NovelToon NovelToon

Sistem: Pembalasan Pengantin Yang Dibuang

Bab 1: Pengkhianatan dan Kembali ke Masa Lalu

Selma menarik napas dalam-dalam, dia duduk di tepi kasur dalam suite mewah di kapal pesiar dengan gaun pengantin putih yang anggun.

Dia menunggu Julio, pria yang sudah resmi jadi suaminya. Selma mau Julio yang membantunya untuk melepaskan semua aksesoris dan gaun pengantinnya.

Tapi, sudah sekitar satu jam berlalu, Julio tidak muncul juga.

"Kenapa Julio belum kembali, yah?"

Padahal Selma sudah deg-degan menanti malam pertama dengan pria yang dia cintai itu sejak lama.

Karena kelamaan menunggu, akhirnya Selma beranjak dari kasur. Dia menyusuri dek kapal pesiar dengan gaun pengantinnya. Berniat ingin ke Whiskey Lounge. Mungkin saja suaminya ada di sana. Julio tadi bilang masih mau mengobrol sebentar dengan tamu VIP setelah resepsi pernikahan mereka.

Selma juga mencoba menelepon Julio, tapi tidak ada jawaban.

Dan –

Langkah wanita itu berhenti ketika melihat pintu kabin Debora saudari  tirinya terbuka, ada high heels merah yang menyangga pintu. Pantas saja tidak tertutup rapat.

Selma merendahkan badan, meraih high heels pemberiannya itu dan berniat menutup pintu, namun suara aneh langsung menjerat pendengarannya.

"Ahh… sayang… ahkh…"

"Lebih kencang sayang…"

"Kamu enak sekali sayang…"

"Ahkh… Julio…"

"Debora… Arghh…"

Selma langsung membeku di tempat. Suara-suara samar di dalam sana seketika menusuk jantungnya.

Dada Selma sesak, napasnya kunjung bergetar. Matanya memanas.

Dia mengulum bibir atasnya lalu memberanikan diri untuk masuk pelan-pelan. Dia harus memastikan sendiri. Bisa saja dia salah dengar karena suara hujan dan ombak di luar sana.

Namun, apa yang disaksikan beberapa puluh detik berikutnya, membuat air yang berkumpul di pelupuk mata Selma mulai jatuh ke pipi.

Ya, iris kecokelatannya tertuju pada dua orang yang sedang memadu kasih di atas ranjang tanpa sehelai benang. Julio dan Debora. Dua manusia yang Selma percaya sebagai pria terbaik yang tulus mencintainya dan sahabat sekaligus saudara tiri yang ramah juga lemah lembut.

Pemandangan di ranjang itu sungguh diluar dugaaan Selma. Satu tangan wanita itu terangkat menutupi bibir merahnya.

Hatinya seperti dikoyak-koyak oleh cakar hewan buas yang sangat tajam.

Harusnya dia dan Julio yang menghabiskan malam pertama bersama. Tapi apa-apaan ini?

Dia menggigit bibir bawahnya yang gemetaran lalu mengumpulkan kekuatan di tangannya untuk membidikkan kamera hape, merekam kegiatan dua manusia lucknut itu.

"How disgusting," gumam Selma dengan tangan gemetaran.

"AAAAA!!" Debora berteriak ketika flash kamera menerpa matanya. Dia langsung lompat membenamkan diri ke dalam selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Sementara, Julio mengetatkan rahang dan memasang celana dengan tenang seolah ketahuan oleh Selma tidak berarti apa-apa baginya.

"Ganggu aja," desis Julio.

Selma menurunkan hape dan menggenggamnya erat. "Apa? Ganggu kata kamu?" Matanya yang basah memelotot tajam.

"Iya, meng-gang-gu," Julio mendekat dengan tatapan yang berkilat kesal. Ini bukan Julio yang Selma kenal.

Ya, Selma dan Julio sudah dijodohkan sejak mereka ada dalam kandungan ibu masing-masing. Begitu usia mereka menginjak 17 tahun mereka bertunangan. Dan, di usia mereka yang ke 28 tahun mereka resmi menikah.

Namun, sepanjang yang Selma ketahui, Julio itu laki-laki yang setia, penuh kasih sayang, royal dan semua love language diborong.

Tapi, sekarang, penilaian Selma runtuh seketika. Ibarat semua kepercayaan pada Julio itu seperti lego istana raksasa yang langsung hancur dengan sekali pukulan telak.

Di luar sana, laut gelap berombak seperti hati Selma yang bergelombang pedih. Kilat yang menyambar memperjelas wajah pucat Selma. Dan, hujan menabuh kaca balkon dengan irama yang mendesak.

