NovelToon NovelToon

TRANSMIGRASI: SELIRKU BERUBAH CERDIK

1. Mencuri untuk bertahan hidup

"Berhenti!!! Dasar anak nakal, berhenti kamu!!"

Teriakan massa membuat seorang gadis berpakaian compang-camping itu berlari tunggang langgang menjauh dari area pedesaan.

Ia blusukan masuk ke dalam kebun jagung desa sebelah. Bertentengkan beberapa buah mangga yang tersimpan rapi di kantung jerami miliknya.

Ia celingak-celinguk sambil mengecek sekeliling. Setelah dirasa semua aman. Ia segera duduk di atas tanah—dikelilingi tumbuhan jagung yang rindang menutupi tubuhnya dari pandangan luar.

Ia membuka tas jerami miliknya serampangan. Matanya berbinar lembut menatap 3 buah mangga segar di dalam kantongnya.

"Akhirnya, aku bisa makan juga setelah 3 hari kelaparan." lirihnya penuh syukur.

Ia memakan mangga di tangannya dengan air mata yang mulai menggenang. Himpitan ekonomi serta dirinya yang bernasib sebatang kara. Membuatnya harus pontang-panting mencari makan di umurnya yang masih terlalu muda.

Bahkan petinggi desa pun sama sekali tak ada yang meliriknya. Sistem nepotisme yang lebih mendahulukan keluarga dan kerabat daripada orang sekitar yang lebih membutuhkan, membuat Athaya harus siap menerima fakta bahwa, tidak akan pernah ada yang bisa mengeluarkannya dari budak kemiskinan itu.

Kas desa yang seharusnya dipakai untuk memberikan makan kepada fakir miskin. Malah di korupsi pejabat demi kemewahan dan memperkaya diri mereka sendiri.

"ARRGHHHH KENYANGG!!" Teriak Athaya puas—msngelus perutnya yang sedikit membuncit.

"ADA SUARA DI KEBUN JAGUNGGG!!!"

DEG!

Mata bulat Athaya langsung melebar. Memindai sekeliling. Suara hentakan kaki massa semakin dekat ke arahnya.

Tak punya pilihan lain, Athaya harus pergi dari desa itu. Namanya sudah tercoreng, dan ia sudah tidak akan diterima lagi di kampungnya.

Ia berlari tunggang-langgang menaiki bukit. Masuk ke dalam hutan.

Seluruh warga yang mengejarnya seketika terpaku. Mereka langsung nge-freeze melihat Athaya masuk ke dalam hutan larangan.

"KABURRR!!! PENCURI ITU AKAN DILAHAP HANTU HUTAN LARANGAN!!!" Teriak warga langsung chaos.

Mereka semua langsung berlari mundur menjauhi area perbatasan perkampungan dengan hutan.

Sementara Athaya terus berlari masuk ke dalam hutan. Tak perduli waktu sudah hampir menjelang malam.

"Toh, gaada tempat juga buat aku balik. Mending tinggal di hutan saja." ucapnya memanyun kecewa.

"Nepotisme, pengucilan, dan juga masyarakat kecil yang terlantar. Dunia ini benar-benar kejam! Bahkan pemerintah yang katanya melindungi rakyatnya. Ini justru malah menyengsarakan. Egois, serakah! Mati aja kaliann!!!" teriaknya histeris ke arah jalur perkampungan.

Athaya menendang kerikil di tengah hutan dengan perasaan dongkol. Ia menatap sekeliling yang mulai tak terlihat sinar matahari lagi.

Suara burung hantu kian terdengar. Athaya mengelus kedua lengannya kalut. Ia menatap sekelilingnya ngeri.

"kok jadi serem gini yah." lirihnya—menatap takut sekeliling.

Suara ranting pohon yang berderit karena tertiup angin. kesunyian yang semakin mencekam. Serta atmosfer sekitar yang perlahan berubah dingin. Membuat suasana kian mencekam.

