NovelToon NovelToon

My Future Husband

Prolog

*****

Arkan menyipitkan matanya melihat Febri menangis di depan mobilnya. Ia melangkahkan kakinya menghampiri gadis itu. Ini kali pertama bagi Arkan melihat gadis cerewet itu menangis. Biasanya gadis itu selalu membuat kehebohan hingga kepalanya sakit.

"Kamu kenapa?" tanya Arkan.

Febri menghentikan tangisnya mendapati Arkan di hadapannya. Tanpa pikir panjang ia memeluk pria itu. Kemudian melanjutkan tangisnya yang tertunda. Arkan langsung mengernyit bingung melihat tingkah aneh Febri. Kepalanya melihat ke sekeliling, mereka masih berada di dalam area Kampus. Ia tidak ingin jika ada yang berpikiran macam-macam tentang mereka. Sebelum ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Arkan membawa gadis itu masuk ke dalam mobil untunglah gadis itu menurut dan tidak menolak.

Arkan menyalakan mesin mobil, diliriknya Febri dari sudut matanya. Gadis itu masih menangis entahlah apa penyebabnya. Pasti ada suatu hal buruk yang menimpa gadis itu.

Mobil Arkan membelah jalan raya selama perjalanan tidak ada satupun suara yang keluar kecuali suara isak tangis Febri. Ia bingung, bagaimana cara menghentikan seorang wanita yang sedang menangis? Arkan mendesah pantas saja istrinya dulu meninggalkannya, ia terlalu kaku menjadi seorang laki-laki.

Bahkan ia tidak tahu, bagaimana bersikap manis dengan seorang wanita? Arkan menggelengkan kepalanya, berada di dekat Febri membuatnya ingin melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan dengan perempuan manapun. Kehadirannya membawa warna di hidupnya yang hitam putih. Mobilnya berhenti ketika sampai di sebuah pantai, bunyi deburan ombak terdengar jelas di telinganya.

"Ayo turun," ajak Arkan.

Febri menurut, langkah kakinya mengikuti Arkan yang membawanya menyusuri bibir pantai.

"Jadi ceritakan kenapa kamu menangis?" Arkan membalikkan badan, tangannya memegang bahu Febri. Gadis itu mengigit bibir gugup, ia ragu untuk menceritakannya, tapi berada di dekat pria itu dirinya merasa terlindungi.

"Febri di jodohkan pak hiks, hiks, hiks......"

"Febrikan belum mau menikah, apalagi yang dijodohkan dengan Febri seorang duda, dia pasti udah tua, berperut buncit, punya kumis hiks hiks.....Febri ngak mau menikah dengan dia..." Febri mencurahkan isi hatinya sambil menangis bahkan tak tahu malu mengelap airmatanya di kemeja Arkan. Untung saja Arkan tidak bisa melihat karena tubuhnya yang kecil.

Arkan menarik sudut bibirnya mendengar itu, ia menduga Febri belum tahu jika pria yang dijodohkan adalah dirinya. Ia hanya sedikit tersinggung ketika Febri meledek orang yang dijodohkannya, itu sama saja seperti menghinanya. Arkan menarik napas, sepertinya ia harus menyediakan pasokan oksigen yang banyak untuk berhadapan dengan gadis ini.

"Trus apa masalahnya?" Tanya Arkan datar. Matanya mengamati wajah sendu Febri yang makin sedih mendengar responnya, bola mata itu mengeluarkan airmata dan dilanjutkan dengan tangisan yang lebih mirip jeritan yang memekakan telingan Arkan, astaga dia salah memilih lawan.

"HIKS...HIKS.... PAK ARKAN JAHAT, FEBRI BENCI....."

"Tenang Febri, saya minta maaf, kamu mau apa sekarang pasti akan saya turuti?" tiba-tiba tangis Febri terhenti, ia menatap Arkan penuh harap. Mulut terkutuk, Arkan mengumpat melihat wajah berbinar Febri yang merencanakan sesuatu.

