NovelToon NovelToon

Meniti Pelangi

Arman dan rasa itu...

Seperti biasa jam 09:00 Arini siaran di acara "Resep dapur kita" sebelum jam siaran Arini sudah on time setengah jam sebelumnya. Mempersiapkan materi dan diskusi dulu terkadang minta arahan dari Pak Priyo dan lain lain.

"Teh Arini, udah dapat info belum? besok rapat umum paripurna katanya di pimpin langsung Pak Hadinata?" Lusi nyerocos sambil membereskan berkas di masukan ke map.

"Belum, emang besok rapat bahas apa ya Lus?"

"Kurang tahu Teh, mungkin nanti di kasih tahu Pak Priyo."

"Ya udah."

Pak Priyo senior mereka di radio jabatannya kepala pimpinan langsung di bawah Pak Hadinata.

Arini bangkit dari duduknya menuju ruangan siaran kedap suara berbenah sedikit memasang semua perangkat buka map materi dan melirik ke arah personil di hadapannya lalu melingkarkan jari jempol dan telunjuknya tanda ok lalu on.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..."

"Selamat pagi bunda, Ibu, mama semua pemirsa setia Riang Fm."

"Jumpa lagi di sini bersama saya Arini, 2 jam kedepan kita akan bersama-sama di acara Resep dapur kita."

"Baiklah, kali ini seperti biasa saya akan membagikan resep yang pasti mudah, murah dan enak rasanya yaitu "bolu pisang istimewa" sebelum anda mempersiapkan diri dengan alat tulis juga yang lain lainnya ada baiknya kita dengarkan yang mau lewat dulu." (iklan)

"Baik bunda, ibu, mama-mama semua pendengar tercinta,

pertama yang harus di siapkan adalah bla bla bla..."

"Dan juga cara caranya ya bunda...bla bla bla..."

"Dan tereng... inilah hasilnya ya bunda-bunda, asli ini enak banget mudah banget dan terjangkau banget, jangan sampai nggak mencoba ya bunda, dan seandainya udah mencoba bingung ke mana ngantarnya? Arini di sini siap dengan senang hati menerimanya ya bunda,

demikian acara "Resep dapur kita" kali in jangan lupa kritik dan sarannya kami tunggu."

"Saya Arini pamit,

Wassalamualaikum."

Begitulah setelah 2 jam-an siaran di selingi lagu dan iklan usai sudah Arini menghela nafas lega.

Beres-beres sebentar baru keluar ruangan siaran membuka kaca matanya duduk di sofa ruangan karyawan gabung dengan temen temennya yang lain.

Personil baru menggantikan Arini sudah mulai mengudara samar samar terdengar lagu-lagu pengiring rehat siang. Lagi ngobrol sambil di selingi tawa datang Pak Priyo pimpinan mereka dari ruangannya.

Sontak semua pada diam.

"Nggak apa-apa lanjutin aja ini hanya mengingatkan kembali, karena pimpinan yang akan langsung memimpin rapatnya ya."

Pak Priyo mengibaskan tangannya, tanda kehadirannya bukanlah pengganggu bagi semua yang duduk di sofa itu.

"Undangan rapat sudah sekretariat sebar via pesan singkat juga ya semuanya, terutama untuk yang tugas siaran malam."

"Teh Arini, gimana khabarnya?"

Pak Priyo menyapa khusus pada Arini, Arini jadi tergagap sendiri di hadapan Lusy dan dua orang teman lainnya.

"Baik Pak Pri...emang kelihatannya ada yang kurang baik ya?"

Arini balas bercanda pada Pak Priyo, Pak Priyo balas ketawa lepas sambil menyatukan dua belah tangan di dadanya sambil bungkuk, lalu berlalu masuk lagi ke ruangannya.

"Kayaknya one and only ke Teh Arini nih Pak Priyo haaaaaaa..."

Lusy langsung berkomentar sambil terkekeh menatap dan menunjuk Arini, di sambut tawa cekikikan semua temannya.

"Hush, sembarangan."

Arini menyanggah sambil mengulang kan tangannya.

"Nggak boleh begitu sama orangtua pamali lho, lagian yang di rumah sama anak anaknya mau di ke mana kan?"

Kriiiiiiiiiiiiing kriiiiiiiiiiiiing kriiiiiiiiiiiiing...

