NovelToon NovelToon

Pear

Prolog

"..."

"Saya terima nikah dan kawinnya Vallen Claudia Arunika binti Dika Pratama dengan maskawin tersebut dibayar tunai," ucap Rafa sambil dengan mantap menatap mata seorang laki-laki yang menjadi wali nikahnya.

"Sah?"

"Sah ...."

Semua yang ada di ruangan itu pun mengucap syukur. Senyum bahagia dan setetes air mata haru terlihat dari setiap orang kecuali para pengantin. Dua orang itu masih bingung, hanya saja mereka tetap melanjutkan acara dengan memakaikan cincin satu sama lain.

Total orang yang ada di sana adalah sembilan orang, tapi kemudian penghulu serta dua orang yang merupakan om dan tante pengantin pria izin pamit, meninggalkan keluarga intinya saja.

"Rafa, Bunda senang kamu ngabulin permintaan Bunda." Wanita paruh baya yang terbaring di ruangan tersebut tak henti meneteskan air mata haru sembari menggenggam tangan putra tercintanya.

"Kalian harus janji, saat umur kalian sudah 19 tahun nanti, kalian harus meresmikan pernikahan ini di mata hukum. Untuk sekarang, ini semua sudah cukup membuat Bunda bahagia," tuturnya.

Cowok bernama Rafael Hansel Samudra atau yang akrab dipanggil Rafa itu mengusap air mata bundanya menggunakan punggung tangannya sendiri. Ia kemudian mengangguk samar mengiyakan permintaan bundanya, meski Rafa pun tidak tahu dua tahun lagi bagaimana keadaan dia dengan istrinya ini, apakah akan baik-baik saja hingga mereka bisa menikah resmi, atau sebaliknya.

"Bunda harus janji juga bisa nyaksiin kami nikah resmi nanti ...," kata Rafa pelan. Namun, hal itu malah membuat bundanya mengeluarkan air mata yang tambah deras saja. Hati wanita itu terasa sesak, bahkan ia meminta Rafa cepat menikah karena dia pesimis bisa hidup lebih lama lagi. Karenanya, Bunda Rafa membalas perkataan putranya itu dengan gelengan lemah.

Melihat itu, Rafa hanya bisa meneteskan air mata.

Netra Vallen pun sedaritadi sudah memerah sebenarnya melihat interaksi Rafa dan bundanya. Namun, ia dikuatkan oleh kedua orangtuanya yang mengusap punggung dari belakang.

"Vallen, terimakasih," ucap Hilman yang mana merupakan ayahnya Rafa.

Vallen tersenyum kecil.

"Sama-sama," jawab gadis itu.

Pandangan Bunda Rafa lalu terlepas dari putranya dan perlahan ia menoleh ke arah Vallen. Mengerti akan suatu hal bahwa wanita itu ingin bicara, akhirnya Vallen melangkah maju mendekati brankar.

"Cantik ..., jaga Rafa yah. Bunda percaya kamu bisa. Dan jangan segan buat omelin Rafa kalo dia gak bener."

"Bunda ...," protes Rafa dengan matanya yang berkaca-kaca.

Bundanya tersenyum sambil mengusap kepala anaknya. Vallen tersenyum juga, ia lantas memegang tangan Bundanya Rafa seraya mengelusnya lembut. "Iya, Vallen bakal jaga Rafa, Bun."

Dan senyum Bunda yang saat itu adalah senyum terakhirnya. Perkataan Vallen adalah yang terakhir didengarnya. Mata semua orang di ruangan itu terbelalak. Ruangan kemudian dipenuhi isak tangis dan teriakan memanggil Bundanya Rafa. Namun, semua sia-sia.

