebih tenang karena sebentar lagi dia akan pergi ke alam lain...", ucap Prinsen tega.

"Dan kau menyukainya, bukan", sahut Haven.

"Tentu saja, aku menyukai hal ini bahkan telah menunggu waktu ini datang padanya", kata Prinsen.

"Ternyata kau sama muaknya denganku, sayang...", sahut Haven manja dan tertawa senang.

Prinsen ikut tertawa seakan-akan mereka berdua menertawakan kebodohan Maria yang naif sedangkan Maria sendirian, tergeletak tak berdaya, tersiksa, sekarat dan hanya bisa pasrah menunggu ajalnya datang sembari menyaksikan pemandangan yang menyakitkan hatinya dan terjadi dihadapannya saat ini.

Tak terasa air matanya bergulir pelan dari arah sudut kedua mata Maria saat dia memandangi Prinsen yang bercumbu mesra dengan Haven, didepan kedua matanya bahkan di saat-saat terakhir hidup Maria.

Seolah-olah Prinsen mengacuhkan rasa sakit yang dirasakan tunangannya itu dan dia menunjukkan bahwa dirinya tidak melihat Maria disini bahkan sengaja mempertontonkan kemesraannya bersama Haven, dan menguatkan bahwa mereka berdua memang memiliki hubungan dekat serta mengkhianati Maria selama ini.

Tanpa sadar, Maria mengulurkan tangannya ke arah Haven dan Prinsen yang sedang berpelukan mesra, seperti ingin menggapai mereka dan membalaskan rasa sakitnya atas pengkhianatan mereka berdua kepada dirinya.

Namun takdir berkata lain, gas yang terhirup oleh Maria selama proses eksekusi telah menyebabkan dirinya keracunan gas sehingga nyawanya tak lagi tertolong.

Maria menghembuskan nafas terakhirnya di kamp konsentrasi yang kejam, dalam kesedihan karena sebuah pengkhianatan yang tragisnya dilakukan oleh orang terdekatnya sendiri.

BAB 2 REINKARNASI

Jarum jam dari jam JungHans antik berdetak cepat diruangan tengah milik keluarga Grand Duke Herman.

Arah jarumnya bergerak tak tentu arah, dan berputar sangat cepat, tiada hentinya.

"Teng... ! Teng... ! Teng... !" gema suaranya terdengar keras dari arah ruangan tengah, menambah aura kedukaan di kediaman milik keluarga Grand Duke Herman jika mengingat setiap tragedi yang pernah terjadi di rumah ini.

Petisi dari gubernur Batavia baru saja dialamatkan ke rumah tinggal Grand Duke Herman. Dan si empunya rumah baru saja ditugaskan ke luar kota seminggu yang lalu.

Angin bertiup kencang ke arah kamar yang terletak di lantai atas rumah berasitektur Belanda itu, terdengar suara deritan keras dari arah kamar Maria.

"Teng... !"

"Teng... !"

"Teng... !"

Suara orang terbatuk dari arah pembaringan, sesuatu bergerak dibalik selimut.

"Uhuk ! Uhuk ! Uhuk !"

Maria terjaga dari ranjang tidurnya, langsung tersadar penuh.

"Aku kembali hidup...", bisiknya terpana.

Disibaknya kain selimut yang menutupi tubuhnya, melompat turun lalu dia berlari cepat.

"Aku bereinkarnasi ataukah semua itu hanya mimpi buruk", ucapnya.

Maria masih tak memahami apa yang terjadi padanya namun ada hal yang dia ingat dengan jelas bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya.

Hari spesial bagi Maria sebagai penanda bahwa semua kejadian buruk itu pernah terjadi dan nyata. Dia benar-benar hidup kembali, bereinkarnasi ke hari sebelum seluruh tragedi mengenaskan yang dialami keluarganya terjadi.

"Papa... ! Papa... ! Papa... !" teriaknya memanggil sembari berlari keluar kamar.

Maria menelusuri jalan sepanjang koridor di lantai atas menuju lantai utama kediaman keluarganya yang berjarak cukup jauh dari arah kamar tidurnya.

''Tap... ! Tap... ! Tap... !" Maria terus berlarian, wajahnya memucat panik.

"Papa... !" panggilnya sembari menuruni anak tangga ke lantai utama.

Maria berlari ke arah ruangan utama yang letaknya di bagian depan dan dia harus melewati jalan berkarpet ke arah ruangan tersebut.