"Kenapa ngak bapak saja yang dijodohkan dengan Febri? walaupun bapak udah tua dan duda, tapi Febri mau sama bapak." Arkan mendesis mendengar ucapan polos Febri astaga gadis ini apa tidak bisa menjaga mulutnya Arkan membayangkan hidupnya jika harus hidup bersama Febri selama-lamanya, bayangan kartun Squidward yang merasa tersiksa harus bersama spongbob selama-lama-lamnya melintas dipikirannya.

"Shit!!" Arkan mengumpat membayangan itu.

"Pak Arkan," tegur Febri ketika ia mendengar umpatan Arkan, Arkan menatap Febri tidak suka.

"Pak Febri minta tolong!"

"Setelah menghina saya kamu masih berani minta tolong."

"Ih bapak nyebelin," Sekarang Arkan tahu kenapa wanita selalu benar dan laki-laki selalu salah.

"Hem, kamu mau minta tolong apa?"

"Febri cuma mau minta tolong, tolong bawa Febri pergi pak. Selamatkan Febri, Febri ingin Lari dari kehidupan yang berat ini." Arkan termenung, gadis ini benar-benar bodoh, mau gadis itu di  bawa kabur kan sama saja bohong ujung-ujungnya Febri akan ia nikahi. Arkan menatap matahari yang sebentar lagi terbenam, merasa tidak direspon Febri ikut menatap Matahari terbenam itu.

Entah kenapa hatinya merasa tenang, apalagi hembusan angin yang menerpa wajahnya. Ia merasa sangat nyaman, ia kembali menatap Arkan, dilihatnya wajah tampan itu. Pipinya terasa panas, ia menyukai kebersamaan mereka.

Arkan menatap tangan Febri ragu, ia ingin menggenggam tangan itu. Ia juga tahu Febri dari tadi melirik dirinya. Tapi melihat hari yang sudah mulai gelap dan matahari yang hampir tenggelam membuatnya ingin melakukan sesuatu. Digenggamnya tangan Febri tiba-tiba, jantungnya berdebar hanya melakukan itu, begitupun Febri ia merasa sengatan listrik ketika tangan Arkan menggenggamnya.

Kemudian Febri merasa tubuhnya di tarik ternyata pria itu membawanya berlari di sudut pinggir pantai menyusuri pantai ini. Wajah Arkan yang biasanya tidak pernah tersenyum, sekarang pria itu tersenyum begitu lebar kepadanya Febri ikut tersenyum melihat itu. Mereka terus berlari hingga lelah. Lalu Febri merasa tubuhnya di peluk  erat di bawah langit gemintang.

"Karena kamu meminta saya membawamu untuk lari, maka saya membawamu pergi Febri, dan jangan sekali-kali kamu pergi dari genggaman saya. Karena saya tidak akan mengijinkannya sekalipun," Jantung Febri berdebar mendengar itu.

***

Note:

Teruntuk kamu, hidup dan matiku

Yang telah mengajarkan aku tentang apa itu cinta..

Aku tak tahu lagi harus dengan kata apa aku menuliskannya..

Atau dengan kalimat apa aku mengungkapkannya tentang bagaimana perasaan ku padamu...

Perasaan yang terus tumbuh dan berkembang di hati ini...

Rasa yang membuatku mengerti arti sabar..

Karena untuk ke sekian kalinya..

Kau buat aku kembali percaya akan kata cinta

Dan benar, bahwa cinta masih berkuasa di atas segalanya

Ketika hati yang mudah rapuh ini

Di uji oleh duniawi, di uji oleh materi untuk kesekian kali

Lagi, lagi, dan lagi

kau masih bertahan dalam cinta..

begitu juga aku tak bisa lepas dari setia...

tahukah kamu Febri

begitulah caraku mencintaimu sampai akhir nanti..