"Hapus video itu sekarang, Selma!" tekan Julio sambil mengancing kemejanya.

Selma menggeleng. "Nggak, Julio!" Sorot matanya yang memerah kemudian tertuju pada Debora.

"Ternyata kamu nggak sepolos dan sebaik yang aku kira, Debora," ujar Selma dengan nada yang bergetar pedih.

"Itu salah kamu percaya sama aku," cebik Debora. "Lagipula, aku bisa ngasih apa yang Julio mau dari dulu. Sementara kamu cuma bisa sok suci."

Selma menarik napasnya pedih tak percaya.

"Handphone kamu siniin!" sambung Julio dengan membentak.

Selma spontan membawa hapenya ke belakang punggung. "Aku bilang nggak!"

"Aku akan membongkar perselingkuhan kalian!" Selma menarik napas, "…dan siap-siap Julio … kamu akan segera ditendang keluar dari dewan direksi Pradipta Group."

"Ada apa ini?" Suara seorang pria paruh baya terdengar. Mereka yang ada di dalam kabin menoleh. Itu Anthony, ayah Julio. Dia datang bersama istrinya, Maya. Disusul oleh Livia, ibu tiri Selma.

Selma mengangkat ball gown-nya mendekat pada ayah dan ibu mertuanya. "Mama... Ayah… Bunda… Julio dan Debora berselingkuh," adu Selma.

Tapi bukan pembelaan yang dia dapatkan.

PLAK!

Melainkan sebuah tamparan keras yang membuat pipinya memerah. Petir di luar sana seakan menyambut hatinya yang juga bergemuruh sakit.

"Berhenti seolah jadi korban, Selma!" Orang yang menamparnya adalah Livia sang ibu tiri yang selama ini menyanyangi Selma.

Apa kebaikannya juga pura-pura?

Selma menyentuh pipinya dengan jemari yang bergetar. Dia menatap ayah dan ibu mertuanya yang juga tampak tak peduli.

Astaga. Selma langsung sadar kalau orang-orang yang ada di sekitarnya selama ini hanya bersandiwara.

Begitu teganya mereka pada seorang yatim piatu seperti Selma.

"Ternyata kalian semua hanya berpura-pura baik di depan aku selama ini…"

"Memang," kata Julio mengakui. "Papa kamu serakah sampai membuat keluarga Arsana bangkrut. Ayah dan Bunda aku harus menjilat papa kamu untuk bertahan di jajaran para kalangan atas."

Selma tertawa pedih. Dia tidak percaya papanya seperti yang dikatakan oleh Julio.

"Oh satu lagi, kamu nggak bakalan bisa bikin aku keluar dari dewan direksi, Selma, karena semua hak waris kamu sudah jatuh ke tangan aku. Otomatis aku pemilik saham tertinggi sekarang."

"...Kamu pikir aku percaya!?" desis Selma.

"Julio benar, Selma. Kamu sudah menandatangani surat pernyataan melepaskan hak waris kamu untuk Julio," ungkap Anthony, memperlihatkan sebuah gambar di layar hape, menampilkan dokumen yang dimaksud.

Selma mundur beberapa langkah karena kepalanya tiba-tiba oleng. Tangannya segera bertumpu di meja terdekat.

"Nggak mungkin…" Dia menggeleng. "Aku nggak pernah menandatangani surat semacam itu."

Julio memiringkan senyum iblis. Selma semakin tidak mengenal pria itu.

"Karena kamu menandatanganinya saat kamu mabuk."

"Tanda tangan yang dilakukan dalam keadaan mabuk itu tidak sah secara hukum," timpal Selma.

"Tapi, kamu tidak punya bukti, Selma."

Dengan air mata yang jatuh satu per satu, Selma tersenyum getir dan mengangkat hape, memperlihatkan aplikasi perekam suara yang masih berjalan merekam seluruh percakapan mereka. "Aku nggak sebodoh itu … selama ini aku cuma percaya sama kalian sampai tidak sadar semuanya cuma panggung sandiwara buat kalian."

"Ya, aku mengaku salah mempercayai kalian semua."

Ayah Anthony, Bunda Maya, Mama Livia, Debora terutama Julio sontak membelalak.

Selma dengan penuh tekad berkutat dengan hapenya, berniat untuk mengirim semua bukti yang dia dapatkan kepada pengacara keluarganya.

Namun, sebelum dia menekan tombol send, Debora menyerangnya lebih dulu.

BRUK!

Debora melayangkan botol wine pada kepala Selma sehingga sang pengantin baru itu langsung ambruk di lantai. Merah mulai bercucuran keluar dari kepala Selma bercampur dengan wine yang tumpah.