"Krieeet... !" Dibukanya pintu ruangan utama dengan tergesa-gesa.

"Papa... !" panggilnya lagi.

"Maria..., ada apa sayangku ?" sahut seorang perempuan berpakaian khas era kolonial tempo dulu tampak berdiri di dekat meja kayu antik sedang menatap lurus ke arah Maria.

Maria berlari cepat menghampiri perempuan berbusana panjang warna biru langit yang menyejukkan mata.

"Mana papa, mama ?" tanyanya cemas.

"Grand duke Herman sedang bekerja, beliau dikirim keluar kota, tepatnya ke gumente untuk memeriksa perkebunan", kata perempuan berambut merah bergaun panjang dengan wajah seriusnya menatap Maria.

"Kapan papa pulang ataukah papa masih lama diluar kota ?" tanya Maria mulai gelisah.

"Kenapa kamu menanyakannya, tumben sekali, tidak biasanya kamu memperhatikan papamu", sahut wanita yang dipanggil mama oleh Maria.

"Aku hanya sedikit khawatir pada papa, akhir-akhir ini aku sering bermimpi buruk tentang papa", ucap Maria.

"Jangan cemaskan papamu, dia akan baik-baik saja selama bertugas, cepatlah mandi karena sebentar lagi Prinsen akan datang kemari", kata mama.

Bagaikan disambar petir disiang bolong, Maria tersentak kaget, tubuhnya gemetaran, wajahnya membeku.

''PRINSEN... !"

Yah, satu nama yang telah membutakan dirinya bahkan menariknya ke jurang maut, laki-laki tampan yang menyebabkan dirinya mati mengenaskan dikamp konsentrasi.

Maria membelalakkan kedua matanya sembari memegangi kepalanya.

Kepalanya terasa pening seolah-olah palu besar menghujam keras hingga dia terhuyung-huyung.

"Maria..., kau baik-baik saja ?" tanya nyonya Grand Duke Herman saat dia melihat perubahan wajah putrinya memucat pasi.

Maria mendongak ke arah mamanya, terdiam sesaat namun dia tetap tidak mampu menyembunyikan kebenciannya terhadap Prinsen meski dia mencoba untuk itu.

Hatinya terasa sakit jika mengingat kejadian mengenaskan itu terjadi sebelum dia bereinkarnasi.

"Ada apa denganmu, Maria ?" tanya mama agak mencemaskan dirinya.

"Prinsen ?!" ucapnya lirih.

"Ya, dia baru datang dari Fort de Kock, mengurus perkebunan kopi disana", kata mama.

"Perkebunan kopi ?!" tanyanya tertegun.

"Ya, bukannya kau sendiri yang mendanai usaha perkebunan di Fort de Kock", kata mama.

"Aku ???" tanya Maria semakin tercengang.

Bagaimana dia bisa memberikan uang sebagai dana usaha kepada seorang pengkhianat.

Maria hampir-hampir tak mempercayai apa yang didengarnya itu, tubuhnya terkesiap dingin ketika membayangkan sikap naifnya yang dinilainya sangat keterlaluan.

"Maria, jangan katakan bahwa kau memberikan uangmu pada Prinsen dalam keadaan tak sadar, kau juga sendiri meminta pada Grand duke Herman untuk memberimu beberapa gulden", kata mama.

"Aha, aku pasti keliru, mana mungkin aku melakukannya, ini tidak benar", sahut Maria mulai berkeringat.

"Pada kenyataannya yang kau lakukan telah terjadi, dan papamu menyetujuinya bahkan mendukung usaha kalian berdua untuk mengembangkan usaha perkebunan kopi di Fort de Kock", kata mama.

"Yang benar saja, ini pasti kekeliruan", ucap Maria semakin tak percaya.

"Cepatlah bersolek yang cantik, Prinsen sebentar lagi akan tiba !" perintah mama pada Maria.

"Ta-tapi..., aku tidak ingin bertemu dengannya, badanku terasa tidak enak sejak kemarin malam, mama", sahut Maria.

Maria teringat kejadian hari ini dimana Prinsen datang ke rumah setelah perjalanan jauhnya ke Fort de Kock. Dan dia ingat saat itu dirinya menyambut ceria tunangannya bahkan mereka sempat berjalan-jalan ke kota untuk berbelanja, merayakan hari ulang tahunnya yang jatuh tepat di hari ini.

Sejam berlalu sangat cepat, Maria masih duduk mematut lama di depan cermin antiknya, dengan sisir masih melekat erat digenggaman tangannya.