P. E. A. R.

Selamat datang di cerita Pear. Semoga kalian suka sama ceritanya dan berkesan 🥰 Aku mau kasih tau dulu, cerita ini dipindahin dari Wattp*d, dan 1 part wattp*d itu sama dengan 2, 3, atau 4 part di Noveltoon ini. So, aku saranin kalian buat berhenti baca di part yang ada tulisan "Bersambung ..."-nya ya. Biar vibesnya tetep kayak baca di app sebelah. Okayyy? ☺️

Tau gak kenapa aku nulis author note panjang? Karena minimal 500 kata per part nya! Oke akhirnya udah melebihi. Di part selanjutnya aku gak akan banyak ngomong kayak gini, jadi mau ingetin di sini JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA GAIS! REKOMENDASIIN JUGA PEAR KE TEMEN-TEMEN KALIAN 🥰🥰🥰

Chapter 1 (1)

Rafa tidak banyak bicara, yang ia lakukan kini adalah menatap kosong nisan bundanya.

Melihat anaknya yang mungkin sedang benar-benar lemah, Ayah Rafa lantas menepuk pelan bahu putranya itu untuk memberi kekuatan.

"Ayah yakin kamu kuat, Nak," ucap Hilman. Selanjutnya pria itu berdiri dan mendongak ke arah langit, mendung.

"Rafa, ayo pulang."

"Tapi bunda sendiri di sini, Yah," balas Rafa dengan mata yang berkaca-kaca.

"Rafa ...," panggil Hilman, nadanya mengisyaratkan bahwa tak seharusnya Rafa berkata demikian.

Rafa menghela napas berat, lalu dia menghembuskannya seraya menutup mata. Meyakinkan dirinya bahwa ia bisa melewati ini semua. Kemudian, cowok itu mengecup nisan sang bunda sebelum bangkit berdiri dan mengiyakan ajakan untuk pulang karena merasa angin di sini makin menusuk juga dan membuat dirinya tidak nyaman. Hilman merangkul bahu Rafa, menuntunnya ke mobil mereka, diikuti keluarga Vallen di belakangnya.

***

"Kak, sabar ya," ujar Tito, adik Hilman yang turut menjadi saksi pernikahan Rafa tadi.

Hilman mengangguk, lantas duduk di sofa.

"Nisa siapin minuman ya buat kalian." Istri Tito tersenyum ke semua orang yang berada di ruang keluarga sebelum akhirnya dia melangkahkan diri ke dapur.

Aya–Mamahnya Vallen–menyikut anaknya, pandangannya ia tujukan ke arah dapur. Vallen tak bodoh, ia mengerti mamahnya sedang menyuruh. Maka dari itu, ia berdehem lalu menyusul Nisa.

"Tante, Vallen bantuin yah."

Nisa tersenyum simpul seraya mengambil nampan. Setelah itu, Vallen membantu menaruh gelas-gelas di sana. Saat airnya sudah mendidih, Nisa pun menuangkannya, tak lupa mencelupkan kantung teh.

"Iya, Kak. Tito tau Kak Mira wanita yang baik, sangat baik malah."

Nisa dan Vallen menyimpan gelas-gelas di meja dengan posisi berlutut supaya sopan. Dari dapur memang terdengar samar-samar pembicaraan. Namun, tak terdengar jika Hilman menangis sesegukan saat ini dan Tito sedang menenangkannya.

Vallen melirik ke kedua orangtuanya yang terlihat bingung juga harus bagaimana. Lagi, mamahnya Vallen memberi kode, sekarang menyuruh Vallen agar duduk di sebelah Rafa. Gadis itu mengerutkan kening seraya melihat Rafa dari sudut matanya. Bertanya tanpa suara kepada mamahnya, "Ke sana?"

Wanita yang melahirkan Vallen itu mengangguk.

Dengan ragu, Vallen duduk di sebelah suaminya yang masih saja termenung. "Um, Fa, minum ...," tawarnya yang dibalas dengan keheningan Rafa.

Tangan Vallen terangkat dan berhenti di pinggir pundak Rafa, ia masih menyentuh angin, bingung apakah Vallen harus melakukan ini atau tidak. Pada dasarnya Rafa adalah orang yang ia kenal, tapi hanya untuk menanyakan beberapa tugas karena mereka pernah sekelompok saat di kelas. Lagi-lagi cewek itu butuh dorongan dari orang tuanya, saat menoleh ke arah mereka, mereka mengangguk.