Athaya terus mencoba memberanikan diri untuk berjalan. Sesekali ia terkejut kala merasakan semak-semak bergerak-gerak. menimbulkan bunyi derit yang cukup membuat bulu kuduknya berdiri.

Sampai akhirnya suara benda keras dari arah belakang refleks membuatnya menoleh. Menatap jalanan belakang yang ia pijaki tadi.

Perasaan tak enak semakin menjalar hingga bulu kuduknya berdiri. Dengan keberanian yang masih tersisa. Ia mencoba membawa kakinya untuk berlari menjauhi suara yang mengerikan itu.

Langkahnya semakin cepat. Seiring dengan langkah lain yang juga cepat dibelakangnya.

"Siapa itu?!" seru Athaya mencoba membuka suara.

Memastikan jika itu hanyalah suara hewan. Namun nihil, sama sekali tak ada sautan dari sebrang sana.

Membuat Athaya terus berlari dan berlari menjauh dari sumber suara tadi. Ia berlari tanpa mau menoleh ke belakang, suara langkah kaki seseorang semakin kencang mengejarnya. Membuat rasa paniknya semakin meninggi.

Sampai akhirnya ia memberanikan diri untuk menoleh. Dan betapa kagetnya ia kala melihat siluet seseorang berjubah hitam hendak meraih pundaknya.

Athaya sudah pasrah jika ia akan mati ditempat itu juga. Namun dunia seolah melarangnya untuk mati sekarang.

Tubuhnya tiba-tiba ditarik ke belakang. Lalu perlahan terjun dari ketinggian. Ia melihat sekilas ke atas. Dimana tempat ia jatuh tadi.

Namun anehnya, ia bukan seperti jatuh dari jurang, tapi masuk ke dalam sebuah lubang besar berwarna ungu kehitaman. Dan disitulah, awal kisah Athaya yang masuk ke dalam tubuh selir bodoh dan penakut, dimulai.

2. Selir berubah dingin, putra mahkota menjadi kesal.

...KEKAISARAN LONGXIA...

...----------------...

Di istana timur, tempat sang putra mahkota dan putri mahkota tinggal bersama. Serta tak lupa dengan selirnya yang bernama Selir Elise Yunyi.

Sang Putra Mahkota Elios Feng, adalah putra sulung dari sang Kaisar.

Awal kisah pertemuan Elios dan juga Elise adalah ketidak sengajaan. Dimana saat itu Elios yang sedang menyusuri jalan setapak dengan sang putri mahkota, tak sengaja melihat Elise yang hampir di serang serigala.

Dengan ketangkasannya, ia dapat membunuh serigala itu dengan mudah. Namun ternyata, Elise justru mencintainya pada pandangan pertama.

Gadis itu tak perduli jika Elios sudah memiliki sang istri. Dengan bodohnya, ia terus mengejar Elios. Namun Elios sama sekali tak menoleh ke arahnya. Namun Elise tidak pernah menyerah sedikit pun.

Saking terobsesinya ia kepada putra mahkota, ia sampai meminta dijadikan selir untuk putra mahkota kepada sang kaisar.

Pernikahan terpaksa itu pun berlangsung. Putra mahkota yang tidak bisa melawan sang kaisar karena Elise adalah anak sahabat kaisar. Mau tak mau, menerima pernikahan tak sehati itu.

Namun Elise yang bodoh tidak puas dengan itu. Ia ingin menggeser posisi putri mahkota agar menjadi miliknya. Segala hal bodoh dan licik ia kerahkan demi mendapatkan perhatian dari sang putra mahkota. Namun yang ia dapatkan hanyalah hinaan, cacian, dan juga sikap dingin Elios.

Sampai puncaknya adalah hari ini. Elise, di tampar di istana timur oleh Elios akibat ingin meracuni minuman putri mahkota.

"Dasar menjijikan! Apa kamu sadar dengan posisimu itu, Selir Elise?!" teriak Elios menggelegar. tangannya gemetar setelah menampar pipi Elise.

"Pu, putra mahkota. Jangan bersikap kasar seperti itu pada Selir Elise. Aku udah gapapa kok." cegah Putri Mahkota, Elana Mingzu.