Ku tuliskan semua kenangan tentang caraku menemukan dirimu di hidupku

Tentang apa yang membuatku mudah berikan hatiku padamu

Takkan habis sejuta alunan lagu untuk menceritakan betapa cantinya dirimu

'Kan teramat panjang puisi 'tuk menyuratkan betapa hebatnya cinta ini

Telah habis sudah cinta ini tak lagi tersisa untuk dunia

Karena telah 'ku habiskan sisa cintaku hanya untuk mu

Karena cintaku hanya untuk mu seorang my beautiful wife... love me until the end.. Be my favorite wife until Jannah.. I want have child with you...

love your husband

Arkan ♥️♥️♥️

BAB 1

Jangan lupa Vote And Coment

BAB 1

Arkan menuliskan materi tentang membuat teks ekposisi di kelas Academy Writing, menjadi dosen Bahasa Inggris ternyata membosankan tidak seenak yang ia bayangkan ada rasa menyesal kenapa ia tidak kuliah di jurusan teknik saja. Arkan menghela napas, tapi bagaimanapun ia tidak pernah bisa melawan ibunya. Ibunya yang menginginkan ini, lagi pula Arkan juga bersyukur dia masih bisa kuliah padahal waktu itu ayahnya meninggal dan ibunya hanyalah seorang guru PNS di SMP. Gaji yang tidak seberapa itu digunakan untuk mencukupi kehidupan mereka dan adik Arkan yang masih SMP, Arkan juga sesekali menyambi dengan mengajar Les Bahasa Inggris untuk memenuhi kebutuhannya, ia tidak ingin Ibunya yang sudah tua itu terbebani.

Arkan menghela napas, kemudian ia menulis general structure teks ekposisi di papan tulis yang berisi Thesis, Argument dan Reiteration. Ia harus banyak bersyukur, jangan terus mengeluh seperti ini, ia masih beruntung. Arkan berusaha menghibur dirinya.

Arkan membalikkan badannya. Baru saja ia ingin menerangkan, matanya menangkap sosok gadis yang lagi-lagi membuat ulah di kelasnya. Gadis yang duduk di pojok kelas dengan memegang ponsel sambil berbicara pada temannya, pasti gadis itu tidak menyadari jika Arkan sedari tadi memperhatikannya sedang murid lain sedang sibuk mencatat.

Arkan mendekati mereka berdua, dan mereka sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Arkan berdiri di dekat mereka ia penasaran dengan apa yang mereka bicarakan khususnya Febri yang matanya dari tadi fokus ke layar ponsel. Apa ponsel itu lebih menarik dari pada pelajaran di kelasnya? Tanpa sadar ia mengeram tidak suka.

"Kamu kenal Mas Malik Prasetya yang kandidat Presiden BEM kampus. Katanya dia itu kakak kelas kita pas SMA."

"ckckc, ya kenal, dia itu Ketua PMR dulu. Dan dia sering banget berdiri di belakang kamu waktu upacara."

Kenapa mereka membicarakan bocah tengil itu? Arkan mendesis tidak suka. Siapa sih yang tidak kenal bocah songong yang suka bolak-balik gedung rektorat hanya untuk hal-hal yang tidak penting? Apalagi bocah itu adalah keponakan dari Rektor kampus, jadi dia bisa melakukan segala hal seenaknya. Arkan mendesah kenapa ia harus dikelilingi orang-orang tengil. Tapi kenapa ia merasa tersaingi dengan bocah itu, Arkan menggelengkan kepalanya. Pasti ada yang salah dengan otaknya saat ini.

"Apa, kok aku ngak tahu?" ucap Savira, Arkan masih menjadi pendengar setia, sudut matanya masih mencoba mencari apa yang Febri lihat.

"Kamukan ngak pernah peka sama sekitar." Febri menatap Savira sebal. Arkan memincingkan matanya ketika melihat video yang melintas di matanya. Sangat tidak pantas untuk di tonton waktu mata kuliahnya dia pikir ini kelas porno apa. Ia mengeram kesal, sekuat mungkin ia berusaha menahan amarahnya. Ia tidak ingin terlihat labil di depan anak muridnya.

"Tapi kok bisa."

"Bisalah." Ucap Febri dengan nada sedikit keras.

"Tapi kok aku ngak per-" Sudah cukup kesabaran Arkan habis, dia merebut ponsel itu lalu menatap tajam kedua muridnya ini. Savira menghentikan ucapannya melihat wajahnya.