Ponsel Arini berdering. Arini memakai kembali kacamata anti radiasinya, merogoh tasnya.

"Halo, ya..."

"Halo juga Bu Arini."

"Siapa ya...?"

"Aku penggemar bolu pisang, juga penggemar Bu Arini yang cantik dan juga pendengar setia Riang Fm 89,14."

"Aku udah nggak siaran ya, ada yang bisa saya bantu?"

"Eith...serius banget si Ibu ini."

Owgh... iseng lagi nih fikir Arini, deg! aja hatinya ke arah situ karena ada aja orang yang sok akrab, atau pura-pura kenal, tapi kok tahu no ponselku ya? Arini berfikir dahinya sampai berkerut.

"Bisakah Bu Arini sekali lagi kirim resep bolu pisangnya? sekalian sama poto Bu Arini ya."

"Hai, dengan siapa nih?"

Arini heran kok cowok-cowok minta resep bolu pisang, iseng banget nih orang, apa chef-chef hotel kah? atau... lama Arini terdiam fikirannya bekerja keras.

"Aku Arman Rin."

"Ar-Arman mana ya?"

"Arman MIPA SMA Negeri Pasundan."

"Hah, benarkah itu? Arman dimana kamu sekarang? dari mana tahu nomor ku, kamu di Bandung ya?"

Arini sontak kaget mendengar nama Arman sahabatnya sejak SMP, semua serba tiba-tiba dan tak terduga juga tak terbersit sedikitpun dalam fikirannya.

"Sabar, Aku jawab yang mana dulu nich? habis banyak banget pertanyaannya, atau kalau bisa kita ketemu sekarang please!"

"Kamu dimana sekarang Man?"

Tanya Arini bertubi-tubi masih dengan binar terkejutnya yang belum hilang.

"Aku di lobby bawah, tepatnya di kantin kantor ini, pojok kiri kalau dari luar."

Kata-kata Arman di selingi hahahaha...tertawa menikmati keterkejutan Arini.

"Hah, di bawah? dasar perusuh kamu, ya udah tungguin 5 menit aku turun ya."

"Siyaaaaap, Bu guru."

Arman masih terkekeh menikmati keterkejutan sahabat lamanya, klik telepon di tutup.

Arman membayangkan Arini antara dulu dan sekarang gimana ya rupanya tetep cantik kah? masih panjang kah rambutnya? masih langsing kah atau gendut kayak ibu-ibu? ahay... Tak sabar Arman menanti, dari manakah datangnya ya pintu depan, samping, lift kah tangga kah? Arman celingukan sendiri sambil mengetuk-ngetuk kan telunjuknya ke meja kantin.

Arini setengah panik, juga buru-buru membereskan barang barangnya, memasukannya ke dalam tas Doraemon nya. Begitulah sahabatnya selalu mengomentari tas Arini yang isinya banyak banget, sambil berjalan bergegas masih sempat ngomong ke Lusy.

"Lus, Aku ke bawah dulu ya kayaknya aku nggak makan siang bareng, ada temenku di bawah, kalau ada yang perlu aku hp ku on ya." Arini tak bermaksud menanggapi lagi omongan Lusy terus berjalan ke arah tangga.

"Temen apa temen tuh Teh?"

Seperti biasa Lusy kepo sendiri, berharap ada sedikit bocoran buat bahan gossip.

"Kalau temen mau apa? kalau emang temen mau apa? juga kalau bener-bener temen apa hayo?"

Arini nggak kalah omong menjawab sambil berlalu melambaikan tangan, dan menempelkan tangan di mulutnya lalu di tiup kan ke arah Lusy, Lusy ber sungut-sungut sendiri dan Arini pun hilang di belokan lorong menuju bawah,

Datang ke bawah mata Arini menyapu semua ruangan kantin wayah-wayah makan siang memang rame banget, Arini berdiri seperti patung dan matanya tertuju pada meja kecil kapasitas 2 orang di sudut ruangan. Kayaknya itu si perusuh bathin nya berkata. Seorang laki-laki berkemeja polos biru muda duduk menghadap ke luar, ya, itu Arman Arini yakin itu.

Langkah halus Arini hampir tak kedengaran. Hak sepatunya memang tak terlalu tinggi tapi cukup membuat Arman peka ada yang datang mendekat dari arah belakang, dan....