"Lebih cepat lebih baik," kata Debora gemetaran melepaskan botol pecah di tangannya. "Kita memang sudah berencana melenyapkan dia, kan?"

Livia langsung merangkul putrinya erat. "Tenang, sayang, dia memang pantas mendapatkan itu."

"Urus dia, Julio! Jangan sampai meninggalkan jejak!" titah Anthony. Sementara itu, Maya meraih hape Selma dan mulai menghapus bukti-bukti yang direkam menantunya itu.

Selma yang masih setengah sadar tidak menyangka dengan percakapan dan perbuatan mereka. Sungguh, mereka semua iblis.

"Kalian semua jahat, kalian tega melakukan ini..."

Selanjutnya, tubuh Selma diangkat oleh Julio dan Debora, menuju balkon. Angin kencang dan hujan deras menyambut mereka.

Detik berikutnya, tubuh sang pengantin baru itu dibuang ke laut.

BYUR!

Air laut menelan Selma. Suara gemuruh ombak, hujan dan petir memudar menjadi keheningan pekat.

Tubuh Selma semakin ke dalam, gaun pengantinnya berputar lembut seperti bunga putih yang layu.

Cahaya terakhir di permukaan menjauh, hingga yang tersisa hanya gelap.

Detak jantung Selma melambat.

Namun, sebelum air menguasai penuh paru-parunya, suara mekanis bergema di kepala Selma.

[Ding]

[Deteksi sinyal jiwa berhasil]

[Cahaya jiwa 0,8 % tersisa]

[Sistem Waktu Eri Aktif]

Cahaya biru lembut muncul melingkupi tubuh Selma, berputar seperti debu bintang di sekujur gaun pengantinnya.

Dari pusaran itu, sosok sekecil tinkerbell bercahaya biru muncul di hadapan Selma. Perempuan mungil itu mengenakan gaun holografik, mata birunya menyala seperti kristal.

Selma mencoba memfokuskan pandangannya, tapi tidak bisa, matanya sudah terlalu perih untuk terbuka sempurna.

Ada apa ini?

Sistem?

Gelembung mulai keluar satu per satu dari bibir Selma.

[Apakah Anda ingin menerima kontrak kembali ke masa lalu dan membalas dendam?]

Balas dendam?

Tentu Selma mau. Di saat-saat terakhirnya ini, rasa sakit karena pengkhianatan tetap menguasai hatinya.

Kalau dia memang diberikan kesempatan untuk kembali ke masa lalu. Dia tidak akan berpikir dua kali untuk menerimanya. Entah apapun isi kontraknya dia tidak peduli.

[Pilih Iya untuk menerima kontrak Sistem Waktu Eri, pilih Tidak agar cahaya jiwa Anda jadi 0% dan sambutlah kematian]

Selma tidak mau mati begitu saja. Dengan sekuat tenaga dia menggerakkan bibirnya.

"I-YA!"

Sosok mungil yang melayang dalam air itu tersenyum. Sementara Selma akhirnya menutup mata.

Cahaya biru di sekeliling mereka meledak lembut seperti semburan bintang.

Dan begitu Selma membuka matanya kembali, dia bukan lagi pengantin yang tenggelam di lautan malam.

Dia tersentak bangun dengan napas berat dan keringat dingin yang membasahi pelipisnya. Hela napas Selma terengah seolah baru saja keluar dari dasar laut.

Dia menyapu sekeliling dan butuh beberapa detik Selma menyadari kalau dia ada di sebuah ruangan VIP rumah sakit. Matanya kemudian tertuju pada monitor detak jantung berdetak perlahan. Beep… Beep… Beep…

Tangan Selma kemudian menggenggam selimut, menatap jemarinya yang ramping dan … tidak ada cincin pernikahan di jari manisnya.

"Aku hidup … kembali?"

Suara mekanis kembali terdengar di kepalanya.

[Ding]

[Cahaya jiwa ditemukan]

[Garis waktu stabil]

[Aktivasi tahap pertama berhasil]

Kening Selma berkerut, disusul dengan denyut nyeri di pergelangan tangan kanannya.

"Aakhh…," rintihnya membungkuk dan memegang pergelangan.

"Ya, Anda hidup kembali, Nona. Anda kembali ke masa ketika Nona berumur 16 tahun."

Dengan wajah kecut menahan sakit, Selma menoleh ke arah sumber suara.

"K-kamu?" Selma membelalak melihat sosok setinggi ukuran tangan melayang di samping wajahnya.