Arkan tak akan memberi ampunan, di gengamnya ponsel mahal itu. Arkan yakin ini adalah ponsel keluaran terbaru yang harganya selangit itu.

"SIALAN!!" Maki Febri sambil berdiri. Ketika melihat siapa yang mengambil ponselnya. Mata gadis itu melotot hampir keluar, ia langsung menunduk mengetahui jika orang itu adalah Arkan. Arkan bisa menebak pasti Febri berharap saat ini juga ia bisa menghilang dari kelas ini.

Arkan melihat video yang terpampang di sana sekilas dan ia sudah bisa menebak isinya. Bingo seperti tebakannya, ia langsung memasukkan ponsel itu ke dalam kantongnya. Ia geram kepada Febri kenapa ia berani melakukan hal konyol di kelasnya menonton video klip yang berunsur dewasa, walaupun gadis itu sudah dewasa. Tapi dia bisa melihat tempat dan sikon. Ia mengumpat dalam hati, ia rasa dosanya bertambah banyak setelah ini.

"Ponsel anda, saya sita. Keruangan saya jika kamu berminat mengambilnya, dan saya akan menambah hukuman untuk anda Miss Febri karena mengobrol dan menonton porno di kelas saya." Ucap Arkan, ia menatap Febri dengan tatapan yang sulit diartikan siapapun.

"Dan untuk anda Miss Savira, kamu saya maafkan karena Essay kamu mendapat nilai tertinggi di kelas ini, tapi jika lain kali saya melihat anda mengobrol lagi di kelas saya, saya akan menghukum anda." Entah kenapa Arkan tidak berminat menghukum Savira, ia lebih tertarik pada Febri, karena Savira mungkin tidak seceroboh Febri yang menonton hal seperti itu di kelasnya. Arkan memijit pelipisnya sebentar, ia rasa ia akan bertambah tua diusianya yang hampir memasuki 30 Tahun ini.

"Baik pak." Ucap Savira dengan nada takut.

"Kalau begitu kelas ini selesai,"

"Assalamualaikum." Ucap Pak Arkan sambil melangkah pergi meninggalkan kelas tanpa menoleh. Ia rasa sudah cukup nanti dia bisa mengganti kelas ini dengan tugas membuat essay, sekarang yang terpenting adalah menenangkan pikirannya yang akhir-akhir ini membuatnya sakit kepala.

"Waalaikumsalam."

*****

Arkan memasuki ruangannya, baru saja ia duduk. Suara perempuan menghentikan langkahnya. Febri ikut memasuki ruangan itu. ia duduk di sebrang sofa. Selain menjadi dosen ia diangkat sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris jadi wajar jika ia memiliki ruangan yang luas. Arkan menatap gadis itu tajam.

"Miss Febri, kamu tahukan kesalahan apa yang kamu lakukan."

"Pak maafin saya, saya janji ngak akan ngulangin lagi pak. Saya mohon kembalikan ponsel saya pak. Nanti ayah saya marah, kalau tahu ponsel yang baru dia belikan kemarin disita bapak." Arkan mengerutkan keningnya mendengar penjelas Febri yang dipenuhi suara rengekan. Sudah terlihat jelas gadis ini sangat manja, pasti dia memohon pada ayahnya untuk membeli ponsel ini.

"Tapi tidak dengan menonton hal seperti itu," Febri menelan ludahnya.

"Kamu tahukan saya merasa tidak dihargai dengan kelakuan kamu. Dan saya harus menghentikan kelas saya. Yang lebih parah adalah di saat saya mengajar kamu malah menonton hal yang berbahaya seperti itu, apa kamu tidak tahu jika itu yang terjadi pada kamu."

Arkan bangkit dari duduknya, bergerak menghampiri Febri. Febri merinding ketika melihat tak ada jarak di antara mereka, Arkan mencodongkan tubuhnya ke arahnya.