"Hai, Arman ya?"

Spontan Arman berbalik badan sambil berdiri.

"Arini..."

Berdua ketawa bareng lalu berjabat tangan, erat sekali sampai lupa melepasnya,

Arman memperhatikan Arini dari ujung kaki sampai ujung kepala membuat Arini jengah dan malu,

Menyadari hal itu Arman kikuk juga, lalu mempersilahkan Arini duduk dan menawarkan makan siang bareng sekalian.

Lalu, meluncurlah obrolan yang panjaaaaang juga lama...semua jadi pertanyaan dari mana sajakah selama ini, trus khabar si A gimana si B bagaimana Orangtua juga adik-adiknya, kerjaan, semua jadi bahan obrolan yang tak terkira jadi obat rindu di dalam hati.

Selama makan Arman tak lepas menatap Arini dan mengaguminya, setiap ada kesempatan pasti Arman selalu mencuri-curi pandang.

Makin matang aja Arini fikir Arman, beda dari bayangannya selama ini Arini sekarang semakin dewasa kecantikannya tetap terjaga di tambah dengan busana muslimah dan kacamata, blazer coklat muda model santai serasi dengan kerudung senada motif zig-zag di sisi sisinya, celana panjang coklat tua yang tidak terlalu ketat menambah betapa feminim nya Arini...sisi kelaki-laki Arman tak henti-henti mengagumi apa yang ada di depan matanya.

"Terakhir kita ketemu pas reuni 3 tahun lalu kan?"

"Iya, waktu itu juga aku datang terlambat hehehe..." Arini mengerlingkan matanya.

Arini menatap Arman sambil menyeruput minumannya tanda sudah selesai makannya.

"Terus sekarang mau kemana?"

Arman bertanya.

"Mau pulang dulu istirahat, nanti malam ada lagi jam siaran ku selesai jam 22:00, kenapa emang?"

"Tadinya aku masih kangen aja, masih pengen lama-lama ngobrol sama kamu."

"Kan kamu sekarang tinggal di Bandung juga, jadi kapan-kapan kita masih banyak waktu ketemu dan ngobrol. Aku juga pengen tahu ke tempatmu daerah mana tadi?"

Arini menegaskan ke Arman.

Dan...tiba tiba seseorang berdiri di belakang mereka.

"Ehemght...masih di sini Teh Arini?"

Arini kaget dan menengok ke atas.

"Eeeeh...Pak Pri...iya nih pak,

kenalin ini temen SMA saya Pak."

Arini berdiri dan mengenalkan Arman ke Pak Priyo, mereka berjabat tangan sambil basa-basi, Pak Priyo menelisik Pria di depan Arini lalu manggut tersenyum, dan Pak Priyo pun berlalu dan hanya menyapa.

"Ayo aku antar pulang, biar sekalian aku tahu tempat tinggalmu Rin."

"Nggak ngerepotin nich?

nggak jauh dari sini kok, lagian aku ada becak langganan Pak Min"

"Halah kali-kali kenapa sih ayo."

Dan merekapun bangkit dari duduknya menuju area parkir

Arman membuka kunci remote mobilnya dan membukakan pintu mobil buat Arini, Arini kikuk di perlakukan seperti itu, tapi Arman tak menggubrisnya...

.

.

.

Maaf, Author lagi merevisi novel ini dari awal, selamat membaca.🙏❤️

Bimbang...

Sesampainya di kost nya Arini terlentang di kasur menatap langit langit kusam kamar kostnya, lalu menyamping menatap dinding kostnya yang juga sama burem nya, tapi Arini begitu betah di tempat ini, jarang jarang ada tempat kost yang murah terjangkau dengan penghasilannya selama ini di kota besar.

Fikirannya melayang pada apa yang terjadi dengannya hari ini. Arman, ya Arman sudah dewasa banget dia pikirnya, emang mereka seumuran, dulu masa masa cengengesan tergambar di pikirannya, suka jail tapi baik hati selalu ada setiap Arini butuh bantuannya walaupun imbalannya bisa nyontek.

Orangtuanya kontraktor kecil kecilan, seperti merenovasi rumah, atau bagian rumah lainnya, tapi sekarang sudah maju punya kantor di Bandung walaupun kecil tapi merupakan kemajuan yang pesat, kelihatannya sudah mapan.

