NovelToon NovelToon

Kaisar Pedang Tak Terkalahkan

Ch - 00 : Prolog

Malam hari itu, di bawah sinar bulan, api berkobar menghanguskan satu kediaman. Mayat-mayat berserakan, darah mengalir seperti air mengubah tanah menjadi merah.

Di salah satu bangunan yang hampir ambruk, seorang pria tua tampak berlutut di lantai dengan pakaian acak-acakan. Nafas memburu, tak berani mengangkat wajahnya untuk menghadap langsung sosok di hadapannya.

"Tu-Tuan Ye Lin... Bukankah di antara kita tidak ada jejak permusuhan? Kenapa kau melakukan ini?"

Pria yang mengenakan jubah hitam bermotif teratai itu bergeming tanpa menghiraukan sosok yang bersimpuh di hadapannya. Mimik wajahnya begitu tenang, tapi ketenangan itulah yang membuat siapapun akan tunduk ketika bertemu dengannya.

Dia tersenyum. "Memang tidak ada. Kami adalah pembunuh bayaran yang beraksi ketika ada permintaan."

Sun Ke, Kepala Keluarga Sun itu berkedip beberapa kali sambil menyeka keringat di wajahnya. Menakupkan tangan, berlutut sambil memohon.

"Tuan Ye Lin, tolong ampuni kami. Kami akan bayar dua kali lipat dari orang yang membayarmu."

Ye Lin tersenyum dingin. Tatapan matanya dipenuhi niat membunuh.

"Kau pikir Teratai Merah terkenal karena apa? Mau menyuapku?"

Kalimat yang tajam membuat Sun Ke gemetar ketakutan. Dia menelan ludah, terburu-buru meralat ucapannya.

"Bu-bukan seperti itu, Tuan Ye Lin. Kami hanya memohon belas kasihan darimu. Tolong beri kami kesempatan, selama bersedia melepaskan Keluarga Sun, kami akan membayar berapapun," ucapnya.

Ye Lin menaikkan alis. "Berapa pun?"

"Ya, tentu saja. Berapa pun!"

Sun Ke menjawab dengan cepat dan penuh semangat ketika melihat pihak lain memiliki ketertarikan. Tentu saja, dia memiliki kepercayaan diri jika membicarakan tentang kekayaan.

Harta dapat dicari, tetapi nyawa hanya ada satu.

"Baiklah. Karena kau sangat royal aku juga akan memberimu muka."

Senyum di wajah Sun Ke makin mengembang dan pria tua itu segera menarik tubuhnya untuk bangkit sambil berjalan mendekati Ye Lin.

"Tuan Ye Lin, kau dapat menyebutkan angkanya. Besok pagi, sebelum matahari terbit Keluarga Sun pasti akan mengantarnya langsung ke tempatmu."

"Baik!" seru Ye Lin cukup lantang.

Ye Lin berjalan memutar, memutari Sun Ke. Ketika sudah di belakang dia lalu berhenti sambil menepuk pundaknya.

"..."

Di momen ini keringat dingin kembali membasahi wajah Sun Ke. Pria tua itu berusaha tetap tenang, berusaha untuk tertawa.

Dalam hatinya berkata, "Beberapa saat lalu kau begitu keras kepala mengatakan tentang prinsip. Sekarang, di hadapan kekayaan, kau menarik ucapanmu seperti pecundang."

Dia tersenyum.

"Di dunia ini, tidak ada yang lebih penting dari kekayaan. Memangnya kenapa jika kau kuat, aku masih bisa membeli harga dirimu dengan kekayaan yang aku miliki."

Sun Ke tertawa dalam hati. Terlalu sibuk mencela sampai tak sadar sebuah pedang telah menembus tubuhnya dari belakang.

Matanya mendadak terbuka sempurna. Mengikuti rasa sakit, perlahan menoleh ke belakang dan menemukan seseorang yang menghunuskan pedang kepadanya.

Uhuk.. Uhuk...

Beberapa teguk darah dimuntahkan.

"Tu-Tuan Ye Lin. Kenapa kau ...."