"Nona Maria, apa masih belum selesai merias diri, ada kabar dari anak buah tuan Prinsen bahwa beliau segera tiba dan sudah mendekati gerbang utama rumah", kata seorang pelayan memasuki kamar Maria.

Maria semakin terdiam, dia tidak menjawab, hanya berlama-lama menyisir rambut panjangnya.

"Katanya akan datang seorang perwira tinggi ke rumah ini, dia bermaksud melamar anda", lanjut pelayan perempuan sembari mendekati Maria yang duduk di depan meja riasnya.

"Apa katamu ? Seorang perwira tinggi akan datang kemari, siapa ? Coba katakan padaku namanya ?" tanya Maria antusias.

Sejenak Maria lupa akan kesedihannya terhadap Prinsen yang telah mengkhianati dirinya dengan Haven, sepupu perempuannya di kehidupan sebelumnya.

Maria tidak pernah ingat bahwa akan datang seorang perwira tinggi kerumahnya di hari ulang tahunnya ataukah dia benar-benar tidak memperdulikan semua yang ada disekitarnya lantaran kecintaaannya terhadap Prinsen, laki-laki jahat yang telah menusuknya dari belakang itu sehingga dia tidak menyadari akan kehadiran seorang perwira tinggi sebelum hari kematiannya dulu.

Tampak Maria melonjak senang saking bersemangatnya, dia lupa bahwa dirinya seorang gadis bangsawan yang seharusnya bersikap santun.

"Siapa perwira tinggi itu ??? Kau mengenal namanya ???" tanyanya.

"Saya sendiri belum tahu namanya, desas-desusnya bahwa dia adalah calon laki-laki yang dijodohkan oleh gubernur untuk anda namun sayangnya nona memilih tuan Prinsen", kata pelayan itu.

"Apa ??? Ta-tapi kenapa papa tidak memberitahukan hal itu padaku ???" tanyanya semakin terheran-heran.

"Karena nona Maria terlalu mencintai tuan Prinsen, setahu saya dia laki-laki pengangguran yang suka gonta-ganti perempuan", sahut pelayan itu.

"Espen, jangan terlalu menjelek-jelekkan Prinsen, tidak baik meski begitu dia masih tunanganku dan aku belum memutuskan dia", ucap Maria.

"Maafkan atas kelancangan saya, terus terang saya tidak bermaksud demikian, tolong maafkan saya dan jangan hukum saya, nona Maria", sahut Espen yang merupakan pelayan kepercayaan keluarga Grand duke Herman.

"Aku memaafkanmu, jangan khawatir, aku tidak akan menghukummu", kata Maria.

Maria teringat kembali akan perlakuan buruknya terhadap pelayan setianya yang bernama Espen, kerap sekali dia menghukum Espen jika pelayannya itu menunjukkan sikap tidak sukanya terhadap Prinsen di kehidupan sebelum Maria bereinkarnasi.

Sekarang, Maria benar-benar menyesali semua kenangan pahit itu, yang pernah terjadi pada hidupnya dulu bahkan telah menyebabkan dirinya mati mengenaskan dalam penderitaan serta pengkhianatan yang begitu kejinya.

BAB 3 MENCEGAH YANG AKAN TERJADI

Maria bergegas turun ke arah lantai utama rumahnya yang luas.

Pemandangan diluar rumah Grand duke Herman sangat asri oleh taman yang cantik dan ditanami bunga anggrek.

Maria mempercepat langkah kakinya menuju ruangan utama, ditemani Espen, mereka berdua berjalan melewati jalan berkarpet merah yang biasanya di lalui setiap harinya dikediaman itu.

Dengan cekatan, Espen membukakan pintu teruntuk Maria pada saat mereka berdua telah tiba di depan ruangan utama.

Pintu kayu bercat antik itu terbuka lebar, secercah sinar terang dari cahaya Matahari yang menyeruak masuk melalui jendela menyambut kedatangan mereka.

Maria berdiri dengan anggunnya, dalam balutan busana panjang dari sutera yang dijahit khusus oleh penjahit profesional berwarna cerah.

Semua mata tertuju padanya ketika dia hadir di ruangan utama kediaman Grand duke Herman.

Maria melangkah pelan sembari menatap lurus, dia menjaga sikapnya sebagai nona muda ningrat.

"Maria, apa kabarmu ?" sapa seseorang dari arah samping.

