LISA'S BROTHER
01
Langit sore itu sedikit mendung.
Hembusan angin lembut membawa aroma tanah basah setelah hujan kecil yang turun barusan.
Dari jendela lantai dua kampus, Lisa duduk dengan segelas kopi dingin di tangan, matanya menatap halaman kampus yang mulai sepi.
Suara itu terdengar dari arah tangga.
Jungkook, dengan ransel setengah terbuka dan rambut acak-acakan karena angin, berlari kecil sambil tersenyum.
Lisa mengangkat alis, pura-pura cuek.
Lisa
Aku nggak mau ngulang adegan minggu lalu, tau,
Lisa
Yang kamu hampir jatuh cuma gara-gara mau nyalip aku.
Jungkook tertawa, duduk di kursi sebelahnya.
Jungkook
Tapi aku berhasil, ‘kan? Nyampe duluan.
Jungkook
Dan kali ini aku cuma mau ngajak kamu belajar bareng, bukan lomba lari.
Jungkook
Iya. Kamu yang bilang minggu depan ada ujian Statistik, kan?
Jungkook
Aku cuma pengen… ya, bantu kamu dikit.
Nada suaranya santai, tapi Lisa tahu Jungkook nggak pernah santai kalau urusan nilai.
Dia salah satu mahasiswa populer bukan cuma karena tampan, tapi juga karena nilainya selalu di atas rata-rata.
Lisa memutar sedotan di gelasnya pelan.
Lisa
Kamu sadar nggak sih, aku mulai curiga kamu bukan ngajak belajar, tapi ngajak makan tiap kali?
Jungkook tersenyum kecil.
Jungkook
Ya terus kenapa? Aku lapar, kamu cantik.
Jungkook
Kombinasi yang bagus buat makan bareng.
Lisa
Gombalanmu basi banget.
Jungkook
Tapi kamu senyum, tuh,
Senyum itu memang muncul, meski hanya sekelebat.
Lisa tahu hubungan mereka aneh — tidak pacaran, tapi terlalu dekat untuk disebut teman biasa.
Orang-orang di kampus sering salah paham, mengira mereka berpacaran.
Tapi Lisa nggak pernah membantah. Mungkin karena sebagian dirinya ingin hal itu jadi kenyataan.
Setelah belajar di kafe kampus, mereka berjalan pulang berdua.
Jalan kecil menuju parkiran dipenuhi daun kering.
Sinar senja jatuh lembut di wajah Lisa, membuat Jungkook sempat berhenti melangkah.
Lisa
Kenapa? Sepatumu copot?
Jawab Jungkook cepat, tersadar.
Jungkook
Cuma… keinget sesuatu aja.
Jungkook
Enggak, cuma… kamu mirip seseorang yang aku kenal dulu.
Suaranya pelan, nyaris seperti gumaman.
Jungkook
Orang yang udah lama nggak aku temui.
Lisa ingin bertanya lebih, tapi Jungkook sudah menunduk sambil merapikan tali sepatunya yang sebenarnya nggak longgar sama sekali.
Sore itu mereka mampir ke rumah Lisa.
Sudah sering, sebenarnya. Jungkook cukup akrab dengan ibu Lisa, bahkan sering disuruh makan di rumah tanpa formalitas.
Tapi hari itu berbeda — karena di ruang tamu, duduk seseorang yang belum pernah Jungkook lihat langsung selama ini.
Pria itu mengenakan kemeja biru muda, lengan digulung, rambut tertata rapi.
Wajahnya teduh tapi tegas. Tatapan matanya tajam tapi nggak dingin.
Jungkook langsung terdiam.
Lisa
Oh, ini loh Kak Taehyung,
Kata Lisa sambil melepas sepatunya.
Lisa
Kebetulan lagi cuti kerja, jadi pulang. Kak, ini Jungkook. Teman kampusku.
Taehyung berdiri, mengulurkan tangan.
Taehyung
Oh, jadi ini Jungkook yang sering kamu ceritain? Halo.
Jungkook refleks menjabat tangan itu. Hangat. Lama. Sedikit terlalu lama.
Sesuatu dalam dirinya seperti bergetar aneh, perasaan yang nggak bisa dijelaskan.
Suara Lisa yang nyerocos entah ke mana tiba-tiba jadi samar di telinganya.
Yang terdengar cuma detak jantungnya sendiri.
Taehyung tersenyum ramah.
Taehyung
Duduk aja, jangan sungkan.”
Jungkook akhirnya duduk, mencoba menormalkan dirinya.
Tapi pandangannya beberapa kali mencuri arah pada Taehyung.