Ye Lin bergeming tanpa menunjukkan reaksi apapun. Menarik pedangnya tanpa perasaan, membuat darah langsung keluar deras seperti air mancur.

Bruk!!

Tubuh Sun Ke terjatuh. Namun pria tua itu masih berusaha mempertahankan kesadarannya sambil berusaha berbalik menatap Ye Lin.

"Kenapa ... Bu-bukankah kita sudah setuju?"

Nafasnya tersengal-sengal. Suaranya bahkan hampir tidak bisa keluar.

Ye Lin mengibaskan pedangnya sebelum menyarungkannya kembali. Ekspresinya masih begitu dingin.

"Kenapa? Kau pikir aku akan melepaskan orang sepertimu?"

"Meskipun kami adalah pembunuh bayaran tetapi kami tidak pernah membunuh asal-asalan. Di bandingkan dengan kalian, Keluarga Sun, yang di depan memasang topeng penuh kebaikan, sementara di belakang menculik wanita dan anak-anak untuk dijual di pasar budak, kami masih memiliki sedikit hati nurani."

"..."

Wajah Sun Ke menegang hebat. Darah seperti berlari ke otaknya karena kesal. Dia membuka mulutnya, berteriak, "Omong kosong! Kalian tidak akan jadi pembunuh bayaran jika benar memiliki hati nurani. Jangan bicara seperti orang bijak saat kalian juga melakukan kejahatan."

Dia memuntahkan seteguk darah bersama dengan kalimatnya.

Ye Lin ingin mengatakan sesuatu, tapi pada saat itu tangan kanannya, Liu Cheng, datang dengan terburu-buru.

"Kakak Ye, kita dikepung."

Begitu mendengar ini ekspresi Ye Lin sedikit menunjukkan perubahan.

"Apa maksudmu? Kau yakin mereka datang untuk kita?" tanya Ye Lin.

Liu Cheng diam beberapa saat sebelum mengangguk dengan yakin.

"Tidak mungkin salah. Mereka memang datang untuk kita."

Ye Lin tampak merenung.

"Berapa jumlah mereka?"

"Lima puluhan orang. Separuh di timur, separuh di barat."

Ye Lin menautkan kedua alisnya berusaha berpikir. Pada saat itu, Sun Ke yang sudah sekarat tiba-tiba tertawa dengan suara keras. Mulutnya terbuka sambil darah mengalir keluar.

"Hahahaha... Inilah karma. Kalian tidak akan bisa pergi dari sini. Kalian akan mati bersamaku!"

Dengan sisa-sisa nafas dia tertawa semakin keras. Tak peduli dengan kematian di depan mata, yang terpenting dia senang mengetahui Ye Lin dan kelompoknya telah menjadi target kelompok lain.

Keluarga Sun tidak selamat, Ye Lin juga tidak akan selamat.

Sling!!

Ye Lin menebas tubuh Sun Ke hingga bagian atas dan bawahnya terpisah menjadi dua. Dia tak mempedulikan mayat pria tua itu, dia meninggalkan ruangan bersama Liu Cheng, berkumpul dengan enam anak buahnya yang ada di ruangan lain.

"Kakak Ye, sepertinya ada mata-mata di tempat kita."

Ekspresi Ye Lin menjadi lebih serius. Seharusnya memang tidak ada yang tahu tentang misi yang dilakukan Kelompok Pembunuh Bayaran Teratai Merah. Sekalipun ada orang yang memesan, kapan waktu tepatnya misi akan dilakukan mereka sama sekali tidak mengetahuinya.

Jika ada orang luar yang tahu, pasti awal mulanya berasal dari orang-orang sendiri.

Memikirkan hal ini membuat Ye Lin semakin marah. Namun dalam situasi ini dia tahu tidak ada manfaatnya memikirkan hal tersebut.

"Bagaimana dengan kekuatan mereka?" tanya Ye Lin.

"Kakak Ye, kekuatan mereka kebanyakan di tingkat langit lapisan pertama sampai kelima, tapi ada empat orang yang auranya mungkin di tingkat langit lapisan kesembilan."