Rupanya kedatangan Prinsen telah membuat Maria semakin tidak suka dan Maria mencari cara bagaimana dia bisa berpisah dari tunangannya itu.

Maria melewati Prinsen dengan sikap acuhnya bahkan dia telah mematikan rasa cintanya pada laki-laki itu semenjak dia terbangun kembali dari alam kematiannya.

"Mama, ada yang ingin aku beritahukan kepada kalian semuanya sekarang ini", ucapnya sembari menghampiri nyonya Grand duke Herman yang berdiri di dekat meja antik.

"Maria, hari ini Prinsen baru saja datang ke rumah ini, tidakkah kau menyambut kedatangannya, sajikan minuman hangat untuknya, sayang", kata mama.

Maria melirik dingin ke arah Prinsen yang terus memandangi dirinya.

"Memangnya siapa dia ? Kenapa aku harus menjamunya, bukannya dia telah berselingkuh dariku dan seharusnya sekarang ini, aku telah menendangnya keluar dari rumah ?!"

Maria membatin saat menatap sinis ke arah Prinsen yang merupakan tunangannya itu.

Sepertinya Prinsen menyadari perubahan sikap Maria kepadanya, cepat-cepat dia menyanggah ucapan nyonya Grand duke Herman.

"Nanti saja, tidak apa-apa, jangan repot-repot karena saya bisa mengambil minuman sendiri", sahut Prinsen.

"Tidak baik bersikap acuh pada Prinsen, hidangkan minuman buatnya sebagai penghilang lelahnya setelah bepergian jauh, Maria", pinta mama yang mencoba membujuk putrinya itu.

Maria masih bersikap dingin, namun dia tidak bisa mengacuhkan perintah mamanya lantas diraihnya teko keramik antik dari atas baki lalu dituangkannya teh ke dalam cangkir keramik motif mawar merah.

Tiba-tiba Maria mendengar suara menggema pelan dari arah Prinsen, tapi anehnya Prinsen tidak berbicara saat ini.

"Masih cantikkan Haven daripada kau Maria, sudah sombong, dingin sekali, mana ada laki-laki yang mau padamu jika saja aku tidak baik padamu, pasti aku sudah menikahi Haven..."

Suara Prinsen terdengar sangat jelas dan suara tersebut berasal dari dalam batin Prinsen.

Maria dapat mendengarnya, apakah ini suatu kebetulan belaka.

"Dasar perawan tua, aku sebenarnya muak padamu, Maria ! Dan aku menantikan saat-saat kau berakhir mengenaskan !"

Suara Prinsen kembali menggema, kali ini suaranya semakin keras.

"Lihat saja, bagaimana kau akan menderita oleh sifat sombongmu itu, Maria laknat !"

Prinsen masih membisu sembari menikmati minumannya, akan tetapi gerak-gerik kedua bola matanya seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya berbicara.

"Coba saja kalau dia tidak kaya raya, mana mau aku menjadi kekasihnya dan bersusah payah mengejar cinta Maria !"

Kembali suara Prinsen menggema ditelinga Maria.

Maria terhuyung-huyung mundur dan hampir saja menumpahkan seisi teko yang ada ditangannya.

"A-apa maksud semua ini ???" tanyanya lirih.

Pandangannya nanar saat menatap ke arah Prinsen.

Maria tak mengerti bagaimana bisa dia membaca pikiran Prinsen ataukah semua peristiwa misterius ini terjadi lantaran dia bereinkarnasi.

"Maria, ada apa ?" tanya mama yang agak khawatir dengan sikap Maria hari ini.

"Ah, tidak apa-apa, mama... Dan aku baik-baik saja...", sahut Maria segera tersadar, diletakkannya teko kembali ke atas baki kemudian dia menoleh cepat.

Maria tersenyum datar ke arah nyonya Grand duke Herman lalu ke arah Prinsen yang sedari tadi memperhatikan dirinya.

"A-aku sepertinya kurang enak badan, mungkin ini disebabkan aku kurang nyenyak tidurnya sehingga aku kehilangan kendali pikiranku", ucapnya.

"Ya, ampun, seharusnya ini tidak terjadi disaat Prinsen datang kemari, pasti akan mengecewakan dia", kata mama.

"Maafkan aku...", sahut Maria terlihat gugup.

"Tidak apa-apa, biarkan Maria beristirahat, saya akan segera pulang setelah dari sini", kata Prinsen menyela.