"Kamu tahu bagamaina rasanya jika orang dewasa pria dan wanita berdekatan seperti ini." Tangan Arkan memegang bahu Febri, lalu mengelusnya dengan sensual. Febri kehilangan akal merasakan sentuhan itu, namun semua lenyap begitu saja ketika dosen tampan itu mencengkram bahunya erat, lalu menatapnya tajam.

"Kau akan berakhir seperti yang tadi kau lihat diponselmu, kamu mau sebagai wanita diperlakukan seperti itu oleh seorang pria." Febri menggeleng dengan cepat, Arkan menghembuskan napas lega ketika dia berhasil melewati hal gila ini. Ia hampir saja ingin menyentuh mahasiswanya sendiri. Jika ibunya tahu pasti ia akan langsung dicoret jadi anak.

Arkan tak habis pikir niat awal mau membuat Febri takut malah dirinya hampir keblablasan gadis ini malah menikmatinya. Sialan tiba-tiba gairahnya naik, Arkan mencoba menenangkan dirinya. Kemudian menatap Febri dan baru ia sadari gadis itu sangat cantik dan tadi ia hampir merusak kecantikanya itu.

Arkan menghela napas, "Saya beri keringanan. Ponsel anda saya sita selama seminggu." Ucap Arkan tenang lalu ia bangkit berdiri menjauh dari Febri ia takut berbuat hal yang lebih.

Febri yang awalnya masih terbawa suasana panas yang digetarkan Arkan langsung melotot mendengar itu, ia tidak terima. "Tapi pak," Baru saja Febri ingin Protes Arkan langsung mencela. "Seminggu atau selama-lamanya."

Febri menjadi lesu, ucapan Arkan tidak bisa di ganggu gugat. Ia kemudian mengangguk menyetujui seminggu, dari pada ia harus kehilangan ponsel barunya.

"Kalau begitu kamu bisa keluar." Arkan mengusir Febri, ia rasa mengerjai gadis seperti Febri tidak ada salahnya.

"APA?"

"Keluar, ada perlu apa lagi, kamu mau bersihiin ruangan saya." Arkan mengangkat alisnya lalu mengarahkan telunjuknya ke arah pintu agar Febri cepat keluar.

Febri mendengus, kemudian ia keluar ruangan dengan lesu sambil membanting pintu sangat keras. Ia sudah tidak peduli lagi dengan rasa hormat. Pria itu begitu menyebalkan baginya. Tidak pernah ada orang yang bersikap seperti itu padanya. Ia rasanya ingin menangis, pasti nanti ayahnya akan menceramahinya dan berujung ia dihukum tidak boleh keluyuran lagi. Membayangkan itu saja membuatnya sangat-sangat kesal. Ia harap dia tidak akan pernah mendapatkan jodoh seperti Arkan pasti hidupnya akan penuh intimidasi seperti itu.

"Dasar kau dosen sialan, awas saja akan kubalas kau nanti." Janji Febri dalam hati. Membayangkan rencana-rencana licik yang ia susun di kepala cantiknya.

BAB 2

BAB 2

Febri memasuki rumah dengan lesu. Ponsel barunya di sita dosen, ia tidak tahu harus melakukan apa jika jauh dari benda yang satu itu. Febri memincingkan matanya melihat ayahnya sudah pulang, tidak seperti biasanya. Ayahnya itu bos perusahaan besar, jadi misalnya dia dirumah itu adalah hal yang tidak wajar. Seharusnya ayahnya sibuk di perusahaan.

"Febri, anak kesayangan ayah sudah pulang, hayo salam dulu." Ucap ayahnya dengan nada manja, apa-apaan ayahnya. Kenapa ayahnya tiba-tiba menjadi seperti itu tidak seperti biasanya?

"Assalamualaikum." Ucap Febri malas, Reno mengangkat alis mendengar ucapan anaknya. Pasti ada suatu hal yang terjadi hingga anaknya lesu.

"Waalaikumsalam, anak ayah kok cemberut gitu, mukanya tambah jelek loh." Febri mendelik kepada ayahnya, ia duduk di sofa sebelah ayahnya kemudian ia melihat mamanya datang membawa minuman. Febri langsung mengambil minuman itu dan menenggaknya. Ibunya Risa hanya bisa mengeleng-geleng melihat kelakuan anaknya.