"..."

Ye Lin mengambil nafas panjang. Tingkat langit lapisan kesembilan adalah puncak kekuatan yang ada di Provinsi Lingga. Dirinya yang dijuluki Kaisar Pedang Tak Terkalahkan juga berada di tingkat yang sama.

"Selain tiga keluarga utama, hanya Akademi Agung yang mampu mengirim empat pembudidaya tingkat langit lapisan kesembilan. Di antara mereka berempat, siapa sebenarnya yang mengincar kami?"

Saat Ye Lin masih bertanya-tanya tentang asal-usul musuh yang mengepungnya, saat itu sebuah suara ditransmisikan di udara.

"Kaisar Pedang Tak Terkalahkan, Ye Lin. Kau ingin keluar sendiri atau kami yang harus memaksamu?"

"..."

"Sialan! Orang-orang ini ...."

Liu Cheng dan enam orang lainnya sangat kesal hingga mereka bersiap melompat keluar jendela. Namun Ye Lin segera membentangkan tangannya, menenangkan mereka, berharap tidak ada yang terpancing.

"Kalian cari kesempatan pergi dari sini. Aku akan mengalihkan perhatian dan menahan mereka selama mungkin."

"Kakak Ye ...."

Tidak ada yang tidak terkejut ketika Ye Lin memutuskan akan tinggal seorang diri. Enam orang langsung menolak dengan keras, tetapi Liu Cheng yang lebih bijaksana memiliki gambaran yang lebih luas.

Dia segera memberi isyarat dengan gelengan kepala kepada enam orang lainnya.

"Di situasi seperti ini, kita tidak akan banyak membantu. Daripada kita hanya akan menjadi beban, bukankah lebih baik ikuti perkataan Kakak Ye, dan pergi dari sini?"

Matanya menatap satu persatu dari enam saudaranya. Meski awalnya enggan, mereka pun akhirnya mengerti dan bersedia meninggalkan kediaman Keluarga Sun.

"..."

"Aku akan keluar menghadapi mereka. Kalian bersiaplah mengambil kesempatan."

Liu Cheng mengangguk sambil berusaha menekan emosinya. Mulut terbuka ingin mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya suara tidak bisa keluar dan dia hanya bisa menyaksikan punggung Ye Lin perlahan menghilang dalam pandangannya.

"Kakak Ye ...."

Ye Lin yang sudah di luar ruangan perlahan mengangkat tubuhnya melayang di udara sambil menyebarkan aura kekuatannya.

Mata menyorot tajam, ekspresinya sedingin malam.

"Keluar!!"

Bersama dengan suara Ye Lin, suara tawa banyak orang menggema di tempat tersebut.

Dari arah barat dan timur, puluhan orang muncul langsung mengepung dalam sikap siap menyerang.

"..."

Mata Ye Lin menelisik dengan hati-hati. Perhatiannya tertuju pada empat sosok yang memiliki aura paling kuat di antara puluhan orang itu.

"Sepertinya ada orang yang sangat menginginkan nyawaku. Ini membuatku sangat penasaran. Apa kalian tidak ingin memberitahuku? Apakah itu Keluarga Zhu? Keluarga Wang? Atau, Keluarga Ye dari Kota Yan?"

"Hem? Siapa?"

Ye Lin mengangkat kedua bahunya dan bertanya pada empat pemimpin kelompok itu.

Namun bukan jawaban yang ia dapatkan, mereka berempat langsung memimpin puluhan orang untuk menyerangnya.

"..."

Ch - 01 : Bangkit Dari Kematian, Tubuh Baru

Pertarungan tidak terelakkan. Ye Lin seorang diri melawan lima puluh orang.

Meski terkesan tidak adil, tetapi dengan teknik pedangnya yang terkenal, Ye Lin mampu merepotkan musuh bahkan membunuh lebih dari separuh jumlah mereka.

Dia berhasil melarikan diri setelah membunuh dua dari empat pemimpin kelompok itu. Bersembunyi di kedalaman hutan, sembari memulihkan kondisi tubuhnya yang terluka dan kehabisan banyak tenaga.