Bab 2: Selma dan Eri

"Perkenalkan, saya Eri, Nona, wali sistem yang akan membantu Nona untuk tidak jadi pecundang untuk kedua kalinya," kata sosok mungil bercahaya biru itu, tersenyum tengil.

Alis Selma berkerut kesal karena kalimat sarkas itu, dia rasanya mau menyentil sosok kecil tersebut, tapi di saat yang bersamaan dia juga terpukau dengan sosok yang menyebut dirinya Eri itu.

Saat tenggelam, Selma tidak melihat dengan jelas cahaya biru yang muncul di depannya, tapi sekarang dia mampu mendeskripsikan secara rinci penampilan perempuan mungil sekecil tinkerbell itu.

Eri punya aura biru lembut yang berpendar di sekeliling tubuhnya. Dia seperti entitas digital dalam wujud manusia. Rambutnya panjang sampai mata kaki, mengalir lembut seperti terbuat dari partikel cahaya. Dia mengenakan gaun holografik berpotongan sederhana.

"Oke, jadi aku beneran hidup kembali, dapetin sistem dan kamu wali sistem kayak guardian angel gitu?" tanya Selma memastikan, masih menggenggam pergelangan tangan kanannya yang nyeri.

"Begitulah, Nona," jawab Eri mengangkat bahunya. "Tapi tidak untuk guardian angel."

Tiba-tiba suara beep monitor melonjak, seolah merespons sesuatu yang tidak terlihat dalam tubuh Selma. Hawa dingin berangsur-angsur merayap dari ujung jari hingga bahunya.

"Aah…" rintih Selma.

Apa lagi ini?

Nyeri di pergelangan tangannya belum hilang sepenuhnya.

Kemudian, menyusul suara mekanis yang menggema di kepala Selma lagi.

[DING]

Kali ini jauh lebih nyaring sampai menusuk seperti nada logam yang menghantam syaraf.

[Sinkronisasi sistem lanjutan]

[77%...]

[88%...]

[Aktivasi penuh dimulai]

Selma spontan menggigit bibir dengan tubuhnya yang menegang. Tangannya yang dipasangi infus segera mencengkram pergelangan tangan satunya. Semakin nyeri. Lebih panas. Seperti api kecil yang menyala di bawah kulitnya.

"Aaarghhhhh…" ringis Selma. Sementara Eri melayang hinggap di pundak gadis itu dan duduk tengil di sana, menatap pergelangan tangan Selma yang mulai memunculkan cahaya biru yang merembes keluar dari nadi.

"Ini ada apa?" rengek Selma. Sakitnya kian tajam, bukan luka tapi seperti ada yang melukis di bawah kulitnya dari dalam.

"Itu adalah bagian dari kontrak Sistem Waktu Eri, Nona. Jika Anda ingin balas dendam harusnya nyeri kecil seperti itu bisa Nona tahan," kata Eri tersenyum.

Oh gosh! Sakitnya! Selma sampai menunduk dalam-dalam. Sikap tengil dan sarkastis Eri membuatnya perasaannya bercampur sebal.

Pelan-pelan muncul tiga garis tipis yang membentuk pola teratai di pergelangan tangan kanan Selma. Setiap garis terasa seperti jarum es yang menusuk nadi.

Napas Selma tersengal, matanya berair tapi rasa nyeri itu berangsur-angsur hilang digantikan rasa yang … menakjubkan.

[DING]

[Aktivasi penuh berhasil]

[Tanda tiga cahaya jiwa terpasang]

Selma menatap pergelangan tangannya yag masih berkilauan samar. Ya, tiga tato membentuk pola teratai bercahaya biru itu berdenyut pelan di bawah kulitnya.

Dia mengangkat tangannya perlahan, menatapnya di bawah cahaya lampu.

Cantik…

Iris kecokelatannya berbinar takjub.

Sementara itu, Eri melompat ke udara dan melayang lagi di sekitar Selma dan berhenti di hadapan gadis itu. Sekitar setengah meter jaraknya. Disusul kemunculan sebuah panel holongram transparan berwarna biru setinggi dada.

"Ini adalah kontrak Sistem Waktu Eri untuk Anda, Nona."

Di dalamnya, muncul simbol-simbol aneh dan angka berputar sebelum berganti jadi barisan teks bercahaya.

Di sudut kanan atas, tiga simbol yang sama persis di pergelangan tangan Selma.

Gadis itu mengerutkan kening, matanya memicing.

"Inti dari isi kontraknya apa?" Selma mengangkat tangannya yang diinfus untuk menyentuh kepala, "…kepala aku masih pening nggak bisa baca pasal-pasal panjang kayak gini," protesnya.