Elios menatap Elana nanar. Lalu kembali berjalan untuk duduk di tahtanya. Sementara Elise meringkuk di atas karpet merah, memegangi pipinya yang terasa perih.

Air matanya menggenang di pelupuk—siap untuk meluncur jatuh kapan saja.

Ia mendongak, menatap nanar Elios. "Kenapa Elios?! Kenapa?! kenapa kau tak percaya padaku!! Jelas-jelas aku dari tadi di paviliun ku!" serunya terus mengelak.

Elios memalingkan wajahnya acuh. Membuat Elise hanya bisa tersenyum getir dan merunduk.

Ekor matanya melirik ke arah pisau buah yang ada di meja sisi kanannya. Sekelebat niat buruk kembali merasuki fikirannya.

Dengan cekatan, ia langsung berlari dan meraih pisau itu, hendak melakukan bunuh diri.

Seluruh orang disana kaget, bahkan dayang-dayang sampai berteriak syok kala melihat sang selir hendak menggorok lehernya sendiri. Berbeda dengan Elana yang justru tersenyum tipis.

Namun disaat itulah, peran Athaya masuk ke dalam tubuhnya.

DEGGG!!

Tubuh Elise seolah di dorong dari belakang. Athaya yang kini tersadar sedang di tubuh orang asing seketika kelabakan, mengecek tubuhnya sendiri.

"Aku masih hidup?!" ucapnya tercekat.

Alisnya terangkat kala melihat tangannya sendiri, hendak mengarahkan pisau ke lehernya.

"Apa coba! Aku tadi mau jatuh dari tebing, masa sekarang malah megang pisau?" ucapnya yang masih belum sadar dengan tempatnya.

Ia membuang pisau itu serampangan. Hampir mengenai para dayang. Para dayang langsung menjerit dan menghindar. Membuat Elise menoleh ke arah mereka.

"Setelah kau hampir membunuh putri mahkota, sekarang kau ingin membunuh para dayang, Selir Elise Yunyi?!"

Athaya, yang kini berada di tubuh selir langsung menoleh. Alisnya menukik tipis. Menatap Elios dari atas sampai bawah.

Elios yang di tatap seperti itu tentu merasa aneh. "ada apa dengan sikapnya tiba-tiba?" batinnya bingung.

Elise menghela nafas panjang. Seluruh memori sang pemilik tubuh asli kini mulai merasuk satu demi satu ke dalam fikirannya.

"hmmm, transmigrasi yah? Pantas saja tadi rasanya aneh. Keknya aku bukan jatuh dari tebing, tapi jatuh masuk ke dalam portal dunia lain." ucapnya dalam hati.

Ia melirik tubuhnya sendiri dari kaca cermin yang mengelilingi aula istana timur.

Matanya membelalak tak karuan kala melihat baju miliknya dan riasan di wajahnya yang—lebih mirip ondel-ondel kekaisaran saja. Bahkan para gundik di rumah bordil saja dandanannya tidak se-menor ini.

"Huhhh, selera pemilik tubuh asli benar-benar aneh." batinnya lagi sambil menggeleng.

Elios, yang merasa dikacangin sedari tadi pun semakin naik pitam. "Sepertinya tamparan tadi tidak cukup membuatmu sadar yah, Elise?" desisnya sinis.

Elise menatap putra mahkota jengah. "tampan sih, tapi hatinya busuk!" desisnya—masih bisa di dengar oleh Elios.

Lelaki itu seketika membulatkan matanya. Memalingkan wajah karena ucapan Elise cukup menohok di hatinya.

Elana, yang melihat perubahan sikap Elise tentu tanda tanya. Padahal ia ingin sekali Elise membunuh dirinya sendiri. Dengan itu, ia tak perlu memiliki saingan untuk naik tahta menjadi permaisuri suatu saat nanti.

"Kenapa gundik itu berubah?" ucapnya dalam hati. Tangannya meremat dress miliknya kesal.