"Waktu yang kuberikan seharusnya cukup untuk Liu Cheng dan yang lain pergi. Di sini juga seharusnya tempat yang aman untuk bersembunyi." Ye Lin mengedarkan pandangan sembari mulai duduk bersila di atas sebuah batu besar yang ada di salah satu sisi air terjun.

Bertahap mengatur Qi dalam tubuhnya, bersiap memejamkan mata sampai suara-suara yang datang dari kejauhan mengganggu konsentrasinya.

Suara duan yang terhempas, suara burung yang terbang tak beraturan karena panik.

Ye Lin langsung menyatukan alisnya, sementara kedua tangan terkepal sempurna.

"Mungkinkah mereka berhasil mengejar?"

Ye Lin bangkit lalu melompat ke salah satu pohon yang cukup lebat. Sambil menyembunyikan aura, mengintai dengan waspada menunggu kelompok yang mengejarnya.

Namun, bukan kelompok pembunuh seperti yang ia bayangkan, melainkan seorang pemuda yang terlihat berlari dengan cemas sambil memegangi bahunya yang sedang terluka.

Tidak lama setelah pemuda itu melintas, ada kelompok berjumlah lima belas orang yang mengikutinya sambil membawa belati dan pedang.

Meski tidak saling mengenal, situasi yang mereka hadapi kurang lebih sama.

Masing-masing terluka, masing-masing diburu seperti mangsa.

"Apa aku perlu membantunya?" gumam Ye Lin sembari menatap ke arah perginya pemuda itu dan kelompok yang mengejarnya.

Ye Lin benar-benar mempertimbangkan untuk turun tangan langsung, tetapi saat ingat kondisi tubuhnya yang terluka, dia menggelengkan kepala sebelum turun dan kembali ke tempatnya.

"Lagipula kami tidak saling mengenal. Tidak ada kewajiban untuk menolongnya."

___

Sementara itu, pemuda dua puluh tahun yang terus berlari menghindari kejaran kelompok pembunuh pada akhirnya tidak bisa melanjutkan langkah ketika di hadapannya adalah ngarai yang sangat dalam.

Dia hendak kembali, tetapi belasan orang yang mengejarnya telah sampai di tempat itu dan langsung memblokir jalurnya.

"Sudah cukup bermain kejar-kejarannya. Waktunya mengucapkan selamat tinggal."

Mendengar ucapan ini membuat tubuh pemuda itu bergetar. Rasa takut membuat kakinya tanpa sadar terus melangkah mundur, tangannya terkepal, nafasnya semakin tidak beraturan.

"A-apa sebenarnya yang kalian inginkan? Siapa yang mengutus kalian untuk membunuhku?"

Dengan putus asa dia mencoba cari tahu siapa yang telah mengirim pembunuh kepadanya. Dia berpikir, sekalipun tidak selamat dirinya tidak akan mati dengan penasaran. Namun belasan orang berpakaian hitam itu hanya saling memandang sebelum tertawa cukup lantang.

Tiga dari mereka melangkah maju dua sampai tiga langkah, mengayun-ayunkan pedang sambil menjulurkan lidahnya.

"Cepat! Selesaikan sekarang."

Tiga pembunuh itu tersenyum. Mengikuti arahan pemimpin, kemudian berlari menyerang sambil menodongkan pedang.

Terlihat pedang itu sangat tajam. Dengan aura biru yang menyelimuti permukaannya, benda sekeras batu sekalipun akan terbelah menjadi dua.

"Apa aku akan mati di sini?"

Itu adalah kalimat yang terbesit di kepala pekuda itu. Dia tidak bisa melakukan apapun, hanya bisa pasrah dan memejamkan mata sambil menunggu ajalnya.

Dia sudah siap jika harus mati. Tapi cukup lama menunggu, anehnya masih tidak ada pedang yang mendarat ke tubuhnya.

"..."

Keningnya mengerut, perlahan membuka mata dan menemukan bayangan punggung seorang pria paruh baya yang tampaknya telah mengalahkan tiga pembunuh itu.