Eri yang melayang di samping panel sontak mengangkat alis dan menghela napas malas. Dia lalu meringkas semua isi kontrak. Tunggu saja kalau Selma gagal menjalankan misi, Eri akan tertawa puas saat gadis itu kena hukuman.

Eri mulai menjelaskan. "Tiga pola yang ada di pergelangan tangan Anda adalah bentuk dari cahaya jiwa yang yang harus Anda jaga selama melakukan balas dendam, Nona."

"Jika selama balas dendam Nona kehilangan ketiganya, Nona akan mendapatkan hukuman paling sunyi, bukan kematian, tapi… kehilangan rasa jadi manusia. Nona akan jadi wujud tanpa emosi yang terdampar di berbagai timeline."

Selma menelan salivanya berat. Tentu dia tidak mau kehilangan rasa sebagai manusia. Dia cuma mau balas dendam pada orang-orang yang mengkhianatinya.

"Oke, aku udah ngerti, Eri, pokoknya aku harus jagain tiga tato ini supaya nggak hilang, kan?"

"Ya, Nona. Dan itu bukan tato, tapi tanda cahaya jiwa Anda."

"Iya, tahu, cuma mau nyebut tato aja biar singkat gitu." Selma kemudian mengerutkan bibir sekilas.

"Eh, bisa nggak, kamu nggak usah panggil aku dengan kata nona."

"Jadi Anda ingin dipanggil dengan apa? Host, Tuan Putri, Yang Mulia, The Sweetest Girl, Princess –," kalimat Eri terpotong.

"Nggak semuanya, cukup panggil nama aku aja, kamu mini banget, kalau kamu manggil aku kayak gitu, rasanya aku memperbudak anak kecil."

"Baiklah… Selma."

"Langsung nurut lagi, kayaknya bibir kecilnya dari tadi emang najis banget manggil aku Nona."

"Saya bisa mendengar suara pikiran Anda, Selma."

Selma melengkungkan bibir ke bawah dan tersenyum. “"Ooppss, oke fine, oh iya satu lagi ngomongnya santai aja gitu, nggak usah kaku-kaku amat."

"Oh iya, aku punya pertanyaan."

"Apa itu?"

"Kenapa aku kembalinya di umur 16 tahun, kenapa bukan di waktu mama aku masih hidup?" tanya Selma, matanya berkilat sedih.

Eri mengedikkan bahu mungilnya. "Cahaya Jiwa kamu cuma mampu bawanya ke masa ini. Dan harusnya kamu bersyukur papa kamu masih hidup di sini."

"Iya juga yah, kalau, begitu lanjut."

"Oke, Selma," kata Eri cepat. Selanjutnya Eri melayang ke sebelah kanan panel hologram. Isinya sudah tidak menampilkan pasal-pasal kontrak yang malas dibaca Selma, melainkan berubah jadi data Selma sebagai host.

[DATA]

Nama: Selma Ratu Pradipta

Usia Fisik: 16 tahun

Status Sosial: Pewaris Tunggal Pradipta Group

Status Sistem: Kontrak Aktif

Cahaya Jiwa: 3/3

Level Host : 1

[ATRIBUT DASAR]

Kecantikan: 80/100

Kecerdasan: 72/100

Keberanian: 85/100

Kekuatan Mental: 70/100

Kekuatan Fisik: 40/100

Empati: 83/100

Ketenaran: 50/100

Stabilitas Emosi: 35/100

Kepercayaan: 90/100

Cinta: 100/100

Kekayaan: Rp. 151.000

Hadiah awal :

-          Ingatan Masa Lalu

-          Mata Waktu

-          Baca Pikiran

Mata Selma memindai baris per baris dari data dan atribut tersebut. Ya, dia paham nilai kecantikannya cuma segitu pasti karena saat ini auranya berkurang karena masuk rumah sakit.

"Di masa ini, kamu terlalu percaya sama semua orang, Selma, sampai kamu tidak bisa menilai niat buruk mereka," kata Eri.

"Hubungan kamu dan Julio di sini masih lovey-dovey, makanya angka status cinta kamu maksimal."

"Semua angka itu akan berubah setelah kamu menyelesaikan misi-misi yang ada, baik misi pendamping, maupun misi utama dan misi tambahan."

"Okay, i got it, Eri, tapi yang nggak aku ngerti kenapa kekayaan aku cuma 151.000. C'mon… Terus hadiah awalnya kok nggak ada uang atau saham berapa persen gitu," protes Selma, tidak terima.

Eri mendengus kesal, dia belum selesai menjelaskan tapi Selma sudah menyela.

"Kamu dapat jawabannya nanti, aku lanjut dulu ke penjelasan hadiah awal."