Setelah Arman lulus kuliah ya Arman lah yang meneruskan usaha orangtuanya.

Mobilnya kinclong banget walau bukan keluaran terbaru, serasi dengan orang yang di belakang kemudinya gagah rapi dan tampan tapi kenapa Arman nggak singgung soal pasangan hidupnya? pacarnya?

Satu lagi Arini menangkap sorot nakal di mata Arman setiap kali kepergok lagi memandang ke arahnya, Ah Arman si perusuh.

Arini senyum-senyum sendiri mengenang semuanya.

Pacaran masa SMA waktu itu hanya sebatas gengsi gengsian doang di depan teman-temannya, ada gandengan saat ke ulang tahun teman biar nggak kaya anak ilang celingukan sendiri. Pacaran paling ngerjain PR bareng atau bikin nasi goreng bersama di dapur itu juga udah asyik rasanya.

Arman salah satu temen cowok yang terbilang deket dengan Arini terkadang Arini lah tempat konsultasi soal cewek Arman waktu itu, atau saat putus dari satu cewek ke cewek lain.

Waktu menunjukkan jam 15:00,

Arini tersadar dari lamunan masa lalunya, cukup lama juga dia tiduran tapi tak lena, bolak balik dengan sketsa lamunannya.

Arini bangkit setel radio transistornya mungkin keharusan atau wajib hukumnya seorang penyiar punya radio di rumahnya apalagi di mobilnya, walaupun zaman sudah modern radio transistornya tetep menjadi pilihannya walaupun jadul tapi tetep mantap betul, saat temen-temennya mengomentarinya atau lebih ke protes Arini santai aja "ini kan warisan nenek moyang dan harus di lestarikan."

Terdengar Tyo si suara ngebass lagi cuap-cuap di udara bawain acara yang di selingi lagu dangdut dengan antusiasme juga semangat luar biasa soal dangdut dari dangdut dan untuk dangdut, keren.

Arini beranjak ke kamar mandi,

byuuur, byuuur, mandi sambil mengikuti dendang suara lagu dari radionya, ingat dulu masa kecilnya kalau mandi di kamar mandi suka di omel sama ibunya "pamali Neng nyanyi di kamar mandi nggak boleh itu! katanya kamar mandi itu ada penghuninya dia seneng ke orang yang mandinya nyanyi jadi hidupnya selalu di goda hantu,

harusnya orang yang masuk kamar mandi baca do'a do'a, benarkah itu? entahlah.

Keluar kamar mandi terasa segar Arini menghela nafas lega,

setelah menunaikan sholat ashar, lalu buka buka kulkas kecilnya tapi perasaan perutnya masih kenyang lalu menutup kembali kulkasnya, matikan radio beralih ke tv Arini duduk bersila di sofa yang cuma satu tapi panjang itu juga pemberian Ibu kostnya, sambil menggosok-gosok handuk mengeringkan rambutnya Arini asyik menonton update berita hari ini.

Seorang yang bekerja di bidang penyiaran harus update segala sesuatu yang terjadi, yang menjadi bagian informasi, sebagai referensi dalam mengudara.

Lepas maghrib Arini bersiap-siap mau berangkat lagi ke tempat kerjanya untuk siaran malam, lagi dandan depan cermin hp nya yang ada di meja rias berdering di lihat sekilas Arman memanggil.

"Hai, lagi di mana?"

"Masih di rumah, baru mau berangkat."

"Ya udah, tungguin aku jemput ya."

"Eeeeh Man jangan, aku kan ke tempat kerjanya deket, aku sudah terbiasa naik becak langganan lho."

"Nggak apa-apa, kali-kali sekalian aku ada acara ke arah situ."

Arman setengah memaksa langsung matikan teleponnya, Arini menarik nafas berat,

Dan benar aja tin... tin... klakson mobil Arman udah di depan rumah kost Arini, Arini mendongokkan kepalanya ke pintu.

"Sini, mampir dulu."

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salaam, masuk Man duduk dulu."

Arman masuk.

"Sebentar ya."

Arman memandang lekat Arini yang berdiri depan cermin memunggunginya. Arini tahu itu, Arini bisa melihat dari cermin kalau Arman lagi memperhatikannya, ada rasa deg degan di dada Arini tapi Arini buru buru menepisnya.