"Nak, kau bisa berenang?"

Pemuda itu bingung dengan maksud pertanyaan Ye Lin. Dia masih tidak menjawab atau mencoba mengatakan sesuatu.

"Tepat di bawah kita ada sungai yang cukup dalam. Itu satu-satunya jalan jika kau ingin tetap hidup."

Ye Lin melirik pemuda di belakangnya. Entah kenapa dia harus bersusah payah ikut campur urusan orang lain. Dia sudah terluka parah akibat pertarungan, bisa saja pura-pura tidak tahu dan tetap diam di air terjun, tetapi dia tetap datang.

"Orang tua, sebaiknya kau tidak ikut campur! Cepat pergi dari sini!"

Suara makian dilontarkan tiga pembunuh yang sebelumnya dihempaskan oleh Ye Lin. Pemimpin kelompok itu yang ada di belakang juga ikut memberi peringatan kepada Ye Lin, tetapi Ye Lin seolah menutup telinganya rapat-rapat dan hanya menunggu jawaban pemuda di balik punggungnya.

"Berenang? Mungkin bisa," ucap pemuda itu, agak ragu.

Ye Lin segera memberi isyarat dengan tatapan singkat, lalu keduanya bertahap mengambil langkah mendekati bibir jurang yang ada di belakang.

Semakin dekat, semakin dekat.

"Apa yang ingin kalian lakukan?!"

Ketua kelompok pembunuh berseru ketika melihat gerak-gerik mencurigakan dua orang di depannya.

Namun, sebelum sempat bereaksi Ye Lin segera mendorong dada pemuda itu dan menjatuhkannya dari bibir jurang.

Byur!

Diikuti dengan suara teriakan pemuda itu jatuh ke sungai. Di momen yang sama, membutuhkan beberapa detik sebelum belasan pembunuh mendapatkan kembali kesadaran mereka.

"Sial! Cepat kejar! Jangan biarkan dia lolos!"

Sayangnya, Ye Lin tidak akan memberikan kesempatan itu. Setiap ada yang ingin melompat ke sungai pedangnya akan terangkat lalu menebas orang itu.

Seperti penjaga pintu, dia berdiri dengan galak.

Ketua kelompok pembunuh membuang tusuk gigi di tangannya, berkata, "Orang tua, kenapa kau terus ikut campur? Ini bukan urusanmu."

"..."

"Bos, tak perlu bicara dengannya. Kita bunuh saja, setelah itu kita cari anak Keluarga Ye itu."

Sejenak saling memandang, sekitar empat sampai lima orang kemudian maju untuk menghadapi Ye Lin.

Mereka pikir itu sudah cukup, tapi siapa yang mengira jumlah tersebut dapat dikalahkan dengan cukup mudah oleh pria tua yang terlihat lemah.

"Sial! Semua, serang dia!!"

Setelah mengetahui Ye Lin bukan lawan yang mudah dihadapi mereka maju bersama untuk mengalahkannya.

Kebanyakan adalah pembudidaya tingkat jiwa, hanya ketua kelompok itu yang berada di tingkat bumi.

Mereka seharusnya tidak akan memiliki kesempatan jika kondisi tubuh Ye Lin baik-baik saja. Namun, dalam kondisi tubuh Ye Lin yang terluka, pertarungan ini bahkan mungkin akan merenggut nyawanya.

Trang!

Trang!

Dentingan pedang terus bergema di atas tebing. Meski tak menggunakan kekuatan spiritual, teknik pedang Ye Lin jelas berada di tingkat yang berbeda. Bahkan ketika luka di tangan kanannya semakin parah dan mulai mati rasa, dia hanya menggunakan tangan kiri untuk mengayunkan pedangnya dan membunuh delapan orang dalam waktu berdekatan.

Tujuh orang tersisa termasuk ketua kelompok itu. Namun dalam segi kekuatan jelas ketujuh dari mereka memiliki tingkat yang lebih tinggi.

"Orang tua! Kau akan membayarnya!!"