"Okay, okay, fiiineee… silakan lanjut, Eri."

"Tiga hadiah awal bisa aktif kalau kamu memintanya untuk aktif, Selma."

Eri kemudian melipat tangan di dada. "Kamu tidak mendapatkan hadiah uang karena kamu memang sudah kaya raya."

"Tapi, kenapa kekayaan aku cuma 151.000 rupiah doang, Eri?"

"Coba aktifkan hadiah ingatan masa lalu," kata Eri. "Supaya kamu tahu kenapa kekayaan kamu cuma segitu."

"Caranya?"

"Cukup bilang Eri, aktifkan hadiah ingatan masa lalu ... misalnya."

"Okey." Selma spontan meluruskan punggungnya meski raganya yang sekarang lemah. Oh iya, dia juga memang lupa kenapa bisa ada di rumah sakit.

"Eri, aktifkan hadiah ingatan masa lalu," titah Selma.

[Ding]

[Ingatan masa lalu mulai diaktifkan]

Loading…

10%...

20%...

Selma spontan mengerutkan kening karena merasa kepalanya pening lagi.

"Karena kami masih level 1, semua fitur dan hadiah akan menyebabkan efek samping, Selma."

"Ehmm, iya, iya, aku juga udah paham kok sebelum kamu jelasin," kata Selma meringis.

Beberapa saat kemudian…

100%

[Ding]

[Ingatan masa lalu aktif penuh]

Di momen itu, Selma langsung ingat kalau dia berada di rumah sakit karena kecelakaan menabrak pembatas jalan. Dia mengemudi kencang saat mabuk dan tanpa SIM karena ingin mendapatkan perhatian papanya. Tapi, berakhir dia dinilai pembangkang dan mencoreng nama keluarga, sehingga dia dihukum. Semua kartunya diblokir, sahamnya dibekukan, aset yang diberikan oleh papanya ditahan. Dia kemudian menoleh pada tas mininya yang ada di meja terdekat. Untung di dalam tasnya masih tersisa uang 151.000 rupiah.

Eri melayang ke depan wajah Selma dengan tatapan tengil. "Bagaimana? Sudah paham kenapa kekayaan kamu sisa itu?"

"Iya… Iyaa…" kata Selma menekuk bibirnya. “Lanjut yang dua hadiah awal lain.”

"Mata Waktu membuat kesadaran kamu terhubung dengan arus waktu lima sampai sepuluh detik ke depan, bisa aktif sendiri kalau kamu dalam bahaya, tapi akurasinya cuma 70%. Penggunaan cuma 5 kali sehari."

"Oke, ngerti."

"Baca Pikiran, sepertinya kamu tahu kan, maksudnya? Karena kemampuan analisis kamu tinggi."

"Ya, aku bisa baca pikiran orang lain, tapi pasti ada efek samping lagi atau semacam batas penggunaan, kan?" Selma mengangkat tangannya yang terdapat tiga tanda cahaya jiwanya. "Misi balas dendam aku aja harus terikat sama kontrak."

"Ya, begitulah."

"Jadi bagaimana kelanjutan penjelasannya?"

"Kamu harus aktifkan dengan perintah, saat banyak orang di dekat kamu, pasti bising dan bikin kepala kamu pusing dan mual. Durasi penggunaan dua jam sehari."

"Kalau level aku naik artinya, durasinya juga meningkatkan dan efek samping berkurang, gitu kan?"

"Ya, Selma."

"Oke, aku udah paham."

Di tengah percakapan mereka, tiba-tiba pintu terbuka pelan.

Klik…

Dari balik sana seorang gadis muda seumuran Selma muncul dengan tampilan feminin yang sederhana. Ya, itu Debora. Sahabat Selma yang berkhianat. Tapi, di masa ini dia belum jadi saudari tiri Selma.

Uwhhh…

Lihatlah dia yang masuk dengan senyum hangat dan tatapan berbinar cerah. Dulu, Selma bahagia punya sahabat sebaik Debora. Tapi, ternyata aslinya gadis licik ini cuma tampangnya yang seperti bidadari, tapi hatinya seperti iblis.

"Selma… akhirnya kamu sadar juga," kata Debora lembut, menghampiri Selma dan memeluknya. Sementara itu, tatapan Selma yang tadi ceria berubah jadi tajam menusuk.

Bab 3: Mengaktifkan Hadiah Baca Pikiran

Begitu pelukan Debora lepas, Selma memasang senyum manis. "Kamu pura-pura, aku juga bisa pura-pura."

"Sakit karena kamu ngekhianatin aku, mukul kepala aku dan bantu Julio buang aku ke laut nggak bakalan pernah hilang, Debora."