"Fa ...,  sabar ya."

Baru saja Vallen menepuk pundak Rafa sekali. Cowok itu sudah berdiri.

"Gue mau ke kamar," ujarnya sambil menunduk tapi samar kepalanya mengarah kepada Vallen. Ditambah lagi Rafa memakai kata "gue", sudah dipastikan cowok itu berkata pada gadis itu dan bukan orang lain di rumah ini.

"O-oke."

Vallen hanya menatap kepergian Rafa dengan sedikit kejengkelan dalam dirinya. Namun, dia berusaha mewajarkan semua ini.

"Vallen, temani Rafa di kamar ya," pinta Hilman.

Mata cewek itu terbelalak. "T-tapi ..."

"Kalian kan sudah menikah, gak apa." Dika–papahnya Vallen–angkat bicara.

"Iya, Vallen temenin."

Selama berjalan di tangga, pikiran Vallen benar-benar berat. Hari ini adalah hari panjang yang melelahkan untuknya, seperti sebuah mimpi, tapi nyata adanya. Satu hal yang masih tak ia sangka selain kepergian Mira adalah ... dia sudah menikah sekarang? Hah? Lalu yang sekarang Vallen lakukan adalah menjumpai suaminya? Demi apapun Vallen tak pernah membayangkan kisah cintanya berlabuh pada Sang Juara Umum dua tahun berturut-turut di sekolahnya, terlebih lagi Rafa adalah teman sekelas Vallen. Apa kata teman-temannya yang lain jika mengetahui ini semua?

Chapter 1 (2)

Vallen berhenti memikirkan hal tersebut sewaktu sampai di depan kamar. Ia lalu meneguk ludahnya saat mengintip kamar Rafa yang sedikit terbuka. Haruskah dia masuk? Pertanyaan bodoh yang bahkan Vallen jawab sendiri dengan kata 'iyalah'.

"Sorry gue masuk."

Rafa masih meresponnya dengan keheningan, sama seperti sebelumnya.

Cowok itu tengah duduk di kursi depan meja belajar, matanya menatap lurus ke depan, menyaksikan rintik hujan di luar sana.

"Rafa gue tau ini berat, sabar ya. Gue tau lo bisa ngadepin semuanya ...."

Vallen pikir manusia ini akan diam lagi, tapi ternyata Rafa menoleh dan menatap gadis itu yang sedang berdiri di sebelah kanannya.

"Hm."

Rafa bangkit dari duduknya, membuat Vallen cukup terlonjak karena takut laki-laki ini berbuat sesuatu yang belum ingin Vallen lakukan. Napasnya tercekat kala Rafa berada di dekatnya, padahal nyatanya hanya sekadar lewat karena ia hendak ke kamar mandi. Bukan apa-apa, tapi masalahnya ini di kamar, dan kejadian apapun bisa saja terjadi, sekalipun tak ada salahnya karena Vallen dan Rafa sudah sah.

Tak lama, Rafa keluar dari wc, kemudian mengambil sesuatu dari lemarinya. "Maghrib," katanya singkat, lalu menggelar sajadah dan mulai beribadah.

Vallen menatap Rafa dengan perasaan yang ... entahlah sulit ia jelaskan juga.

***

Vallen membalikkan halaman novel yang kebetulan nganggur di meja belajar Rafa. Ia lalu memutar kursinya menghadap ranjang saat merasa dirinya mulai mengantuk.

Rafa yang sedang bermain ponsel menyadari dirinya sedang ditatap. "Kenapa?"

"Ada kamar tamu di sini?" tanya Vallen.

"Ada, dipake om sama tante sementara."

Gadis itu merengut. "Terus gue tidur di mana dong?"

"Ya di sinilah. Kalo lo tidur di ruang tamu juga, ujung-ujungnya pasti disuruh pindah ke sini," jelas Rafa.