Ketua kelompok itu berseru lalu mengeluarkan seluruh kekuatan yang tersembunyi di dalam tubuhnya.

Auranya yang semula berwarna biru berubah menjadi ungu. Dia menerjang seperti serigala dan menyerang semakin brutal.

"..."

Rintik hujan turun di wilayah itu. Setelah pertarungan yang lumayan lama, di atas tebing, pada akhirnya hanya ada satu orang yang berdiri sampai akhir.

Sambil bertumpu pada pedangnya, tatapan matanya mulai terlihat sayu.

Ye Lin tersenyum.

"Aku sangat lelah. Apa aku akan mati?"

Sebagai seorang pembunuh bayaran, Ye Lin tidak pernah menyangka di akhir hidupnya masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan nyawa seseorang.

Seperti sebuah takdir, langit telah memberinya kesempatan untuk melakukan penebusan.

"Sekarang, di kepalaku mulai berputar kenangan-kenangan masa lalu. Sepertinya ajalku sudah dekat."

Ye Lin menarik nafas panjang dan mulai memejamkan mata. Koneksi terhadap dunia luar seolah terputus saat itu juga. Tidak bisa melihat apapun bahkan ketika ia mencoba membuka mata. Ye Lin berputar, lalu menemukan satu titik cahaya yang terasa sangat jauh.

Secara naluri, Ye Lin segera berjalan ke titik cahaya tersebut.

Satu hari, satu minggu, bahkan satu tahun. Tidak ada yang tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik cahaya. Ye Lin hampir menyerah, tetapi pada detik itu telinganya seolah kembali mendengar suara-suara yang lama tidak didengarnya.

Pada waktu yang sama titik cahaya tiba-tiba melebar dan menyorot mata Ye Lin. Spontan Ye Lin memejamkan mata, dan ketika membuka matanya kembali penampakan ruangan di sekitar membuat Ye Lin membeku.

Padahal jelas-jelas Ye Lin ada di atas tebing, jatuh setelah kehabisan tenaga, tapi dirinya sekarang malah terbaring di atas tempat tidur. Selain itu, Ye Lin melihat dirinya bukan lagi dirinya yang dulu.

Tangan putih halus, agak kecil. Badan kurus tak berotot. Daripada penampilan pria setengah baya lima puluh tahun lebih terlihat seperti pria muda dua puluh tahun.

"Apa yang terjadi? Mungkinkah, aku berpindah tubuh?"

Ch - 02 : Wajah Yang Familiar

"Ini... Apa ini wajahku?"

Ye Lin berdiri di depan cermin sambil terus meraba wajahnya. Seolah tak percaya, dari wajah tua yang penuh dengan bekas luka, sekarang kulitnya begitu bersih dan halus seperti tuan muda.

"Tapi, semakin kuperhatikan wajah ini sungguh tidak asing. Apa aku pernah bertemu dengannya?"

Ye Lin menggosok dagu, cukup lama diam sambil mengingat-ingat tentang pemilik tubuh tersebut. Kemudian, ekspresi wajahnya mulai berubah, bibirnya berkedut, sementara ingatan malam itu kembali berputar di kepalanya.

"Bagaimana mungkin ...."

Keterkejutan terlihat jelas di wajah Ye Lin. Meski malam itu penampilannya begitu kumuh, serta wajahnya dipenuh darah, dia tidak mungkin tidak mengenalinya.

Tubuhnya saat ini tak lain adalah milik pemuda yang ditolongnya.

Namun, Ye Lin masih tidak mengerti satu hal. Bukankah malam itu dia berhasil melarikan diri dengan melompat ke sungai? Belasan pembunuh juga mati di tangan Ye Lin. Jadi bagaimana akhir pemuda ini masih tidak selamat?

Saat itu, perhatian Ye Lin tanpa sengaja tertuju ke sebuah token yang menggantung di dinding. Tepat di sebelah cermin.

Melihat dari warna dan tampilannya, Ye Lin langsung mengetahui jika itu adalah token Akademi Agung. Dia mengulurkan tangan meraihnya.