"Iya, Deb, aku udah sadar," kata Selma dengan manis.

Debora lalu menekan tombol nurse call di samping tempat tidur dan menekan pilihan untuk memanggil dokter.

"Aku senang, Selma, kamu udah kayak belahan jiwa aku. Rasanya sakit kamu dalam keadaan nggak baik-baik aja."

Selma semakin melebarkan senyumnya. "Pretttt! Bullshit!"

"Oh iya, harusnya dokter dan suster udah otw ke sini," kata Debora, dia merapikan selimut Selma.

"Oh iya, aku juga mau hubungin mama aku, dia khawatir terus sama kamu dan nggak berhenti mikirin kamu, katanya kalau kamu udah sadar dia mau buatin bubur pake truffle jamur kesukaan kamu," lanjut Debora.

Di sisi lain, panel hologram di hadapan Selma menghilang dan Eri melayang hinggap ke nakas samping ranjang Selma. Duduk di tepi sambil mengayunkan kaki. "Hmmm, akting senyum manis kamu bagus, Selma." Eri manggut-manggut seperti guru yang bangga terhadap muridnya.

Selma melirik Eri malas. "Diem nggak! entar aku keceplosan ngomelin kamu," kata Selma dalam hati yang bisa didengar oleh Eri. Si mungil itu hanya terkekeh pelan.

Selma kemudian tersenyum lagi pada Debora. "Oh ya? Tante Livia baik banget sih. Kok dia malah lebih perhatiin aku daripada kamu yang anak kandungnya?"

"Tau tuh, mama aku, aku kadang iri loh dia kelihatan lebih sayang sama kamu."

Selma menyipitkan mata lalu melirik Eri lagi. Dia kemudian memberi perintah, menggunakan hadiah awalnya yang lain.

"Eri! Aktifkan fitur baca pikiran," titah Selma dalam benaknya. Suara mekanis muncul lagi di kepalanya.

[Ding]

[Baca Pikiran mulai diaktifkan]

Loading…

10%...

100%...

Lumayan cepat prosesnya dan Selma mengalami nyeri ringan di kepala. Dia memejamkan mata erat.

"Auchhh!" ringisnya mengangkat tangannya yang diinfus, menyentuh kening.

"Sel, kenapa?" tanya Debora mendekat, menyentuh pundak Selma. Dengan mimik khawatir.

[DING]

[Membaca pikiran diaktifkan]

[Durasi dua jam sehari]

Selma membuka mata perlahan. "Euhmm… nggak papa kok, Deb. Cuma nyeri ringan."

"Ohh… syukurlah, aku kira kamu kenapa-kenapa lagi." Debora mengelus pundak Selma.

"Hmm… kenapa nggak balik koma aja sih kamu!" racau Debora dalam hati.

Selma menoleh dengan tatapan tak menyangka. Wah! Dia benar-benar bisa mendengarkan pikiran orang lain.

Dan yang lebih dia tidak sangka adalah kata-kata Debora. Sepertinya memang si Debora ini tidak pernah menganggap Selma sahabat dari awal. Real dia cuma memanfaatkan Selma.

Padahal, Selma tulus padanya selama ini. Ya, Selma Ratu Pradipta, gadis yang suka semaunya, sombong dan pembangkang. Banyak yang tidak suka padanya di sekolah. Dia cuma punya Julio. Lalu, ada suatu waktu, Selma sengaja diprank dikuncikan dalam gudang, untung ada Debora yang menyelamatkannya. Dari situlah persahabatan yang ternyata sepihak mereka dimulai.

Selma tebak pasti Debora memang sengaja mendekati Selma supaya mamanya, si Tante Livia itu bisa PDKT dengan papa Selma.

Ya, dulu Selma juga sangat senang mama Debora perhatian padanya. Sejak kecil dia tidak pernah merasakan hangatnya kasih sayang ibu. Mama Selma meninggal saat dia masih dua tahun.

Perhatian Livia membuat Selma terbuai, karena memang dia tampak lebih menyayangi Selma ketimbang Debora. Tapi, tidak untuk sekarang. Selma sudah tahu akal busuk mereka berdua. Dia sadar kalau kebaikan dan kasih sayang itu hanya pura-pura dan cuma rencana untuk menaklukkan papa Selma.

Sungguh, Selma tidak akan membuat papanya menikah dengan nenek sihir itu. Tidak akan.

Debora sedang berkutat dengan hape sementara Selma menatapnya dengan tajam menusuk, seperti ingin menerkam mangsa.