Caranya bicara, nada suaranya, cara dia menatap Lisa dengan lembut — semuanya terasa… berbahaya.
Lisa menatap Jungkook aneh.
Lisa
Kamu kenapa? Dari tadi diem aja.
Jungkook
Cuma… capek dikit.
Taehyung
Anak muda sekarang cepet capek, ya?
Dan lagi — suara tawa itu. Entah kenapa, suara itu terasa terlalu nyaman di telinga Jungkook.
Malamnya, di kamar, Lisa mengirim pesan.
Lisa
💬Terima kasih udah mau mampir, Jungkook. Kakakku juga bilang kamu sopan banget tadi.
Jungkook menatap layar ponselnya lama. Jari-jarinya sempat berhenti di atas keyboard sebelum akhirnya mengetik balasan:
Jungkook
💬Kakak kamu orangnya keren.
Lisa
💬Iya, banyak yang bilang gitu hehe. Tapi kadang nyebelin sih.
Jungkook tersenyum samar.
Ia menutup ponselnya. Tapi di pikirannya, bukan Lisa yang muncul — melainkan senyum hangat milik Taehyung, tatapan matanya, dan suara lembutnya saat berkata
Taehyung
//Duduk aja, jangan sungkan.//
Jantung Jungkook berdetak lebih cepat.
Dan di saat itulah, tanpa sadar, langkah pertama menuju arah yang salah… baru saja dimulai.
02
Minggu pagi, kampus agak sepi. Udara masih dingin, dan embun belum sepenuhnya hilang dari rumput halaman.
Lisa datang lebih dulu ke ruang latihan cheerleaders, membawa dua botol air dan satu kotak kecil berisi sandwich.
Lisa
Dia pasti telat lagi,
Gumamnya sambil menatap pintu.
Dan benar saja, beberapa menit kemudian, suara langkah cepat terdengar dari luar.
Jungkook muncul, dengan jaket abu dan rambut sedikit berantakan. Napasnya masih terengah.
Jungkook
Sorry, macet. Aku lupa kalo minggu pagi tuh parkiran selalu penuh,
Katanya, mencoba menyelamatkan diri dari tatapan sebal Lisa.
Lisa mengangkat satu alis, tapi tetap menyerahkan botol air.
Lisa
Kamu selalu punya alasan.
Jungkook nyengir, duduk di lantai di sebelahnya.
Jungkook
Tapi kamu tetap bawain aku air, kan? Berarti kamu nggak bener-bener marah.
Latihan hari itu berjalan lama, tapi entah kenapa waktu terasa cepat buat Jungkook.
Dia menikmati momen sederhana kayak gini — bukan karena latihan cheerleaders-nya, tapi karena dia bisa melihat sisi Lisa yang orang lain jarang lihat:
Serius, penuh semangat, dan nggak pernah setengah-setengah kalau udah fokus.
Selesai latihan, Lisa duduk di bangku pinggir lapangan, mengikat rambutnya yang lembap karena keringat. Jungkook duduk di sebelah, menatap ke depan, meneguk air.
Jungkook
Lumayan. Tapi seru.
Lisa
Kamu selalu ngomong gitu tiap kali bareng aku.
Jungkook
Karena emang bener.
Lisa menatapnya lama. Jungkook sadar, tapi berpura-pura nggak lihat. Suasana jadi aneh — antara tenang dan kikuk.
Sampai akhirnya ponsel Lisa bergetar.
Nama di layar membuat Jungkook secara refleks ikut melirik.
Taehyung
💬[Kamu udah latihan? Mau aku jemput?]
Lisa
Kakakku tiba-tiba perhatian banget ya,
Lisa
Padahal dulu kalo aku minta dianter malah ngomel.
Jungkook tertawa kecil, tapi dalam hatinya ada rasa aneh yang bahkan dia nggak bisa namai.
Jungkook
Taehyung hyung memang perhatian, sih,
Jungkook
Dia… tipe yang keliatan cuek tapi sebenernya hangat.
Lisa
Kamu udah akrab banget aja manggilnya ‘hyung’.
Jungkook sedikit canggung, tapi mencoba tersenyum.
Jungkook
Ya, soalnya waktu itu sempet ngobrol bentar pas aku ke rumahmu. Orangnya enak diajak ngomong.
Lisa mengangguk, nggak curiga sedikit pun.
Tapi di dada Jungkook, ada sesuatu yang mulai tumbuh — hal yang seharusnya nggak boleh tumbuh.
Sore harinya, Lisa menepati janjinya buat ngajarin Jungkook masak.
Lisa
Biar kamu nggak terus beli nasi kotak,
Mereka di dapur rumah Lisa, dengan bahan-bahan sederhana: telur, sayur, dan ayam.