"Ternyata pemilik tubuh ini adalah murid Akademi Agung. Apakah mungkin aku sekarang ada di aula luar? Tempat tinggal murid?" Ye Lin menyatukan kedua alisnya.

Dia masih sibuk memainkan token di tangannya sampai suara keributan terdengar dari luar. Awalnya Ye Lin bersikap seolah tidak terpengaruh oleh hal itu, tetapi beberapa orang jelas datang ingin membuat masalah.

Ye Lin meletakkan token di meja lalu keluar dari gubuk tempat tinggalnya. Sampai di halaman, dia menemukan tiga pemuda yang telah menunggu kedatangannya. Semua tampak asing, tapi bukan tidak mungkin jika sebenarnya mereka saling mengenal.

Ye Lin menatap mereka satu persatu.

"Kalian mencariku? Ada urusan apa?" tanyanya, tanpa basa-basi.

Sikap Ye Lin yang berubah membuat ketiga pemuda itu mengerutkan kening dan merasa sedikit bingung.

"Hua Yun, ada apa sebenarnya dengan anak ini? Kenapa sikapnya sangat berbeda dari biasanya?"

Hua Yun, pemuda yang berdiri di tengah tampak memperhatikan Ye Lin dengan tatapan yang sulit diartikan. Beberapa detik kemudian dia menggelengkan kepala.

"Mungkin karena terluka, otaknya jadi bermasalah. Tapi tak perlu dipikirkan, ingat saja tujuan kita datang hari ini."

"Benar." Zheng Niu, pemuda bertubuh gemuk berseru dari samping.

Keduanya bersama Fang Zhen, tak lain adalah tiga serangkai yang selalu mencari masalah dengan pemilik tubuh asli. Kedatangan mereka kali ini tak lain juga untuk memaksa Ye Lin menyerahkan jatah pil bulanan yang diberikan akademi.

Namun tentu saja Ye Lin tidak tahu karena dia baru menempati tubuh tersebut.

"Tidak bicara? Jika begitu aku akan masuk, kalian jangan berteriak lagi di sini. Pergi sana."

Menyaksikan Ye Lin benar-benar membalikkan badan berniat masuk ke kediamannya, Hua Yun melebarkan mata sementara tangannya menunjuk dengan marah.

"Tunggu! Kami datang untuk mengambil pil. Berikan sekarang, kami akan pergi setelah itu."

"..."

Ye Lin bahkan tidak tahu pil yang dimaksud. Namun mengikuti arah tatapan tiga pemuda itu dia menurunkan pandangannya yang kemudian menjumpai botol porselen yang menggantung di pinggangnya.

Setelah diperiksa ternyata itu adalah pil kultivasi.

"Berikan! Itu milik kami," ucap Hua Yun, menodongkan tangan.

Namun Ye Lin tidak berniat memberikan pil tersebut. "Milik kalian? Bagaimana pil di tanganku bisa jadi milik kalian?"

"Ye Lin! Jangan pura-pura bodoh. Bukankah kita sudah sepakat jika kau akan memberikan jatah pil bulananmu sebagai bayaran kami tidak mengganggumu?" Zheng Niu berseru.

Fang Zhen di belakang juga tidak ingin ketinggalan. "Ya, kami selalu memegang ucapan kami, jika kau tidak menyerahkan jatah pil bulan ini maka jangan salahkan kami."

Di sisi lain, tanpa disadari ekspresi Ye Lin menjadi dingin setelah mendengar kalimat itu. Sekarang dia sepenuhnya mengerti hubungan di antara ketiga orang ini dengan pemilik tubuh asli.

Karena bukan teman, Ye Lin juga tidak perlu sungkan.

"Jika kalian mau pil ini, ambil saja sendiri. Itupun jika kalian punya kemampuan."

Wajah Hua Yun langsung berubah merah mendengar tantangan Ye Lin.

"Keterlaluan! Karena kau begitu percaya diri, maka jangan salahkan kami. Fang Zhen, maju!!"

Fang Zhen mengangguk sambil mengangkat dua tinjunya. Dia maju, tertawa sambil memiringkan kepala.