"Kakak kamu itu udah gede udah mau menikah, sebentar lagi udah mau punya suami masih aja ngambek-ngambekkan." Risa mengatakan itu melihat kelakuan anaknya.

"Mau sampai kapan kamu bersikap kayak anak kecil, apa-apa yang nyiapin mama."

"Ih mama apaan sih, lagian aku itu masih kecil belum siap buat nikah."

"Lagian mana ada cowok yang mau sama aku." Lanjut Febri.

"Kalo gitu biar mama yang nyariin, yakan pah kita jodohin aja sama temen papa itu yang udah jadi dosen. Mama denger dia udah cerai dua tahun yang lalu sama istrinya." Febri  memuncratkan air yang baru diminumnya, mamanya mau menjodohkannya dengan seorang duda, bayangan dosen Filsafatnya yang berkumis dan berperut buncit dengan umur hampir pertengahan abad membuatnya bergidik ngeri. Ia tidak mau, ia hanya mau menikah dengan laki-laki seperti oppa-oppa yang sering ia tonton di drama korea.

"Papa setuju, lagi pula dia mapan dan bertanggung jawab, hanya istrinya saja yang bodoh meninggalkan pria itu."

Febri semakin melotot mendengar ungkapan ayahnya. Kenapa mereka malah bersekutu? tanpa meminta pendapatnya memang yang mau menikah itu siapa. Febri langsung menaruh gelasnya, lalu ia menjerit membuat kedua orangtuanya menutup telinganya.

"ARGHHH TIDAK!!!"

"Febri diam. Adikmu sedang tidur." Febri langsung menghentikan ucapannya, karena ia tahu kalau adiknya bangun suara tangis adiknya yang berusia 5 tahun itu akan mengalahkannya dan ujungnya ia akan disiksa oleh adiknya. Febri bergidik, membayangkan ia menjadi kuda yang ditunggangi adiknya.

"Febri kamu mau kan?" Pikiran Febripun seakan ditarik kembali ke dunia nyata.

"Enggak mau, Febri maunya nikah sama Oppa min-ho, Oppa jinsuk, Oppa jongki ngak mau sama oppa-oppaan mama. Lagian Febri belum mau menikah." Risa menghela napas mendengar ucapan anaknya. Kenapa anaknya bisa segila ini? padahal dulu ia tidak selebay itu.

"Febri kamu itu apa-apaan sih masa kamu mau nikah sama kakek-kakek." Reno langsung memasang ekspresi tidak suka, membayangkan anaknya menikah dengan kakek-kakek yang tadi anak peremupuannya sebutkan. Febri hanya bisa menatap sebal ayahnya. Ayahnya kurang gaul terlalu banyak sibuk hingga tidak tahu siapa itu oppa-oppa ganteng yang tadi ia sebutkan.

"Ih ayah, ituloh oppa-oppa yang kemarin Febri tunjukan sama ayah lewat ponsel yang ayah baru belikan. Bentar Febri kasih liat foto oppa ganteng," Febri tidak sadar jika ponselnya di sita oleh dosennya ia lupa dan bodohnya ia melakukan kesalahan besar itu di depan orangtuanya.

Febri asik mencari di tasnya namun tidak menemukan, mukanya berubah pucat ketika ia mengingat semuanya. Kejadian memalukan tadi siang, mulai dari insiden kepergok nonton video mesum sampai dia hampir dimesumin sama dosen tampan itu. alamak matilah dia, ayahnya mendelik seakan-akan curiga anaknya menyebunyikan sesuatu.

"Tidak jadi ayah,"

"Mana ponsel kamu ayah mau lihat,"

"Ih ngak jadi,"

"Kamu pasti menyebunyikan sesuatukan, mana tunjukan pada Ayah."

"Jangan bilang ponsel kamu hilang," Risa mencela, mataya mencincing seakan tahu anaknya menyembunyikan hal penting.

"Itu ponsel baru loh kak, ayah beli 7 juta dan kamu hilangkan memang cari uang itu gampang."