Arini memakai kulot hitam dan atasannya cardigan warna coklat muda warna kesukaannya, begitu serasi padu padannya dengan kerudung polos senada kulot nya.

Harum parfum menyeruak saat Arini duduk berdampingan samping Arman, Arini duduk tumpang kaki dengan tangan menyangga kepala menghadap Arman.

"Mau minum dulu atau ngopi, teh barangkali Man."

"Nggak usah, kan kita mau berangkat."

"Emang kamu nggak cape antar aku bolak-balik?"

"Nggak lah, kan kataku tadi sekalian lewat sini."

"Terus, pulang siaran langsung pulang Rin?"

"Iya lah, emang nginep gitu di sono? atau kamu mau nungguin aku lalu antar pulang lagi?"

"Boleh, kalau kamu mau."

"Ya ampun Arman, apa nggak ada hari esok lagi?"

"Rin, apa kamu nggak kesepian tinggal sendiri di sini?"

"Di rumah emang sendiri, tapi di kerjaan banyak orang kok."

Jawab Arini, Arini tahu selidik Arman setiap wanita dewasa pasti mengerti ke mana arah pembicaraan lawan bicaranya, apalagi Arman mulai pegang tangan Arini, Arini menepisnya halus sambil senyum Arini berkelit untuk memotong pembicaraan.

"Yu ah, kita berangkat."

Arman tak menyahut tapi ia bangkit menandakan ia setuju,

Arman buka pintu samping mobilnya mempersilahkan Arini masuk, mobil melaju pelan-pelan seakan Arman ingin sengaja memperlambat durasi waktunya agar bisa lebih berlama lama dengan Arini.

"Rin serius, aku tungguin ya pulangnya."

"Ya ampun Man, jangan apa-apaan kamu ini."

"Barangkali kamu mau jalan-jalan kek, belanja atau nonton gitu."

"Arman, selarut itu? kita simpan energi buat esok hari, kamu juga kelihatannya udah capek."

"Aku harus istirahat begitu juga kamu."

"Ok lah, kalau begitu Bu"

Arini melenggang masuk lobby dan naik lift, setelah basa-basi dengan Arman, dan Arman memandang Arini dengan tatapan masih kangen. Arini mulai hilang di balik pintu kaca otomatis, sampai di lantai 5 tempat Arini berkantor, ruangan terasa lengang hanya ada Pak Priyo di sofa ruangan karyawan lagi baca koran dan beberapa orang karyawan lainnya,

Arini heran jarang jarang Pak Priyo masih ada di kantor jam segini.

"Eh Pak Pri, tumben ada di kantor malam-malam."

Sapa Arini sambil berdiri agak jauh dari Pak Priyo.

"Iya nih Teh, lagi ngantar anak sama istri belanja ke situ."

Pak Priyo menunjuk ke arah kanan dengan kepalanya."

"Bentar lagi juga pulang udah lama kok."

"Oooh gitu."

Arini duduk sebrang Pak Priyo sambil lihat-lihat materi acara di depannya yang di sediain team kreatif, lalu baca-baca sekilas.

Tak lama Pak Priyo pamit,

Meninggalkan Arini dan rekannya yang lain yang punya tugas lebih malam lagi, Begitulah rutinitas di jalani Arini dari hari ke hari minggu ke minggu dan seterusnya.

Selesai bawain acara seperti biasa Arini pulang di antar Pak Min tukang becak langganannya, entah kenapa Arini nyaman aja naik becak Pak Min padahal masih banyak tukang goes becak yang masih muda masih gesit masih kuat tenaganya.

Sampai rumah jam 22:15 Arini teringat belum menunaikan sholat Isya, bergegas ke kamar mandi dan bersih-bersih berwudhu dan sholat Isya.

Dalam do'a nya Arini selalu memohon di ampun kan segala dosa-dosanya dosa kedua orangtuanya di beri kesehatan lahir bathin nya, diberi kelancaran rezekinya di beri jalan keluar semua permasalahannya dan do'a khusus di dekatkan jodoh terbaiknya.

Di sela-sela kesibukannya terbersit juga keinginan yang menggebu dalam sisi manusiawinya, semua orang ingin di cintai dan mencintai, bohong kalau nggak kesepian itu hanya tepisan omongan saja sekedar menghibur diri.