Lisa
Potong kecil-kecil, gitu. Jangan kayak mau bikin sate,
Jungkook
Ya aku nggak biasa masak, gimana sih,
Jungkook membela diri, tapi tetap nurut.
Setiap kali tangan mereka bersentuhan, Lisa merasa jantungnya berdetak cepat.
Tapi Jungkook justru terdiam — bukan karena deg-degan pada Lisa, tapi karena sadar langkah kaki yang baru masuk dari ruang tamu.
Taehyung baru pulang kerja. Suara pintu ditutup pelan, disusul langkah yang mendekat ke arah dapur.
Dan begitu pria itu muncul, Jungkook langsung menegang tanpa alasan.
Taehyung
Oh, kalian masak?
Tanya Taehyung sambil menaruh jasnya di kursi.
Lisa
Jungkook mau belajar, Kak,
Lisa
Kali ini nggak boleh kabur sebelum makanannya jadi.
Taehyung
Berani juga ya ngajarin orang yang keliatan hopeless di dapur.
Jungkook
Eh, aku nggak hopeless, Hyung,
Sahut Jungkook cepat. Nada suaranya terdengar gugup tapi berusaha santai.
Taehyung menatapnya sambil tersenyum tipis.
Taehyung
Santai aja, aku bercanda.
Tatapan itu hanya beberapa detik, tapi cukup bikin Jungkook lupa cara bernapas.
Ada sesuatu di mata Taehyung yang…
Bikin sulit berpaling. Entah apa, tapi rasanya campur aduk: kagum, gugup, dan tertarik — campuran yang salah, tapi nyata.
Lisa sibuk menata piring di meja, nggak sadar kalau suasana di antara dua pria itu berubah halus.
Jungkook memalingkan pandangan cepat-cepat, pura-pura sibuk dengan sayuran yang bahkan belum ia potong.
Taehyung berjalan melewati belakangnya, jaraknya terlalu dekat. Jungkook bisa merasakan aroma sabun dari kulitnya. Hangat. Tenang.
Jungkook
Wangi parfumnya… beda,
Taehyung
Hm? Kamu ngomong sesuatu?
Jungkook
Enggak! Nggak, aku cuma… nanya Lisa,
Jungkook
Ayamnya ini direbus dulu apa langsung digoreng?
Taehyung tersenyum samar, lalu melangkah pergi.
Taehyung
Aku di ruang tamu ya. Jangan lupa cicipin dulu sebelum disajikan.
Dan begitu langkah kaki itu menjauh, Jungkook akhirnya menghembuskan napas panjang.
Lisa
Kamu kenapa sih? Dari tadi kayak tegang gitu.
Jungkook
Latihan tadi lumayan berat.
Lisa
Abis makan nanti istirahat aja di sofa. Kakakku juga nggak keberatan kok.
Jungkook hanya mengangguk, tapi pikirannya sudah entah ke mana.
Bukan ke makanan, bukan ke Lisa, tapi ke suara tawa pria di ruang tamu yang entah kenapa masih terngiang di telinganya.
Malam itu, setelah makan bersama, Taehyung pamit keluar sebentar karena ada telepon kerja.
Lisa membereskan meja makan, sementara Jungkook membantu mengangkat piring ke dapur.
Lisa
Eh, kamu istirahat aja,
Jungkook
Nggak apa-apa. Aku bantu.
Ketika Lisa masuk ke ruang belakang untuk mengambil kain pel, Jungkook sendirian di dapur.
Dari jendela, dia bisa lihat Taehyung sedang bicara di halaman, dengan cahaya lampu taman yang lembut menerpa wajahnya.
Jungkook berdiri diam di sana lama, entah kenapa sulit berpaling.
Ada sesuatu dalam cara Taehyung berbicara — tenang, lembut, tapi punya aura yang menarik entah dari mana.
Dan malam itu, di balik kaca dapur, tatapan Jungkook jatuh lebih lama dari seharusnya.
Satu tatapan yang seharusnya tidak pernah terjadi.
03
Hujan turun sejak sore, gerimis kecil yang pelan-pelan berubah jadi deras.
Lisa duduk di kursi pojok perpustakaan kampus, tangan kanannya menopang kepala, sementara matanya menatap ponsel. Sudah setengah jam, tapi Jungkook belum datang.
Padahal tadi pagi dia yang ngajak,
Jungkook
//Belajar bareng yuk, nanti aku bawain kopi.//
Lisa menarik napas pelan, menahan kantuk.
Tapi baru saja ia berniat menutup buku, suara langkah cepat terdengar dari pintu.