"Ngak ilang kok yah, tapi nanti 7 hari lagi kembali." Febri mengelak, walau dalam hati ia merasa ketar-ketir karena membohongi ayahnya. Reno yang sudah paham gelagat Febri yang tidak pandai berhong langsung memandang curiga.

"Ayah maunya sekarang."

"Bisanya seminggu lagi yah, pliss"

"Kenapa harus seminggu lagi? jawab jujur Febri" kini Risa tidak ingin tinggal diam, karena Reno pasti akan luluh sama anak perempuan kesayangannya itu. Risa paham betul suaminya itu terlalu memanjakan Febri.

"Ponsel Febri di sita dosen Febri."

Reno tertawa mendengar itu, astaga anaknya ini benar-benar seperti bocah SD saja. Masa ia sudah kuliah ponsel masih di sita-sita. Umurnya saja yang sudah dewasa tapi sikapnya masih seperti anak balita. Reno mengelus dadanya sabar.

"Kalau begitu besok ayah mau ketemu sama dosen kamu,"

"Jangan ayah." Larang Febri, ia tidak ingin ayahnya tau jika ia melakukan hal yang memalukan di kampus.

"Kenapa?"

"Ponsel kamu kok bisa sampai di sita, apa yang kamu lakuin Febri. Kamu tidak melakukan hal yang aneh-anehkan" Risa mencela lagi. Risa menatap Febri curiga, anaknya ini harus benar-benar di jaga dengan hati-hati. Febri mendesah, kenapa mamanya seperti tahu apa saja yang ia lakukan, memang yah ikatan batin seorang ibu itu benar adanya. Tahu aja kalau anaknya ada masalah.

"Itu ma, Febri mainan ponsel waktu pak dosen menjelaskan. " Reno tertawa lalu membelai puncak kepala Febri.

"Yasudah kalau begitu, pokoknya besok kamu temani ayah ketemu dosen itu mengerti. Tidak ada penolakan."

"iyah," dengan lesu Febri pergi meninggalkan orangtuanya sebelum hal-hal yang tidak ia inginkan terjadi namun samar-samar ia masih mendengar niatan mamanya yang bersikeras menjodohkannya dengan duda yang disebutnya tadi.

"Pokoknya yah pa kita harus menikahkan Febri sama si Bagas itu. Siapa tahu Febri berubah jadi dewasa, mama sudah pusing menghadapi tingkah kekanak-kanakannya itu."

Febri rasanya ingin menangis membayangkan itu. mamanya jahat sekali, kenapa nasibnya hari ini harus sial seperti ini? andai aja dia jadi Savira, pasti dia bahagia banget dikelilingi oppa-oppa tampan macam Rakan, Farhan dan malik, lah dia masa duda. Mengngingat duda ia jadi membayangkan wajah pak Arkan dan sentuhan Arkan yang membuatnya merinding itupun juga ikut terbayang. Febri bergidik ngeri, nasibnya miris dikelilingi oleh duda. Tapi kenapa tadi ia menikmati sentuhan pria itu dan ia baru menyadari jika Arkan laki-laki berani menyentuhnya padahal belum pernah ada laki-laki yang menyentuhnya seperti itu. Febri merasa ternodai yang menodai duda lagi, kenapa nasibnya harus sial begini. Ia maunyakan sama oppa-oppa unyu.

"HUAHHHHHH" Febri menangis kencang ia tidak menyangka hidupnya harus seperti ini. Ia tidak terima, apalagi jika benar akan menikah dengan laki-laki pilihan mamanya, hidupnya pasti akan seperti neraka lalu teman-temannya akan mengejeknya.

"Febri diam!!!" Suara mamanya, Febri langsung menahan isaknya, tapi ia tetap menangis tanpa suara.

"Ya Allah kenapa kau berikan ujian yang berat ini padaku ya Allah. Apa salahku?"

"Hiks..hiks..hiks.."

"Febri benci, benci pak Arkan, hiks pak Arkan,,," Febri tertidur setalah berulang kali menyebut nama itu tanpa ia sadari,

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!