Apalagi sekarang usianya semakin dewasa usia matang bagi seorang perempuan adalah usia rawan, rawan gossip, rawan di ingatkan orangtua dan rawan di jodoh-jodohkan, juga rawan di tanya kapan menikah.

Walau kelihatan tegar sebenarnya dalam hatinya begitu rapuh, terkadang datang keinginan siapa aja yang datang laki-laki aku jadikan pacar dululah, tapi kenyataannya nurani tak semudah itu menentukan pilihan menjatuhkan pilihan adalah suatu keputusan yang pasti ada konsekwensinya, jadi berhati-hati itu lebih baik pikir Arini.

Selama ini bukannya nggak ada laki-laki yang berusaha mendekatinya, tapi di rasa Arini kurang srek aja dan semua mental pelan-pelan, memang benar semakin dewasa usia seorang perempuan semakin sulit menentukan pilihan karena berbagai pertimbangan, takut gagal, takut di sakiti atau takut takut yang lainnya, tak seperti anak muda yang begitu gampang nikah, hasrat muda tanpa pertimbangan bekerja aja belum tetap, kecelakaan lah nggak di restui orangtua juga lanjut maksa.

Seperti yang di alami Arini tadi siang Arini menangkap sinyal dari semua yang di lakukan temannya yaitu Arman, ujung-ujungnya pasti dia nembak, dulu masa masa SMA pernah juga Arman menyatakan hatinya tapi Arini berkelit kalau pacaran terus putus ujung-ujungnya jadi kayak musuhan yang terbaik saat ini kita berteman, ya berteman...

Tapi kenapa Arman datang dengan tiba-tiba dengan sorot yang punya hasrat tinggi dan perhatian yang berlebihan apa itu namanya kalau bukan "cinta"?

Apa aku terima saja perasaannya? kapan lagi ada orang yang tulus menyayangiku? punya usaha sendiri, kenal dari masa-masa sekolah aaah... bathin Arini galau, bimbang akan keyakinan perasaannya...

Happy reading❤️🙏

Kenapa aku?

Begitu juga Arman, sedari mengantar Arini habis maghrib tadi tak henti-hentinya membayangkan wajah Arini yang semakin mempesonanya, semua yang ada pada diri Arini di mata Arman terlalu sempurna walaupun agak beda dari bayangan awal sebelum mereka berjumpa.

Bayangan Arini masa-masa SMA jauh dengan sekarang, dulu Arini belum berhijab masih menggerai rambut ombak sepinggangnya dengan anak rambut di belah atas depan mukanya, tinggi langsing kulit kuning langsat,

mengingat itu semua membuat Arman senyum-senyum sendiri hatinya berbunga-bunga aaaaah... Arini begitu menggodaku, begitu ingin aku miliki, begitu ingin ku sampaikan rasa ini.

Sudah pulang kah dia? sudah tidurkah dia? bagaimana perasaannya padaku?

apa kalau aku telephon sekarang apa nggak menggangu?

Arman melirik jam dinding dan waktu sudah menunjukan jam 23:15 Arman menarik nafas panjang.

Keyakinan Arman akan pilihan hatinya membuat hatinya berdebar, kapan ya kira-kira aku bisa menyatakan perasaanku kembali, pertama apa yang akan dia berikan pada Arini? bunga? cincin? atau ajak aja dia belanja biar dia yang milih? Tapi akankah Arini mau menerimanya? mencintainya seperti dirinya?

Bagaimana kalau Arini menolaknya? Aaaah jatuh cinta memang berjuta rasanya, walaupun slogan lama tapi itulah kenyataannya.

Berjuta rasa angan khayal berkecamuk dalam benak Arman, sampai tak sadar Arman pun terlelap dalam tidurnya.

Terbangun agak kesiangan Arman buru-buru ke kamar mandi dan berganti pakaian, celingukan mau bikin kopi tapi sudah siang Arman hanya menatap dispenser dan berlalu ke arah mobilnya setelah mengunci pintu, banyak yang harus di bereskan di kantornya terlebih kantornya masih berbenah karena baru beberapa hari di tempati.

Mengendarai mobil pelan sambil menyalakan radio tape nya mencari frekuensi Riang Fm 89,14. Perutnya terasa keroncongan tapi terasa seger walaupun siang kemarin dia makan seingatnya.