Jungkook
Maaf, maaf banget.
Jungkook datang dengan hoodie hitam basah, rambutnya berantakan karena hujan. Di tangannya, dua gelas kopi.
Lisa ingin marah, tapi gagal begitu melihat wajahnya yang menunduk penuh penyesalan.
Jungkook menaruh kopi di meja.
Jungkook
Aku liat hujan deras banget, tapi mikir kamu pasti masih nunggu, jadi ya—aku lari.
Lisa memandangi tetes air yang menetes dari ujung rambut Jungkook.
Lisa
Kamu bisa masuk angin, tau.
Jungkook tersenyum samar.
Jungkook
Nggak apa-apa, yang penting aku nyampe.
Ada keheningan kecil di antara mereka.
Lisa menggeser kursinya sedikit, memberi ruang. Jungkook duduk di sebelahnya, jarak mereka cuma sejengkal.
Aroma hujan di jaketnya tercampur dengan wangi kopi, membuat suasana makin hangat.
Beberapa jam berlalu tanpa mereka sadari. Buku, catatan, dan tawa kecil jadi teman.
Lisa menatap Jungkook lama-lama saat ia fokus membaca.
Tanya Jungkook tanpa mengalihkan pandangan dari buku.
Lisa
Nggak, cuma... kamu keliatan serius banget kalau belajar.
Jungkook
Emang aku serius, biar nilainya nggak malu-maluin kamu.
Lisa
Lucu kamu ngomong gitu.
Jungkook akhirnya menatap balik. Pandangan mereka bertemu. Sunyi sejenak.
Lisa buru-buru memalingkan wajah. Tapi pipinya sudah memanas.
Hujan belum juga berhenti waktu mereka keluar dari perpustakaan. Langit mulai gelap.
Lisa
Kita harus jalan deket biar nggak kehujanan.
Jungkook mengangguk, memegang payung di atas kepala mereka. Bahunya hampir menyentuh bahu Lisa. Langkah mereka pelan, suara air menetes di sekitarnya.
Lisa
Nanti kamu nginep aja di rumahku,
Lisa
Hujannya parah, aku takut kamu sakit.
Jungkook
Di rumahmu? Nanti Kak Taehyung—
Lisa
Lagi dinas keluar kota. Jadi aman.
Lisa
Lagipula kamu udah sering main juga.
Jungkook diam sejenak, lalu mengangguk.
Jungkook
Kalau kamu nggak keberatan.
Malamnya, rumah terasa lebih sunyi dari biasanya.
Lisa keluar dari kamar dengan kaus longgar dan rambut basah sehabis mandi.
Jungkook duduk di sofa, mengganti saluran TV tanpa fokus.
Jungkook
Mau, kalau nggak repot.
Suara air panas mengalir di dapur, sementara Jungkook hanya bisa menatap bayangan Lisa dari jauh.
Ada sesuatu di momen sederhana itu yang terasa... rumit.
Ia tahu Lisa tulus — tulus dalam setiap senyum, dalam setiap perhatian kecil.
Tapi di sisi lain, ada rasa bersalah yang terus mengganjal di dadanya.
Lisa kembali membawa dua cangkir teh, lalu duduk di sebelahnya.
Lisa
Dingin banget di luar, tapi panas banget di dalam,
Jungkook menatap wajahnya — lembut, polos, dan tanpa curiga.
Jungkook
Makanya aku betah di sini,
Lisa
Boleh aku percaya kalau itu bukan gombal?
Jungkook
Coba aja percaya,
Jawab Jungkook sambil tersenyum tipis.
Keheningan lagi. Tapi bukan keheningan yang canggung — lebih seperti momen yang menggantung, seolah waktu sengaja melambat.
Lisa meletakkan cangkirnya di meja, lalu menatap Jungkook.
Lisa
Aku senang kamu ada di hidupku.
Jungkook sempat kehilangan kata. Bibirnya terbuka sedikit, tapi tak ada suara yang keluar.
Lalu ia hanya tersenyum, pelan tapi tulus.
Jungkook
Aku juga senang, Lis.
Lisa menatap matanya. Dalam, jujur, tapi juga... sulit ditebak.
Dan saat jarak di antara mereka makin sempit, dunia di sekitar seperti menghilang — hanya ada dua orang yang sama-sama berusaha memahami perasaan yang mulai tumbuh.
Jungkook menunduk sedikit, sementara Lisa tak bergerak, menunggu.
Hujan masih turun di luar, dan di dalam ruang yang hangat itu, langkah pertama mereka menuju sesuatu yang lebih dari sekadar kedekatan… akhirnya dimulai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!