"Ye Lin, jangan bilang kami tidak memberimu peringatan. Kali ini aku tidak akan menahan diri."

Begitu berkata Fang Zhen langsung melompat sambil mendorong tinjunya.

Dalam bayangan Hua Yun, serangan itu sudah lebih dari cukup untuk memberi Ye Lin pelajaran. Pada akhirnya juga, Ye Lin tidak akan punya pilihan lain selain menyerahkan jatah pil bulanan kepada mereka.

"..."

Hua Yun memejamkan mata sambil mengangguk-angguk. Dia masih sangat yakin sampai menyaksikan tubuh Fang Zhen terpental dan mendarat tepat di sampingnya.

Matanya seketika terbelalak sempurna, tidak bisa berkata-kata.

"Ba-bagaimana mungkin! Sebulan yang lalu dia hanya sampah tingkat jiwa lapisan pertama. Tidak mungkin mengalahkan Fang Zhen yang di tingkat jiwa lapisan ketujuh."

Diliputi perasaan tidak nyaman, Hua Yun melirik Zheng Niu, mengajaknya bersama menyerang Ye Lin. Setelah aba-aba mereka kemudian maju mengepung dari dua sisi, menyerang secara bergantian.

Namun, satu tarikan nafas, dua tarikan nafas.

Berapapun kombinasi serangan yang dilakukan tidak ada satu pun serangan yang berhasil menyentuh pakaian Ye Lin. Hua Yun dan Zheng Niu mulai merasa frustrasi. Sulit mempercayai fakta jika mereka berdua tidak bisa mengalahkan Ye Lin seorang diri.

Plak!

Blam!

Blam!

Tubuh keduanya mendarat di tempat yang sama. Meringkuk, menyembunyikan wajah yang merah penuh rasa malu.

"Bagaimana mungkin ... Kekuatannya jelas tidak lebih besar dariku, tapi setiap gerakannya begitu halus dan presisi seperti telah melalui ratusan pertarungan. Apa mungkin selama ini dia menyembunyikan kemampuannya?" Hua Yun mengintip diam-diam. Tak disangka matanya malah bertemu langsung dengan Ye Lin yang membuat mereka untuk sesaat saling bertatapan.

"Pergi! Aku hitung sampai tiga, jika kalian tidak pergi, aku ...."

Wooosh!!

Ketiganya langsung berlari dengan ketakutan. Tidak peduli bertemu murid-murid lain di jalan, mereka masih lari tanpa melihat ke belakang.

Arg....

Teriakan mereka menggema. Ye Lin hanya menggelengkan kepala berniat masuk kembali ke kediaman, tapi langkah kakinya tertahan saat melihat seorang gadis muda berlari memasuki halaman dengan cemas. Dia langsung mendekati Ye Lin dan memeriksa setiap jengkal tubuhnya.

"Tuan Muda, apakah tiga orang itu mengganggumu lagi?"

Ye Lin tidak tahu siapa gadis muda ini. Wajahnya asing, tetapi melihat penampilannya jelas hanya beberapa tahun lebih tua dari pemilik tubuh asli. Sungguh menakjubkan diusianya yang masih sangat muda mencapai tingkat bumi lapisan pertama.

"Ehem! Sampai kapan kau akan menggerayangi tubuhku?"

Satu deheman membuat gadis muda itu tersadar. Dia langsung menarik tangannya, mundur beberapa langkah sembari menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Syukurlah Tuan Muda baik-baik saja. Aku hanya khawatir mereka bertiga lagi-lagi datang mencari masalah."

"Hanya bertiga? Mereka tidak layak," celetuk Ye Lin.

Huang Mei, gadis itu tersenyum cukup manis sambil menganggukkan kepala.

"Ya, tentu saja, mereka tidak layak. Tuan Muda sangat hebat."

Ye Lin tersenyum canggung. Pada saat yang sama menggaruk pelipisnya, lalu melirik Huang Mei yang masih antusias di sampingnya.

"Omong-omong, kau siapa? Apa aku mengenalmu?"

"..."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!