Arman pun tenggelam dalam kesibukan di kantornya, hingga siang habis makan siang baru bisa agak longgar Arman menelphon Arini.

"Hai Rin."

"Hai juga Man."

"Aku pagi nggak antar kamu, aku kesiangan heeee..."

"Emang aku tuan puteri pake di antar antar segala."

"Sekarang di mana?"

"Aku masih di kantor mau rapat."

"Terus pulangnya kapan, maksudku sampai jam berapa?"

"Nggak tahu, sampai selesainya aja, kalau sampai malam aku langsung siaran malam, mungkin nginep di sini."

"Segitunya Rin?"

"Heeeee...emang begitu,

enggak...enggak...bercanda kok."

"Ya udah, kalau masih sore khabari aku ya, aku mau ketemu ada surprise buat kamu."

Deg! "Apaan tuh?"

"Bukan juga surprise kalau tahu duluan mah."

"Yeh..."

Apa ya surprise Arman, seperti tebakanku kah? atau yang lain yang belum terfikirkanku, bathin Arini sibuk menebak-nebak iya apa bukan membuat hatinya tambah gamang. Arman emang perusuh karena suka bikin orang terkejut dengan ketiba-tibaannya, juga tindakan tak terduga nya.

Arini masuk lagi kantor setelah makan siang, semua karyawan dari semua divisi sudah ada di aula tinggal menunggu pimpinan Pak Hadinata. Semua sudah duduk di kursi masing-masing sambil pada ngobrol ada juga yang sibuk dengan hp nya masing-masing, sepuluh menit kemudian rapat di mulai,

seperti rapat pada umumnya ada rentetan acara presentasi dan lain-lain, dan sampailah pada acara intinya.

"Silahkan Bapak pimpinan."

Pak Priyo manggut ke arah Pak Hadinata.

"Terimakasih untuk semua, atas kerja samanya yang luar biasa sehingga pencapaian kita semakin naik grafiknya."

prok prok prok...

Semua anggota rapat memberikan tepukan meriah,dan Pak Hadinata meneruskan bicaranya.

"Perlu di ketahui Alhamdulillah perusahaan kami di bidang lain semakin maju, juga untuk itu saya perlu pendamping orang yang tangguh untuk lebih memaksimalkan kinerja kami, Jadi, saya perlu mencopot dan mengangkat dua orang

pertama saya mencopot Pak Priyo dari pimpinan Riang Fm, dan mengangkat menjadi pemimpin semua perusahaan saya, dan bertanggungjawab langsung pada saya."

prok prok prok...

Tepukan kembali di berikan semua anggota rapat.

"Kedua, untuk menggantikan Pak Priyo saya mengangkat Ibu Arini sebagai pimpinan baru Riang Fm, dan bertanggungjawab langsung dengan saya, semua sudah saya pertimbangkan dedikasi kinerja masa kerja dan kriterianya."

prok prok prok....

Tepukan meriah lebih ramai lagi anggota rapat langsung mengerumuni Arini yang kelihatan kikuk, grogi, serba salah dan mendadak jadi sulit bicara, semua secara tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan sebelumnya semua menyalaminya.

Setelah duduk kembali dengan tenang Pak Hadinata melirik ke Pak Priyo lalu Pak Priyo berdiri dan mengangkat tangan Arini untuk berdiri mereka bersalaman sebagai simbol serah terima.

"Ibu Arini, silahkan memberi ucapan sepatah dua patah kata sebagai pimpinan baru."

Suara Pak Hadinata samar terdengar oleh Arini, Arini bangkit berdiri, tegar, berkharisma berwibawa menyampaikan pidato pertamanya.

"Terimakasih untuk Pak Hadinata yang telah memberikan kepercayaan kepada saya, semoga saya bisa mengemban amanat ini dengan baik sekali lagi terima kasih. Juga rekan-rekan semua semoga kita bisa lebih menjalin kerjasama ke arah yang lebih baik dan lebih baik lagi, terima kasih."

prok prok prok...

Rapat pun bubar, meninggalkan lunglai, lemas di tubuh Arini, keringat dingin masih membasahi punggung dan keningnya walau berada di ruangan ber AC, lagi beres-beres barangnya Arini di samperin Pak Priyo, sambil agak membungkuk Pak Priyo ngomong sesuatu dan Arini mengangguk.