"Kamu baru ketemu target balas dendam pertama, tapi emosi kamu sudah melonjak begitu, Selma. Bagaimana dengan empat yang lainnya nanti, hehe," celoteh Eri yang kembali melayang mondar-mandir di belakang kepala Debora.

"DIAM GAK!" bentak Selma. Debora sampai kaget.

Gadis itu sadar dia keceplosan. Oopsss.

"K-kenapa, Sel?" tanya Debora takut-takut.

"Oh! Ini… Deb, aku pusing banget jadi di kepala aku kayak berisik banget."

"Mungkin itu efek abis koma, tunggu dokternya dateng, biar kamu diperiksa lagi, yah."

"Euhmm… Iya, Deb…"

Tak lama kemudian, seorang dokter pria dan seorang suster melangkah masuk melewati pintu. Lantas sang dokter memeriksa Selma sementara suster memeriksa monitor dan infus Selma.

Di ranjang, Selma merasa kepalanya pening lagi, suara-suara pikiran Debora, dokter dan suster berputar di kepalanya.

"Eri, nonaktifkan fitur baca pikiran," perintah Selma dalam hati dan langsung diproses oleh sistem. Eri hinggap di bantal. "Efek sampingnya terasa, yah, Selma?"

Dengan mata memicing, Selma melirik malas pada Eri. Ingin sekali dia menyentil sosok mungil yang tengil itu. Pikirnya sistem yang dia dapatkan bisa dikendalikan dan jadi pelayannya. Ternyata, si Eri Eri kecil ini malah suka sarkas.

[DING]

[Durasi penggunaan baca pikiran tersisa 1 jam 48 menit untuk hari ini]

Dokter yang memeriksa Selma mengerutkan kening. Dia menurunkan stetoskop lalu memindai data di tabletnya. Pasien seperti Selma harusnya butuh waktu berminggu-minggu untuk pulih. Tapi, dari pemeriksaannya barusan, sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan berlebih.

Eri melayang di sekitar pundak dokter dan tersenyum. "Tubuh kamu sudah mulai pulih, Selma. Dokter kamu pasti heran."

"Woahhhh!" seru Selma dalam hati. Dia menatap Eri dengan binar cerah di mata. "Jadi setelah dapetin sistem tubuh aku kayak Wolverine gitu? Bisa sembuh sendiri?"

Selma mengedip-ngedip ceria. Dokter, suster dan juga Debora heran dengan tingkah gadis itu.

"Iya, tapi bukan berarti tubuh kamu kebal yah, jadi jangan kesenengan gitu."

"Iyaaa… iyaa… malaikat hologram miniku."

Eri hanya bisa menggeleng-geleng dengan tingkah hostnya itu.

Setelah dokter dan suster pamit ke luar ruangan, Debora yang mengenakan seragam sekolah duduk di tepi ranjang, merendahkan badan seperti baring di dekat Selma lalu memeluknya.

"Aku bersyukur banget kamu udah bisa pulang besok lusa, rasanya sepi banget tanpa kamu di sekolah, Sel."

"Iya, iya, aku juga nggak sabar mau balik ke sekolah."

"Hummmm…"

Lalu, tiba-tiba panel hologram muncul lagi di hadapan Selma.

[DING]

[Misi pertama mulai diaktifkan]

Selma mengangkat alisnya, menatap Eri yang entah kenapa bisa makan burger berbentuk hologram di atas nakas. Ada-ada aja si tengil ini.

Eri mengunyah. "Kwenawpa? Aku ju-ga butuh makan, Selma."

Sungguh! Selma tidak peduli. Dia hanya butuh penjelasan suara mekanis yang menggema di kepalanya barusan.

Eri menelan. "Oh itu… coba aja baca sendiri, Selma. Kamu kan cerdas, mata kamu tidak rusak sampai tidak bisa baca itu misi pertama kamu."

Selma menghela napas malas yang sangat tipis, lalu memperhatikan huruf-huruf yang terbentuk di panel transparan itu.

[MISI PERTAMA]

[Tiga Kebohongan Sahabat]

[Temukan tiga kebohongan yang diucapkan oleh orang yang kamu sebut sahabat]

[Dia menyembunyikan rahasia penyebab kehancuran kamu di masa depan]

[Batas waktu 72 jam waktu nyata]

[Tingkat misi Mudah-Sedang]

[Sanksi kehilangan 10% salah satu cahaya jiwa]

[Sanksi hukuman khusus dari Eri]

[Hadiah fragmen memori masa depan durasi tiga menit]

[Hadiah akses fitur Deteksi Kebohongan selama 5 menit perhari]

Setelah membaca misi pertamanya itu, Selma melirik Debora yang masih setia memeluknya. "Oke Debora, let's play."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!