Vallen menunjuk tempat tidur. "Sa-satu ranjang gitu sama lo?"

"Ya lo pikir? Kecuali lo mau tidur di lantai sih, terserah."

"Rese!"

Dengan langkah ragu, Vallen menuju ranjang itu, kemudian naik. Rafa menyimpan guling di pertengahan ranjang tanpa berkata sepatah katapun. Berusaha mengabaikan apa yang terjadi, Vallen membalikkan badannya untuk memunggungi Rafa, kemudian mulai memasuki alam mimpinya.

Beberapa jam setelahnya, pintu kamar Rafa terbuka, nyatanya itu Aya. "Loh Rafa belum tidur?"

"Belum Tante eh Mamah ...," jawab Rafa kikuk.

"Tidur ya, Sayang. Kamu butuh istirahat. Oh ya, Mamah sama papah pamit ya, kami titip Vallen."

Rafa mengangguk. "Iya, Mah."

Setelah mengucapkan salam, Aya menutup pintu. Namun, Rafa tidak menuruti perkataan mertuanya untuk tidur, ia masih saja bermain game online.

"Gak denger mamah bilang apa?" tanya orang yang membuat Rafa kaget sendiri.

"Lo gak tidur daritadi?"

"Tidur, cuma kebangun gara-gara game lo berisik! Pake earphone napa," omel Vallen yang membalikkan badannya menghadap langit kamar sambil menaikkan selimutnya sampai sebahu. "Matiin lampunya, pusing gue gak dimatiin." Tangan Vallen ia gunakan untuk menghalangi matanya dari sinar lampu.

"Banyak omong banget sih lo."

"Udah malem, Rafa."

Rafa berdecak, kemudian mematikan ponselnya beserta lampu kamar, tapi ia tetap menyalakan lampu tidurnya.

"Nah gini kan adem," ujar Vallen yang merasa lebih tenang.

Hening beberapa saat, hingga Vallen membuka suara lagi. "Disuruh tidur masih aja ngelamun."

Rafa melirik ke kanan, di tengah sinar temaram ini, tentu ia masih bisa menangkap keberadaan Vallen di netranya. "Sumpah lo berisik banget, diem aja gak bisa apa?" protes Rafa.

Vallen yang telentang hanya melihat Rafa dari ujung matanya, ia menggeleng. "Gak bisa."

"Fa! Gue bingung sama posisi gue sekarang, gue harus bertindak gimana ngadepin lo yang lagi kayak gini?" tanya gadis itu gemas karena benar-benar tidak tahu harus apa.

"Diem."

"Ish! Lo mah, gue nanya saran malah jawab gitu. Maksud gue tuh, lo lagi butuh didengerin, atau butuh gue rangkul, atau ..."

"Gue butuh lo diem."

Gadis yang berniat baik itu segera memutar bola matanya. Sebuah kepercumaan ternyata Vallen terang-terangan pada Rafa. Harusnya dia tidur saja daritadi daripada kedongkolannya harus bertambah karena ini.

Hening. Rafa tak lagi mendengar celotehan Vallen. Dan benar saja saat ia melirik Vallen, gadis itu sudah terlelap.

Malam pun semakin larut, kasur yang ditiduri Vallen rasanya terus bergerak, membuat gadis itu tidak nyenyak tidur dan sudah pasti Rafa lebih tidak nyaman dalam tidurnya. Vallen mengerti hati Rafa sedang gundah. Ada sebuah celah besar kesedihan yang ada di relung hatinya.

Kemudian, samar-samar terdengar sebuah isakan, Vallen tahu benar itu dari Rafa, tapi cewek itu membiarkannya. Takut jika ia bangun ... malah mengganggu Rafa yang sedang menumpahkan kesedihan. Gadis itu ingin memberi ruang sendiri untuk Rafa, ia hanya berharap besok Rafa bisa merasa lebih baik.

🍐 Bersambung ....

...✨ Jangan lupa vommentnya gaisss ☺️...

...Makasih ✨...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!