Elios juga sama bingungnya dengan sikap Elise yang tiba-tiba santai itu. Ia berjalan turun perlahan dari tahta miliknya.

Berjalan melewati tangga menuju Elise yang sibuk menatap dirinya yang cantik di depan dinding cermin.

"Elise." Ucap Elios yang tiba-tiba sudah berada di belakang Elise.

Elise tak berbalik. Ia hanya melirik Elios dengan ekor matanya. Tangannya justru sibuk mengelus banyaknya perhiasan yang melingkar di lengannya.

"Emas sebanyak ini, yakali aku ngga senang?!" pekiknya dalam hati.

Jiwa matrenya mulai menguar. Athaya yang dulunya sangatlah miskin. Boro-boro memegang perhiasan, untuk makan sehari-hari saja ia tak mampu, bahkan sampai mencuri demi bertahan hidup.

"JAWAB AKU, ELISE!!" Teriak Elios Feng menggebu.

Elise meringis kala telinganya berdenging. Suara Elios saat sedang marah seperti menendang gendang telinganya.

"Bisa ngga sih gausah teriak?! Aku denger ngga budek!" sungut Elise Yunyi—sukses membuat muka Elios memucat.

"Ka-kamu."

"Apa? Aku kenapa? Udahlah, yang dulu biarlah berlalu, sekarang aku bukan Elise yang kamu kenal lagi, Putra Mahkota Elios Feng." ucap Elise menatap Elios dingin.

Gadis itu langsung berbalik untuk keluar dari paviliun istana timur—diikuti oleh dayang pribadinya. Tak perduli dengan Elios yang berdiri membatu di tempatnya.

Tangannya meremat kuat, matanya memerah menatap kepergian Elise yang tiba-tiba acuh kepadanya.

Ia mengibaskan jubahnya kesal, berbalik kembali ke tahta miliknya. "Ada apa dengan wanita itu. Tiba-tiba dia berubah. Apa jangan-jangan karena keinginannya tadi malam untuk tidur bersama tidak aku turuti?" batinnya bingung.

Elana Mingzu, melihat dengan jelas wajah suaminya yang menahan kesal itu. Hatinya tercubit melihat Elios yang tiba-tiba memperhatikan selir itu.

"Elios, berubah." batinnya menciut.

Elios duduk di tahtanya. Tepat di samping tahta putri mahkota.

Ia melamun menatap ke lantai. Fikirannya terus berkecamuk dengan segala tingkah Elise yang selalu datang ke paviliun miliknya setiap malam, mengenakan baju seksi yang pernah sekali membuatnya hampir tak sadar.

"Apa lagi tipu daya yang akan wanita itu buat!" geramnya—memukul sandaran tangan miliknya.

"Sepertinya, aku harus mendatanginya malam ini." ucapnya dalam hati.

3 Semakin kau menolak. Semakin aku ingin menjeratmu, Selir Elise

Malamnya. Putra mahkota Elios Feng berjalan dengan tergesa ke arah paviliun anggrek plum. Dimana, disitu tempat Selir Elise Yunyi berada.

Langkahnya bergema, menghempaskan debu-debu yang menempel di atas paving paviliun.

Satu belokan lagi. Ia akan sampai di gerbang utama paviliun tempat Selir Elise berada. Entah mengapa, hatinya terus berkecamuk.

Dulunya, ia paling anti untuk datang. Selalu Elise yang berinisiatif sendiri mendatangi dirinya di Istana Timur. Namun sekarang, seolah seluruh gengsi di dalam hatinya meluruh. Seolah perubahan Elise, sangat mengganggu dirinya.

Baru saja ia memasuki gerbang paviliun anggrek plum, ia melihat Selir Elise sedang mengobrol dengan seorang laki-laki diatas jembatan melengkung dekat danau.

Terdengar tawa mereka sangat nyaring. Seolah mereka berdua sudah dekat dari lama.

"Apa-apaan dia, setelah mengacuhkanku, sekarang dia mengobrol sambil tertawa dengan Pangeran Leon Feng?!" geramnya emosi.