Nyonya Grand duke Herman memalingkan muka ke arah Prinsen, tersenyum samar lalu berkata dengan nada sesal.

"Tolong maafkan kami, mungkin pikiran Maria sedang tidak baik-baik saja, dia memang mengeluh tadi karena tidak enak badan", sahutnya.

"Saya mengerti, sebentar lagi saya akan pulang, kebetulan juga perjalanan dari Fort de Kock lumayan melelahkan dan sepertinya saya juga harus segera beristirahat", kata Prinsen bijak menanggapi sikap Maria.

"Oh, ya, kau benar, perjalanan dari Fort de Kock memang menguras tenaga apalagi bukan termasuk perjalanan liburan, wajar jika kau merasa kelelahan", kata mama.

"Terimakasih telah menyambut saya dengan begitu hangatnya, tapi saya pamit pulang dan mungkin besok saya mampir kemari lagi", kata Prinsen. "Sebelumnya saya berniat mengajak Maria jalan-jalan untuk merayakan hari jadi ulang tahunnya, sayangnya dia tidak sehat sekarang ini."

Prinsen meletakkan cangkir minumannya ke atas meja kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya.

"Oh, hampir lupa, aku membawakanmu hadiah, saat perjalanan pulang dari Fort de Kock aku sempat mampir ke toko perhiasan dan aku membeli sesuatu untukmu, Maria", ucapnya.

Prinsen membuka kotak perhiasan yang dibawanya, tampak seuntai kalung berliontin permata zamrud menjuntai cantiknya dari tangan Prinsen.

"Aku berusaha mencari kalung yang pas buatmu dan aku hanya menemukan satu kalung berliontin zamrud ini", ucapnya seraya mendekati Maria.

"Betapa beruntungnya dirimu, Maria karena mendapatkan seorang pendamping yang begitu perhatian seperti Prinsen", kata mama terharu ketika melihat perjuangan Prinsen untuk membawakan hadiah ulang tahun bagi putrinya, Maria.

Maria masih tercekat diam, tatapannya dingin saat Prinsen mendekat ke arahnya.

Tiba-tiba saja tanpa Maria sadari, kedua tangannya terulur ke depan lalu mendorong kuat-kuat tubuh Prinsen hingga laki-laki itu terjengkang jatuh.

"Bruk !" Prinsen tersentak kaget saat dirinya terjatuh keras, sorot matanya berubah marah kepada Maria.

"Maria, apa yang kau lakukan pada Prinsen ???" pekik mama sembari menoleh ke arah Maria yang berdiri melamun.

Nyonya Grand duke Herman lantas mengalihkan pandangannya kepada Prinsen yang terduduk di lantai ruangan.

"Maafkan kami sekali lagi, aku benar-benar tidak mengerti dengannya", ucapnya.

"Tidak masalah, saya mengerti dan memahami Maria, mungkin dia memang kurang enak badan sehingga menyebabkan dia seperti itu", sahut Prinsen yang mencoba beranjak bangun dari lantai.

"Tolong maafkan dia, aku akan menasehatinya agar dia mengubah sikapnya itu !" kata mama.

"Tidak masalah..., tidak masalah, semua baik, dan saya tidak mempermasalahkan hal ini terjadi", sahut Prinsen yang mencoba menyembunyikan kekesalannya terhadap Maria.

Prinsen tersenyum pahit dan terpaksa menahan emosinya atas sikap aneh Maria.

"Sebaiknya aku pulang sekarang, supaya Maria dapat beristirahat, maaf tidak bisa lama-lama disini dan hanya bisa memberi hadiah seadanya saja untuk hadiah ulang tahun Maria", lanjutnya.

Prinsen memasukkan kalung pemberiannya itu ke kotak perhiasan lalu menaruhnya di atas meja antik yang ada diruangan utama.

"Sampai jumpa lagi...", pamitnya pada nyonya Grand duke Herman lalu menoleh ke arah Maria yang masih terdiam mematung di dekat jendela ruangan.

Prinsen tersenyum samar pada Maria seraya mengangguk pelan lalu melangkah ke arah pintu.

Tepat dari arah pintu masuk ke ruangan utama, Prinsen berpapasan dengan seseorang yang datang dari arah luar ruangan.

Tatapan mereka beradu tajam saat keduanya berpapasan, tampak seorang laki-laki berwajah sangat tampan serta berwibawa melangkah masuk ke dalam ruangan utama kediaman Grand duke Herman dan hal itu telah mencuri perhatian Maria.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!