"Selamat ya Bu Arini....semoga kita bisa kerjasama dan menjadi team work yang baik."

"Iya, iya Pak...Hadi..."

Pak Hadinata menyalami Arini begitu lama sambil memandang wajah Arini yang masih agak kikuk, baru kali ini Pak Hadinata memandang wajah Arini yang sejelas jelasnya, cantik, menarik, rapi dan juga wangi, Arini gelagapan, sambil menarik tangannya, Pak Hadi memang tampan proporsional, sempurna fisik pria terawat masa kini, Arini mengaguminya.

"Santai aja, kita kan rekan satu team "

"Kenapa saya Pak? saya takut kinerja saya mengecewakan Bapak."

"Jangan panggil saya Pak kalau kita lagi berdua, panggil saja Mas atau Hadi aja untuk bisa lebih bebas membicarakan segala hal ya Rin."

"Tapi, Pak..."

"Eith..."

"Iya Mas, saya siap."

"Sekarang kita pulang bareng saya antar kamu, kamu naik mobil ikut saya, saya ada yang mau dibicarakan lebih lanjut sama kamu ya, mari."

"Iya, Pak...eeeh Mas."

Pak Hadi memandang Arini tanda protes, Arini tertawa pelan sambil menutup mulutnya atas kesilapannya sambil berjalan mengikuti Pak Hadi keluar dari gedung itu.

Mobil belok di pertigaan menuju kost-an Arini, Arini heran kok Pak Hadi tahu tempatku padahal seorang pimpinan jarang atau boleh dikata tak pernah berhubungan soal apapun dengan karyawannya selain pekerjaan di kantor, apalagi ini seorang Hadinata pimpinan beberapa perusahaan yang lagi berkembang.

Belum selesai herannya mobil sudah sampai halaman rumah yang lumayan besar, yang punya bangunan bangunan kecil di pinggir-pinggirnya itu merupakan kost-kostan yang di peruntukkan untuk mahasiswa dan karyawan,

Hadi turun dan Arinipun mengikutinya, tambah lagi heran Pak Hadi tahu mana kamar Arini.

"Nggak mempersilahkan tamunya masuk?"

"Ooh iya, silahkan masuk Mas."

Arini tambah gelagapan Hadi langsung duduk di kursi panjang satu-satunya memandang sekeliling isi kamar hunian Arini sambil senyum-senyum,

tempat tidur single, meja rias, lemari, kulkas dan radio transistor, Hadi tertawa pelan melihat radio transistor Arini.

"Percis punyaku Rin."

Katanya masih sambil tertawa, Arinipun ikut tertawa mulai hilang rasa gugupnya, Hadi senang melihat Arini mulai ketawa agak lepas.

"Mas mau minum apa, kopi teh atau..."

"Air putih aja."

Arini bergegas ke belakang saking bingungnya tadi minta air putih dingin apa biasa ya?

Ah yang pasti air putih aja fikirnya.

Arini mau menyimpan gelas beserta tatakannya di meja tapi keburu di tangkap di ambil Pak Hadi tangan mereka bersentuhan Arini menunduk sambil perlahan menarik tangannya, Pak Hadi senyum sambil langsung meminum air tadi.

"Duduk aja, udah sini."

Arini manut kayak murid di suruh gurunya.

"Ada mobil kantor yang boleh kamu pakai untuk menunjang keperluan mu, dan ruangan Pak Priyo menjadi ruangan mu mulai besok ya, jika belum lancar bawa mobil nanti aku carikan sopir untukmu."

Deg! mobil? sesuatu yang tak pernah terbayangkan oleh Arini selama ini ya Allah apa ini rezeki ku? Arini bergumam dalam hatinya, aku bisa pulang kampung menemui orangtuaku dan adik-adikku dengan membawa mobil dan membawa mereka jalan-jalan.

"Ya sudah saya pulang dulu ya,

Istirahat, siapkan diri untuk besok menjadi pimpinan hari pertama."

"Iya Mas."

Arini mengangguk pasti,

mereka bersalaman erat dan Arini kikuk kembali sampai tak sadar mobil Hadi sudah menghilang...

Happy reading❤️🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!