Sementara Selir Elise dan Pangeran Leon sama sekali tak mendengar langkah Elios mendekat. Seolah pembicaraan mereka jauh lebih penting daripada memperdulikan orang lewat.

"Hahh beneran? Besok malam ada festival bulan merah?!" pekik Elise membulat tak percaya.

Pangeran Leon mengangguk antusias. "Tentu saja, jadi...apakah Selir Elise mau pergi bersamaku?" tanyanya—mengulas senyum tipis.

"Tentu sa—"

"Mengobrol berdua dengan adik suami di malam-malam begini, dimana letak harga dirimu, Selir Elise?!" pekik Elios menggebu.

Tangannya mengepal erat dengan dada membusung menahan diri. Menatap selir dan adiknya berduaan di dalam paviliun. Itu benar-benar membuatnya merasa terhina.

Leon Feng sudah pucat pasi sekarang. Berbeda dengan Selir Elis yang memilih acuh. Boro-boro mendengarkan, menatap pun enggak.

"Udah malam, pangeran. Sebaiknya anda pulang ke tempat anda. Tentang tadi, kita obrolin besok lagi aja." ucap Elise menghiraukan Elios.

Leon yang semula gagap pun mengangguk. "Ba-baiklah, aku pergi dulu, Selir Elise." ucap Leon mengangguk hormat. Lalu berjalan melewati sang kakak dengan perasaan gugup.

Andai ia bukanlah seorang putra mahkota, mungkin sudah Ia hajar Leon sedari tadi.

Merasa sudah tak ada hal yang penting. Selir Elise pun segera beranjak pergi berlawanan dengan Elios.

Namun langkahnya terhenti kala tiba-tiba Elios mencengkram lengan kirinya. Membuatnya refleks menoleh dan menatap benci lelaki yang menyandang status sebagai suaminya itu.

"Apalagi?!" serunya—langsung menepis tangan Elios kasar.

Lelaki itu membatu di tempat. Menatap nanar selir yang dulu selalu menatapnya dengan kasih sayang. Namun kini, tatapan itu kian menghilang. Berganti dengan tatapan benci dan penuh dendam.

"Kenapa kamu berubah?" tanya Elios lirih.

Elise terdiam beberapa saat. Perasaan sang pemilik tubuh asli satu demi satu mulai kembali menyusup ke dalam otaknya. Ia menatap Elios dingin. Fikirannya seolah memutar kembali memori saat Elise asli memohon cinta Elios.

*

"Elioss, aku mohon cintai aku sekali.....aja!" seru Elise. Dimana saat itu mereka sedang berlatih kuda bersama atas permintaannya kepada sang kaisar.

Elios menatap Elise penuh kesal. "Apa kamu tidak dengar?! Berapa kali aku bilang, yang aku cintai hanyalah Elara, Elise! Elara! Jadi kamu harusnya sadar diri tempatmu dimana!" teriaknya—setelah sekian lama menahan muak dengan tingkah Elise yang selalu caper padanya.

Tatapan Elise yang semula penuh harap kian berubah nanar. Bibirnya mengulum senyum pahit, mengangguk lemah sambil meremat ujung baju berkuda miliknya.

Ia merunduk dengan air mata yang menitik. Lalu mendongak penuh semangat. "Aku tidak perduli, Elios!! Apa kamu tak memikirkan sedikitpun tentang perasaanku?! Apa kamu tak melihat pengorbananku selama ini?! Padahal aku sudah berkorban menyelamatkanmu dari serangan begal gunung! Apa kamu—!!!"

"Apa aku memintanya, Elise?! Jelas-jelas disitu aku ingin menyelamatkan Elara. Kamu sendiri yang memilih melukai dirimu sendiri! Aku tidak menyuruhmu, bukan?!" pekiknya—melempar pedang yang sedari tadi ia genggam saking kesalnya.

Elise merunduk lagi. Tangannya mengepal erat mendengar fakta yang keluar dari bibir Elios.

"Ja-jadi, waktu itu kamu ingin menolong Elara, tap-tapi aku justru mengorbankan diriku sendiri demi kalian, dan—"

"Udah sadar sekarang? Otakmu udah ngga bodoh lagi buat mencerna situasi kan, Elise?!" serunya. Menatap benci Elise yang merunduk di depannya. "Kamu tak lebih seperti lalat yang terus menggangguku, Elise." imbuhnya—berbalik meninggalkan Elise yang berdiri mematung, dengan air mata yang kian mengalir menatap tanah.

"Harus dengan cara apa lagi agar kamu melirik ke arahku, Elios? Aku hanya ingin kau menghargai ku sekali....saja. Aku cuma ingin merasakan rasanya dicintai olehmu." lirihnya dengan suara yang tercekat.

Ia perlahan mendongak. Dan matanya semakin membulat kala melihat Elios. Membawa Elara ke dalam pangkuannya, dan mencium pipi wanita itu penuh mesra.

Ia hanya bisa berdiri terdiam, menatap nanar kedua pasangan disana dengan air mata yang kian deras berlinang. Sementara Elara yang melihat Elise menyedihkan seperti itu, membuat senyumnya semakin merekah—puas.

Elios sama sekali tak merasa bersalah. Dengan teganya ia melakukan hal seperti itu di depan Elise. Jangankan menoleh. Menatapnya pun ia enggan.

*

"Elise." panggilan lirih dari Elios sontak membuat lamunan Elise memudar.

Matanya mengerjap lirih untuk menetralkan suasana. Dan betapa bencinya ia kala yang dilihatnya pertama kali justru sosok orang yang selama ini paling ia benci.

Elios. Sama seperti ayah Athaya yang membiarkan dirinya hidup sebatang kara di tengah masyarakat yang toxic.

Ibunya yang meninggal karena kangker. Membuat Athaya semakin membenci lelaki karena saat itu, bukannya ayahnya membawa ibunya ke klinik terdekat. Justru malah sibuk dugem dan pesta miras bersama wanita obralan.

Elise meludah ke samping. Membuat para pengawal Elios mengeluarkan pedang dari sarungnya. Bagaimanapun, tindakan Selir Elise sangat tidak patut untuk diperlihatkan.

"Jangan pernah muncul di depanku lagi, Elios! Aku akan meminta perpisahan kita kepada Yang Mulia Kaisar. Lagian, aku juga sudah muak dan tak ingin lagi diperlakukan seperti budak olehmu!" Teriaknya, menunjuk wajah Elios dengan jari telunjuknya.

Bukannya menyesal dan merasa bersalah. Elios justru emosi melihat perlawanan Elise. Selama ini, tidak pernah tidak ada yang berhasil ia dapatkan.

Wanita manapun pasti akan memujanya. Bahkan pendaftaran selir masih mengantri hingga ke ujung gerbang.

Lalu sekarang? Ia di tolak bahkan dihina habis-habisan oleh orang yang dulu sangat gemar mengejarnya? Jangan ditanya seberapa merasa terhinanya ia sekarang.

Ia kembali mencengkram lengan Elise—kali ini lebih kuat. Hingga Selir Elise meringis kesakitan kala mencoba untuk melepaskan cengkraman Elios.

"Lepasin aku, Elios!!" Teriaknya, berusaha melepaskan cengkraman Elios dengan tangan satunya.

Namun bukannya melepaskan. Lelaki itu justru langsung meraih pinggang Elise dan mengangkat tubuh gadis itu hingga bertengger di bahunya.

"Kau ingin tidur denganku bukan? Jadi jangan banyak drama pakai menjauh segala. Trikmu kali ini tidak akan mempan padaku!" ucapnya dingin. Berbalik membawa Elise menuju kamar miliknya.

"Lepasin aku, siapa yang ingin tidur denganmu siapa, dasar bajingan!!" teriak Elise berusaha untuk turun dari bahu Elios.

"Malam ini, aku turuti permintaanmu kemarin-kemarin. Jadi diam dan nikmatilah!"

"permintaan apa, sialan!! Dasar Elios brengsek!! Lepasin!!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!